BAB I SINYAL DAN SISTEM 1.1. Definisi Sistem dapat didefinisikan sebagai sekumpulan objek yang disusun membentuk proses dengan tujuan tertentu. Sebagai model matematis yang menghubungkan antara input dan output, umumnya disebut IO Sistem, seperti tampak dalam gambar 1 dibawah ini :
Sinyal Input
Input – Output Sistem
Sinyal Output
Environment gambar 1 Model matematik IO Sistem
Masukan dari lingkungan (environment) ke sistem dan keluaran dari sistem ke environment disebut sinyal. Sistem yang menghubungkan sinyal input kontinu dengan sinyal output kontinyu disebut Sistem Waktu Kontinyu dan yang menghubungkan deretan sinyal input (diskrit) dengan deretan sinyal output disebut Sistem Waktu Diskrit (SWD), seperti tampak pada gambar 2 dan gambar 3
yt)=T(x(t))
x(t) x(t)
t
y(t)
t
SWK
gambar 2 Sistem Waktu Kontinyu
x(n) n
x(n)
y(n)
n
SWD
gambar 3 Sistem Waktu Diskrit
Analisis sistem, periksa apakah sistem tersebut :
1
Stabil/tidak stabil Kausal/tidak kausal Tak ubah waktu/berubah waktu Linier/non linier Statis/dinamis Deterministik/stokastik
Tools Analisis = model matematis Persamaan linier Transformasi = jembatan=memindahkan satu kawasan ke kawasan yang lain, dengan : 1. transformasi fourier 2. transformasi laplace 3. transformasi z 4. transformasi Fourier Diskrit
Bedakan antara waktu kontinyu dengan waktu diskrit dan kawasan frekuensi kontinyu dengan kawasan frekuensi diskrit
1.1.
Sifat dan Klasifikasi sistem
a. Statis dan dinamis
2
Sistem statis jika keluaran sistem hanya tergantung pada masukan pada saat itu (memoryless), sedangkan sistem dinamis jika keluaran sistem mengingat masa lalu (with memory) b. Linier Sistem linier jika memenuhi prinsip superposisi, seperti tampak pada gambar 4 dibawah ini : y1 (t)
x1 (t)
SWK y2(t)
x2 (t)
SWK
x1(t)
y1(t) + y2(t)
SWK
x2(t) gambar 4 Prinsip superposisi
Dan homogenitas : x1 (t) + x2(t) = y1(t) + y2(t)
c. Pergeseran waktu Sistem tak ubah waktu (invariant) jika output sistem tidak berubah betuk walaupun outputnya akan bergeser sejauh pergeseran input. y (t) x (t)
SWK 1
x (t-2)
SWK
2
y (t-2) 1 2
2
3 gambar 5. Sistem tak ubah waktu
Jika y1(t) adalah output dari x1 (t) dan y2 (t) adalah output dari x2 (t) dan x1 (t) = x1(t-t0) maka y1 (t) =
y1 (t-t0) Sistem disebut LTW atau LTI (Linier Time
Invariant) jika linier tak ubah waktu
3
d.
Kausalitas Sistem LTW disebut kausal/non anticipatory bila keluaran pada waktu n=n0 (untuk SWD) hanya bergantung pada harga-harga dari masukan (sebelumnya dan sekarang), jadi h(n) = 0 untuk n < 0 Respons impuls SWD h(n)
h(n)
Kausal
Non Kausal
gambar 6 Respon Impuls SWD kausal dan non Kausal
Respon impuls SWK h(n)
0
h(n)
t Kausal
0
t
Non Kausal
gambar 7. Respons Impuls SWK Kausal dan Non Kausal
Catatan : sistem yang dapat direalisasi harus kausal
e. Stabilitas Sistem LTW disebut stabil bla setiap masukan terbatas menghasilkan keluaran terbatas”BIBO” = Bounded Input Bounded Output
4
Kondisi yang diperlukan dan cukup (KPC) adalah :
h( n)
untuk SWD
n
h(t )
dt < untuk SWK
...
...
n
stabil
n
Tidak stabil
gambar 8 Respon Impuls LTW suatu SWD, Stabil dan tidak stabil
Stabilitas sistem dapat juga dilihat dari letak pole dari fungsi transfer sistem Untuk SWK letak pole di sebelah kiri sumbu imaginer Untuk SWD letak pole di dalam lingkaran satuan Jadi untuk kuliah ASL ini sistem yang perlu adalah LTW/LTI (Linier tak ubah Waktu/Linier Time Invariant), dengan menentukan apakah sistem tersebut kausal dan stabil.
Contoh : Diketahui suatu SWD yang merupakan transformasi deretan masukan x(n) dengan keluaran y(n) dengan hubungan :
5
a. y(n) = ax 2 (n-1) b. y(n) = ax(n-2) + bx(n+2)
Periksa sistem di atas. Jawab. a. y(n) = ax 2 (n-1) Linieritas Jika input x1 (n) maka output y1 (n) = ax1 2 (n-1) Jika input x2 (n) maka output y2 (n) = ax2 2 (n-1) Ambil X(n) = x3 (n) = x1 (n) + x2(n) Maka : Y(n) = y3 (n) = a[x(n-1)]2 b. y(n) = ax(n-2) + bx(n+2)
1.2. Operator p dan q Suatu operator L ≡
output input
= Fungsi Transfer sistem Untuk SWK
L(p) =
N ( p) D( p)
Persamaan 1 Fungsi Transfer
N = numerator D = denominator
Dimana p = operator maju p = operator integral c dt Untuk SWD
L(q) =
N (q) D(q)
Dimana q = operator maju q = operator tunda q x(n) = x (n-1)
6
q x(n) = x (n+1)
Untuk menganalisis suatu sistem maka buat dulu model matematis input-outputnya Contoh 1.2.1
L
+ v(t) -
R C i(t)
Output sistem = i(t) Input sistem = v(t)
Model matematis sistem :
t
L
1 di (t ) + i (t ) d t = v (t) C dt 1 d L dt R C dt i(t ) v(t ) 1 Lp R C
L(p) =
=
p i(t ) v(t )
output i(t ) 1 p C x x input v(t ) Lp R p / C p C
pC LCp RCp 1
Persamaan 2 Model Matematika Sistem
1.3. Diference Equation Model a. SWK persamaan Diferensial m d n yt d n1 yt d 1 d xt an an1 ... a1 yt an yt bm ... ba xt n dt dt n dt n1 dt m
7
Persamaan 3 Model Persamaan diferensial
n
= orde persamaan diferensial n
a t 0
= koefisien penyebut = koefisien D(p)
1
m
b t 0
= koefisien pembilang = koefisien N(p)
1
Umumnya n > m. Ambil p = d/dt maka :
a
n
p n an p n1 ... a1 p an y t bm p m ... bn xt
L p
y t N p bm p m bm1 p m1 ... b1 p bn xt D p an p n an 1 p n1 ... a1 p an D p an p n1 an 1 p n1 ... a1 p an
Dimana : N p bm p m bm 1 p m1 ... b1 p an
L p sistemoperator
Jadi : D(p) y(t)=N(p) x(t) Solusi ada dua, yaitu komplementer dan partikuler 1. Solusi komplementer (yc(t)) jika input x(t) = 0, Jadi : D p yc t 0 an p n an1 p n1 ... a1 p a0 0 n
Didapat : yc t Ai yi t A1 y1 t A2 y2 t ... An yn t i 1
Dimana : y1(t) = en(t) Yi = akar-akar polynomial D(p) Ai = konstanta yang dihitung dari kondisi awal Kemungkinan akar D(p) adalah riil atau kompleks dan simpel atau jamak.
Maka : i.
y1(t) = erit untuk semua akar riil yang berbeda
ii.
y1(t) = ert , tert , t2ert , ... , tm-1ert untuk m buah akar riil kembar
8
iii.
y1(t) = eαt cos βt ; eαt sin βt
untuk akar komplek yang berbeda ini
dari eαt = α + jβ iv.
y1(t) = eαt cos βt ; eαt sin βt (1) = teαt cos βt ; teαt sin βt (2)
2. Solusi khusus (particular) jika input sistem ada , x(t) ≠ 0 D p y p t N p xt y p t
N p xt L p xt D p
Kasus khusus jika input eksponensial maka output juga eksponensial. Ambil x(t) = Aest Maka yp(t) = L(p) x (t) , p = s jika input sinudoida maka buat menjadi eksponensial. Ingat : e jt cos t j sin t Jika x(t) = A cos (t) = Re ( A e jt ) Maka y(t) = ( L(p) x(t)),p = j Jika x(t) = A sin (t) = Im ( A e jt ) Maka y(t) = ( L(p) x(t)),p = j
Didapat : Solusi persamaan : solusi komplemeter + solusi particular y(t) =
yc(t)
+ yp(t)
9
1.4. Realisasi Sistem Waktu Kontinyu dan Sistem Waktu Diskret Syarat sistem dapat direalisasi jika kausal. Dapat direalisasi dalam bentuk : a. Struktur langsung type I b. Struktur langsung type II
a.
Realisasi untuk Sistem Waktu Diskrit a. Struktur I untuk SWD-LTW kausal N
N
i 0
i 0
ai yn i bi xn i Ambil ao = 1 N
N
i 0
i 0
yn ai yn i bi xn i
b0 xn b1 xn 1 ... bn xn N a1 yn 1 ... aN yn N Persamaan 4 Struktur I SWD-LTW
... ... b1
q-1
bo
+
+ aN-1
aN
... ... q-1
q-1 BN
+
+
Bo
... ...
q-1
gambar 9 Struktur I SWD-LTW Kausal
b. Struktur II untuk SWD N
N
a yn i b xn i i o
i
i 0
i
10
a0 yn a1 yn 1 ... an yn N b0 yn b1 yn 1 ... bn yn N
yn ao a1q 1 ... aN q N xn bo b1q 1 ... bN q N N q yq bo b1q 1 ... bN q N Lq Dq X q ao a1q 1 ... a N q N
N
1 N
a q i o
1
b1q1 i o
1
Persamaan 5 Struktur II SWD
L1 q
1 N
a q
1
N n n a1q 1 xn xn i o
i o
1
x(n)
y(n)
+ q-1 q-1 q-1 gambar 10 Struktur II SWD
N N yn N i 1 L2 q b1q yn n b1q b1 n i n io i o i o
x(n)
+
y(n)
-1
q
q-1 q-1
gambar 11 Struktur II SWD
Rangkaian total digabung L2(q) = L1(q).L2(q)
yn n y n xn xn n
11
-bo x(n)
+
+ -1
-a1 -a2 -aN
q
-b1
q-1
-b2
q-1
-bN
y(n)
gambar 12 Rangkaian total
Contoh 1.3.1 SWD dengan y(n)+y(n-1)+5y(n-2)+7y(n-3)=6x(n)+4x(n-1) Buat realisasi type I dan type II sistem diatas Jawab :
12
1.5. Stabilisasi Sistem Linier SWK stabil jika bagian riil akar persamaan D(p) adalah negatif. Pada sistem di atas pole p = -6 dan p = -4 adalah negatif, maka sistem stabil sistem stabil. Jika Y = + j stabil jika < 0 Bidang p : Im(p) Daerah stabil riil(p)
gambar 13 Bagian negatif D (p)
1.5.1. Persamaan Diference (untuk SWD) Bentuk umum sistem LTW N
M
i 0
i 0
ai yn i bi xn i Persamaan 6 Bentuk umum LTW
Ambil ao = 1 yn a1 yn 1 ... aN yn N b0 xn ... bM xn M
Dengan operator q : Dimana : q-1 x(n) = x(n-1) dan q x(n) = x (n+1)
maka : y(n) (1 + a1 q-1 + …+ aN q-N) = x (n) (b0 + b1 q-1+…..+ bM q-M L(q) =
y n N q xn Dq
13
(b0 b1 q - 1 .. bM q (1 a1 q - 1 aN q - N) Jadi : D (q)y(n) = N (q) x(n) Solusi : y (n) = yc(n) + yp(n)
1.5.2. Solusi komplementer jika deretan masukan = 0 D(q) yc(n) = N (q).0 = 0 , maka D (q) = 0 dengan solusi, yc(n) = rk riil dan tunggal, dimana rk = akar polynomial D (q) dengan solusi : 1. rk riil dan tunggal yk (n) = rk 2. rk riil dan jamak sejumlah m buah 3. rk kompleks tapi tunggal 4. rk kompleks dan jamak sejumlah m buah 1.5.3. Solusi partikuler jika deretan masukan ada D(q) y p (n) = N (q) x (n) y p (n) =
N (q) x(n) = L(q) x (n) D(q)
kasus khusus jika input eksponensial, ambil x(n) = A (s)
n
Didapatkan : y p (n) =
[L(q) x(n)]q Stabilitas sistem SWD, stabil jika amplitudo akar polinomial D(q) <1 atau di dalam lingkaran satuan.
