BAB I PENGORGANISASIAN BAGIAN PERTAMA GEREJA Pasal 1 LOGO, MARS, DAN HYMNE (1) Logo GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode XIX GKJ tahun 1989 di Manahan, Surakarta. (gambar dan makna Logo terlampir). (2) Mars GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode Antara GKJ tahun 2000 di Baturaden, Purwokerto. (terlampir). (3) Hymne GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode XXIII GKJ tahun 2002 di Wonogiri. (terlampir). (4) Mars dan Hymne GKJ dinyanyikan dalam momentummomentum gerejawi yang penting. Pasal 2 STATUS, NAMA, DAN KEDUDUKAN HUKUM (1) Status Badan Hukum GKJ didasarkan pada Staatsblad tahun 1927 nomor 156 dan 157 serta Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 19 tahun 1966. (2) Penentuan nama sebuah Gereja ditetapkan oleh Sidang Majelis Gereja yang besangkutan. (3) Nama sebuah Gereja dapat memakai nama daerah tempat Gereja itu berada, nama-nama dalam Alkitab atau nama-nama lain yang mengandung makna tertentu. (4) Nama Gereja perlu diinformasikan ke Klasis, Sinode, dan instansi-instansi lain yang dipandang perlu. (5) Nama Gereja dan Logo GKJ perlu tertera dalam cap, kop surat, dan papan nama Gereja. (6) Penentuan alamat dan kedudukan hukum sebuah Gereja ditetapkan oleh Sidang Majelis Gereja yang bersangkutan dengan mempertimbangkan aspek administratif pemerintahan di mana Gereja tersebut berada, demi kelancaran segala urusan. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 3 PENDEWASAAN GEREJA (1) Syarat-syarat pepanthan yang akan didewasakan menjadi Gereja: 1. Mempunyai motivasi yang sehat sesuai dengan nilai-nilai kristiani. 2. Mempunyai tujuan demi perkembangan Gereja baik yang mendewasakan maupun yang didewasakan. 3. Mempunyai kemampuan untuk memerintah diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri berdasarkan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 4. Mempunyai jumlah warga gereja sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) orang (50 KK). 5. Mempunyai jumlah warga dewasa sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang yang bersedia dan mampu menjadi pejabat gerejawi. 6. Mempunyai kemampuan keuangan gereja yang sekurangkurangnya 40% dari Anggaran Pendapatan Belanja Gereja (APBG) per tahun dapat dipakai untuk mencukupi kebutuhan Biaya Hidup Pendeta Gereja yang bersangkutan berdasarkan peraturan Sinode yang berlaku. 7. Ada tempat ibadah yang dapat menjamin keberlangsungan pelaksanaan ibadah gereja. (2) Prosedur Pendewasaan Gereja: 1. Majelis Gereja memutuskan rencana pendewasaan satu atau beberapa pepanthan menjadi Gereja dewasa. 2. Pepanthan yang akan didewasakan diberi kesempatan latihan hidup mandiri sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun. 3. Latihan hidup mandiri meliputi: a. Pengorganisasian Gereja. b. Pelaksanaan tugas panggilan Gereja yaitu Pemberitaan Injil dan pemeliharaan warga Gereja. c. Kehartakaan Gereja.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
4.
Jika latihan hidup mandiri sebagaimana tersebut dalam ayat (2).3. sudah dipenuhi dan Majelis Gereja memutuskan pepanthan tersebut layak didewasakan, maka Majelis Gereja yang bersangkutan menyampaikan rencana pendewasaan pepanthan tersebut kepada Sidang Klasis. 5. Setelah Sidang Klasis membahas rencana pendewasaan Gereja tersebut, maka sidang mengutus Visitator untuk mengadakan pendampingan terhadap Gereja yang akan mendewasakan dan penilaian terhadap pepanthan yang akan didewasakan, selanjutnya melaporkan ke Sidang Klasis setelah pelaksanaan tugas tersebut. 6. Sidang membahas laporan Visitator untuk menyetujui atau tidak menyetujui. 7. Apabila sidang menyetujui rencana pendewasaan sebagaimana yang dilaporkan Visitator, maka Majelis Gereja mengadakan kebaktian pendewasaan yang ditandai dengan peneguhan pejabat-pejabat gerejawi dengan menggunakan pertelaan yang ditetapkan oleh Sinode, selambat-lambatnya enam bulan setelah keputusan Sidang Klasis. 8. Pejabat gerejawi Gereja yang mendewasakan, yang akan diteguhkan menjadi pejabat gerejawi Gereja baru, terlebih dahulu harus diberhentikan dari jabatan gerejawi Gereja yang mendewasakan tersebut. 9. Majelis Gereja yang mendewasakan menginformasikan ke Sidang Klasis setelah pendewasaan, agar Sidang Klasis menerima gereja yang baru didewasakan tersebut sebagai anggota Klasis dan sekaligus menjadi peserta Sidang Klasis. Untuk itu gereja penghimpun Sidang Klasis wajib mengundang gereja yang baru didewasakan itu. 10. Klasis berkewajiban menginformasikan pendewasaan gereja baru tersebut kepada Sidang Sinode untuk diterima sebagai anggota Sinode GKJ. 11. Majelis gereja yang mendewasakan menginformasikan pendewasaan gereja tersebut kepada lembaga-lembaga yang dipandang perlu. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 4 WARGA GEREJA (1) Warga GKJ: 1. Orang yang dibaptis di GKJ baik baptis anak maupun baptis dewasa. Orang yang telah dibaptis tersebut dicatat dalam Buku Induk Gereja. 2. Pindahan dari gereja lain. Pelaksanaan perpindahan warga dari gereja lain diatur sebagai berikut: a. Warga yang pindah dari Gereja anggota PGI diterima dengan surat keterangan pindah (Atestasi) dan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. b. Seorang warga gereja dari Gereja bukan anggota PGI yang pindah ke GKJ dengan membawa atestasi dari Gereja asal diterima menjadi warga gereja GKJ dengan ketentuan: i. Terlebih dahulu diadakan percakapan tentang ke-GKJ-an dengan materi sebagaimana terdapat dalam pasal 48 Tata Laksana tentang Katekisasi. ii. Penerimaan dilakukan dengan cara diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. c. Seorang warga gereja yang ingin menjadi warga gereja GKJ padahal tidak mendapat atestasi dari gereja asalnya, dapat diterima menjadi warga gereja GKJ dengan ketentuan sebagai berikut: i. Orang yang bersangkutan membuat surat permohonan kepada Majelis Gereja yang dituju, yang juga berisi pernyataan atas kehendak sendiri ingin menjadi warga gereja GKJ yang tembusannya disampaikan ke gereja asal. ii. Majelis mengadakan percakapan gerejawi dengan yang bersangkutan untuk memutuskan menerima atau menolak permohonannya itu. iii. Apabila pemohon berasal dari Gereja anggota PGI, maka penerimaannya diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
iv. Apabila pemohon berasal dari Gereja bukan anggota PGI, maka penerimaannya dilakukan sesuai ayat (1) 2.b. dalam pasal ini. d. Semua warga gereja pindahan dari Gereja lain dicatat dalam Buku Induk. (2) Perubahan status warga gereja: 1. Perubahan status warga gereja terjadi karena Pengakuan Percaya atau Sidi. 2. Setiap perubahan status warga gereja dicatat dalam Buku Induk. (3) Kewajiban warga gereja: 1. Metaati Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ 2. Melakukan kehidupan etis selaku orang percaya. 3. Melaksanakan ibadah. 4. Membangun persekutuan. 5. Mendukung dana melalui persembahan. (4) Hilangnya status dan kewargaan: 1. Status dan hak kewargaan dapat hilang karena: a. Pindah ke gereja lain. Seorang warga gereja yang pindah ke gereja lain wajib menyampaikan permohonan atestasi kepada Majelis Gereja. Atestasi itu segera diserahkan kepada Majelis Gereja yang dituju. Kepindahannya diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. b. Meninggalkan iman Kristen. Warga gereja dinyatakan meninggalkan iman Kristen apabila yang bersangkutan menyatakan diri mengakui iman lain dan atau keluar dari keanggotaan gereja. c. Meninggal dunia. Warga gereja yang meninggal dunia diwartakan dalam kebaktian hari Minggu. 2. Semua peristiwa hilangnya status kewargaan dicatat dalam Buku Induk.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(5) Warga Gereja Titipan. Warga Gereja Titipan yaitu seorang warga gereja dari gereja lain yang menetap di lingkungan suatu gereja dengan membawa surat penitipan dari gereja asalnya. Orang tersebut mendapat perlakuan sama dengan warga gereja itu baik dalam tanggung jawab, hak, maupun kewajiban. Apabila ia kembali ke gereja asal, gereja yang dititipi memberikan surat penyerahan kembali warga titipan tersebut ke gereja asal. Apabila ia pindah ke tempat tinggal baru di lingkungan pelayanan gereja lain, maka gereja yang dititipi memberikan surat penitipan baru ke gereja yang dituju dengan tembusan ke gereja asal. Pasal 5 MAJELIS GEREJA (1) Tugas Majelis Gereja adalah menjadi penanggung jawab segala kegiatan gereja baik di bidang Pemberitaan Penyelamatan Allah, Pemeliharaan Iman, maupun Organisasi Gereja. Pelaksanaan tugas Majelis Gereja meliputi: 1. Bersama-sama warga gereja melaksanakan Pemberitaan Penyelamatan Allah. 2. Menjaga ajaran gereja. 3. Menyelenggarakan katekisasi atau pengajaran agama Kristen. 4. Menyelenggarakan kebaktian, pelayanan Sakramen, dan kegiatan-kegiatan Pemeliharaan Iman. 5. Menyelenggarakan Sidang Majelis Gereja untuk: a. Menentukan kebijakan dan arah pelayanan gereja. b. Koordinasi pelaksanaan tugas-tugas pelayanan gereja. c. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan program pelayanan gereja. 6. Mengangkat dan memberhentikan badan-badan pembantu Majelis Gereja. 7. Mewakili gereja baik ke dalam maupun ke luar.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Struktur Majelis Gereja: 1. Struktur Majelis sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota. 2. Bidang-bidang pelayanan untuk melaksanakan tugas panggilan gereja dibentuk sesuai dengan kebutuhan masingmasing gereja, namun sekurang-kurangnya terdiri dari: a. Bidang Ibadah dengan pokok perhatian pelayanan Kebaktian dan Sakramen. b. Bidang Kesaksian Pelayanan dengan pokok perhatian pada Pemberitaan Penyelamatan Allah dan Pelayanan Diakona. c. Bidang Pembinaan Warga Gereja dengan pokok perhatian pada Pemeliharaan Iman serta Pembinaan dan Pengaderan. d. Bidang Penatalayanan dengan pokok perhatian pada keuangan dan sarana-prasarana. 3. Pembagian tugas personalia dalam struktur Majelis Gereja perlu mempertimbangkan tugas-tugas jabatan gerejawi masing-masing. (3) Rahasia Jabatan. Setiap anggota Majelis Gereja harus memegang teguh rahasia jabatan yaitu rahasia yang menyangkut pribadi warga gereja dan rahasia organisasi gereja. Rahasia jabatan itu harus tetap dipegang teguh, walaupun yang bersangkutan sudah tidak lagi menjadi anggota Majelis Gereja. Pasal 6 PENATUA DAN DIAKEN (1) Syarat-syarat: 1. Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan setelah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun menjadi warga dan tidak berada dalam pamerdi, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Penatua atau Diaken. 2. Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehariharinya memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Penatua dan Diaken. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
3.
Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ serta menaatinya. 4. Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat. 5. Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan. 6. Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain. (2) Pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan. 1. Pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan Penatua dan atau Diaken menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan pertimbangan dari warga gereja. 2. Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu calon Penatua dan atau Diaken dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta mengusulkan nama-nama calon Penatua dan atau Diaken kepada Majelis Gereja. Pewartaan itu disampaikan di dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut, dengan memberitahukan tentang syarat-syarat calon Penatua dan atau Diaken. 3. Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Penatua dan atau Diaken yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan tugas Penatua dan atau Diaken, juga faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program pelayanan gereja, jenis keahlian, dan pelayanan yang dibutuhkan. 4. Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan Penatua dan atau Diaken kepada calon-calon tersebut. 5. Setelah nama-nama calon Penatua dan atau Diaken yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka nama calon Penatua dan atau Diaken tersebut diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
6.
Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan pelaksanaan pemilihan calon Penatua dan atau Diaken. 7. Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Penatua dan atau Diaken. 8. Apabila cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam ayat (2).1-7. di atas tidak dapat dilaksanakan, maka penetapan Penatua dan atau Diaken diatur sebagai berikut: a. Setelah nama–nama calon Penatua dan atau Diaken yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Penatua atau Diaken tersebut sesuai dengan kebutuhan, dan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Penatua dan atau Diaken. b. Warga Gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan mempertimbangkan kelayakan dari calon Penatua dan atau Diaken. 9. Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menyampaikan panggilan kepada calon Penatua dan atau Diaken. 10. Peneguhan ke dalam jabatan Penatua dan atau Diaken dilaksanakan dalam kebaktian dengan menggunakan pertelaan Peneguhan Jabatan Gerejawi yang berlaku. Dalam kebaktian peneguhan tersebut dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 11. Peneguhan jabatan Penatua dan atau Diaken dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal itu diberitahukan kepada calon dan kepada yang mengajukan keberatan tersebut serta diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. (3) Tugas Penatua dan Diaken. 1. Tugas utama Penatua adalah melaksanakan pemerintahan gereja demi terlaksananya tugas panggilan gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Tugas utama Diaken adalah memelihara iman warga gereja dengan cara memperhatikan kesejahteraan hidup warga Gereja dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat umum. (4) Masa Jabatan Penatua dan Diaken. 1. Masa jabatan Penatua dan Diaken dalam satu periode adalah tiga tahun. Seorang dapat menjabat sebagai Penatua atau Diaken sebanyak-banyaknya dua periode berturut-turut dan dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun. 2. Peletakan jabatan Penatua dan Diaken yang berakhir masa jabatannya dilakukan dalam kebaktian hari Minggu, dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku. 3. Jabatan Penatua dan Diaken dapat tanggal sebelum masa jabatannya berakhir karena: a. Pindah menjadi anggota gereja lain. b. Berada/bertempat tinggal sedemikian sehingga tidak dapat melakukan pelayanannya dengan baik. c. Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurangkurangnya 6 (enam) bulan. d. Berada dalam pamerdi. e. Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan pelayanannya. f. Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. g. Meninggal dunia. 4. Penanggalan dalam ayat (4).3.c. pasal ini dilakukan setelah mendapat pertimbangan Gereja Tetangga. 5. Penanggalan dalam ayat (4).3. diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Pasal 7 PENDETA (1) Pemanggilan Pendeta dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pemanggilan Pendeta dari seorang yang belum berjabatan Pendeta harus melalui proses pencalonan, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, vikariat, dan penahbisan. 2. Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari GKJ lain harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan. 3. Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari gereja lain yang seajaran harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, dan peneguhan. (2) Syarat-syarat: 1. Warga Sidi GKJ atau Gereja lain yang ajarannya seasas, yang tidak sedang dalam pamerdi, dan dipandang layak untuk menjadi seorang Pendeta. 2. Telah menamatkan studi teologia sekurang-kurangnya jenjang S1 dari pendidikan teologia yang didukung oleh Sinode GKJ. 3. Bersedia menerima Pokok-pokok Ajaran GKJ serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 4. Memiliki kemampuan dan bersedia untuk menjadi Pendeta sebagai panggilan spiritual. 5. Syarat tambahan dapat ditentukan Majelis Gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa syarat-syarat di atas. (3) Status Kependetaan. 1. Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah Pendeta GKJ tertentu. 2. Pendeta GKJ tertentu memiliki keabsahan dan kewenangan pelayanan di lingkup Klasis dan Sinode GKJ serta Gereja-gereja lain anggota PGI. 3. Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pelayan penuh waktu 4. Pendeta GKJ tidak dapat merangkap sebagai tenaga penuh waktu di lembaga lain. 5. Pendeta GKJ tertentu dapat diutus menjadi PPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Tugas Pendeta: 1. Tugas Umum, sesuai dengan Pasal 5.(1), tentang Tugas Majelis. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Tugas Khusus: a. Memimpin Pelayanan Sakramen. b. Memimpin Pelayanan Pengakuan Percaya atau Sidi. c. Memimpin Pelayanan Pengakuan Pertobatan. d. Memimpin Pelayanan Penahbisan dan atau Peneguhan pejabat gerejawi serta pelantikan badanbadan pembantu majelis. e. Memimpin Pelayanan Peneguhan Pernikahan dan Pemberkatan Perkawinan Gerejawi. (5) Masa Jabatan Pendeta. Jabatan Pendeta berlaku seumur hidup, kecuali jabatan Pendeta itu ditanggalkan. Pasal 8 PEMANGGILAN PENDETA YANG BELUM BERJABATAN PENDETA Pemanggilan Pendeta yang belum berjabatan Pendeta dilakukan sebagai berikut: (1) Pencalonan dan Pemilihan. 1. Gereja yang akan memanggil Pendeta menyampaikan program pemanggilan Pendeta kepada Klasis. Klasis melakukan visitasi dan pendampingan. Tujuan visitasi dan pendampingan itu untuk meneliti kelayakan Gereja pemanggil dan bakal calon Pendeta yang akan dipanggil. 2. Suatu Gereja dinyatakan layak memanggil Pendeta apabila: a. Mempunyai kesadaran akan kebutuhan tenaga Pendeta untuk membangun kehidupan bergereja. b. Mempunyai kesadaran menundukkan diri atas kehendak dan campur tangan Allah dalam proses pemanggilan itu. c. Mempunyai kesadaran untuk menghindari perpecahan gereja. d. Mempunyai kemampuan untuk memfasilitasi hidup dan pelayanan Pendeta.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
3.
Majelis Gereja dapat menentukan kriteria tambahan selain syarat umum yang ditetapkan pada pasal 7. (2) bagi bakal calon Pendeta yang diinginkan asal tidak bertentangan dengan jiwa persyaratan umum. 4. Majelis Gereja mempersilakan para warga gereja untuk ikut mencari bakal calon Pendeta dalam batas waktu tertentu, dengan tetap memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan. 5. Dengan mempertimbangkan masukan dari warga gereja, Majelis Gereja menetapkan bakal calon Pendeta. Bakal calon Pendeta itu dapat tunggal atau tidak tunggal. 6. Majelis Gereja menyampaikan surat untuk menanyakan kesanggupan atau ketidak-sanggupan bakal calon Pendeta yang bersangkutan. 7. Majelis Gereja menyelenggarakan masa pengenalan antara warga Gereja dengan bakal calon Pendeta yang belum berjabatan Pendeta. Pengenalan itu melalui segala kegiatan di Gereja tersebut sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. 8. Majelis Gereja menentukan calon Pendeta sementara berdasarkan hasil pengenalan dan rekomendasi Gereja asal calon Pendeta sementara tentang kelayakannya dipanggil sebagai calon Pendeta. 9. Nama calon Pendeta sementara diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. 10. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan calon Pendeta sementara. Dalam hal calon Pendeta sementara tersebut hanya tunggal, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 70% dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon Pendeta terpilih. Dalam hal calon Pendeta sementara berjumlah jamak, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 50% + 1 dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon Pendeta terpilih. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
11. Warga Gereja yang boleh memilih adalah warga gereja dewasa dari Gereja bersangkutan yang tidak sedang dalam pamerdi. 12. Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon Pendeta terpilih. 13. Nama calon Pendeta terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut, agar warga gereja ikut mempertimbangkan kelayakan calon Pendeta terpilih tersebut. 14. Apabila tidak ada keberatan yang sah, Majelis menyampaikan surat panggilan kepada calon Pendeta terpilih dilampiri daftar fasilitas yang disediakan oleh Majelis. 15. Menanggapi surat panggilan dari Majelis Gereja pemanggil, calon Pendeta terpilih memberikan jawaban bersedia atau tidak bersedia. 16. Setelah mendapat surat kesediaan dari calon Pendeta terpilih, Majelis Gereja pemanggil mengatur kepindahan tempat tinggal dan kewarga-gerejaan calon tersebut ke Gereja pemanggil. (2) Pembimbingan dan pendampingan calon Pendeta terpilih. 1. Majelis Gereja menyampaikan permohonan kepada Sidang Klasis, agar dilakukan pembimbingan dan ujian calon Pendeta bagi calon Pendeta terpilih yang telah dipanggil dengan melampirkan berkas administratif. 2. Menanggapi Permohonan Gereja agar dilakukan pembimbingan dan ujian calon Pendeta, Sidang Klasis menunjuk Tim Pembimbingan yang sekaligus merupakan Tim Penguji bagi calon Pendeta terpilih. 3. Materi pembimbingan terdiri atas: a. Khotbah. b. Pokok-pokok Ajaran GKJ. c. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. d. Sejarah GKJ. 4. Waktu pembimbingan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
5.
Majelis Gereja membentuk Tim Pendamping yang bertugas mendampingi calon Pendeta terpilih tersebut demi terbentuknya perilaku sebagai Pendeta, antara lain dalam hal kesalehan, tanggung jawab, kedisiplinan, kesetiaan, kerajinan, ketekunan dalam pelayanan, kemampuan berinteraksi sosial, dan kepemimpinan. (3) Ujian calon Pendeta. 1. Ujian calon Pendeta adalah ujian untuk meneliti kehidupan calon Pendeta terpilih tentang kelayakan perilaku, pandangan teologis, pemahaman wawasan konteks GKJ, dan potensi keterampilan pelayanannya sebagai Pendeta. 2. Ujian calon Pendeta dilaksanakan di dalam Sidang Klasis setelah: a. Pemeriksaan syarat-syarat administrasi dinyatakan lengkap. b. Majelis menyampaikan surat pernyataan bahwa dari segi perilaku calon Pendeta terpilih yang bersangkutan layak sebagai Pendeta. c. Tim Pembimbing menyatakan bahwa calon Pendeta terpilih telah mengikuti pembimbingan dan layak untuk menempuh ujian calon Pendeta. 3. Materi ujian terdiri atas: a. Khotbah. b. Pokok-pokok Ajaran GKJ. c. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. d. Sejarah GKJ. 4. Penguji calon Pendeta terdiri atas: a. Tim Pembimbing yang sekaligus penguji yang ditunjuk oleh persidangan Klasis. b. Utusan Utama (primus) Gereja-gereja ke sidang Klasis, kecuali utusan Gereja pemanggil. c. Visitator Sinode. 5. Ujian calon Pendeta dilaksanakan dengan menggunakan tata tertib ujian calon Pendeta yang diputuskan oleh sidang Klasis yang menyelenggarakan ujian tersebut, yang dibuat dengan mengacu pada Pedoman Ujian calon Pendeta yang berlaku di Sinode GKJ. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
6.
Di dalam sidang tertutup diputuskan layak atau tidaknya calon Pendeta terpilih untuk ditahbiskan sebagai Pendeta. Keputusan tersebut disampaikan di dalam sidang terbuka. Apabila calon Pendeta terpilih dinyatakan layak tahbis, Sidang Klasis menyampaikan Surat Keputusan kelayakan calon Pendeta terpilih tersebut untuk ditahbiskan sebagai Pendeta. Calon Pendeta terpilih tersebut menyatakan janji bersedia hidup saleh sesuai dengan etika Kristen dan menerima serta memberlakukan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 7. Apabila calon Pendeta terpilih tersebut dinyatakan tidak layak tahbis, Gereja yang bersangkutan hanya boleh mengajukan permohonan untuk diselenggarakan ujian calon Pendeta bagi calon Pendeta terpilih tersebut sekali lagi. (4) Masa Vikariat. 1. Bagi calon terpilih Pendeta yang telah lulus dalam ujian wajib menjalani masa Vikariat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun. 2. Pada masa Vikariat ini calon terpilih Pendeta disebut sebagai Vikaris. 3. Vikaris memanfaatkan masa Vikariat untuk memantapkan pemahaman dan pendalaman makna panggilan, serta membangun relasi dengan segenap pihak. 4. Pada masa Vikariat seorang Vikaris dapat batal untuk ditahbiskan sebagai Pendeta apabila: a. Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan. b. Tidak taat pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Laksana GKJ. c. Berperilaku yang menyebabkan kehidupan Gereja tidak mencerminkan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. 5. Pembatalan seorang Vikaris untuk ditahbiskan sebagai Pendeta dilakukan melalui prosedur: a. Majelis Gereja Pemanggil atas dasar keputusan Sidang Majelis Gereja mengusulkan rencana pembatalan tersebut kepada Sidang Klasis.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
b.
Sidang Klasis menanggapi usulan Majelis Gereja Pemanggil tersebut dengan melakukan klarifikasi terhadap Vikaris dan pihak-pihak yang dipandang perlu dan selanjutnya mengambil keputusan. c. Jika Sidang Klasis menyetujui usulan pembatalan itu, maka Majelis Gereja Pemanggil mengumumkan hal pembatalan tersebut dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. d. Jika Sidang Klasis menolak usulan pembatalan itu maka Majelis Gereja Pemanggil memberi kesempatan bagi Vikaris untuk memperpanjang masa Vikariat selama 1 (satu) tahun atau memberi kesempatan Vikaris menerima panggilan dari Gereja lain. e. Jika dalam masa perpanjangan itu Vikaris tersebut menerima panggilan dari GKJ lain, maka Gereja Pemanggil tersebut memberlakukan ketentuan proses pemanggilan dalam pasal ini dengan tanpa pembimbingan dan ujian calon Pendeta. f. Jika setelah masa perpanjangan Vikariat satu tahun telah dijalani ternyata Vikaris itu tetap tidak layak ditahbiskan sebagai Pendeta atau tidak ada Gereja lain yang memanggil, maka Majelis Gereja Pemanggil mengusulkan kepada Sidang Klasis untuk mengesahkan keputusan Majelis Gereja Pemanggil menghentikan proses penahbisan Vikaris tersebut sebagai Pendeta. Majelis Gereja Pemanggil mengumumkan hal tersebut dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. (5) Penahbisan Pendeta. Penahbisan seorang Vikaris menjadi seorang Pendeta dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Nama Vikaris dan rencana penahbisannya diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturutturut, dengan maksud agar setiap warga Gereja turut mendoakan rencana penahbisan tersebut.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
3.