Contoh : 1. Suatu persamaan Y(n+3) – 8 y(n+2) + 37 y(n+1) – 50 y(n) = 8 (0.5) n Dengan Y(0) = 2 , y (1) = 3, y(2) = 5
1.6. Klasifikasi Sinyal Sinyal adalah sebuah fungsi yang dapat direpresentasikan secara fisik maupun variable yang mengandung informasi. Sinyal dapat diklasifikasikan dalam : (scaum series)
14
a. Continous Time dan Diskrit Time Signals b. Analog dan Digital Signals c. Real dan Kompleks Signals d. Deterministic dan Random Signals e. Even dan Odd Signals f. Periodik dan Non periodik Signals g. Energy dan Power Signals
Adapun Macam-macam sinyal-sinyal Dasar adalah
1. Unit Step Kontinyu u (t) u(t) 1 t
0
1, t 0 u t 0, t 0
gambar 14 Unit step kontinu u (t)
2. Unit step diskrit u(n) u(n) 1, n 0 u n 0, n 0
n 0
1
2
3 gambar 15 Unit step diskrit u (n)
3. Fungsi segiempat (t)
1,0.5 t 0.5 t 0, t lainnya
Π(t)
-0.5
0
0.5
t
15
gambar 16 Unit fungsi segi empat (t)
4. Fungsi segitiga Ʌ(t)
t 1 t -t
1
1 t 1
t
gambar 17 Unit fungsi segi tiga
5. Fungsi sinc Sinc(t) sin ct
-3
-2 -1
0 1
2
3
t
sin t t t
= 0 untuk t = ± 1, ± 1, ... = 1 untuk t = 0
gambar 18 Unit fungsi sinc
6. Fungsi impuls delta kontinyu δ (t) 1, t 0 0, t lainnya
1
t
0
t gambar 19 impuls delta kontinyu
7. Fungsi impuls diskrit δ (t) δ (n) 1 0
1, n 0 0, n lainnya
n n
16
Operasi Pencerminan, Penskalaan waktu dan pergeseran 1. Sinyal kontinyu f (t)
b f at b f a t a
+ geser kiri, - geser kanan a = kompressi ax, a ≥ 1 1/a = ekspansi ax pencerminan
2. sinyal diskrit
b f ax b f a n a
Contoh : 1. Diketahui sinyal kontinyu f(t) f(t)
1,1 t 0 f t 1 0.5t ,0 t 2 0, t lainnya
1 1-0.5t -1
0
1
2
t 17
a. f(2t) kompressi 2x 1,0.5 t 0 f 2t 1 t ,0 t 1 0, t lainnya
f(2t) 1 1-t 0.5
0
1
t
1,1 2t 0 ,-0.5 ≤ t ≤ 0 f 2t 1 0.5(2t ),0 2t 2 1-t ,0 ≤ 1 ≤ 1 , t lainnya = 0
2.
1 f t 3
1 f f(2t) ekspansi 3x 3
1 1 1 t 6
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
t
,0≤t≤6 1, -3 ≤ t ≤ 0 18
1 1 1 t f t 6 3 0 , t lainnya 3. f(t-3) geser kanan 3 step
f(t-3)
1
1
2.5 – 0.5t 2
3
4
5
1 , -1 ≤ t-3 ≤ 0 , -2 ≤ t ≤ 3 1 – 0.5(t-3) , 0 ≤ t-3 ≤ 2 f t 3 2.5 – 0.5 t , -3 ≤ t ≤ 5 0 , t lainnya t \
4. f(-t) f(-t)
1- 0.5t
-2
0
1
f t t
, -1 ≤ t ≤ 0 ,0≤t≤1 1 – 0.5(-t) , 0 ≤ -t ≤ 2 1+0.25t , -2 ≤ t ≤ 0 0 , t lainnya 1
5. f(-0.5t) f(-0.5t)
19
1 , -1 ≤ -0.5t ≤ 0 ,0≤t≤2 f 0.5t 1 – 0.5(-0.5t) , 0 ≤ -0.5t ≤ 2 1+0.25t , -4 ≤ t ≤ 0 0 , t lainnya t
1
1- 0.25t
-1
0
2
6. f(3-t) = f-(t-3) = f(-t+3_ balik, geser kanan 3 f(3-t)=f-(t-3) 1 -0.5+0.5t 0
1
3
4
1 , -1 ≤ 3-t≤ 0 ,3≤t≤4 1 – 0.5(3-t) , 0 ≤ 3-t ≤ 2 f 0.5t -0.5+0.5t , 1 ≤ t ≤ 3 0 , t lainnya t
1.7. Konversi Sinyal Waktu Kontinyu ke Sinyal Waktu Diskrit Sinyal Konversi sinyal kontinyu ke diskrit dapat digambarkan seperti gambar 21 sebagai berikut :
sampling Waktu kontinyu t
Waktu diskrit n rekonstruksi
Pasangan kontinyu
-1
Pasangan diskrit
-1
sampling Frekuensi diskrit
Frekuensi kontinyu Ω
rekonstruksi
gambar 20 Hubungan Pasangan Kontinyu dan Pasangan Diskrit
1.8. Respon Impuls Respons impuls adalah respons atau output sistem jika masukannya diberi fungsi impuls/ delta. δ(n) SWD
h(n) Respons impuls
δ(t) SWK
h(t)
20
gambar 21 Respon Impulse
Sistem sering digambarkan dengan respons impulsnya karena dengan respons impulsnya dapat dilihat apakah sistem tersebut kausal dan stabil SWD
x(n)
SWK
x(t)
h(n)
y(n)
h(t)
y(t)
gambar 22 Respon Impulse (2)
1. Respons Impuls SWD
Contoh : Diketahui SWD-LTW y(n) + a1y(n-1) + a2 y(n-2) + ..........+ aN y (n-N) = x(n) Respon impuls sistem jika x(n) = (n) Maka
y(n) = h(n)
Jadi h(n) + a1h(n-1) + a2h(n-2) + .........+ a N h(n-N) = (n)
Karena kausal maka h(n) = 0 untuk n < 0 Maka N=0
h (0) = (0) = 1 ; h(n-1) =0, h (n-2) = 0 dst
N=1
h (1) = h (1) + a1 h(0) + 0 + .......+ 0 = (1) = 0
N=2
h(2) + a1 h(1) + a2 h (0) + .......= (2) = 0
Dst Ingat solusi perbedaan y(n) = yc (n) + yp(n) D(q) y(n) = N(q) x (n)
21
yc(n) D(q) yc (n) = 0 maka D (q) = 0 maka yc (n) =
m
A r k 1
n k k
yp(n) yp(n) = L (q) x (n) dimana q = s untuk x (n) = (s)n tetapi input di sini bukan eksponensial maka yp(n) = 0 contoh : y(n)-0,8y(n-1) + 0,15y(n-2) = x(n) respons impuls h(n) – 0,8h(n-1) + 0,15h(n-2) = δ(n) n=0 h(0) – 0,8h(-1) + 0,15h(-2) = δ (0) = 1 h(0) = 1 n=1 h(1) – 0,8h(0) + 0,15h(-1) = δ (1) = 0 h(1) = 0,8 n=2 h(2) – 0,8h(1) + 0,15h(0) = δ (2) = 0 h(2) = 0,8 . 0,8 – 0,15 = 0,49 Solusi m
y c n Ak rk A1 r1 A2 r2 n
n
n
k 1
Dimana
yn1 0,8q 1 0,15q 2 xn
q q2 q2 q2 Lq 1 0,8q 1 0,15q 2 q 2 q 2 0,8q 0,15 q 0,5q 0,3 Jadi
yc n A0,5 B0,3 n
n
n = 0 yc(n) = A + B = 1 n = 1 yc(n) = 0,5A + 0,3B = 0,8 A + 0,6B = 1,6 A+ Maka
B=1 0,9B = 0,6 B = -1,5 dan A = 2,5
yn hn 2,50,5 1,50,3 un n
n
22
Bagaimana jika inputnya superposisi ? Karena sistem linier maka outputnya juga superposisi
2. Respons Impuls SWK Dari pers Diferensial
d n yt d n1 yt dyt an an1 ... a1 a0 yt n n 1 dt dt dt d m xt d m1 xt dxt bn b ... b b0 xt n 1 1 dt dt m dt m1 Persamaan 7 Respon impulse SWK
Dalam operator p
L p
N p yt D p yt N p xt D p xt
Respon impuls y(t) = h(t) jika input x(t) = δ (t) Dimana y(t) = h(t) = yk(p) + yp(t) yp(t) = 0
n
ht y c t Ai e r1 t i 0
r = akar dari polinomial D(p) jika input superposisi maka output superposisi prinsip linieritas dengan mencari terlebih dahulu h(t) untuk satu harga δ(t)
jadi
d n yt d n1 yt dyt an a ... a a0 yt t n 1 1 dt dt n dt n1
dengan kondisi awal (0) = 0, kalikan kedua sisi dengan dt kemudian diintegrasikan dari 0- hingga 0+ didapat
23
0
d n 1 y 0 t dt 1 dt n 1 0 1 Contoh :
d2y dy dx 4 3 y 2 3xt 2 dt dt dt
y p p 2 4 p 3 2 p 3xt
L p
2p 3 2p 3 p 2 4 p 3 p 3 p 1
yc t Ae 3t Be t
t = 0 yc(t)
=
A+B =0
dy c t t 3 A B 1 dt -2A
y c t
= 1 A = - ½ dan B = ½
1 1 1 3t e e 2 2
Input 1 3xt h1 t
Input 2 2
3 t 3 3t e e 2 2
dx dyt h2 t 2 3e 3t e t dt dt
Jadi
ht h1 t h2 t
24
ht 1,5e 3t 0,5e ut 1.9. Konvolusi Konvolusi adalah suatu operasi perkalian sekaligus penjumlahan. Dalam kawasan waktu dapat digunakan untuk mendapatkan respon sistem terhadap masukan bebas. Jadi merupakan transformasi dari masukan ke keluaran. 1.9.1. Penjumlahan Konvolusi Teorema Jika x(n) adalah input suatu SWD-LTW dan y(n) output sistem tsb dimana y(n) = T [x(n)] maka :
yn
xk hn k
k
xn k hk
k
Persamaan 8 Konvolusi
Dimana semua operasi di atas didefinisikan sebagai operator konvolusi ” *” sehingga
yn xn * hn
xk hn k
k
xn k hk
k
h(n) = respon impuls
x(n)
h(n)
y(n)
y(n) = x(n) * h(n) Sifat : 1. Commutative x(n) * h(n) = h (n) * x(n)
25
2. Assosiative x(n) * [y(n) * z(n) ] = [ x(n) * y(n)] * z (n) 3. Distributive untuk operasi penjumlahan x(n) * [y(n) * z(n) ] = x(n) * y(n) * z(n) 4.
Memiliki elemen identity x(n) * (n)= (n) * x (n) = x(n)
5. Konvolusi dari suatu deretan pulsa sampling tertunda dengan x(n) x(n) * (n-k) = x (n-k) Contoh : SWD- LTW h(n)
x(n)
x(n)
x(n)
h(n) 3
2
1
0,5 n
n Dapatkan output sistem y(n) = x(n) * h(n)
gambar 23 Konvolusi x(n) dan h(n)
1.9.2. Integral Konvolusi Prinsip dan sifatnya sama dengan SWD dimana diganti dengan x(t)
yt x t * h t
y(t)
h(t) x
x ht dt
-
x
xt h d
Persamaan 9 Konvolusi Integral
26
secara grafis : Gambarkan x() dan h (t0 - ) dimana h (t0 - ) = h- ( - t0 ) yaitu h() yang dicerminkan kemudian digeser sejauh t0 kemudian di integralkan Disini merupakan variabel integrasi, jadi set satu harga t kemudian lakukan operasi di atas dimana hasil integrasi merupakan luas bawah kurva
Contoh :
x(t) 1
L=1H R=1Ω
x(t)
y(t) t 1
Hitung y(t) Jawab x(t)
y(t)
h(t)
h(-t)
h1(t) = e-tu(t)
x(t) 1
1 t
t
t
1
y t xt * ht
x ht d
Set 0 < t < 1 x(τ)
τ 0
t
1
27
y t xt * ht
x ht d
t
1e t r d 0
t
e
t
t e de e1 et 0
t
e e e1 1
0
1.e1
BAB II ANALISIS FOURIER PADA SINYAL WAKTU KONTINYU
2.1. Pendahuluan Analisis Fourier, diambil setelah ilmuwan fisika Prancis Jean Baptise Fourier (1768-1830),
memecahkan
bahwa
hampir
seluruh
fungsi
periodik
dapat
direpresentasikan sebagai sinusoidal pada seluruh frekuensi yang terkait. Kerja Fourier telah membawa dampak yang nyata dalam teori sistem linier khususnya dalam teori komunikasi. Bukan hanya membuat kita untuk dapat mengerti sinyal periodik melalui
28
spektrum frekuensinya tetapi juga dapat mengembangkan pengetahuan dasar pada sejumlah sinyal periodik melalui transformasi Fourier. Kontribusi Fourier dapat disimpulkan oleh pernyataan bahwa sinyal yang digunakan dalam engineering dapat direpresentasikan dalam domain waktu dan domain frekuensi, lebih dari itu representasinya mempunyai hubungan secara unik sehingga pengubahan representasi sinyal tersebut dalam satu domain akan mengubah representasinya dalam domain yang lain.
2.2. Deret Fourier Untuk Sinyal Perodik Sinyal x(t) dikatakan periodik jika memenuhi persamaan dibawah ini untuk sejumlah nilai T, x(t + T)=x(t) Persamaan 10 Deret fourier untuk sinyal periodik
nilai terkecil T yang memenuhi Persamaan 10 diatas disebut sebagai periode sinyal. Besaran fo=1/T dikatakan frekuensi dasar sinyal (Hertz) dan Ωo=2fo adalah frekuensi dasar dalam radian perdetik. Sinusoidal dengan frekuensi nfo, dimana n adalah integer, dikatakan sebagai harmonik ke n.
2.2.1. Bentuk Trigonometri pada Deret Fourier Jika x(t) adalah fungsi periodik dengan periode T, hampir dalam setiap kasus dapat diekspresikan dengan teorema Fourier seperti Persamaan 11 dibawah ini :
xt ao an cos n o t bn sin n o t n 1
Persamaan 11 Teorema fourier
Persamaan 11 tersebut disebut sebagai deret fourier untuk x(t) konstanta ai dan b1 disebut koefisien fourier. Persamaan 2.2 tersebut menunjukkan bahwa sinyal periodik
29
X(t )
X(t )
X(t )
gambar 24 Beberapa sinyal periodik yang sering digunakan
x(t) dapat didekati dengan penjumlahan sejumlah sinyal sinusoidal dengan periode T=2Ωo.
Analisis Fourier pada sinyal waktu kontinyu bertujuan untuk memindahkan sinyal dari kawasan tertentu ke kawasan frekuensi, yaitu dengan menggunakan Deret Fourier Waktu Kontinyu (DFWK) untuk sinyal periodik, dan dengan Transformasi Fourier Waktu Kontinyu (TFWK) untuk sinyal tidak periodik (aperiodik). Deret x(t) sebagaimana Persamaan 12 dapat juga dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut :
xt ao d n cosn o t o n 1
Persamaan 12 Deret x (t)
Hubungan koefisien an dan bn terhadap dn dan φn dapat ditunjukkan sebagai berikut : an = dn cos υn bn = dn sin υn Persamaan 13 koefisien an dan bn
Untuk keperluan perhitungan koefisien fourier digunakan sifat dasar ortogonalitas sinusoidal. Beberapa integral penting yang dapat secara mudah dihasilkan untuk to dan bilangan bulat n dan m maka : to T
sin n t dt 0 o
(2.5)
tn
Persamaan 14 koefisien fourier 1
to T
cos
n o t dt 0
(2.6)
tn
Persamaan 15 koefisien fourier 1I
30
to T
sin n t cos o
m o t dt 0
(2.7)
tn
Persamaan 16 koefisien fourier 1II
to T
tn
0 jika n m sin n o t sin m o t dt T / 2 jika n m
(2.8)
Persamaan 17 koefisien fourier 1V
to T
tn
0 jika n m sin n o t sin m o t dt T / 2 jika n m
(2.9)
Persamaan 18 koefisien V
Kita dapat menggunakan identitas diatas untk mengevaluasi koefisien fourier. Pertama, kita kalikan kedua sisi dari Persamaan 11 dengan dt dan mengintegralkan sepanjang satu perioda, misal t0 sampai t0 + t. Dengan menggunakan Persamaan 14 dan Persamaan 15
maka sisi kanan akan hilang, kecuali a0. Sehingga kita peroleh : a0
1 t0 T xt dt T t0
(2.10) Persamaan 19 koefisien V
Begitu pula pengalian kedua sisi Persamaan 11 dengan cos nΩ0t dan mengintegralkan sepanjang satu perioda, akan kita peroleh harmonisa ke-n : an
2 t0 T xt cos n 0t dt T t0
(2.11)
Persamaan 20 Harmonisa an dan bn
bn
2 t0 T xt sin n 0t dt T t0
(2.12)
Persamaan 21 armonisa an dan bn (2)
2.2.2. Deret Fourier Waktu Kontinyu Bentuk Eksponensial
31
Bentuk eksponensial dari deret Fourier didasarkan pada identitas Euler,yang dapat ditulis sebagai berikut :
cos n 0t
e jn0t e jn0t 2
(2.13)
Persamaan 22 Identitas euler
e jn 0 t e jn 0 t sin n0t 2j
(2.14)
Persamaan 23 Identitas euler (2)
Persamaan diatas kita substitusikan ke dalam Persamaan 11, kita peroleh :
xt a0 an cos n 0t bn sin n 0t n 1
e jn0t e jn0t e jn0t e jn0t a0 a n bn 2 2j n 1
a jbn jn 0 t an jbn jn 0 t a0 n e e 2 2 n 1
(2.15)
Persamaan 24 Identitas euler (3)
Selanjutnya dapat lebih disederhanakan dengan substitusi dibawah ini : c0 a 0 cn
an jbn
cn
2
an jbn 2
Sehingga : xt a0
c e
n
jn0t
n
(2.16)
Persamaan 25 Identitas euler (3)
32
Demikian juga, dengan mensubtitusi integral an dan bn dari Persamaan 20 dan Persamaan 21, kita peroleh : cn
1 t0 T xt e jn0t dt T t0
(2.17)
Persamaan 26 Transformasi fourier
Persamaan 25 dan Persamaan 26 diatas mendifinisikan deret fourier bentuk eksponensial yang mana Persamaan 26 merupakan persamaan analisis untuk menganalisa persamaan bentuk periodik ke dalam komponen fourier. Sedangkan Persamaan 25 dikatakan sebagai persamaan sintesis yang dapat digunakan mensintesa bentuk gelombang dari komponen Fourier. Hubugan antara koefisien fourier bentuk trigonometri dengan bentuk eksponensial ditunjukkan sebagai berikut : an jbn d n e jn 2cn
(2.18)
Persamaan 27 Koefisien fourier
Contoh 2.2 Kita perhatikan gelombang bentuk persegi seperti pada contoh 3-1, misalnya lebar pulsa ∆1 tinggi A1 dan periode T, maka : T T T 1 t0 T 1 2 jn0t jn0t cn xt e dt T Ae dt 2 0.e jn0t dt T 0.e jn0t dt T T t0 T 2 2 A
1 2A Ae jn0t dt T 2
A e jn0t jn 0T
A 2 A 2
2 A e jn0t e jn0t n 0T 2 j 2j
33
A sin n 0 A n 0 sin c n 0 T T 2 2
Untuk n=0 dengan L1 Hopital diperoleh c0 xt
A , sehingga : T
A z A n 0 jn0t sin c e T n1 T 2
(2.19)
Persamaan 28 Fungsi L Hospital
2.2.3. Pengaruh Simetri Sebuah sinyal periodik dikatakan fungsi genap jika memenuhi persamaan : x(t) = x(-t)
(2.20) Persamaan 29 Fungsi genap
dan dikatakan fungsi ganjil jika : x(t) = -x(-t)
(2.21) Persamaan 30 Fungsi ganjil
Persamaan 29 dan Persamaan 30 diatas menunjukkan bahwa fungsi genap adalah simetri pada sumbu vertikal pada t=0, dan fungsi ganjil adalah antisimetri terhadap sumbu vertikal. Beberapa contoh fungsi genap dan ganjil ditunjukkan pada gambar 25 Dengan demikian bahwa sin nΩ0t adalah ganjil dan cos nΩ0t adalah genap untuk seluruh nilai n. Hasil dari penjumlahan dari beberapa fungsi ganjil adalah fungsi ganjil, dan hasil dari penjumlahan sejumlah fungsi genap adalah fungsi genap. Sehingga Deret Fourier untuk fungsi periodik ganjil dapat berisi hanya sinus dan konstanta. Sama halnya, deret fourier untuk fungsi periodik genap dapat berisi hanya cosinus dan konstanta. Konstanta akan bernilai nol jika daerah dibawah setengah siklus positif sama dengan daerah dibawahsetengah siklus negatif. Jika kita menggunakan bentuk eksponensial, koefisien yang muncul adalah majiner untuk fungsi ganjil dan real untuk fungsi genap.
(a)
(b)
(c)
34
gambar 25 Contoh fungsi genap dan ganjil (a) fungsi genap (b) fungsi ganjil (c) fungsi genap
Dari keterangan diatas dapat kita pahami bahwa, jika sebuah sinyal periodik mempunyai simetri ganjil atau genap, maka pengintegralan dapat dilakukan hanya setengah periode, oleh karena setengah periode yang lainnya identik. Dengan mengalikan hasil integral setengah periode tersebut dengan 2, akan diperoleh hasil akhir integral lengkap. Sebuah fungsi periodik dikatakan mempunyai simetri setengah gelombang jika : T x t xt 2 Persamaan 31 Simetri setengah gelombang
Jenis simetri ini dapat divisualisasikan dengan catatan bahwa, jika bagian setengah gelombang negatif dari gelombang digeser sepanjang setengah periode maka akan merupakan cermin (bayangan) dari bagian setengah-gelombang positif terhadap sumbu waktu t.