Penahbisan Pendeta dilaksanakan di dalam kebaktian khusus dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Dalam kebaktian tersebut Majelis Gereja menyerahkan: (1) Alkitab. (2) Alat-alat Pelayanan Sakramen. (3) Surat Keputusan Penahbisan dari Majelis Gereja.
Pasal 9 PEMANGGILAN PENDETA TERHADAP PENDETA GKJ LAIN Pemanggilan Pendeta terhadap Pendeta GKJ lain dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Suatu GKJ dapat memanggil pendeta dari GKJ lain demi: 1. Pengembangan GKJ secara menyeluruh. 2. Penyegaran pelayanan baik Pendeta maupun gereja yang dilayani. 3. Upaya terakhir penyelesaian masalah ketidakharmonisan hubungan pendeta dan gereja. (2) Seorang Pendeta GKJ dapat dipanggil oleh GKJ lain setelah melayani sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Pendeta di GKJ tersebut. (3) Proses pemanggilan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Majelis Gereja yang akan memanggil Pendeta menyampaikan program pemanggilan Pendeta tersebut kepada Klasis. Klasis melakukan visitasi dan pendampingan. Tujuan visitasi dan pendampingan itu untuk meneliti kelayakan Gereja Pemanggil dan Pendeta GKJ lain yang akan dipanggil. 2. Suatu Gereja dinyatakan layak memanggil Pendeta apabila: a. Mempunyai kesadaran akan kebutuhan tenaga Pendeta untuk membangun kehidupan bergereja. b. Mempunyai kesadaran menundukkan diri atas kehendak dan campur tangan Allah dalam proses pemanggilan itu. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
c.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mempunyai kesadaran untuk menghindari perpecahan gereja. d. Mempunyai kemampuan untuk memfasilitasi hidup dan pelayanan Pendeta. Majelis Gereja Pemanggil dapat menentukan kriteria tambahan bagi Pendeta GKJ lain yang diinginkan sesuai dengan kebutuhan. Majelis Gereja mempersilakan para warga gereja untuk mengusulkan Pendeta GKJ lain yang akan dipanggil dalam batas waktu tertentu dengan tetap memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan. Dengan mempertimbangkan masukan dari warga gereja Majelis Gereja Pemanggil menetapkan Pendeta GKJ lain yang akan dipanggil menjadi calon tunggal. Majelis Gereja Pemanggil terlebih dahulu membicarakan segala sesuatu tentang pemanggilan itu dengan Gereja asal dan Klasis yang bersangkutan, agar kepindahan Pendeta itu berlangsung secara baik. Selanjutnya, Majelis Gereja Pemanggil menyampaikan surat untuk menanyakan kesanggupan atau ketidaksanggupan Pendeta GKJ lain yang akan dipanggil. Jika Pendeta GKJ lain yang akan dipanggil menyatakan kesanggupan, maka perlu disusun Nota Kesepakatan antara Majelis Gereja Pemanggil dan Majelis Gereja asal Pendeta yang akan dipanggil, beserta Pendeta tersebut dan diketahui Klasis masing-masing. Nota Kesepakatan tersebut berisi: a. Pengaturan waktu dan biaya pada masa orientasi. b. Biaya Hidup Pendeta selama masa orientasi dan biaya-biaya lain terkait dengan proses pemanggilan. c. Status kependetaan jika yang bersangkutan gagal dalam proses pemanggilan. Majelis Gereja pemanggil menyelenggarakan masa pengenalan antara warga Gereja dan Pendeta GKJ lain. Masa pengenalan tersebut sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
10. Majelis Gereja pemanggil menetapkan Pendeta GKJ lain yang akan dipanggil menjadi calon Pendeta bagi Gereja pemanggil. 11. Nama Pendeta GKJ lain yang menjadi calon Pendeta bagi gereja pemanggil diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut di Gereja pemanggil. 12. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja pemanggil, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan Pendeta GKJ lain bagi Gereja pemanggil. Jumlah minimal suara warga gereja yang memilih sekurang-kurangnya 70% untuk menetapkan calon terpilih Pendeta. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih. 13. Warga Gereja yang boleh memilih adalah warga Gereja dewasa dari gereja yang bersangkutan yang tidak sedang dalam pamerdi. 14. Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga Gereja yang sekurang-kurangnya mencapai jumlah suara 70% dari suara masuk yang sah, Majelis Gereja pemanggil menetapkan Pendeta GKJ lain menjadi Pendeta terpilih bagi GKJ pemanggil. 15. Nama Pendeta terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut, dengan maksud agar warga Gereja ikut mempertimbangkan kelayakan Pendeta terpilih tersebut dan mendoakannya. 16. Apabila tidak ada keberatan yang sah, Majelis menyampaikan surat panggilan kepada Pendeta terpilih dilampiri daftar fasilitas yang disediakan oleh Gereja pemanggil. 17. Menanggapi surat panggilan dari Majelis Gereja pemanggil, Pendeta terpilih memberikan jawaban bersedia atau tidak bersedia. 18. Setelah mendapat surat kesediaan dari Pendeta terpilih, Majelis Gereja pemanggil mengatur kepindahan tempat tinggal dan kewargagerejaan calon tersebut ke Gereja pemanggil. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(4) Visitator Klasis dan atau Visitator Sinode dapat menjadi pendamping proses pemanggilan ini. (5) Gereja Pemanggil harus terlebih dahulu membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemanggilan itu dengan Gereja asal dan Klasis yang bersangkutan, agar kepindahan Pendeta itu dari Gereja asal tidak menimbulkan persoalan. Hasil pembicaraan itu dituangkan dalam Surat Kesepakatan Bersama antara Majelis Gereja Pemanggil, Majelis Gereja asal, dan Pendeta yang dipanggil, diketahui visitator Klasis yang bersangkutan. (6) Peneguhan di Gereja pemanggil dilakukan dalam kebaktian dengan menggunakan pertelaan yang ditetapkan oleh Sinode GKJ. Penumpangan tangan hanya dilakukan oleh Pendeta yang meneguhkan. (7) Dalam kebaktian tersebut Majelis Gereja Pemanggil menyerahkan Surat Keputusan Peneguhan kepada Pendeta yang diteguhkan. Pasal 10 PEMANGGILAN PENDETA TERHADAP PENDETA GEREJA LAIN (1) Suatu GKJ dapat memanggil pendeta dari gereja lain. (2) Proses pemanggilan berlaku sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (3), (4) dan (6), ditambah Pembimbingan dan Ujian Calon Pendeta sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (2) dan (3) pada Tata Laksana ini. (3) Proses pemanggilan ini wajib melibatkan 2 (dua) Sinode yaitu Sinode GKJ dan Sinode gereja asal Pendeta tersebut. Pasal 11 PENDETA KONSULEN (1) Suatu GKJ memerlukan Pendeta Konsulen, apabila: 1. Gereja itu belum mempunyai pendeta. 2. Pendeta yang ada di gereja tersebut tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Seorang Pendeta GKJ dapat diangkat sebagai Pendeta Konsulen, apabila: 1. Sudah melayani sebagai Pendeta sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun di lingkup klasis gereja tersebut. 2. Sedang tidak melayani sebagai Pendeta Konsulen di GKJ lain. 3. Bukan Pendeta pelayanan khusus. 4. Bukan Pendeta Emeritus. 5. Mempunyai komitmen melaksanakan tugas. (3) Status Pendeta Konsulen adalah sebagai kelengkapan jabatan gerejawi di gereja yang dikonsuleni dengan memiliki hak bicara dan hak suara. (4) Proses penetapan Pendeta Konsulen diatur sebagai berikut: 1. Majelis Gereja mengajukan permohonan ke Sidang Klasis untuk mendapatkan Pendeta Konsulen. Dalam kasus khusus Majelis Gereja mengajukan permohonan kepada Bidang Visitasi Klasis. 2. Sidang Klasis atau Bidang Visitasi Klasis meminta pertimbangan lebih dulu dari calon Pendeta Konsulen dan gereja asal calon Pendeta Konsulen. 3. Penetapan Pendeta Konsulen oleh Bidang Visitasi Klasis harus dipertanggungjawabkan pada Sidang Klasis berikutnya 4. Bila di Klasis yang bersangkutan tidak ada Pendeta yang memenuhi syarat sebagai Pendeta Konsulen, maka Sidang Klasis atau Bidang Visitasi Klasis dapat meminta Pendeta dari klasis tetangga. 5. Masa jabatan Pendeta Konsulen selama satu daur Sidang Klasis dan dapat diangkat lagi sebanyak-banyaknya tiga (3) kali masa jabatan. (5) Tugas Pendeta Konsulen: 1. Melaksanakan tugas-tugas kependetaan sebagaimana tugas Pendeta yang tercantum dalam pasal 7 ayat 4.(1)(2) Tata Laksana ini. 2. Memotivasi dan mendampingi gereja yang dikonsuleni untuk memanggil Pendeta. 3. Melaporkan pelaksanaan tugas konsulensi kepada Sidang Klasis berikutnya. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(6) Fasilitas Pendeta Konsulen Gereja yang dikonsuleni wajib menyediakan dana transportasi dan dana kehormatan yang diberikan setiap bulan serta fasilitas akomodasi yang diperlukan oleh Pendeta Konsulen tersebut. Pasal 12 PENDETA PELAYANAN KHUSUS (1) Kebutuhan Pendeta Pelayanan Khusus (PPK). Suatu Gereja, Klasis maupun Sinode dapat mengutus Pendeta Pelayanan Khusus untuk tugas-tugas khusus sesuai kebutuhan Gereja, Klasis, dan Sinode atau atas permintaan suatu lembaga tertentu. (2) Syarat PPK: 1. Warga GKJ baik yang sudah maupun belum berjabatan Pendeta yang memenuhi syarat-syarat sebagai seorang calon Pendeta seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 2 Tata Laksana ini. 2. Warga GKJ yang belum berjabatan Pendeta harus sudah mempunyai pengalaman pelayanan dan pemahaman keGKJ-an sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. 3. Warga GKJ yang memenuhi kualifikasi untuk melakukan pelayanan khusus yang dibutuhkan. 4. Mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya terhadap Gereja Pengutus maupun lembaga tempat pelayanan PPK itu. (3) Tugas PPK: 1. Melaksanakan tugas sesuai dengan kebutuhan pelayanan khusus Gereja, Klasis, dan Sinode atau lembaga yang membutuhkan. 2. Menjaga hubungan baik dengan Gereja Pengutus melalui keterlibatan kegiatan-kegiatan gereja sepanjang tidak mengganggu tugas pokok sebagai PPK. 3. Membuat laporan pelaksanaan tugas kepada Gereja atau Klasis atau Sinode yang mengutus dengan tembusan kepada Lembaga yang dilayani. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(4) Kewajiban Pengutus PPK. Gereja Pengutus, PPK, dan Lembaga yang dilayani PPK wajib membuat Akta Kesepahaman Pelayanan yang berisi: 1. Hak dan Kewajiban Gereja Pengutus, PPK, dan Lembaga yang dilayani. 2. Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas, dan pelayanan tugas PPK. 3. Tanggung jawab terhadap PPK purna tugas. (5) Proses Pemanggilan dan Pengutusan PPK: 1. Pemanggilan dan pengutusan PPK yang sudah berjabatan Pendeta: a. Gereja atau Klasis atau Sinode menetapkan perlunya pelayanan PPK b. Gereja atau Klasis atau Sinode menetapkan Pendeta calon PPK yang memenuhi syarat sebagaimana ayat 2 pasal ini dan melakukan percakapan gerejawi untuk mengetahui kelayakan calon PPK. c. Gereja atau Klasis atau Sinode meminta persetujuan Majelis Gereja calon PPK. d. Apabila Majelis Gereja Calon PPK menyetujui, maka Gereja atau Klasis atau Sinode menetapkan calon PPK dan Gereja Pengutus. e. Gereja atau Klasis atau Sinode menyampaikan Surat Panggilan kepada calon PPK. f. Gereja atau Klasis atau Sinode, Lembaga yang dilayani, dan calon PPK merumuskan Akta Kesepahaman yang ditandangani oleh Gereja Pengutus, Klasis atau Sinode yang menghendaki pengutusan, Lembaga yang dilayani, dan PPK yang bersangkutan. g. Gereja Pengutus mewartakan akan diadakannya Kebaktian Pengutusan PPK dalam Kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. h. Apabila tak ada keberatan yang sah, maka kebaktian dilaksanakan dengan menggunakan pertelaan yang di Sinode GKJ.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Proses Pemanggilan dan pengutusan PPK yang belum berjabatan Pendeta : a. Gereja atau Klasis atau Sinode menetapkan perlunya pelayanan PPK untuk lembaga tertentu. b. Gereja atau Klasis atau Sinode dengan Lembaga yang membutuhkan PPK, menetapkan calon PPK yang memenuhi syarat sebagaimana ayat 2 pasal ini. c. Jika PPK itu utusan Klasis atau Sinode, maka Klasis atau Sinode mengadakan percakapan untuk menetapkan Gereja Pemanggil dan Pengutus. d. Proses pemendetaan calon PPK aras Gereja diatur sebagai berikut: i. Majelis Gereja mewartakan kepada segenap warga bahwa Gereja tersebut membutuhkan seorang PPK untuk melayani Lembaga tertentu. ii. Majelis Gereja mewartakan nama calon tunggal PPK yang memenuhi syarat dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. iii. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan calon PPK. Karena calon PPK tersebut tunggal, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 80% dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon PPK terpilih. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih. iv. Calon PPK terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. v. Apabila ternyata tidak ada keberatan yang sah, maka calon PPK terpilih tersebut diberi surat Panggilan oleh Gereja Pemanggil dan Pengutus. vi. Gereja Pemanggil dan Pengutus bersama dengan Lembaga yang bersangkutan dan Calon PPK terpanggil merumuskan dan menandatangani Akta Kesepahaman yang berisi: 1) Hak dan Kewajiban Gereja Pemanggil dan Pengutus, PPK, dan Lembaga yang dilayani. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2)
e.
Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas, dan pelayanan tugas PPK. 3) Tanggung jawab terhadap PPK Purna tugas. vii. Proses pembimbingan dan ujian calon Pendeta dilaksanakan sesuai dengan pasal 8 Tata Laksana ini. viii. Materi pembimbingan calon PPK sesuai peraturan Sinode GKJ ditambah materi pendampingan orientasi profesi yang berkenaan dengan tugas-tugas PPK oleh Lembaga yang akan dilayani. ix. Lembaga yang membutuhkan PPK menyelenggarakan pembimbingan dan pendampingan orientasi profesi. x. Gereja pemanggil dan pengutus mengusulkan kepada Klasis yang bersangkutan untuk mengadakan ujian calon Pendeta sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sinode GKJ. xi. Apabila calon PPK itu dinyatakan tidak layak tahbis, Gereja yang bersangkutan boleh mengajukan permohonan ujian ulang hanya sekali. Apabila calon PPK dinyatakan layak tahbis oleh Sidang Klasis, maka rencana penahbisan dan pengutusan diwartakan dalam Kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. xii. Apabila tidak ada keberatan yang sah yang diajukan kepada Majelis Gereja untuk kebaktian penahbisan dan pengutusan dapat dilaksanakan dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Proses pemendetaan calon PPK aras Klasis diatur sebagai berikut: i. Majelis Gereja mewartakan kepada segenap warga bahwa gereja tersebut ditetapkan oleh Klasis untuk memanggil dan mengutus seorang PPK untuk melayani Lembaga tertentu.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
ii.
iii.
iv. v.
vi.
vii.
viii.
Majelis Gereja mewartakan nama calon tunggal PPK yang memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam ayat 2 pasal ini, dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan calon PPK. Apabila calon PPK tersebut tunggal, jumlah minimal suara warga gereja yang memilih sekurang-kurangnya 80% dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon PPK terpilih. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih. Calon PPK terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Apabila ternyata tidak ada keberatan yang sah, maka calon PPK terpilih tersebut diberi surat Panggilan oleh Gereja Pemanggil dan Pengutus. Gereja Pemanggil dan Pengutus bersama dengan Klasis, Lembaga yang bersangkutan dan Calon PPK terpilih merumuskan dan menandatangani Akta Kesepahaman yang berisi: 1) Hak dan Kewajiban Gereja Pemanggil dan Pengutus, Klasis, Lembaga yang dilayani, dan calon PPK. 2) Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas dan pelayanan tugas PPK 3) Tanggung jawab terhadap PPK purna tugas. Proses pembimbingan dan ujian calon Pendeta dilaksanakan sesuai dengan pasal 8 Tata Laksana ini. Materi pembimbingan calon PPK sesuai peraturan Sinode GKJ ditambah materi pendampingan orientasi profesi yang berkenaan dengan tugas-tugas PPK oleh Lembaga yang akan dilayani.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
f.
ix. Lembaga yang membutuhkan PPK menyelenggarakan pembimbingan dan pendampingan orientasi profesi. x. Gereja pemanggil dan pengutus mengusulkan kepada Klasis yang bersangkutan untuk mengadakan ujian calon Pendeta sesuai dengan peraturan yang berlaku di Sinode GKJ. xi. Apabila dalam ujian calon Pendeta tersebut, calon PPK terpanggil itu dinyatakan tidak layak tahbis, Gereja yang bersangkutan boleh mengajukan permohonan diselenggarakan ujian ulang bagi calon PPK terpanggil itu, hanya sekali saja. Apabila calon PPK terpanggil dinyatakan layak tahbis oleh Sidang Klasis, maka rencana penahbisan dan pengutusan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. xii. Apabila tidak ada keberatan yang sah yang diajukan kepada Majelis Gereja, maka kebaktian penahbisan dan pengutusan dapat dilaksanakan dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Proses pemendetaan calon PPK aras Sinode diatur sebagai berikut: i. Majelis Gereja mewartakan kepada segenap warga bahwa Gereja tersebut ditetapkan oleh Sinode untuk memanggil dan mengutus seorang PPK untuk melayani Lembaga tertentu. ii. Majelis Gereja mewartakan nama calon tunggal PPK yang memenuhi syarat dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. iii. Di bawah tanggung jawab Majelis Gereja, pada hari yang ditentukan diselenggarakan pemilihan calon PPK. Apabila calon PPK tersebut tunggal, jumlah minimal suara warga Gereja yang memilih sekurang-kurangnya 80% dari suara masuk yang sah untuk menetapkan calon PPK terpilih. Pemilihan dianggap sah apabila diikuti oleh Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
iv. v.
vi.
vii.
viii.
ix.
x.
xi.
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah warga gereja yang mempunyai hak pilih. Calon PPK terpilih diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Apabila ternyata tidak ada keberatan yang sah, maka calon PPK terpilih tersebut diberi Surat Panggilan oleh Gereja Pemanggil dan Pengutus. Gereja Pemanggil dan Pengutus bersama dengan Sinode, Lembaga yang bersangkutan dan Calon PPK terpanggil merumuskan dan menandatangani Akta Kesepahaman yang berisi: 1). Hak dan Kewajiban Gereja Pemanggil dan Pengutus, Sinode, Lembaga yang dilayani, dan calon PPK. 2). Masa pelayanan, uraian tugas, dukungan fasilitas, dan pelayanan tugas PPK. 3). Tanggung jawab terhadap PPK purna tugas. Proses pembimbingan dan ujian calon Pendeta dilaksanakan sesuai dengan pasal 8 Tata Laksana ini. Materi pembimbingan calon PPK sesuai peraturan Sinode GKJ ditambah materi pendampingan orientasi profesi yang berkenaan dengan tugas-tugas PPK oleh Lembaga yang akan dilayani. Lembaga yang membutuhkan PPK menyelenggarakan pembimbingan dan pendampingan orientasi profesi. Gereja pemanggil dan pengutus mengusulkan kepada Klasis yang bersangkutan untuk mengadakan ujian calon Pendeta sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila dalam ujian calon Pendeta tersebut, calon PPK terpanggil itu dinyatakan tidak layak tahbis, Gereja yang bersangkutan boleh mengajukan permohonan diselenggarakan ujian ulang bagi calon PPK terpanggil itu, hanya sekali
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
saja. Apabila calon PPK terpanggil dinyatakan layak tahbis oleh Sidang Klasis, maka rencana penahbisan dan pengutusan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. xii. Apabila tidak ada keberatan yang sah yang diajukan kepada Majelis Gereja maka Kebaktian Penahbisan dan Pengutusan dapat dilaksanakan dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Pasal 13 FASILITAS PELAYANAN PENDETA (1) Dasar pertimbangan pemberian Fasilitas Pelayanan Pendeta adalah sebagai berikut: 1. Pendeta selaku pemimpin rohani. 2. Hubungan Pendeta dan Gereja yang dilayani adalah hubungan kemitraan dalam rangka melaksanakan fungsi karya penyelamatan Allah, dan bukan hubungan pekerja serta pemberi kerja. 3. Hubungan kemitraan tersebut diwujudkan dalam hal saling memahami bahwa kebutuhan gereja yang dilayani juga menjadi kebutuhan Pendeta, sebaliknya kebutuhan Pendeta menjadi kebutuhan jemaat. 4. Pelayanan Pendeta dilakukan dengan sepenuh waktu dan segenap hidup. 5. Kesejahteraan Pendeta merupakan perangkat pendukung pelayanan Pendeta dalam mengupayakan kesejahteraan rohani bagi gereja yang dilayani. 6. Khusus PPK, selain ayat (1).1-5, berlaku sistem hubungan kerja sesuai peraturan di Lembaga yang dilayani. (2) Komponen Fasilitas Pelayanan Pendeta adalah: 1. Biaya Hidup Pendeta (BHP). 2. Sarana-sarana penunjang pelayanan. (3) Rincian Fasilitas Pelayanan Pendeta dituangkan dalam Peraturan Sinode.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(4) Bagi Gereja yang tidak mampu memenuhi fasilitas pelayanan Pendetanya, Gereja-gereja se-Klasis wajib membantu. Apabila bantuan Gereja-gereja se-Klasis belum mencukupi, Sinode wajib membantu memenuhi fasilitas pelayanan Pendeta tersebut. (5) Fasilitas pelayanan bagi PPK diatur tersendiri dengan Akta Kesepahaman yang berlaku. Pasal 14 EMERITASI PENDETA (1) Pendeta GKJ dinyatakan dan diberi status Emeritus jika: 1. Sudah berusia 60 (enam puluh) tahun. 2. Karena sakit atau cacat tetap yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugas kependetaan. 3. Karena alasan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang berasal dari Majelis Gereja maupun dari Pendeta yang bersangkutan. (2) Status Pendeta Emeritus : 1. Pendeta Emeritus tetap dapat melaksanakan fungsi kependetaannya. 2. Dalam pelaksanaan fungsi kependetaannya itu, seorang Pendeta Emeritus wajib memberi kesempatan kepada Pendeta baru untuk mengembangkan pelayanannya. 3. Pendeta Emeritus tidak masuk dalam struktur anggota Majelis, tetapi apabila diperlukan dapat dimintai nasihatnya. (3) Proses Emeritasi Pendeta: 1. Emeritasi Pendeta usia 60 (enam puluh) tahun. a. 5 (lima) tahun sebelum seorang Pendeta mencapai usia 60 (enam puluh) tahun, Pendeta tersebut memberitahukan kepada Majelis Gereja perihal emeritatnya. Pemberitahuan tersebut ditembuskan kepada Bapelklas yang bersangkutan. b. Majelis gereja mulai memikirkan perihal emeritasi dan rencana pemanggilan Pendeta baru dengan segala konsekuensinya.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
c.
2.
Bapelklas mendampingi gereja yang akan melaksanakan emeritasi agar proses emeritasi dengan segala konsekuensinya dapat berlangsung dengan baik. d. 2 (dua) tahun menjelang Emeritasi, Majelis Gereja menyampaikan kesiapan emeritasi Pendetanya kepada Sidang Klasis. e. Kesiapan emeritasi ayat (3).1.d. pasal ini meliputi: i. Kepastian tanggal Emeritasi bertepatan dengan usia 60 (enam puluh) tahun Pendeta yang bersangkutan. ii. Pelaksanaan Kebaktian Emeritasi disesuaikan keberadaan Gereja setempat. iii. Kewajiban Majelis Gereja terhadap Pendeta Emeritus sesuai peraturan Sinode GKJ yang berlaku. f. Kebaktian Emeritasi dilaksanakan dengan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Emeritasi dini karena sakit atau cacat tetap diatur sebagai berikut: a. Pendeta yang sakit atau cacat tetap yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan fungsi kependetaannya, dengan dikuatkan oleh surat keterangan dokter, Majelis dapat memroses Emeritasi pendetanya atau Pendeta yang bersangkutan mengajukan permohonan emeritus. b. Pelaksanaan Emeritasi diatur sebagai berikut: i. Majelis Gereja mengadakan percakapan dengan Pendeta yang bersangkutan tentang kemungkinan emeritus dini. Apabila pendeta yang bersangkutan tidak bersedia emeritasi, padahal Majelis Gereja menghendaki emeritasi, maka Majelis Gereja menyampaikan hal tersebut ke sidang Klasis. Bila hasil percakapan menyimpulkan perlu emeritasi dini, maka Majelis Gereja perlu mengadakan rapat untuk memutuskan waktu Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
3.