Beberapa bentuk gelombang yang mempunyai simetri setengah gelombang ditunjukkan dengan gambar 26
x(t)
x(t) t
t
gambar 26 Contoh bentuk gelombang dengan setengah-gelombang
2.2.4. Sifat-sifat Deret Fourier Waktu Kontinyu
35
Dengan memahami sifat-sifat deret fourier, maka akan mempermudah dalam menentukan deret fourier dari beberapa fungsi periodik. Untuk itu kita akan memulai dengan operasi penurunan (deferensial) dan pengintegralan.
2.2.4.1. Diferensial dan Integrasi Sinyal Periodik Jika deret fourier untuk sinyal periodik diketahui, maka deferensial atau integral sinyal tersebut dapat diketahui jika penurunan atau mengintegralkan tiap-tiap bagian dari deret tersebut. Lebih jelasnya, jika penurunan deret kedua sisi deret fourier komplek yang diberikan persamaan 2.16 akan diperoleh : t dx d jn0t c e jn 0t.cn .e jn0t n dt dt n
(2.23)
Persamaan 32 Differensial dan integrasi sinyal periodik
Dari Persamaan 32 dapat kita lihat bahwa pengaruh diferensial adalah pengalian koefisien fourier dengan jnΩ0. Dengan kata lain, jika koefisien deret fourier komplek diberikan oleh jnΩ0 cn. Ini menunjukkan bahwa pengaruh penurunan akan menaikkan magnituda ke harmoni yang lebih tinggi.
Demikian halnya integrasi adalah kebalikan turunan. Pengaruh integrasi akan membagi koefisien bentuk komplek pada deret fourier oleh jnΩ0. Sehingga, integrasi mempunyai pengaruh pengurangan magnituda pada harmonik yang lebih tinggi dari sinyal tersebut. Dalam integrasi ini harus dihitung juga konstanta integrasi. Hal ini dapat diperoleh secara sederhana, komponen dc dari integrasi diperoleh dari daerah dibawah satu putaran penuh fungsi itu.
2.2.4.2. Pengaruh Pergeseran waktu pada bentuk gelombang Diberikan sebuah sinyal x(t) dengan deret Fouriernya adalah : xt
c .e
n
jn0t
n
(2.24)
Persamaan 33 Deret fourier
36
Misalkan kita definisikan sinyal lainnya y(t), yang mempunyai korelasi dengan x(t) sebagai berikut : y(t) = x(t-τ)
(2.25)
Persamaan 34 Deret fourier (2)
Sinyal x(t) dan y(t) ditunjukan dalam gambar 2-6. Menunjukkan bahwa keterlambatan tersebut dapat diperoleh dari transformasi sederhana dengan mengubah variable t menjadi (t-τ). Konskuensinya, deret fourier untu y(t) akan diperoleh dengan penggantian t menjadi (t-τ) kedalam persamaan 2.24, sehingga diperoleh :
xt
c .e
n
jn 0 t
(2.26)
n
Persamaan 35 Deret fourier (3)
Koefisien Fourier untuk fungsi yang telah digeser, Ĉn diperoleh : Ĉn = c.e-jnΩ0τ
(2.27)
Persamaan 36 Koefisien fourier
Ini menunjukkan bahwa dua koefisien Fourier tersebut adalah bilangan kompplek dengan amplituda sama, akan tetapi argumen berbeda : x(t) t
y(t) τ
t
gambar 27. Pergeseran sepanjang sumbu waktu
Didepan telah kita singgung bahwa hampir setiap kasus sebuah fungsi periodik dapat diekspresikan dalam bentuk deret fourier. Hal ini benar untuk hampir seluruh
37
sinyal yang digunakan dalam masalah engineering, tetapi perlu sekali mengetahui kondisi yang diperlukan agar deret konvergen untuk fungsi yang diberikan. Kondisi ini dikatakan Dirichlet Condition. Jika sebuah fungsi memenuhi kondisi ini maka deret fourier dengan nilai tak terhingga (infinite), dijamin konvergen untuk seluruh nilai t, dengan pengecualian pada titik diskontinyu sinyal. Kondisi tersebut adalah seperti dibawah ini : 1. Fungsi tersebut dapat diintegralkan secara mutlak (absolutly integrable) sepanjang beberapa periode, sehingga :
t0 T
t0
xt dt
(2.28)
Persamaan 37 absolutly integrable
2. Fungsi harus mempunyai nilai maksima dam minima terbatas (finite) sepanjang perioda penuh. 3. Fungsi harus mempunyai jumlah diskontinuitas terbatas sepanjang perioda penuh.
Dalam kenyataannya, dapat dibuktikan bahwa jika suatu fungsi memenuhi ketiga kondisi tersebut, maka deret Fourier Truncuted akan merupakan pendekatan terbaik untuk sinyal aslinya, dibandingkan dengan beberapa fungsi harmonik lainnya.
2.3. Sistem Dengan Input Periodik 2.3.1. Respon Steady-State Terhadap Input Sinusoidal Dalam Bab I kita telah membahas solusi particular persamaan diferensial linier untuk fungsi sinusoidal yang mana telah diperoleh sangat sesuai menggunakan aljabar komplek. Sebagaimana hal ini, dasar pendekatan adalah identik dan didasarkan pada penggantian operator p dengan jΩ, dimana Ω adalah frekuensi sinusoidal dalam radian perdetik. Diberikan sebuah sistem linier yang dijelaskan oleh persamaan diferensial dibawah ini, ditulis dalam notasi operator :
D p yt N p ut
(2.29)
Persamaan 38 Persamaan differensial
38
Dimana D(p) dan N(p) adalah polinomial adalah operator diferensial p. Kita akan meninjau kasus khusus dimana fungsi input u(t) adalah sinusoidal, diberikan oleh :
ut A cost
(2.30)
Persamaan 39 Fungsi input sinusiodal
Misalkan dengan identitas Euler kita tulis sebagai berikut : ut A cost U e jt U e jt
(2.31)
Persamaan 40 Identias euler
Dimana : U 0.5 Ae j
(2.32)
Persamaan 41 Identitas euler
Dan U 0.5 Ae j
(2.33)
Persamaan 42 Identitas euler
Catatan bahwa secara umum U dan U adalah bilangan komplek dan konjugatnya U dikatakan sebagai phasor yang merepresentasikan sinusoidal, yang mana berisi informasi mengenai magnituda dan phase sinusoidal tersebut. Dalam bab terdahulu, komponen steady-state akan diperoleh dengan menggunakan superposisi :
yt
N p D p
p j
Ue jt
N p Ue jt D p p j
(2.34)
Persamaan 43 Komponen steady state
Jika sekarang kita mendefinisikan :
39
yt
N p D p
p j
Me j
(2.35)
Persamaan 44 Komponen steady state (2)
Dimana M adalah modulus pada bilangan komplek dan adalah argument, kita dapat menuliskan persamaan diatas : yt Y e jt Y e jt
(2.36)
Persamaan 45 Komponen steady state (2)
Dimana bilangan komplek Y t Me jU MAe j
(2.37)
Persamaan 46 Komponen steady state (2)
Dan Y konjugat komplek Dengan mensubtitusikan Y dan Y kedalam persamaan (2.36) diatas, kita peroleh solusi steady-state : yss t 2MA cost
(2.38)
Persamaan 47 Komponen steady state (3)
Contoh 2-3 : Rangkaian listrik seperti gambar dibawah dengan masukan sistem sebagai berikut :
xt 10 20 cos 3t 8 cos 6t 4 3
(2.39)
Persamaan 48 Komponen steady state (4)
Kita akan menghitung keluaran sistem stedy-state yss 1 Mohm
x(t)
1 Mohm
1 µF
1 µF
gambar 28 Rangkaian RLC 2 Loop
Rangkaian tersebut jika nyatakan dalam operator p :
40
P
3
3P 1 yt xt ,
L p
maka
yt 1 3 xt P 3P 1
Dalam kasus ini, input terdiri atas tiga komponen, dengan frekuensi0, 3, dan 6 radian. Oleh karena itu kita akan mengevaluasi sistem dalam frekuensi tersebut dan kemudian mengalikan nilainya secara berurutan dengan phasor input untuk memperoleh phasor output yang sesuai. 1 P 3P 1
P j 0
1
1 P 3P 1
P j 3
0.8305e j 22974
1 P 3P 1
P j 6
0.0254e j 266658
3
3
3
Akhirnya tegangan keluaran steady-state diberikan oleh :
v2 10 16.609 cos 3t 2.2974 0.0203 cos 6t 2.66658 4 3
(2.40)
Persamaan 49 Tegangan keluaran steady state
2.4. Spektrum Sinyal Periodik Pada umumnya, fungsi periodik terdiri fungsi sinusoidal dasar dan sejumlah harmoniknya (secara teori tak terhingga). Jenis fungsi bergantung pada perubahan nilai pada tiap-tiap harmonik. Jika kita menggunakan bentuk eksponensial untuk deret Fourier, maka cnt yang secara umum adalah bilangan komplek,mengandung informasi tentang magnituda dan phase tiap-tiap komponen gelombang. Jika cnt magnituda cn diplot terhadap nΩ0t kita akan memperoleh spektrum frekuensi magnituda fungsi periodik tersebut. Dengan jalan yang sama kita dapat memplot spektrum frekuensi dari phase cn. Dalam penggunaan yang umum, spektrum dari magnituda dikatakan sebagai spektrum frekuensi, mungkin karena tidak berubah terhadap pergeseran waktu, dimana spektrum dari phasa berubah terhadap pergeseran sepanjang sumbu waktu.
2.5. Daya Rata-Rata Sinyal Periodik Berdasarkan Parseval pendekatan teorema, daya ratarata sinyal periodik adalah :
41
P
1 t0 T 2 x t dt T t0
(2.41)
Persamaan 50 Daya rata-rata sinyal periodik
Dimana T adalah perioda sinyal. Dapat ditunjukkan bahwa kuantitas P akan merepresentasikan daya rata-rata sebenarnya yang dikirim kedalam resistor 1 ohm jika x(t) adalah arus yang mengalirinya atau tegangannya. Sifat ortogonalitas antar harmonik dalam deret Fourier, sebagaimana ditunjukkan dalam bantuan Persamaan 10 dan Persamaan 11, bahwa : memungkinkan utuk menghitung daya rata-rata dalam komponen koefisien Fourier tanpa harus mengerjakan integrasi seperti yang diberikan dalam persamaan (2.41).
Hal ini dapat ditunjukkan dengan mudah, melalui bantuan Persamaan 10 dan Persamaan 11, bahwa : P
1 t0 T 2 2 x t dt cn t T 0 n
(2.42)
Persamaan 51 Daya rata-rata sinyal periodik (2)
Dimana cn adalah koefisien deret Fourier komplek. Persamaan diatas juga mungkin diekspresikan dalam bentuk koefisien deret Fourier trigonometri, sehingga : P a02
2 1 2 an b n 2 n
(2.43)
Persamaan 52 Koefisien deret fourier trigonometri
2.6. Transformasi Fourier Pada bahasan 2.4 telah dijelaskan bahwa spectrum frekuensi pada sinyal periodik adalah diskret dan dapat diperoleh dengan deret Fourier. Dengan pendekatan bentuk eksponensial, dimana nilai spektralnya adalah diskret terhadap frekuensi, cn = f() dengan n nilai integer. x(t )
c e
n
jnt
n
42
cn
t 0 t
1 T
x(t )e
jnt
t0
Sekarang kita akan membahas konsep spektrum frekuensi dari sinyal aperiodik. Hal ini sangat penting karena hamper setiap saat kita dihadapkan pada sinyal yang tidak periodik. Untuk keperluan ini digunakan Transformasi Fourier. Untuk mempelajari masalah ini kita gunakan pendekatan pengaruh kenaikan periode pada sinyal. Dalam batas tertentu, ketika periode mendekati tak terhingga, kita akan memperole sinyal aperiodik.
Dengan kata lain sebuah sinyal aperodik dapat dianggap sebagai sinyal periodik dengan perode tak terhingga.
0 =
2 0 untuk T T
Sehingga d untuk sinyal periodik sangat kecil.
Konsekuensinya, spectrum diskret untuk fungsi perodk akan digantikan dengan spectrum kontinyu untuk fungsi aperiodik. x(t )
1 2
x()e
jt
d
(2.47)
Persamaan 53 Integral spectrum discret
x ( )
x(t )e
jnt
dt
(2.48)
Persamaan 54 Integral spectrum kontinou
Dimana spectrum frekuensi x() adalah transformasi Fourier dari x(t) dan x(t) adalah invers transformasi Fourier dan x(). Sebagaimana pada deret Fourier, fungsi x(t) harus memenuhi Diriclet Condition agar transformasi Fourier ada. Kondisi ini menjamin bahwa integral yang didefinisikan dalam persamaan 2.38 akan konvergen. Kondisi tersebut adalah 1. x(t) harus absolutely integrable, yaitu:
x(t ) dt
43
(2.49) Persamaan 55 absolutely integrable
2. X(t) harus mempunyai jumlah maxima dan minima terhingga dalam interval waktu terbatas 3. x(t) harus mempunyai jumlah diskontinyu terhinga dalam sejumlah interval dan tiap-tiap diskontinyu terhingga
2.6.1. Beberapa Pasangan Transformasi Fourier Dalam bahasan ini kita akan memberikan contoh mencarimencari tranformasi Fourier untuk beberapa fungsi aperiodik, kemudian diikuti pencarian invers transformasi Fouriernya.
2.6.2. Sifat-Sifat Transformasi Fourier Dengan mengenal sifat-sifat transformasi Fourier akan mebuat kita mengerti hubungan representasi sinyal pada kawasan waktu dan kawasan frekuensi. Selain itu juga akan membantu kita memperoleh transformasi Fourier dengan lebih mudah. Dalam hal ini kita sepkati bahwa : X() = F [x(t)] menunjukkkan bahwa X() adalah transformasi Fourier dari x(t) X(t) = F -1 [X()] x(t) adalah transformasi Fourier dari X ()
2.6.2.1. Linieritas Sifat linieritas ditunjukkan : X1 () = F [x1(t)] dan X2 () = F [x2(t)] Maka F[a1x1(t) + a2x2(t)] = [a1X1() + a2 X2()]
44
Persamaan 56 Sifat linieritas
2.6.2.2. Dualitas Dalam bahasan terdahulu, bahwa transformasi Fourier dari pulsa segiempat dalah fungsi sinc , dan transformasi fungsi sinc adalah pulsa segiempat. Demikian juga transformasi suatu konstanta adalah impuls dan impuls adalah suatu konstanta. Hubungan dualitas transformasi Fourier ditunjukan sbb : Jika X () = F [x(t)] maka F [X(t)] = 2 x (-) Persamaan 57 Prinsip dualitas
2.6.2.3. Turunan Dan Integral Dalam Kawasan Waktu Seringali kita perlu menentukan transformasi Fourier untuk fungsi waktu dengan memperolehnya dari fungsi waktu yang lain yang telah diketahui transformasi Fouriernya. Persamaan berikut dapat membantu kita untuk keperluan ini. Jika X () = F [x(t)] maka F [px(t)] = j x () Dan
1 1 F x(t ) X ( j) X (0) () p j Persamaan 58 Turunan dan itegral dalam kawasan waktu
2.6.2.4. Penskalaan Waktu Dan Frekuensi
JikaX () F x(t )makaFx(at )
1 X a a
Persamaan 59 Penskalaan waktu dan frekuensi
Dimana a adalah konstanta real
2.6.2.5. Pergeseran Waktu Theorema : JikaX () F x(t )makaF (t t 0)(at ) e jt 0 X () Persamaan 60 Pergeseran waktu
45
2.6.2.6. Pergeseran Frekuensi Theorema : JikaX () F x(t )makaX o(at ) F e jot x(t ) Persamaan 61 Pergeseran frekuensi
2.6.2.7. Turunan Dan Integral Dalam Kawasan Frekuensi Theorema : JikaX () F x(t )maka :
dX () F jtx (t ) d
Persamaan 62 Turunaan dan integral dalam kawasan frekuensi
2.6.3. Konvolusi 2.6.3.1. Konvolusi Dalam Kawasan Waktu Teorema : Misalkan: X () = F [x(t)] , H()= F[h(t), dan jika Y () = F [y(t)] dimana x(t), h(t), dan y(t) dihubungkan oleh integral konvolusi sbb :
y (t )
x( )h(t )d
Y () H () X () Persamaan 63 Konvolusi dalam kawasan waktu
2.6.3.2. Konvolusi Dalam Kawasan Frekuensi Teorema: Misalkan : X () = F [x(t)] dan Y () = F [y(t)] maka : F x(t ) y (t )
1 2
X (u) y( u)du
Persamaan 64 Konvolusi dalam kawasan frekuensi
2.6.4. Transformasi Fourier Pada Fungsi Periodik
46
2.6.4.1. Transformasi Fourier Pada Suatu Konstanta Pada contoh 2.8 telah ditunjukkan bahwa invers transformasi Fourier untuk fungsi impuls unit () adalah satu konstanta 1/2 leh karena itu, transformsi Fourier suatu konstanta adalah 2 A ()
2.6.4.2. Transformasi Fourier Pada Sinusoidal Transformasi Fourier untuk sinusoidal dapat ditentukan dari pernyataan bentuk eksponensial kompleks sebagai berikut:
cos not
sin ot
e jnot e jnot 2
e jnot e jnot 2j
Persamaan 65 Eksponensial kompleks
Konsekuensinya, untuk mengevaluasi transformasi fungsi tersebut, pertama kali kita harus memperolehtransformsi fourier pada fungsi eksponensial. Kita dapat mengerjakannya dengan mencari invers transformasi fourier untuk fungsi impuls (0). x(t )
1 1 jot ( o)e jt d e 2 2
F e jot 2 o
F cos t ( o) ( o)]
F sin t j ( o) ( o)
47
Hasil ini membrkan kita suatu pendekatan lain untuk menjelaskna modulasi. Perkalian sinyal pemodulasi dengan pembawa sinusoidal sama dengan konvolusi dalam kawasan frekuensi.
Tabel 1 Pasangan Transformasi Fourier
X(t)
X()
Keterangan
1. A(t-to)
Ae jto
Impuls pada t=to
2. A
2A()
Fungsi step
3. A(t)
1 A () j
Hanya benar untuk a>0
4. A e –at (t)
A a j
Hanya benar untuk a>0
5. A e –at 6. A e –at cos o t (t)
2 Aa a ( j) 2
2
A(a j) (a j) 2
Hanya benar untuk a>0
Hanya benar untuk a>0
7. A e –at sin o t (t)
Ao (a j) 2
Hanya benar untuk a>0
8. A t e –at (t)
A ( a j ) 2
Hanya benar untuk a>0
9. A e –jt
2A ( o)
10. A cos o t
A ( o) ( o)
11. A sin o t
jA ( o) ( o)
48
T AT sin c 2
Pulsa segi empat dengan
APW()
Fungsi sinc
12. A PT (t) 13.
AW Wt sin c 2 2
tinggi A, -T/2
Tabel 2 Pasangan Transformasi Fourier Table 2.2 T
1. Linearitas
F[a1x1(t)+a2x2(t) = X1 ()+x2()
2. Dualitas
F[X(t)]=2(-)
3. Diferensial kawasan waktu
F
4. Integrasi kawasan waktu
F[1/p x(t)] = 1/j X(j)+X(0) () F x(at)=
5. Penskalaan waktu atau frekuensi
a X aX a
6. konvolusi kawasan waktu
F x( )h(t )d X () H ()
7. konvolusi kawasan frekuensi
F x(t ) y(t )
8. pergeseran waktu
F (t to e jto X ()
9. pergeseran frekuensi
X o F e jot x(t )
10. Diferensial frekuensi
F tx (t ) j
11. Integrasi frekuensi
1 2
X (u ) y( u )du
dX () d
1 F x(t ) j X (u )du t
49
2.7. Energi Sinyal Kandungan energi sinyal didefinisikan sebagai :
x
E
2
(t )dt
Persamaan 66 Energi signal
Integral di atas merepresentasikan energi total yang akan didisipasikan dalam hambatan satu ohm dengan arus x(t) yang melaluinya atau tegangan x(t). Hanya daya dari sinyal perodik yang dapat diperoleh dari koefisien deret fourier, sekarang kita akan menunjukkan bahwa energi sinyal aperiodik dapat diperoleh dari transformasi fourier. Dengan menggunakan invers transformasi fourier, kita dapat menuliskan persamaan sebagai berikut :
1 2 jt x ( t ) x ( ) e d dt 2
E
1 2
1 2
jt X ( ) x(t )e dt d
X () X ()d
Persamaan 67 Inverse transformasi fourier
Dimana x(t) adalah fungsi waktu nyata, X (-)=X*(). Sehingga kita peroleh
E
2 x (t )dt =
1 2
[ X ()]
2
d
Persamaan ini merepresentasikan bentuk yang dihasilkan dari teorema Parseval untuk fungsi waktu nyata aperiodik dengan energi terbatas Fungsi [X()]2 diketahui sebagai energy spectral density function pada sinyal x(t) yang menunjukkan distribusi energi total pada sinyal tersebut.
50
BAB III ANALISIS FOURIER UNTUK SINYAL WAKTU DISKRIT Dalam bab 2 kita telah mempelajari bagaimana sinyal kontinyu waktu berulang dapat digambarkan sebagai sebuah superposisi sinusoida dalam bentuk sebuah fourier deret. Dalam bab ini kita akan mengulangi kembali waktu diskrit dalam teori yang dipelajari dalam bab sebelumnya. Dalam bagian berikutnya kita akan memulai dengan gambaran deret fourier dari sinyal waktu diskrit kontinyu. Ini akan diikuti dengan sebuah pengkajian dari Transformasi fourier waktu diskrit (TFWD), dan perulangan spektrum frekuensi dan sinyal-inyal waktu diskrit periodik.
3.1. Deret Fourier Untuk Sinyal-Sinyal Waktu Diskrit Berulang Dalam bab 2, sebuah sinyal SWD x(n) didefinisikan periodik jika beberapa integer postif N, sinyal tersebut memenuhi persamaan :
X(n)= x(n+N Persamaan 68 Deret fourier sinyal waktu diskrit
Nilai terkecil N sehingga pers. 3.1 tsb dinamakan perioda sinyal. Juga telah ditunjukan dalam bab 2 hanya untuk kasus sinyal waktu persamaan berulang yang paling sederhana berbentuk :
X(n) = a n cos (2n/N)
51
X(n) = b n sin (2n/N) Kita mendefinisikan frekuensi sudut sinyal-sinyal berulang waktu diskrit sbg : = 2/N Dengan satuan radian. Untuk sinyal-sinyal kontinyu frekuensi sudut dilambangkan mempunyai satuan radian per detik. Frekuensi sudut tidak dapat dipenuhi oleh sembarang nilai. Tetapi untuk fungsi berulang kontinyu waktu tidak ada batasan nilai untuk .