pelaksanaan emeritasi dan kewajiban-kewajiban gereja terhadap pendeta emeritus sebagaimana diatur dalam Peraturan Sinode GKJ yang berlaku. ii. Keputusan Majelis tersebut di atas disampaikan kepada Klasis iii. Klasis melaksanakan visitasi untuk mendampingi dan menilai kelayakan gereja yang akan mengemeritasi pendetanya. iv. Setelah Klasis menyatakan layak emeritus maka rencana kebaktian emeritasi diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Kebaktian emeritasi dilaksanakan dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. c. Kewajiban Majelis Gereja terhadap Pendeta Emeritus dini sesuai peraturan Sinode GKJ yang berlaku. Emeritasi dini karena alasan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan diatur sebagai berikut: a. Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu: i. Pendeta tersebut tidak dapat membangun relasi pelayanan yang baik. ii. Pendeta tersebut alih pelayanan ke bidang lain yang tidak memerlukan jabatan pendeta. iii. Perilaku pendeta tersebut tidak mencerminkan perilaku seorang pendeta. b. Status emeritus dini tidak dapat diberikan bagi pendeta yang belum memiliki masa pelayanan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun. c. Proses emeritasi dini: i. Majelis Gereja dan Pendeta yang bersangkutan mempercakapkan perihal emeritasi dini. ii. Majelis Gereja yang bersangkutan menyampaikan rencana emeritasi dini kepada klasis. iii. Klasis mengutus visitator untuk memperjelas masalah dan mengadakan pemeriksaan kelayakan pendeta yang akan diemeritasi dini.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
4.
iv. Setelah klasis menerima laporan dari visitator dan menyetujui emeritasi dini maka: 1). Gereja yang bersangkutan melaksanakan emeritasi dini. 2). Jika Gereja bersangkutan tidak berpendeta, Klasis menetapkan Pendeta Konsulen. d. Rencana emeritasi diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut dan apabila tidak ada keberatan yang sah, maka kebaktian emeritasi dilaksanakan dengan mempergunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. e. Jika sidang klasis tidak menyetujui emeritasi dini, maka Klasis mengutus Visitator untuk mendampingi gereja tersebut demi terciptanya kemitraan pelayanan yang baik dengan pendetanya. Fasilitas bagi Pendeta Emeritus dini: Gereja wajib menyediakan fasilitas yang memadai bagi Pendeta emeritus dini sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Sinode GKJ. Pasal 15 PENANGGALAN JABATAN PENDETA
(1) Jabatan Pendeta atau Pendeta Emeritus dapat ditanggalkan apabila: 1. Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat diterima oleh Majelis Gereja, Klasis, dan Sinode 2. Pindah ke Gereja lain di luar Sinode GKJ atau alih tugas ke Lembaga lain yang tidak membutuhkan jabatan kependetaan orang tersebut, kecuali Pendeta Emeritus. 3. Tidak taat pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 4. Berperilaku yang menyebabkan kehidupan pribadi dan atau Gereja tidak mencerminkan kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. (2) Proses penanggalan jabatan Pendeta atau Pendeta Emeritus dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
1.
2.
3. 4.
5.
6.
7.
Majelis Gereja mengadakan percakapan untuk mencari kejelasan tentang alasan penanggalan jabatan Pendeta atau Pendeta Emeritus kepada semua pihak yang terkait. Majelis Gereja mengadakan pendampingan dan atau penggembalaan terhadap Pendeta atau Pendeta Emeritus yang bersangkutan. Diusulkan oleh sidang Majelis Gereja untuk mendapat keputusan sidang Klasis. Jika sidang Klasis akan memutuskan masalah tersebut, maka harus melakukan perkunjungan gerejawi ke Gereja, dan Pendeta atau Pendeta Emeritus yang bersangkutan. Perkunjungan tersebut dilakukan oleh visitator yang ditetapkan oleh Sidang Klasis. Tujuan perkunjungan tersebut adalah mengadakan klarifikasi dan pendampingan pada pihak-pihak yang terkait, kemudian melaporkan ke sidang Klasis berikutnya. Jika sidang Klasis menyetujui penanggalan, maka penanggalan tersebut dilakukan oleh Majelis Gereja dengan menerbitkan Surat Keputusan Penanggalan berdasarkan Keputusan Sidang Klasis. Hal tersebut diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut dan diinformasikan kepada Gereja-gereja se-Klasis dan Bapelsin serta pihak-pihak yang terkait. Kewajiban Gereja atas Biaya Hidup Pendeta yang sudah ditanggalkan: a. Gereja berkewajiban memberikan biaya hidup dan bantuan fasilitas selama-lamanya 1 (satu) tahun. b. Apabila sebelum 1 (satu) tahun yang bersangkutan sudah mendapat tempat pelayanan/pekerjaan yang baru, maka biaya hidup tersebut dihentikan. c. Apabila setelah 1 (satu) tahun yang bersangkutan belum mendapat tempat pelayanan/pekerjaan yang baru, maka biaya hidup dan fasilitas yang bersangkutan diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis Gereja. Gereja berkewajiban memberikan bantuan biaya hidup dan bantuan fasilitas bagi Pendeta Emeritus yang sudah ditanggalkan selama-lamanya 1 (satu) tahun, setelah itu diserahkan kepada kebijaksanaan Majelis Gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 16 SIDANG MAJELIS GEREJA (1) Materi: 1. Perihal Pemberitaan Injil, Pemeliharaan Iman Warga Gereja, Administrasi, dan Keuangan Gereja. 2. Evaluasi pelaksanaan kegiatan Gereja. 3. Masalah-masalah kebersamaan Klasikal, Sinodal, oikumenis, dan kemasyarakatan. (2) Peserta: 1. Penatua, pendeta, dan diaken gereja tersebut. 2. Bagi gereja yang belum memiliki pendeta sendiri, maka Pendeta Konsulen untuk Gereja itu menjadi peserta Sidang Majelis. 3. Undangan yang dikehendaki untuk menjadi nara sumber suatu masalah tertentu. 4. Warga Gereja yang mempunyai kepentingan dan diterima oleh Majelis Gereja. (3) Pimpinan: 1. Pimpinan Sidang adalah Ketua dan Sekretaris Majelis Gereja. 2. Jika Ketua atau Sekretaris Majelis Gereja berhalangan hadir, maka sidang menunjuk penggantinya. (4) Kuorum. 1. Sidang dinyatakan sah apabila dihadiri sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) anggota Majelis Gereja. Anggota Majelis Gereja yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. 2. Apabila jumlah anggota Majelis Gereja tidak mencapai kuorum, maka Sidang ditunda selambat-lambatnya satu minggu. Setelah ditunda selambat-lambatnya satu minggu ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka Sidang tersebut dianggap sah. (5) Frekuensi. Sidang diselengggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan. (6) Proses Pengambilan Keputusan. Keputusan Sidang diambil dalam semangat persekutuan dan kasih berdasarkan tiga tolok ukur yang berjenjang yaitu Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. (7) Hak bicara dan hak suara. 1. Setiap anggota Majelis Gereja mempunyai hak bicara dan hak suara. 2. Pendeta Konsulen memiliki hak bicara dan hak suara dalam sidang di gereja yang dikonsuleni. 3. Peserta sidang yang bukan anggota Majelis Gereja mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara. (8) Keputusan. 1. Setiap keputusan Sidang dirumuskan dan dicatat sebagai Akta Sidang Majelis Gereja. 2. Akta Sidang dilaksanakan dan disimpan sebagai dokumen Gereja. Pasal 17 SIDANG MAJELIS GEREJA TERBUKA (1) Peserta Sidang adalah Anggota Majelis Gereja dan Warga Gereja. (2) Sidang sah apabila diikuti oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggota Majelis Gereja dan diikuti oleh sejumlah perwakilan unsur-unsur Warga Gereja. Anggota Majelis Gereja yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila jumlah anggota Majelis Gereja tidak mencapai kuorum dan sejumlah perwakilan unsur-unsur warga gereja tidak hadir, maka Sidang ditunda selama-lamanya 2 (dua) jam. Setelah ditunda ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka Sidang tersebut dianggap sah. (3) Pemimpin Sidang adalah Ketua dan Sekretaris Majelis Gereja atau orang yang ditunjuk untuk itu. (4) Sidang diadakan sekurang-kurangnya setahun sekali. (5) Materi yang dibicarakan dalam Sidang adalah evaluasi kegiatan dan atau rencana pelayanan Gereja, dan hal-hal yang tidak menyangkut rahasia jabatan serta rahasia pribadi Warga Gereja.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(6) Keputusan sidang diambil dalam semangat persekutuan dan kasih berdasarkan tiga tolok ukur berjenjang yaitu Alkitab, Pokokpokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. (7) Setiap Keputusan Sidang dirumuskan dan dicatat sebagai Akta Sidang dan disimpan sebagai Dokumen Gereja. Akta Sidang dilaksanakan oleh Gereja. (8) Sidang Majelis Gereja Terbuka dapat dimanfaatkan untuk menerima Visitasi Klasis dan atau Visitasi Sinode serta pemilihan pejabat gerejawi. Pasal 18 BADAN-BADAN PEMBANTU MAJELIS GEREJA (1) Komisi Pelayanan Gereja. 1. Setiap gereja dapat mengangkat Badan Pembantu Majelis Gereja untuk melaksanakan tugas yang bersifat tetap dan terus-menerus yang disebut Komisi. Penentuan jenis Komisi dapat berdasarkan pendekatan kategori umur, kategori profesi atau jenis pelayanan, disertai uraian tugas yang jelas dan konkret dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas gereja. 2. Mereka yang dapat diangkat sebagai Komisi adalah warga Gereja yang dipandang layak oleh Majelis Gereja. 3. Komisi dilantik dalam kebaktian jemaat. 4. Masa bakti Komisi selama 2 (dua) tahun. 5. Dalam pelaksanaan tugasnya Komisi senantiasa berkonsultasi dengan Majelis Gereja. 6. Komisi harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban tugasnya kepada Majelis Gereja, baik secara periodik maupun pada akhir tugasnya. 7. Untuk melaksanakan tugasnya Komisi memperoleh dana dari Majelis Gereja dan dapat menggali dana sendiri dengan persetujuan Majelis Gereja. 8. Komisi harus membuat, menyimpan, dan merawat inventaris, arsip-arsip dan dokumen-dokumen lain; serta pada masa akhir tugasnya menyerahkan semua kepada Majelis Gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Tim/Panitia. 1. Setiap Gereja dapat mengangkat Badan Pembantu Majelis untuk melaksanakan tugas tertentu dalam waktu tertentu yang disebut Tim/Panitia disertai uraian tugas yang jelas dan konkret dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas Gereja. 2. Dalam melaksanakan tugasnya Tim/Panitia senantiasa berkonsultasi dengan Majelis Gereja. 3. Untuk melaksanakan tugasnya, Tim/Panitia memperoleh dana dari Majelis Gereja dan dapat menggali dana sendiri dengan persetujuan Majelis Gereja. 4. Tim/Panitia harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya kepada Majelis Gereja, baik secara periodik dan atau pada akhir masa tugasnya. Pasal 19 ADMINISTRASI GEREJA (1) Administrasi gereja yang baik meliputi: 1. Perencanaan yaitu segala tindakan untuk menyusun sebuah rencana kegiatan yang meliputi rumusan tujuan yang akan dicapai, waktu dan tempat pelaksanaan, pelaksana, biaya, dengan mempertimbangkan kekuatan gereja, kelemahan gereja, peluang, dan ancaman dihadapi. 2. Pengaturan yaitu segala tindakan untuk mengatur hal-hal yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan sebuah kegiatan yang akan dilakukan meliputi rapat-rapat, penetapan tenaga pelaksana, penjabaran tugas, mekanisme kerja, dan jadwal tahapan waktu pelaksanaan. 3. Pelaksanaan yaitu segala tindakan yang dilakukan sebagai realisasi dari apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengaturan. 4. Pengawasan yaitu segala tindakan untuk mengawasi pelaksanaan segala kegiatan dan penggunaan anggaran yang sesuai dengan perencanaan. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
5.
Evaluasi yaitu segala tindakan penilaian terhadap suatu kegiatan tertentu, agar hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan faktor penunjang/penghambat pelaksanaan, sehingga hasil akhir dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan kegiatan yang akan datang. (2) Pelaksanaan administrasi gereja diatur sesuai dengan standar ketatausahaan yang berlaku. Pasal 20 KEKAYAAN GEREJA (1) Kekayaan Gereja diperoleh dari: 1. Persembahan warga gereja sebagai salah satu kewajibannya yang berupa uang dan barang baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak. a. Persembahan berupa uang terdiri dari: i. Mingguan. ii. Bulanan/persepuluhan. iii. Pembangunan. iv. Istimewa: 1) Baptis. 2) Pernikahan. 3) Hari Raya Kristen. 4) Undhuh-undhuh. 5) Ucapan syukur berkaitan dengan peristiwa khusus. v. Lain-lain. b. Persembahan berupa barang terdiri dari: i. Barang bergerak. ii. Barang tidak bergerak. 2. Sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah. 3. Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan nilainilai Alkitabiah. (2) Kepemilikan. Semua kekayaan Gereja harus dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah atas nama Gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(3) Peruntukan kekayaan. Semua kekayaan Gereja digunakan untuk mendukung terwujudnya hakikat Gereja dan pelaksanaan tugas panggilan Gereja, baik aras Gereja setempat, Klasis, maupun Sinode. (4) Pengelolaan. Semua kekayaan Gereja harus diatur penggunaannya, dijaga keutuhan dan keamanannya, serta diupayakan pengembangannya. Kekayaan tersebut dikelola dengan sistem administrasi yang baik di bawah tanggung jawab Majelis Gereja. (5) Pengawasan dan Pemeriksaan. Pengawasan dan pemeriksaan harus dilaksanakan secara periodik meliputi aspek-aspek pemeriksaan keabsahan (legal audit), pemeriksaan pengelolaan (management audit), dan pemeriksaan keuangan (financial audit). (6) Informasi Keuangan Gereja. Semua posisi keuangan secara periodik diinformasikan kepada Warga Gereja. Pasal 21 PERUBAHAN STATUS GEREJA (1) Alasan perubahan status. Suatu Gereja dapat berubah statusnya menjadi pepanthan, apabila dalam perkembangannya Gereja tersebut tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 2.(1). Tata Gereja GKJ yang ditandai dengan tidak terpenuhinya Pasal 3.(1). Tata Laksana ini. (2) Prosedur perubahan status: 1. Berdasarkan informasi dari Visitator Klasis dan atau Gereja, bahwa suatu Gereja yang bersangkutan mengalami kemunduran, sehingga tidak dapat memenuhi kriteria sebagai Gereja dewasa, maka Sidang Klasis mengutus Visitator khusus. Visitator mengadakan pemeriksaan hal pengorganisasian/ kepemimpinan, pelaksanaan tugas pewartaan, pemeliharaan, dan keuangan gereja, kemudian melaporkan ke Sidang Klasis berikutnya. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
3.
4.
5.
6.
Berdasarkan laporan Visitator, Sidang Klasis menetapkan program pendampingan dalam periode tertentu bagi Gereja yang bersangkutan agar tetap bertahan. Setelah periode program pendampingan selesai dan ternyata Gereja tersebut tidak mungkin dipertahankan sebagai Gereja Dewasa, maka Sidang Klasis memutuskan perubahan status Gereja tersebut menjadi Pepanthan dari suatu Gereja tertentu. Penggabungan Pepanthan baru ke suatu Gereja tertentu dengan mempertimbangkan aspek geografis, sejarah, dan kesiapan Gereja yang akan menjadi induknya. Rencana perubahan status itu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut di seluruh Gereja anggota klasis. Peresmian perubahan status itu ditandai dengan penerimaan Majelis Gereja dari Gereja yang berubah statusnya, sebagai Majelis Gereja di Gereja yang sekarang menjadi Gereja induknya. Peresmian tersebut dilaksanakan dalam suatu kebaktian dengan menggunakan pertelaan yang berlaku. Perubahan status dari Gereja menjadi Pepanthan diberitahukan oleh Majelis Gereja yang bersangkutan kepada semua pihak yang terkait.
BAGIAN KEDUA KLASIS Pasal 22 BERDIRINYA KLASIS (1) Syarat berdirinya Klasis: Lima (5) gereja atau lebih dalam satu klasis atau beberapa klasis yang telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sehingga layak menjadi sebuah klasis, dapat mendirikan atau membiakkan diri menjadi klasis tersendiri. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Proses Berdirinya Klasis: 1. Berdirinya atau pembiakan suatu Klasis melalui proses penyiapan sematang-matangnya, sehingga setelah pembiakan baik Klasis yang ditinggal berbiak maupun Klasis hasil pembiakan tidak ada yang mengalami kemunduran. Proses penyiapan sematang-matangnya itu terdiri dari: a. Penelitian potensi wilayah, sumber daya manusia, dan keuangan. b. Latihan mandiri dalam hal pengelolaan kegiatan dan keuangan. 2. Berdirinya Klasis harus terlebih dahulu diputuskan oleh Sidang Klasis yang bersangkutan dan menginformasikan kepada Visitator Sinode untuk mendapatkan pendampingan 3. Visitator Sinode mengadakan pendampingan dan mengevaluasi mengenai kelayakan rencana pembiakan Klasis tersebut. 4. Setelah menerima laporan hasil pendampingan Visitator dan menggumuli usulan Klasis tertentu yang akan berbiak yang sudah melalui tahapan-tahapan pada ayat 2.(1) pasal ini dan tingkat kelayakannya, Sidang Sinode memutuskan menyetujui pembiakan klasis tersebut. 5. Pembiakan suatu Klasis dilakukan di dalam kebaktian dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. 6. Rencana pembiakan Klasis itu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut di seluruh Gereja anggota Klasis yang memutuskan pembiakan itu. 7. Pembiakan suatu Klasis diberitahukan oleh Klasis yang memutuskan pembiakan itu kepada semua pihak yang mempunyai kaitan dengan Klasis itu. 8. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pembiakan itu dituangkan dalam nota kesepahaman antara Klasis yang ditinggalkan berbiak dan Klasis hasil pembiakan. Isi Nota Kesepakatan itu antara lain: a. Penentuan Gereja Penghimpun Sidang Klasis pertama setelah pembiakan di masing-masing klasis yang berbiak. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
b.
9.
Tindak lanjut keputusan-keputusan Sidang Klasis yang lalu yang berakibat pada kelangsungan kegiatan masing-masing klasis. c. Hal-hal yang berkaitan dengan keuangan dan harta benda. d. Hal-hal lain sebagai konsekuensi berdirinya atau pembiakan klasis itu. Untuk menangani segala hal yang tertuang dalam Nota Kesepakatan tersebut di atas, Klasis yang akan berbiak membentuk Tim Tata Alih yang terdiri atas personalia Klasis yang lama dan yang baru. Pasal 23 SIDANG KLASIS
(1) Penyelenggaraan Sidang Klasis. 1. Sidang Klasis diselengggarakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam setahun. 2. Sidang Klasis Istimewa diselenggarakan atas keputusan Sidang Klasis atau usul Gereja anggota Klasis atau Badan (badan) Klasis yang bersangkutan, untuk membicarakan hal-hal tertentu yang penting dan mendesak, yang tidak bisa ditunda hingga Sidang Klasis Reguler. Terselenggaranya Sidang Klasis Istimewa harus terlebih dahulu mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Gereja-gereja anggota Klasis itu. (2) Gereja Penghimpun Sidang. 1. Gereja penghimpun yang bertugas menyelenggarakan pelaksanaan Sidang Klasis ditetapkan oleh persidangan Klasis sebelumnya. 2. Gereja Penghimpun Sidang Klasis Istimewa ditentukan oleh kesepakatan Gereja-gereja atas koordinasi Bapelklas. (3) Sahnya Persidangan. 1. Sidang Klasis dianggap sah apabila dihadiri sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) gereja anggota Klasis dan dihadiri oleh Visitator Sinode. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Apabila ternyata pada waktu yang telah ditentukan belum memenuhi kuorum yang hadir, maka Sidang Klasis ditunda selama-lamanya 3 (tiga) jam. Apabila setelah ditunda ternyata masih belum memenuhi kuorum, maka sidang dianggap sah. (4) Peserta sidang. 1. Peserta Sidang Klasis adalah: a. Utusan dari Gereja-gereja anggota Klasis yang dinyatakan dalam Surat Kredensi. Setiap Gereja mengutus dua orang utusan utama dan seorang utusan pengganti. b. Anggota Badan-badan Klasis, Tim/Panitia, dan Pendeta Konsulen yang diangkat oleh persidangan sebelumnya. c. Utusan dari Yayasan-yayasan dan Lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Klasis. d. Visitator Sinode GKJ. e. Utusan dari Klasis Tetangga. f. Undangan yang dianggap perlu. 2. Peserta Sidang Klasis Istimewa adalah: a. Utusan dari Gereja-gereja anggota Klasis yang dinyatakan dalam Surat Kredensi. Setiap Gereja mengutus dua orang utusan utama dan seorang utusan pengganti. b. Badan-badan Klasis yang berkepentingan dan atau yang dibutuhkan. c. Visitator Sinode GKJ. d. Undangan yang dianggap perlu, berkaitan dengan keistimewaan sidang. (5) Materi sidang. 1. Materi Sidang Klasis berasal dari Gereja-gereja se-Klasis, dari Badan-badan Klasis, Tim/Panitia, Pendeta Konsulen yang diangkat oleh persidangan sebelumnya, Badanbadan/Lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Klasis, dan dari Visitator Sinode GKJ. 2. Kualifikasi materi Sidang Klasis yang berasal dari Gereja adalah masalah-masalah konkret Gereja yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh Gereja itu atau masalah-masalah Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
yang menyangkut kepentingan Gereja-gereja yang mengikatkan diri dalam Sidang Klasis itu atau kepentingan Gereja pada umumnya. 3. Materi Sidang Klasis Istimewa adalah materi dari Gereja atau Badan (-badan) Klasis yang mengusulkan perlunya diselenggarakan Sidang Klasis Istimewa itu. (6) Pemimpin Sidang. Pemimpin Sidang Klasis atau Sidang Klasis Istimewa terdiri dari 2 (dua) orang Ketua dan 2 (dua) orang sekretaris yang dipilih dari dan oleh utusan utama serta ditetapkan oleh persidangan itu. (7) Penasihat Persidangan (Paranpara). Setiap Sidang Klasis atau Sidang Klasis Istimewa dapat mengangkat Penasihat persidangan, yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman teologi dan gerejawi. (8) Hak suara dan hak bicara dalam sidang. Semua peserta sidang memiliki hak bicara, sedangkan hak suara hanya dimiliki oleh para Utusan Utama Gereja. (9) Penetapan Struktur dan Pengangkatan Personalia Bapelklas dan Bawasklas. 1. Struktur dan personalia Bapelklas dan Bawasklas ditetapkan dan diangkat oleh persidangan Klasis. 2. Pengangkatan personalia Bapelklas dan Bawasklas dilakukan dengan memperhatikan usulan Gereja-gereja, dan dengan mempertimbangkan bidang tugas, kemampuan masing-masing calon personalia, pria-wanita, tua-muda, dan keberlangsungan pelayanan. (10) Keputusan. 1. Keputusan Sidang Klasis maupun Sidang Klasis Istimewa diambil dengan semangat persekutuan dan kasih berdasar tiga tolok ukur berjenjang yaitu Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 2. Keputusan Sidang Klasis mengikat seluruh Gereja anggota Klasis. (11) Akta Sidang. Keputusan-keputusan yang diambil dalam Sidang Klasis maupun Sidang Klasis Istimewa dan hal-hal penting yang terjadi dalam persidangan harus dicatat dengan jelas dan benar Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
yang disebut Akta Sidang Klasis atau Akta Sidang Klasis Istimewa. Akta tersebut harus disimpan sebagai Dokumen Gereja dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (12) Biaya Sidang. Biaya Sidang Klasis maupun Sidang Klasis Istimewa ditanggung bersama oleh Gereja-gereja anggota Klasis. (13) Pewartaan Sidang Klasis. Sidang Klasis atau Sidang Klasis Istimewa terlebih dahulu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturutturut di seluruh Gereja anggota Klasis. Dalam Warta Gereja itu disebutkan pula para utusan dari Gereja itu. Pasal 24 VISITASI KLASIS (1) Visitasi oleh Klasis ke Gereja-gereja dilakukan sekurangkurangnya setahun sekali oleh para pejabat gerejawi yang ditunjuk oleh persidangan Klasis ke suatu gereja, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat diadakan Visitasi Khusus. (2) Visitasi ke Gereja dilakukan oleh sekurang-kurangnya dua orang visitator. (3) Sebelum Visitasi dilakukan, terlebih dahulu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut di Gereja yang akan dikunjungi. (4) Visitasi oleh Klasis ke Gereja-gereja itu diterima di dalam Sidang Majelis Gereja Terbuka, kecuali Visitasi Khusus dapat diterima hanya dalam Sidang Majelis Gereja. (5) Hasil Visitasi oleh Klasis dilaporkan ke Sidang Klasis. Pasal 25 BADAN PELAKSANA KLASIS (BAPELKLAS) (1) Struktur organisasi Bapelklas terdiri atas: 1. Ketua. 2. Sekretaris. 3. Bendahara. 4. Anggota. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Bapelklas Lengkap yaitu keseluruhan orang-orang yang diangkat oleh sidang Klasis. (3) Bapelklas Harian yaitu orang-orang yang menduduki jabatan Ketua, Sekretaris, Bendahara. (4) Bidang yang ada dalam Bapelklas adalah: 1. Bidang Keesaan. 2. Bidang Visitasi. 3. Bidang Kesaksian Pelayanan. 4. Bidang Pembinaan Warga Gereja. 5. Bidang Sarana Prasarana. 6. Bidang Kajian dan Pengembangan. 7. Bidang-bidang lain yang diperlukan. (5) Cakupan tugas Bapelklas dirumuskan oleh Sidang Klasis. (6) Bapelklas perlu memiliki Tata Kerja dan Program Kerja yang disusun berdasarkan Amanat Sidang Klasis, demi terlaksananya tugas yang diamanatkan. (7) Penetapan personalia Bapelklas dengan mempertimbangkan: 1. Warga Gereja Dewasa yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Khusus untuk Bidang Keesaan dan Bidang Visitasi harus yang berjabatan gerejawi. 3. Aspek kontinuitas. 4. Aspek domisili/pemerataan. 5. Aspek keahlian dan pengalaman pelayanan gerejawi. 6. Aspek keseimbangan pria-wanita dan tua-muda. (8) Syarat-syarat personalia Bapelklas: 1. Warga sidi yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokokpokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, dan memiliki pengetahuan mengenai bidang tugasnya. 3. Sikap dan perilaku keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat. 4. Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain. 5. Bagi pendeta sudah melayani sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, dan mendapat persetujuan dari Majelis Gereja atau lembaga yang dilayani, baik secara lisan maupun tulisan. 6. Bagi warga gereja yang bukan pendeta harus mendapat persetujuan dari Majelis Gereja yang bersangkutan. 7. Bersedia menjalankan tugas sebagai Bapelklas. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(9) Rapat-rapat: 1. Rapat Bapelklas Lengkap. a. Peserta rapat lengkap Bapelklas adalah seluruh anggota Bapelklas b. Rapat Bapelklas sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 dari seluruh anggota personalia Bapelklas. Anggota Bapelklas yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan dalam bilangan kehadiran. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum maka rapat Bapelklas ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda 1 (satu) minggu rapat Bapelklas ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. c. Rapat Bapelklas diselenggarakan sekurangkurangnya 4 (empat) bulan sekali. d. Kewenangan rapat Bapelklas Lengkap adalah menjabarkan seluruh tugas-tugas yang diamanatkan oleh Sidang Klasis dan hal-hal yang bersifat mendesak namun mengandung konsekuensi yang besar. e. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. f. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula Bapelklas dan dilaksanakan sebagaiamana mestinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Rapat Bapelklas Harian. a. Peserta Rapat Harian Bapelklas adalah Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. b. Rapat Bapelklas Harian sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 dari seluruh anggota personalia Bapelklas Harian. Anggota Bapelklas Harian yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bapelklas Harian tersebut ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda 1 (satu) minggu rapat Bapelklas Harian ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
c.