Jadi dapat disimpulkan : Cos ( + 2 k)n = cos n
Dimana k adalah sembarang integer. Ini menunjukkan bahwa persamaan sinusoida yang identik dihasilkan untuk ferkuensi yang dipisah pada jarak 2 . Sebagai konsekuensi dari hasil ini adalah bahwa hanya nilai-nilai terbatas dari harmonisaharmonisa bebas sinyal tersebut. Dalam kasus sinyal waktu diskrit kita boleh menggunakan bentuk trigonometri : o= 2/N Berdasar cos (kon) mempunyai harmonisa-harmonisa sbb:
cos (Non) = cos (2n) = cos (0on) cos ([N+1]on) = cos (on) cos ([N+2]on) = cos (2on) cos ([N+k]on) = cos (Non Persamaan 69 Nilai harmonisa
Hubungan yang serupa dengan mudah dikembangkan untuk harmonisa-harmonisa dari bentuk sin ([N+k]on)
52
3.2. Pernyataan Deret Fourier Didasarkan pada hubungan : N
j 2Nk j 2k e 1 e
e
jko N
Dimana k adalah sembarang integer untuk penyeragaman notasi, maka unit satuan akar ke –N dinotasikan sbb : WN e
j 2 N
e jo
Satu set sinyal kompleks waktu diskrit yang brulang dengan periode N diberikan oleh persamaan :
w e k N
j 2k N
semua dari sinyal sinyal ini mempunyai frekuensi yang merupakan
kelipatan dari frekuensi dasar W
N
dan dinamakan harmonisa. Lebih lanjut frekuensi-
frekuensi ini memenuhi hubungan orthogonalitas : wNi ( wNN 1) (w ) wi 1 0 N k N
Dimana i sembarang integer.
Kita jabarkan sembarang sinyal berulang waktu diskrit dengan periode N dalam bentuk deret Fourier, sbb : N 1
x(n) a k wNkn , n 0,1,2 k 0
53
Dimana, ak
1 N
x ( n) w
kn N
, k 0,1,2,....., N 1.
Yang paling penting untuk diingat bahwa deret Fourier sinyal waktu diskrit adalah sebuah penjumlahan nilai-nilai yang jumlahnya terbatas, seperti yang ditunjukkan pada pers. 3.13, dimana ini berbeda sekali deret Fourier untuk sinyal-sinyal kontinyu waktu yang terdiri dari nilai-nilai yang jumlahnya tak terbatas. Terdapat komponen dc dan komponen pokok frekuensi yang besarnya 2/N. Harmonisa-harmonisa frekuensi yang besarnya 2k/N, dimana k=2,3,4,N-1. Penting juga dicatat bahwa hanya komponenkomponen N dari deret yang harus dievaluasi. 3.3. Pembuktian Persamaan Deret Fourier Persamaan 3.13 dan 3.14 adalah merupakan pernyataan deret Fourier untuk waktu diskrit.
Contoh 3.1 Cari koefisisen Fourier waktu diskrit gelombang kotak seperti diperlihatkan dalam gb 3.4 untuk N=8
3.4. Respon Tunak Terhadap Masukan Periodik Respon tunak dari sistem waktu diskrit stabil terhadap masukan periodik dapat ditentukan cara yang sama seperti cara-cara yang digunakan untuk sistem waktu kontinyu.
Contoh 3.2 Tentukan output tunak (steady state) dari sistem, bila sistem mempunyai persamaan sistem dan persamaan masukan periodik dengan perioda 10. Persamaan sistem diskrit : Y(n+2)-0.7y(n+1)+0.1y(n)=u(n+1)+2u(n) Persamaan 70 Sistem diskrit
Persamaan masukan periodik diberikan oleh : U(n)= 20 e
j 2n 10
54
3.5. Transformasi Fourier Waktu Diskrit Di bab ini kita akan membahas penerapan deret Fourier untuk sinyal-sinyal waktu diskrit tidak periodik. Ini akan diselesaikan dengan cara yang digunakan untuk menyelesaikan kasus waktu kontinyu. Tinjau x(n) yang merupakan deret Fourieryang merupakan sinyal waktu diskrit yang bernilai nol untuk range 0<=n<=N1. Selanjutnya x(n) adalah sinyal terbatas waktu. Kita dapat menyusun sebuah sinyal periodik x(n) dengan periode N>N1. Sinyalsinyal ini ditunjukkan dalam gambar 3.6. Penggunaan cara yang sama seperti bab 3.2, deret Fourier untuk x(n) dapat ditulis sebagai berikut : N 1
x(n) a k e jkon n 0
Dimana,
ak
1 N
N 1
x ( n )e
jkon
n o
Karena x(n) adalah nol untuk n>N, kita dapat menyatakan persamaan 3.29 dalam bentuk x(n) seperti di bawah ini :
ak
1 N
N 1
x ( n )e
jkon
n o
Persamaan 71 Deret fourier sinyal waktu diskrit
Akhirnya karena x(n) adalah tidak nol untuk 0<=n<=N1 maka :
ak
1 N
x ( n)e
jkon
n
Yang perlu diingat bahwa
o
2 N
55
Marilah sekarang kita menguji pengaruh yang ditimbulkan dengan penambahan N. Dari definisi x(n), x(n) akan mendekati x(n) untuk nilai N yang meningkat terus. Kita akan menguji pengaruh yang ditimbulkan dengan penambahan N lim ~ x (n) x(n)
N
Bila N menuju ke nilai tak hingga, maka o
2 0. untuk menentukan spectrum N
kontinu kita menentukan dulu persamaan selimut dari spectrum diskrit persamaan tsb adalah : X ( )Na k
x(n)e
jn
n
Persamaan 72 Persamaan selimut spektruk diskrit
dimana mengganti k o dan ak diberikan oleh persamaan : ak
1 X ( ) N
Sekarang kita dapat menulis persamaan dalam bentuk X() untuk menghasilkan : N 1 ~x (n) X (ko)e jkon . n 0 N
Persamaan 73 Deret fourier sinyal waktu diskrit
Bila N dari persamaan 3.32 disubstitusikan kita dapat menulis Persamaan 73 menjadi
o ~ x ( n) X (ko)e jkon 2 n 0 N
Persamaan 74 Deret fourier sinyal waktu diskrit
Karena N , o0 untuk ~ x (n) x(n) nilai terbatas dari n. Konsekuensinya adalah pemisahan diantara komponen-komponen frekuensi akan mengubah o menjadi d dan pers 3.37 menjadi
x ( n)
1 2
2
0
X ( )e jkon d
Persamaan 3.34 dan 3.38 mendefinisikan Transformasi Fourier Waktu Diskrit (TFWD) dan Transformasi Fourier Waktu Diskrit Invers(TFWDI)
56
Contoh 3.4 Cari persamaan transformasi Fourier waktu diskrit X() dari sinyal pulsa kotak berikut ini:
x(n)
1,untuk N 1 n N 1 0,untukyanglain
3.2 Fourier Waktu Diskrit Sinyal-Sinyal Periodik Seperti halnya kasus untuk waktu kontinyu, masukan eksponensial akan mengalami pergeseran frekuensi, yang mana untuk masukan sinyal yang berbentuk sinusoida diubah dulu ke dalam bentuk eksponensial. Eksponensial kompleks dapat dinyatakan dalam bentuk : x(n) Ae jon Persamaan 75 Eksponensial kompleks
Transformasi fouriernya diberikan oleh : X ( ) 2 ( o 2k ) Persamaan 76 Transformasi fourier
Sekarang kita akan mencari TFWD untuk fungsi periodik cosinus dan sinus. Untuk cosinus kita mempunyai persamaan : x(n) A cos on
A jon (e e jon) ) 2
Persamaan 77 Fungsi periodik sinus
Dengan memanfatkan hasil yang didapat pada Persamaan 76 dan Persamaan 77 kita mendapatkan : X ( )
( o 2k ) ( o 2k )
k
Persamaan 78 Fungsi periodik sinus
Dengan cara yang sama kita
dapat menunjukkan bahwa TFWD dari fungsi sinus
adalah
x(n) A sin on
A jon (e e jon) ....................................................................3.49 2j
57
Adalah X ( ) j
( o 2k ) ( o 2k )................................................3.50
k
3.3
Sifat-Sifat TFWD
Beberapa sifat TFWD adalah
a. Periodik
atau berulang X ( 2 ) X ()
b. Linearitas
a1 x1 n a1 x2 n a1 X () a2 X () c. Pergeseran waktu dan frekuensi
x(n) X ()makax(n no) e jno X ()makae jno x(n) X ( o) d. Penskalaan waktu dan frekuensi
x(n) X ()makax(nk ) X ( / k ) e. Diferensiasi dan penjumlahan 1 n x ( m ) X ( ) X ( 0 ) ( 2k ) 1 e j k m
f. Diferensiasi dalam frekuensi
nx(n)
j
dX ( ) d ( )
g. Teorema parseval
x ( n) 2
n
1 2
2
0
X ( ) d 2
h. Konvolusi Jika y(n)
x(k )h(n k )makaY( ) H ( ) X ( )
k
i. Konvolusi periodik dan konvolusi sirkular
58
y ( n)
kN
x (m) x k 1
1
N 1
2
(n m) ~ x1 (m) ~ x2 (n m) R(n) m 0
3.4 Transformasi Fourier Diskrit Meskipun teori dari transformasi Fourier waktu diskrit sangat berguna untuk memahami proses penyamplingan dan untk banyak penerapan lain, kita tidak dapat menempatkan X() ke dalam memori komputer karena dia adalah sebuah fungsi yang kontinyu. Untk implementasi dari komputer digital kita harus mendiskritkan frekuensi. Hal ini membutuhkan sebuah konsep dari transformasi Fourier Diskrit (TFD). TFD mengambil peranan yang cukup luas dalam dunia pengolahan sinyal digital.
Transformasi Fourier Diskrit memiliki persamaan sbb : N 1
X ( k ) x ( n )e
j 2kn N
, k 0,1,2,3.....N 1.
K 0
X (k ) X ( )
2kn / N
X(
2k ). N
Persamaan 79 Transformasi fourier sinyal waktu diskrit
Invers dari TFD adalah
X ( n)
1 N
N 1
X (k )w k o
kn N
, n 0,1,2,....., N 1.
Persamaan 80 Inverse transformasi fourier sinyal waktu diskrit
Perbedaan antara TFWD dan TFD adalah sebagai berikut : Kita mempunyai sinyal terbatas waktu tetapi bukan merupakan sinyal periodik x(n) dengan durasi N. Kita mendapatkan sebuah spectrum frekuensi kontinyu untuk deretan sinyal ini, x(n), dengan membuat N mendekati nilai tak berhingga dan menganggap bahwa perioda deretan sinyal ini x(n) adalah tak terbatas. Dengan kenyataan ini, TFWD akan memprosesnya menjadi sebuah sinyal fungsi kontinyu dari frekuensi, sebaliknya dengan TFD kita menganggap sinyal ini, x(n) adalah periodik dengan periode N, dimana N adalah terbatas. Hasil dari TFD adalah fungsi diskrit dari frekuensi karena semua komponen frekuensi adalah integral perkalian dari frekuensi dasar o = 2/N. Selanjutnya akan tlih adalah sangat mirip dengan deret Fourier diskrit. Konsekuensinya
59
spectrum x(n) diskrit dengan nilai terletak pada perkalian integral dari frekuensi dasar o. Persamaan berikut mendefinisikan transformasi Fourier diskrit dan transformasi Fourier diskrit invers
X (k )
1 N 1 X (n)wNkn , k 0,1,2,....., N 1....................................................................3.72 N k o
.Persamaan-persamaan ini siap diprogramkan pada computer. Lebih lanjut bila kita membandingkan kedua persamaan di atas, kita akan mempunyai dasar algoritma yang baik untk menghitung transformasi berikutnya. Angka pengalian riil yang dibutuhkan untuk komputasi TFD adalah 4N2
3.5 Beberapa Sifat Dari TFD Jika F[x(n)]=X(k),
k =0,1,2,3,……,N
Maka :
1. Linear
a1 x1 n a1 x2 n a1 X (k ) a2 X (k ) 2. pergeseran waktu
x(n m) X (k )wNkm 3. pergeseran frekuensi
x(n)w X (k m) mn N
4. dualitas
x(k ) Nx(n) 5. konvolusi
N 1 x(n i) mod N y (i) X (k )Y (k ) i 0 6. perkalian
60
x(n) y(n) N 1 x(k i) mod N Y (i) N 1
i 0
7. teorema parseval N 1
N 1
N x ( n) X ( k ) n 1
2
2
k 1
3.6 Penerapan TFD Salah satu terapannya adalah untuk system identifikasi. Kita telah membahas tentang permasalahan identifikasi system di baba 2 seperti untuk penerapan dekonvolusi dan ditunjukkkan dalam sub bab 2.10 bahwa seseorang dapat menentukan deretan respon impuls dari system linier jika masukan dan keluaran x(n) dan y(n). Seseorang juga bias menggunkaan algoritma FFT untuk mendapatkan TFD X(k) dan Y(k). TFD H(k) dari deretan respon impuls kemudian secara langsung dapat diketahui melalui persamaan 3.74
H(k) =Y(k)/X(k) Persamaan 81 Deretan respons impulse
Jika menginginkan, seseorang dapat menentukan deretan respon impuls h(n) dengan menjumlah TFD invers dari H(k). Dalam perjalanan selanjutnya algoritma FF sering digunakan untuk menentukan model system dari data input outputnya. Suatu keharusan bagaimanapun perlu dicatat bahwasistem yang didapat selanjutnya
dapat secara
signifikan dipengaruhi oleh kehadiran noise dalam data input-output. Hasil ini biasanya dapat ditingkatkan dengan pemfilteran data sebelum menggunkan algoritma FFT.
61
BAB IV TRANSFORMASI LAPLACE
Analisis untuk SWK: Karena adanya kendala analisis dengan TFWK antara lain :
Kesulitan integrasi pada TFWK
Pada analisis transient rangkaian selalu dihadapkan dengan bilangan kompleks +j, sedangkan TFWK hanya bekerja dalam daerah
Jadi transformasi Laplace seperti halnya TFWK merubah sinyal kawasan waktu menjadi kawasan frekuensi frekuensi kompleks 4.1. Transformasi Laplace Bilateral TLB diturunkan dari TFWK : X ( )
x(t ).
jt
dt
x(t )
1 2
X ( )e
jt
d
Persamaan 82 Transformasi laplace bilateral
Bila fungsi e t X (t ) dim ana fungsi eksponensial merupakan faktor konvergensi, maka maka TFWK dari y(t) adalah:
Y ( ) e t .x(t ).e jt dt
Y ( )
x(t )e
( j ) t
dt
Y ( ) X ( j ) Jadi dari pers di atas 1 x(t ) X ( j ).e ( j ) d 2 Definisikan variable frekuensi kompleks Bila s= +j ds=j.d d = ds/j
62
Maka
X (s)
x(t ).e
st
dt
1 x(t ) 2
disebut pasangan TLB
X ( s )e
st
ds
Bidang s adalah :
Notasi : X(s) = £ [x(t)] x(t) = £ -1[X(s)] cat: £ transformasi Laplace Konvergensi TLB : Terintegrasi secara mutlak jika nilainya kurang dari tak hingga
63
4.2. Transformasi Laplace Satu Sisi
Definisi : Diberikan suatu sinyal x(t) kuasal, maka
xS xt .e st dt 0
TLSS =
xt
1 2
j
xs .e
st
ds
j
Konvergensi TLSS jika Lim..et .xt 0
4.3. Sifat-Sifat Transformasi Laplace Satu Sisi a.
£ .x1t .x2t .x1s .x2s Linieritas
b.
£ xt .ut e .s xs
c.
£ xt .e a.t X s a
d.
£ xat 1 . X s a a
Pergeseran Waktu Pergeseran Frekuensi
Pensakalan
waktu
dan
Frekuansi
dt s.X s X 0
e.
£ X dx
f.
t X s £ X d s 0
Differensiasi Waktu Integrasi Waktu
dan t X s 0 £ X d x d s 0
£ t.xt
g.
d X s ds
Perkalian dengan t
dan
d n X s £ t .xt 1 ds
n
n
xt £ xu du t t
h.
Pembagian terhadap t
64
i.
£ x1 .x2 t d X 1 s . X 2 s Konvolusi Waktu
j.
1 £ x1 t .x2 t X 1 u . X 2 s u du Konvolusi frekuansi 2j c j
c j
4.4. Pasangan Tlss Dan Gambar Di Bidang S a. Fungsi Eksponensial Kausal xt A.e .t ut jω Bidang S A
α
X Pole
t
X s A.e s t dt 0
A s e s
0
σ
A 0 1 A s s
b. Fungsi Unit Step jω
u(t) A
σ
t
1 U s e st dt e s.t s 0
0
1 s
c. Fungsi Cosinus Kausal X(t)=A.Cos(β.t).u(t)
jω x jβ
A
zero σ
t x -jβ
e .jt 0,5. A 0,5. A A.s 2 2 s j s j s 2 2
e X s A£
jt
d. Fungsi Sinus Kausal X(t)=A.Sin(β.t).u(t)
jω x jβ
A
σ
t -jβ
65
x
A.e jt A.e-jt 0,5. A / j 0,5. A / j A. X s £ 2 2. j s j s j s 2
e. Fungsi Cosinus Teredam Kausal X(t)=A.e-α.t.Cos(β.t).u(t) jω jβ
x t x
-α
σ -jβ
X(t)=£[A.e-α.t.Cos(β.t).u(t)] {Gunakan : sifat pergeseran frekuensi} f. Fungsi Sinus Teredam Kausal X(t)=A.e-α.t.Sin(β.t).u(t) jω jβ
x t x
-α
σ -jβ
X(t)=£[A.e-α.t.Sin(β.t).u(t)] Gunakan sifat c. Maka ganti s dengan s + α dimana £A.Sin .t .u t
Jadi X s
A. s 2 2
A.
s 2 2
g. Fungsi Unit Ramp Kausal X(t)= t.u(t) jω
t
pole
σ
66
X s t.e st dt lihat .tabel . int egrasi.. x n e a. x dx 0
0
n! a n1
2
Ambil n=1, maka X(s) =1/s Atau dari sifat : £[t.x(t)] = -dX(s)/ds Dimana X(s) = £ [ u(t) ] = 1/s Jadi £t.u t
d 1 1 ds s s 2
h. Fungsi Impuls δ(t)
δ(t-τ)
1
1
t
£ t e
s .t
t
. t dt t dt 1
0
£ t e
τ
0 s.
Sifat Pergesaran Waktu
£ Fungsi x(t) = A.t.e
£ A.t.e A / s
£ X t e t X s a .t
£ A.e .t
2
Sifat Pergesaran Frekuensi Sifat Pergesaran Waktu
A s
Maka
£ A.t.e .t
d A A ds s a s 2
4.5. Invers Transformasi Laplace
Untuk mengembalikan spektral ke sinyal fungsi waktu X(s) X(t)
67
X t
a j
1 X s e st ds 2j a j
Dapat diselesaikan lewat definisi diatas atau melihat pasangan TLSSnya A.δ(t-τ)
A.e st
A.u(t)
A s
A.e-st.u(t)
A s
A.Cos(βt).u(t)
A.s s 2
A.Sin(βt).u(t)
A. s 2
A.e-αt.Cos(β.t).u(t)
2
2
A.s
s 2 2
A.e-αt.Sin(β.t).u(t)
. A. s 2 2
t.u(t)
1 s2
n!
tn.e-at.u(t)
s a n1
Lebih mudah diselesaikan dengan cara yang terakhir dengan melihat Bentuk polynomial X(s) = N(s)/D(s) lihat akar D Pasangan transformasinya Bentuk X(s) = N(s)/D(s) dalam ekspensi parsial
4.6. Solusi Dengan Penyesuaian Koefisien Fungsi rasional X ( s)
2s 1 s 3s 2 4s 3
68
4.7. Ekspansi Parsial Untuk Akar D(S) Simple Pole
X ( s)
A An A1 A2 N s .... 2 k .... Ds s p1 s p 2 s pk s pn
( s p k ) X s
s pk A1 s pk A2
s p1
s p2
.... Ak ....
s pk An s pn
Maka Ak s pk X s s pk
4.8. Akar D(S), Multiple Pole-Simple
X ( s)
A At .2 At .r An A1 ... t .1 .... .... 2 r s p1 s pt s pt s pn s pt
dimana r At .r s pr X s s p1
At .r 2
d s pr r X s s pt ds 1 d2 s pr r X s s pt 2 2! ds
At .r 1
. . .
Ai.r k
1 dk s pr r X s s pt k k! ds
4.9. Ekspansi Parsial: D(S) Kompleks Konjugate Simple Pole X s
5s 5 944 706s 3 26282 4401s 3750
ss 2 s 2 6s 25
2
69
4.10. Metode Grafis Untuk mengevaluasi koefisien parsial dari X(s) dengan cara menggambarkan vektor diagram semua pole-zore sistem. Diketahui :
X s
s z1 s z 2 .......s z m N s K s p1 s p2 ......s pn Ds
Nilai dari X(s) di s = s1
X s1 K
Perkalian Jarak Langsung Setiap Zero ke s1 Perkalian Jarak Langsung Setiap Pole ke s1
Evaluasi pole pk dari X(s) A. s p1 X s s pk
X s1 KAk K
Perkalian Jarak Langsung Setiap Zero ke p k Perkalian Jarak Langsung Setiap Pole ke p k
4.11. Teorema Nilai Awal Dan Akhir Digunakan untuk memudahkan mencari suatu keadaan awal (t = 0˚) dan keadaan akhir (t = ∞) dari suatu fungsi waktu melalui suatu frekuensi (s).
Teorama nilai awal, jika
70
£ X t X s Maka
x 0 sLim s. X ( s )
Teorama nilai akhir , jika
£ X t X s
Maka
lim xt lim s. X s
s∞
s0
4.12. Aplikasi TLSS Aplikasi yang penting dari TLSS a. Solusi persamaan differensial b. Mencari respon impuls sistem c. Mencari respon lengkap rangkaian analisa rangkaian d. Analisis SWK 4.13. Solusi Persamaan Diferensial Sifat differensiasi
dx £ s. X s X 0 dt Bentuk umum
d nx d n1 n n1 n2 dx £ n s . X s s . X 0 s . 0 ... 0 dt dt n dt
4.14. Respon Impuls Sistem
dy dx 3. yt 2.xt dengan y 0 0 dan x 0 0 dt dt
71
4.15. Solusi Lengkap Rangkaian RLC i. Resistor R V(t) = R.i(t)
V(s)=R.I(s)
I(s)=G.V(s)
i(t)=G.V(t)
ii. Induktor L Vt L
Vs L.s.l s L.iL 0
di dt
Ls
l 1 V s iL 0 L.s s
t 0 it
1 L
t
0
V d iL 0
iii. Kapasitor C Vt L
di dt
Vs
V 0 1 1s c C.s s
ls C.s.V s C.s.Vc 0
t 0 Vt
1 C
i d V 0 t
c
0
4.16. Analisis SWK Diberikan SWK – LTW X(t)
h(t)
Y(t)
an.yn(t)+...+a0.y(t) = b0.x(t)+...+bm.xm(t)
72
Respon sistem
Transformasi Laplace
y(t) = x(t)*h(t)
[ an.sn+ an-1.sn-1+..+a0].Y(s) = [b0 + b1.s+...+bm.sm(t)]X(s)
Fungsi Transfer Sistem
b0 b1 s ... bm s m Y s X s a n s n a n 1 s n1 ... a0
H s
h t £ -t H s
Respon steady state
Ys H s .Xs yt £ -1 H s . X s
Stabilitas SWK
SWK stabil jika dan hanya jika : i.