3.
Rapat Bapelklas Harian diselenggarakan sekurangkurangnya 1 (satu) bulan sekali. d. Kewenangan rapat Bapelklas Harian adalah membicarakan hal yang diamanatkan rapat Bapelklas Lengkap, hal-hal yang mendesak namun tidak menimbulkan konsekuensi yang besar, dan hal yang berkaitan dengan teknis organisasi. e. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. f. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula Bapelklas Harian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Rapat Bapelklas Bidang. a. Peserta rapat Bapelklas Bidang adalah Ketua Bidang dan seluruh anggotanya b. Rapat Bapelklas Bidang sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 dari seluruh anggota personalia Bapelklas Bidang. Anggota Bapelklas Bidang yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bapelklas Bidang ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda 1 (satu) minggu rapat Bapelklas Bidang ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. c. Rapat Bapelklas Bidang diselenggarakan sekurangkurangnya 2 (dua) bulan sekali. d. Kewenangan rapat Bapelklas Bidang adalah membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas bidang masing-masing. e. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengn Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. f. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula Bapelklas Bidang dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(10) Masa bakti personalia Bapelklas: 1. Masa bakti personalia Bapelklas 1(satu) daur sidang. 2. Sebanyak-banyaknya 2(dua) kali daur persidangan berturut-turut dalam bidang yang sama. (11) Biaya Bapelklas: 1. Biaya organisasi ditanggung oleh Klasis melalui Iuran Dana Kebersamaan dan Kemandirian (IDKK) Gereja-gereja. 2. Biaya kegiatan ditanggung oleh gereja-gereja melalui Kontribusi Kegiatan. 3. Biaya-biaya tersebut di atas dapat diusahakan dari sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan nilainilai Alkitabiah. Pasal 26 BADAN PENGAWAS KLASIS (BAWASKLAS) (1) Struktur Bawasklas terdiri atas: 1. Seorang Ketua. 2. Seorang Sekretaris. 3. Beberapa anggota yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah bidang dalam Bapelklas. (2) Pembagian tugas: 1. Ketua dan Sekretaris mengkoordinir pembuatan rencana dan pelaksanaan tugas kepengawasan masing-masing. 2. Anggota melaksanakan tugas kepengawasan sesuai dengan bidang kepengawasan masing-masing meliputi rencana, pelaksanaan kegiatan, anggaran keuangan, dan realisasinya. (3) Cakupan tugas Bawasklas dirumuskan oleh Sidang Klasis. (4) Bawasklas perlu memiliki Tata Kerja dan Program Kerja yang disusun berdasarkan Amanat Sidang Klasis demi terlaksananya tugas yang diamanatkan. (5) Penetapan personalia Bawasklas dengan mempertimbangkan: 1. Warga Gereja dewasa yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Jabatan Gerejawi untuk Bidang Keesaan dan Bidang Visitasi. 3. Aspek kontinuitas. 4. Aspek domisili/pemerataan. 5. Aspek keahlian dan pengalaman pelayanan gerejawi. 6. Aspek keseimbangan pria-wanita dan tua-muda. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(6) Syarat-syarat personalia Bawasklas: 1. Warga sidi yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, dan pengetahuan mengenai bidang tugasnya. 3. Sikap dan perilaku keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat. 4. Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain. 5. Bagi pendeta sudah melayani sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan mendapat persetujuan dari Majelis Gereja atau lembaga yang dilayani, baik secara lisan maupun tertulis. 6. Bagi warga gereja yang bukan pendeta sudah berpengalaman di bidangnya sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan mendapat persetujuan dari Majelis Gereja yang bersangkutan. 7. Bersedia menjalankan tugas sebagai Bawasklas. (7) Rapat. 1. Peserta rapat Bawasklas adalah Ketua, Sekretaris dan seluruh anggotanya. 2. Rapat Bawasklas sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 (dua pertiga) dari seluruh anggota personalia Bawasklas. Anggota Bawasklas yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bawasklas ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda 1 (satu) minggu rapat Bawasklas ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. 3. Rapat Bawasklas diselenggarakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali. 4. Kewenangan rapat Bawasklas adalah membicarakan halhal yang berkaitan dengan tugas kepengawasan yang diamanatkan Sidang Klasis. 5. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
6.
Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula Bawasklas dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (8) Masa bakti personalia Bawasklas. Seseorang dapat menjadi personalia Bawasklas sebanyakbanyaknya 2 (dua) kali masa persidangan berturut-turut dalam jabatan yang sama. (9) Biaya Bawasklas: Biaya yang ditimbulkan akibat pelaksanaan tugas kepengawasan ditanggung oleh Klasis melalui Iuran Dana Kebersamaan dan Kemandirian Gereja-gereja yang dikelola oleh Bendahara Bapelklas. Pasal 27 ADMINISTRASI KLASIS (1) Administrasi Klasis yang baik meliputi: 1. Perencanaan yaitu segala tindakan untuk menyusun sebuah rencana kegiatan yang meliputi rumusan tujuan yang akan dicapai, waktu dan tempat pelaksanaan, pelaksana, biaya, dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi Klasis. 2. Pengaturan yaitu segala tindakan untuk mengatur hal-hal yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan sebuah kegiatan yang akan dilakukan meliputi rapat-rapat, penetapan tenaga pelaksana, penjabaran tugas, mekanisme kerja, dan jadwal tahapan waktu pelaksanaan. 3. Pelaksanaan yaitu segala tindakan yang dilakukan sebagai realisasi dari apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengaturan. 4. Pengawasan yaitu segala tindakan untuk mengawasi pelaksanaan segala kegiatan dan penggunaan anggaran yang sesuai dengan perencanaan. 5. Evaluasi yaitu segala tindakan penilaian terhadap suatu kegiatan tertentu, agar hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan faktor penunjang/penghambat pelaksanaan, sehingga hasil akhir dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan kegiatan yang akan datang. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Pelaksanaan administrasi Klasis diatur sesuai dengan standar ketatausahaan yang berlaku. Pasal 28 KEKAYAAN KLASIS (1) Penentuan Iuran Dana Kebersamaan dan Kemandirian Klasis diatur sebagai berikut: 1. IDKK diatur sesuai dengan kesepakatan antara Klasis dan gereja-gereja dengan memperhatikan realisasi penerimaan persembahan gereja-gereja. 2. Jenis persembahan yang dipakai sebagai dasar perhitungan IDKK adalah: realisasi seluruh persembahan 1 (satu) tahun yang lalu, kecuali persembahan pembangunan. (2) Kepemilikan. Semua kekayaan Klasis harus dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah atas nama Klasis yang bersangkutan atau seseorang/lembaga yang dikuasakan untuk itu dengan perjanjian Akta Notaris. (3) Peruntukan kekayaan Semua kekayaan klasis digunakan untuk mendukung terwujudnya hakikat Gereja dan pelaksanaan tugas panggilan Gereja melalui Klasis. (4) Pengelolaan. Semua kekayaan Klasis harus dijaga keutuhan dan keamanannya, diatur penggunaan dan diupayakan pengembangannya, dikelola dengan sistem administrasi yang baik di bawah tanggung jawab Badan Pelaksana Klasis bersama-sama dengan Badan Pengawas Klasis. (5) Pengawasan dan Pemeriksaan. Pengawasan dan pemeriksaan harus dilaksanakan oleh Badan Pengawas Klasis secara periodik meliputi pemeriksaan keabsahan (legal audit), pemeriksaan pengelolaan (management audit), dan pemeriksaan keuangan (financial audit). (6) Informasi Keuangan Klasis. Semua posisi keuangan secara periodik diinformasikan kepada gereja-gereja anggota Klasis. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
BAGIAN KETIGA SINODE Pasal 29 SIDANG SINODE (1) Penyelenggaraan Sidang Sinode 1. Sidang Sinode diselengggarakan 3 (tiga) tahun sekali. 2. Sidang Sinode Istimewa diselenggarakan atas keputusan Sidang Sinode atau usul Klasis atau Badan (-badan) Sinode, untuk membicarakan hal-hal tertentu yang penting dan mendesak, yang sangat menentukan kehidupan Gereja, dengan mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Klasis anggota Sinode. (2) Klasis Penghimpun Sidang 1. Klasis penghimpun yang bertugas menyelenggarakan pelaksanaan Sidang Sinode ditetapkan oleh persidangan Sinode sebelumnya. 2. Klasis Penghimpun Sidang Sinode Istimewa ditentukan oleh kesepakatan Klasis-klasis atas koordinasi Bapelsin. 3. Klasis Penghimpun menunjuk Gereja Pelaksana Sidang Sinode dalam lingkup Klasis tersebut. (3) Sahnya Persidangan. 1. Sidang Sinode dianggap sah apabila dihadiri sekurangkurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Klasis. 2. Apabila ternyata pada waktu yang telah ditentukan belum memenuhi kuorum yang hadir, maka Sidang Sinode ditunda selama-lamanya 6 (enam) jam. Apabila setelah ditunda ternyata masih belum memenuhi kuorum, maka sidang dianggap sah. (4) Peserta Sidang 1. Peserta Sidang Sinode adalah: a. Utusan dari Klasis-klasis yang dinyatakan dalam Surat Kredensi yang ditanda tangani oleh Moderamen Sidang Klasis. Setiap Klasis mengutus tiga orang utusan utama dan dua orang utusan pengganti. b. Badan-badan Sinode, Lembaga-lembaga Sinode, Tim/ Panitia yang diangkat oleh Sidang Sinode dan Sinode Gereja-gereja Mitra, baik dalam maupun luar negeri. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Peserta Sidang Sinode Istimewa adalah: a. Utusan dari Klasis-klasis yang dinyatakan dalam surat kredensi yang ditandatangani oleh Moderamen Sidang Klasis. Setiap Klasis mengutus 2 (dua) orang utusan utama dan seorang utusan pengganti. b. Badan (-badan) Sinode dan Lembaga Sinode yang berkepentingan dan atau yang dibutuhkan. c. Undangan yang dianggap perlu, berkaitan dengan keistimewaan sidang. Materi sidang 1. Materi sidang Sinode berasal dari Klasis-klasis, Badanbadan Sinode, Lembaga-lembaga Sinode, dan Tim/Panitia yang diangkat oleh persidangan sebelumnya. Kualifikasi materi Sidang Klasis yang berasal dari Gereja adalah masalah-masalah konkret Gereja yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh Gereja itu atau masalah-masalah yang menyangkut kepentingan Gereja-gereja yang mengikatkan diri dalam Sidang Klasis itu atau kepentingan GKJ pada umumnya. 2. Materi Sidang Sinode Istimewa hanyalah materi yang menyangkut hal-hal penting dan atau mendesak yang sangat menentukan kehidupan GKJ. Pemimpin Sidang Pemimpin Sidang Sinode atau Sidang Sinode Istimewa terdiri dari Ketua dan Sekretaris yang dipilih dari dan oleh utusan utama serta ditetapkan oleh persidangan itu. Calon pemimpin Sidang diusulkan oleh Klasis-klasis dan dipilih dalam persidangan Sinode. Penasihat Persidangan (Paranpara). Setiap sidang Sinode atau sidang Sinode Istimewa dapat mengangkat penasihat, yaitu orang yang memiliki pengetahuan teologi dan atau pengalaman gerejawi. Hak suara dan hak bicara dalam sidang. Semua peserta sidang memiliki hak bicara; sedangkan hak suara hanya dimiliki oleh para Utusan Utama Klasis. Penetapan Struktur dan Pengangkatan Personalia Bapelsin dan Bawasin. 1. Struktur dan personalia Bapelsin dan Bawasin ditetapkan dan diangkat oleh persidangan Sinode.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Pengangkatan personalia Bapelsin dan Bawasin dilakukan dengan memperhatikan usulan dari Klasisklasis dan dengan mempertimbangkan bidang tugas, kemampuan masing-masing calon personalia, pria-wanita, tua-muda, dan keberlangsungan pelayanan. (10) Keputusan Sidang: 1. Keputusan Sidang Sinode maupun Sidang Sinode Istimewa diambil dengan semangat persekutuan dan kasih, berdasarkan tiga tolok ukur berjenjang yaitu Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 2. Keputusan Sidang Sinode atau Sidang Sinode Istimewa harus diterima dan ditaati oleh seluruh Klasis, Gerejagereja se-Sinode GKJ, dan pihak-pihak yang terkait. (11) Akta Sidang. Keputusan-keputusan yang diambil dalam Sidang Sinode maupun Sidang Sinode Istimewa dan hal-hal penting yang terjadi dalam persidangan harus dicatat dengan jelas dan benar yang disebut Akta Sidang Sinode atau Akta Sidang Sinode Istimewa. Akta tersebut harus disimpan sebagai Dokumen Gereja dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. (12) Biaya Sidang. Biaya Sidang Sinode maupun Sidang Sinode Istimewa ditanggung bersama oleh Klasis-klasis. (13) Pewartaan Sidang. Sebelum Sidang Sinode atau Sidang Sinode Istimewa dilaksanakan terlebih dahulu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut di seluruh Gereja se-Sinode GKJ. Dalam warta Gereja itu disebutkan pula para utusan dari Klasis itu. Pasal 30 NAIK BANDING (1) Naik banding dapat dilakukan hanya apabila upaya penyelesaian yang sebaik-baiknya di antara pihak-pihak yang berperkara tidak dapat membuahkan hasil.