Stabil dalam arti BIBO
ii.
Respon impuls terintegrasi secara mutlak
Hs
N s Ds
iii.
Lim h(t) = 0
iv.
Akar real D(s) < 0
v.
Letak pole disebelah kiri sumbu imajiner
4.17. Transformasi Laplace Bilateral TLB diturunkan dari TFWK : X ( )
x(t ).
jt
dt
1 x(t ) 2
X ( )e
jt
d
73
bila fungsi e t X (t ) dim ana fungsi eksponensial merupakan faktorr konvergensi, maka maka TFWK dari y(t) adalah:
Y ( ) e t .x(t ).e jt dt
x(t )e
Y ( )
( j ) t
dt
Y ( ) X ( j ) Jadi dari pers di atas x(t )
1 2
X ( j ).e
( j )
d
Definisikan variable frekuensi kompleks Bila s= +j ds=j.d d = ds/j
X (s)
x(t ).e
st
dt
1 x(t ) 2
disebut pasangan TLB
X ( s )e
st
ds
Bidang s adalah :
Notasi : X(s) = £ [x(t)] x(t) = £ -1[X(s)] cat: £ transformasi Laplace
Konvergensi TLB :
74
Terintegrasi secara mutlak jika nilainya kurang dari tak hingga
75
BAB V TRANSFORMASI –Z
Pada bab ini akan dibahas transformasi-z dengan waktu diskrit pada system LTI. Pada waktu diskrit sistem LTI dengan respon impulse h[n], keluaran y[n] pada masukan eksponensial z n adalah y[n] = T{ z n } = H(z) z n dimana,
H(z) =
h[n]z
n
n
5.1. Definisi Fungsi H(z) merupakan transformasi-z dari h[n]. Untuk waktu diskrit sinyal x[n], menjadi X(z)
X(z) =
x[n]z
n
n
Variabel z merupakan suatu nilai kompleks yang direpresentasikan dengan, z = r e j dimana, r adalah magnitude z dan Ω adalah besar sudut z. 5.2. Region of Convergence (ROC) ROC merupakan range nilai pada variabel komplek z dimana daerah ini dikenal. 5.3. Persyaratan pada ROC 1. ROC tidak berisi beberapa pole. 2. Jika x[n] merupakan suatu finite-sequence. Dimana nilai x[n] = 0, kecualai pada N 1 ≤ n ≤ N 2 , dimana nilai N 1 dan N 2 adalah finite. 3. Jika x[n] merupakan sisi kanan dimana x[n] = 0 untuk n < N 1 < -∞ dan X(z) konvergen untuk beberapa nilai z, maka ROC :
z rmax
atau
∞> z rmax
rmax merupakan magnitude terbesar pada beberapa pole X(z). 4. Jika x[n] merupakan sisi kiri dimana x[n] = 0 untuk n > N 2 > ∞ X(z) konvergen untuk beberapa nilai z, maka ROC
76
z rmin
atau
∞< z rmin
rmin merupakan magnitude terkecilr pada beberapa pole X(z). 5. Jika x[n] merupakan kedua sisi dimana x[n] tidak dibatasi oleh sisi kanan ataupun kiri dan X(z) konvergen untuk beberapa nilai z maka ROC :
r1 z r2 Dimana,
r1 dan r2 merupakan magnitude pada dua pole pada X(z).
5.4. Transformasi-z untuk beberapa common sequence 1. Unit Impuls ∂[n]
X(z) =
[n]z
n
z 0 1 untuk semua z
n
Maka 2.
∂[n]
1
Unit Step u[n] Setting a =1, maka u[n]
1 z 1 z 1 1 z
z 1
Tabel 3 Tabel Transformasi-z
X[n] ∂[n] u[n] -u[-n-1] ∂[n-m] a n u[n]
- a n u[-n-1] n a n u[n] -n a n u[-n-1]
X(z) 1 1 z , 1 1 z z 1 1 z , 1 1 z z 1 z m 1 z , 1 1 az z a 1 z , 1 1 az z a az 1 az , 1 2 (1 az ) ( z a) 2
az 1 az , 1 2 (1 az ) ( z a) 2
ROC Semua z z 1
z 1 Semua z kecual1 0 jika m> 0 atau ∞ jika m < 0 z a
z a z a
z a
77
(n+1) a n u[n]
1 z ,[ ]2 1 2 2 (1 az ) ( z a)
z a
(cos 0 n) u[n]
z 2 (cos 0 ) z z 2 (2 cos 0 ) z 1
z 1
(sin 0 n) u[n]
(sin 0 ) z z (2 cos 0 ) z 1
z 1
(r n cos 0 n) u[n]
z 2 (r cos 0 ) z z 2 (2 cos 0 ) z r 2
z r
(r n sin 0 n) u[n]
(r sin 0 ) z z (2 cos 0 ) z r 2
z r
1 a N z N 1 az 1
z 0
2
0 n N 1 an 0 lainnya
2
5.5. Sifat dari Transformasi-Z 1. Linier Jika x1 [n])
x2 [n]
X 1 (z)
ROC = R1
X 2 (z)
ROC = R2
Kemudian a1x1[n] a2 x2[n]
a1 X1 ( z) a2 X 2 ( z)
2. Pergeseran Jika x[n]
X(z)
ROC = R
e n0 X ( z )
X[n-n 0 ]
R’ = R ∩{ 0 z }
3. Multiplikasi oleh z0n Jika x[n]
X(z)
ROC = R
X(
z ) R’ = z0 R z0
X(z)
ROC = R
Kemudian, z0n x[n]
4. Time Reversal Jika x[n] Kemudian, x[-n]
X(
1 ) z
R’ =
1 R
78
5. Diferensiasi Jika x[n]
X(z)
ROC = R
Kemudian, nx[n]
-z
dX ( z ) ) dz
R’ = R
6. Kombinasi Jika x[n]
X(z)
ROC = R
Kemudian, n
1 z X ( z) X ( z) 1 z 1 1 z
x[k ]
k
R’ = R ∩{ z 1 }
7. Konvolusi Jika x1 [n]
X 1 (z)
ROC = R1
x2 [n]
X 2 (z)
ROC = R2
Kemudian,
x1 [n] * x2 [n]
X 1 (z) . X 2 (z)
R ' R1 R2
5.6. Inverse Transformasi-Z Inverse dari transformasi-z dari X(z) adalah x[n]. Yang direpresentasikan dengan : x[n] = 1 X ( z ) 1. Inverse x[n] =
1 X ( z )z n 1 dz 2j c
Dimana, C merupakan counterclockwise. 2. Menggunakan tabel transformasi-z X(z) = X 1 (z)+.......+ X n (z) Dimana,
X 1 (z)....... X n (z) merupakan fungsi dari inverse transformasi x1 [n]..... x n [n]. Dengan sifat kelinieran menjadi: x[n] = x1 [n]+.....+ x n [n]
79
3. Power Series
X(z) =
x[n]z
n
n
= ...+ x[-2] z 2 + x[-1]z + x[0]+ x[1] z 1 + x[2] z 2 +... 4. Menggunakan Pecahan Parsial X(z) =
N ( z) ( z z1 )...( z zm ) k D( z ) ( z p1 )...( z pn )
Asumsikan n ≥ m dan semua pole pk adalah sederhana Maka : n X ( z ) c0 c c2 cn c c 1 ... 0 k z z z p1 z p2 z pn z k 1 z pk
Dimana ,
c0 X ( z ) z 0
ck ( z pk )
X ( z) z
z pk
Dapat dituliskana menjadi: X(z) = c0 c1
n z z z ... cn c0 ck z p1 z pn z pk k 1
Contoh Soal : 1. Tentukan Transformasi-z dari a. x[n] = a nu[n 1] b. x[n] = a nu[n 1]
(a
1
n
n
a nu[n 1]z n a n z n
a. X(z) = 1
z )n
n0
1 z 1 a 1
Jika a 1 z 1atau z a
Sehingga menjadi, X(z) = 1
1 a 1 z z 1 1 1 1 a z 1 a z z a 1 az 1
b. X(z) =
a nu[n 1]z n
n
1
a
z a
n n
z
n
80
=
(az) n 0
(a z )
n
n 0
n
(az )n 1 n 0
1 1 az
Jika a z 1atau z
1 a
Sehingga menjadi, X(z) =
1 az z 1 1 az 1 az z 1
2. Jika diketahui,
x ( n)
n 0 N1 n N 2 n 0 lainnya
z a
1 a
Dimana, N1 dan N 2 sebuah batasan. Tunjukkan ROC pada X(z) pada z-plane kecuali kemungkina z=0 atau z=∞. N2
X(z) =
x[n]z
n
n N1
Untuk z yang tidak bernilai 0 atau tak terbatas maka X(z) akan konvergen. Jika N1 < 0 dan N 2 > 0 maka keduanya akan positif pada z dan semuanya negatif pada z. 3. Tentukan X(z) dan gambarkan pole-zero dengan ROC : n
n
n
n
n
n
1 1 a. x[n] = u[n] u[n] 2 3 1 1 b. x[n] = u[n] u[n 1] 3 2 1 1 c. x[n] = u[n] u[n 1] 2 3
a. Berdasarkan tabel transformasi-z: n
1 u[n] 2
z z 12
z
1 2
n
z z 13
z
1 3
1 u[n] 3
Dapat dilihat ROC mengalami overlap :
81
X(z) =
2 z ( z 125 ) z z z 12 z 13 ( z 12 )( z 13 )
z
Im(z)
1 2
Im(z)
Re(z)
Re(z)
(a)
(b)
b. Berdasarkan tabel transformasi-z: n
1 u[n] 3
z z 13
n
1 u[n 1] 2
-
z
1 3
z z 12
z
1 2
Dapat dilihat ROC mengalami overlap : X(z) =
z z 1 z 1 1 1 z3 z2 6 ( z 2 )( z 13 )
1 1 z 3 2
c. Berdasarkan tabel transformasi-z: n
1 u[n] 2
z z 12
n
1 u[n 1] 3
-
z
1 2
z z 13
z
1 3
Dapat dilihat bahwa ROC tidak saling overlap maka tidak ada common ROC dan x[n] tidak mempunyai X(z). 4. Tentukan inverse transformasi-Z dari : X(z) =
z z ( z 1)( z 2) 2
z 2
Menggunakan teknik pecahan parsial :
82
X (Z ) 1 c 2 1 1 2 z z ( z 1)( z 2) z 1 z 2 ( z 2) 2
Dimana, c1
1 ( z 2) 2
z 1
2
1
1 z 1
z 2
1
Dengan substitusi maka didapat : 1 1 1 1 2 ( z 1)( z 2) z 1 z 2 ( z 2) 2
Setting nilai z=0, didapat
1 1 1 1 4 2 4
1 1
Maka diperoleh nilai z z z z 1 z 2 ( z 2) 2
X(z) =
z 2
Karena ROC adalah z 2 , maka x[n] merupaka suatu fungsi sisi kanan.
x[n] = 1 2n n2n 1 u[n] 5. Tentukan fungsi H(z) dari gambar berikut : x[n]
∑
k/2 q[n-1] k/3
z z 1
q[n]
∑ Berdasarkan gambar diatas diperoleh : q[n] = x[n] +
k q[n 1] 2
y[n] = q[n] +
k q[n 1] 3
y[n]
Menggunkan transformasi-z maka diperoleh : Q(z) = X(z) +
k 1 z Q( z ) 2
Y(z) = Q(z) +
k 1 z Q( z ) 3
83
Apabila ditulis ulang : k 1 1 z Q( z ) X ( z ) 2 k 1 1 z Q( z ) X ( z ) 3
Maka H(z) dapat diketahui: k Y ( z ) 1 ( k 3 ) z 1 z 3 H(z) = X ( z ) 1 (k 2 ) z 1 z k 2
z
k 2
84