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Naik banding Warga Gereja yang memperkarakan keputusan Sidang Majelis disampaikan kepada Sidang Klasis, naik banding Warga Gereja atau Gereja yang memperkarakan keputusan Sidang Klasis disampaikan kepada Sidang Sinode. (3) Apabila Keputusan Sidang Majelis Gereja yang diperkarakan maka yang memperkarakan wajib memberitahukan halnya secara tertulis kepada Majelis Gereja tersebut sekurangkurangnya 1 (satu) bulan sebelum pelaksanaan banding. (4) Apabila Keputusan Sidang Klasis yang diperkarakan maka yang memperkarakan wajib memberitahukan halnya secara tertulis kepada Gereja-gereja anggota Klasis tersebut sekurangkurangnya 2 (dua) bulan sebelum pelaksanaan banding. (5) Persidangan yang menerima perkara banding wajib mendengarkan pendapat kedua belah pihak yang bersangkutan, untuk mengambil keputusan dalam terang iman Kristen. (6) Keputusan atas perkara banding tersebut dicatat dalam Akta Sidang dan disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Pasal 31 VISITASI SINODE (1) Visitasi oleh Sinode ke Klasis-klasis dilakukan oleh sekurangkurangnya dua orang Visitator yaitu para pejabat gerejawi yang ditunjuk oleh persidangan Sinode ke suatu Klasis. (2) Visitasi oleh Sinode ke Klasis-klasis dilakukan pada setiap Sidang Klasis, kecuali dalam hal-hal tertentu dapat diadakan visitasi khusus. (3) Hasil Visitasi oleh Visitator Sinode dilaporkan ke Sidang Sinode. Pasal 32 BADAN PELAKSANA SINODE (BAPELSIN) (1) Struktur organisasi Bapelsin terdiri atas: 1. Ketua 2. Sekretaris 3. Bendahara 4. Anggota Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Bapelsin Lengkap yaitu keseluruhan orang-orang yang diangkat oleh Sidang Sinode. (3) Bapelsin Harian yaitu orang-orang yang menduduki jabatan Ketua, Sekretaris, dan Bendahara. (4) Bidang yang ada dalam Bapelsin adalah: 1. Bidang Keesaan. 2. Bidang Visitasi. 3. Bidang Kesaksian Pelayanan. 4. Bidang Pembinaan Warga Gereja. 5. Bidang Sarana Prasarana. 6. Bidang Kajian dan Pengembangan. 7. Bidang-bidang lain yang diperlukan. (5) Cakupan tugas Bapelsin dirumuskan oleh Sidang Sinode. (6) Bapelsin perlu memiliki Tata Kerja dan Program Kerja yang disusun berdasarkan Amanat Sidang Sinode demi terlaksananya tugas yang diamanatkan. (7) Penetapan personalia Bapelsin dengan mempertimbangkan: 1. Warga Gereja Dewasa yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Jabatan gerejawi untuk bidang keesaan. 3. Aspek kontinuitas. 4. Aspek domisili/pemerataan. 5. Aspek keahlian dan pengalaman pelayanan gerejawi. 6. Aspek keseimbangan pria-wanita dan tua-muda. (8) Syarat-syarat personalia Bapelsin 1. Warga sidi yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokokpokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, dan pengetahuan mengenai bidang tugasnya. 3. Sikap dan perilaku pribadi dan keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat. 4. Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain. 5. Pendeta sudah melayani sekurang-kurangnya 5(lima) tahun dan mendapat rekomendasi dari Majelis Gereja, dan atau Lembaga yang dilayani, serta Bapelklas, baik secara tertulis maupun lisan. 6. Warga gereja yang bukan pendeta sudah berpengalaman di bidangnya sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
mendapat rekomendasi dari Majelis Gereja serta Bapelklas yang bersangkutan. 7. Bersedia melaksanakan tugas sebagai Bapelsin. (9) Rapat-rapat. 1. Rapat Bapelsin Lengkap a. Peserta rapat Bapelsin Lengkap adalah seluruh anggota Bapelsin b. Rapat Bapelsin Lengkap sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 (dua pertiga) dari seluruh anggota personalia Bapelsin. Anggota Bapelsin yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bapelsin Lengkap ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda satu minggu rapat Bapelsin Lengkap ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. c. Rapat Bapelsin Lengkap diselenggarakan sekurangkurangnya 4 (empat) bulan sekali. d. Kewenangan rapat Bapelsin Lengkap adalah menjabarkan seluruh tugas-tugas yang diamanatkan oleh Sidang Sinode atau Sidang Sinode Istimewa dan hal-hal yang bersifat mendesak namun mengandung konsekuensi yang besar. e. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. f. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh pihakpihak yang berkepentingan. 2. Rapat Bapelsin Harian a. Peserta Rapat Bapelsin Harian adalah Ketua, Sekretaris dan Bendahara. b. Rapat Bapelsin Harian sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 (dua pertiga) dari seluruh anggota personalia Bapelsin Harian. Anggota Bapelsin Harian yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
3.
hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bapelsin Harian ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda satu minggu rapat Bapelsin Harian ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. c. Rapat Bapelsin Harian diselenggarakan sekurangkurangnya 1 (satu) bulan sekali. d. Kewenangan rapat Bapelsin Harian adalah membicarakan hal yang diamanatkan Rapat Bapelsin Lengkap, hal-hal yang mendesak namun tidak menimbulkan konsekuensi yang besar, dan hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan kegiatan. e. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengn Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. f. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh pihakpihak yang berkepentingan. Rapat Bapelsin Bidang. a. Peserta rapat Bapelsin Bidang adalah ketua bidang dan seluruh anggotanya. b. Rapat Bapelsin Bidang sah apabila dihadiri sekurangkurangnya oleh 2/3 dari seluruh anggota personalia Bapelsin Bidang. Anggota Bapelsin Bidang yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bapelsin Bidang ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda 1 (satu) minggu rapat Bapelsin Bidang ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. c. Rapat Bapelsin Bidang diselenggarakan sekurangkurangnya 2 bulan sekali.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
d.
Kewenangan rapat Bapelsin Bidang adalah membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas bidang masing-masing. e. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengn Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. f. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula dan dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh pihakpihak yang berkepentingan. (10) Masa bakti personalia Bapelsin: 1. Personalia Bapelsin diangkat dan diberhentikan oleh Sidang Sinode. Apabila ada pengangkatan dan pemberhentian personalia antarwaktu dilakukan oleh Bapelsin Lengkap dan dipertanggungjawabkan kepada Sidang Sinode berikutnya. 2. Masa bakti personalia Bapelsin adalah dari 1 (satu) persidangan Sinode sampai Persidangan Sinode berikutnya. 3. Seseorang dapat menjadi personalia Bapelsin sebanyakbanyaknya dua kali masa bakti berturut-turut. 4. Personalia Bapelsin dapat diberhentikan sebelum masa baktinya berakhir apabila: a. Mengundurkan diri. b. Ada sesuatu yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugas kewajibannya. (11) Biaya Bapelsin: 1. Pembiayaan terdiri dari: a. Biaya Organisasi ditanggung oleh Sinode melalui Iuran Dana Kebersamaan dan Kemandirian (IDKK) Klasisklasis. b. Biaya Kegiatan ditanggung oleh peserta kegiatan melalui Kontribusi Kegiatan Peserta. 2. Sumber pembiayaan Sinode berasal dari Iuran Dana Kebersamaan dan Kemandirian Klasis-klasis dan sumbersumber lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 33 BADAN PENGAWAS SINODE (BAWASIN) (1) Struktur Bawasin: 1. Seorang Ketua 2. Seorang Sekretaris 3. Anggota jumlahnya disesuaikan dengan jumlah bidang dalam Bapelsin. (2) Pembagian tugas 1. Ketua dan Sekretaris mengkoordinir pembuatan rencana dan pelaksanaan tugas kepengawasan masing-masing. 2. Anggota melaksanakan tugas kepengawasan sesuai dengan bidang pengawasannya masing-masing, meliputi rencana kegiatan dan Anggaran keuangan serta proses pelaksanaannya (3) Penetapan personalia Bawasin dengan mempertimbangkan: 1. Warga Gereja Sidi yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Jabatan gerejawi untuk Bidang Keesaan dan Bidang Visitasi. 3. Aspek kontinuitas. 4. Aspek domisili/pemerataan. 5. Aspek keahlian dan pengalaman pelayanan gerejawi. 6. Aspek keseimbangan pria-wanita dan tua-muda. (4) Syarat-syarat personalia Bawasin 1. Warga sidi yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, dan pengetahuan mengenai bidang tugasnya. 3. Sikap dan perilaku pribadi serta keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat. 4. Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain. 5. Pendeta yang sudah melayani sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan mendapat persetujuan dari Majelis Gereja dan atau lembaga yang dilayani, serta Bapelklas, baik secara tertulis maupun lisan. 6. Warga gereja yang bukan pendeta sudah berpengalaman di bidangnya sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(5) (6)
(7)
(8)
mendapat persetujuan dari Majelis Gereja dan Bapelklas yang bersangkutan. 7. Bersedia menjalankan tugas sebagai Bawasin Cakupan tugas Bawasin dirumuskan oleh Sidang Sinode. Bawasin perlu memiliki Tata Kerja dan Program Kerja yang disusun berdasarkan Amanat Sidang Sinode demi terlaksananya tugas yang diamanatkan. Rapat: 1. Peserta rapat Bawasin adalah Ketua, Sekretaris dan seluruh anggotanya 2. Rapat Bawasin sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya oleh 2/3 dari seluruh anggota personalia Bawasin. Anggota Bawasin yang tidak hadir karena sakit atau izin diperhitungkan hadir. Apabila ternyata tidak mencapai kuorum, maka rapat Bawasin ditunda sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu. Setelah ditunda satu minggu rapat Bawasin ternyata masih tetap tidak mencapai kuorum, maka rapat tersebut dianggap sah. 3. Rapat Bawasin diselenggarakan sekurang-kurangnya 2 bulan sekali. 4. Kewenangan rapat Bawasin adalah membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas kepengawasan yang diamanatkan Sidang Sinode. 5. Keputusan diambil dalam semangat persekutuan dan kasih serta yang tidak boleh bertentangan dengan Alkitab, Pokokpokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 6. Keputusan-keputusan rapat dicatat dalam notula Bawasin dan dilaksanakan sebagaiman mestinya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Masa bakti personalia Bawasin 1. Personalia Bawasin diangkat dan diberhentikan oleh Sidang Sinode. Apabila ada pengangkatan dan pemberhentian personalia antar waktu dilakukan oleh Bawasin Lengkap dan dipertanggungjawabkan kepada Sidang Sinode berikutnya. 2. Masa bakti personalia Bawasin adalah dari satu Persidangan Sinode sampai Persidangan Sinode berikutnya. 3. Seseorang dapat menjadi personalia Bawasin sebanyakbanyaknya dua kali masa bakti berturut-turut. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
4.
Personalia Bawasin dapat diberhentikan sebelum masa baktinya berakhir apabila: a. Mengundurkan diri. b. Ada sesuatu yang menyebabkan tidak dapat melaksanakan tugas kewajibannya. (9) Biaya Bawasin: Biaya yang ditimbulkan akibat pelaksanaan tugas kepengawasan ditanggung oleh Sinode melalui IDKK Klasisklasis yang dikelola oleh Bendahara Bapelsin. Pasal 34 ADMINISTRASI SINODE (1) Administrasi Sinode yang baik meliputi: 1. Perencanaan yaitu segala tindakan untuk menyusun sebuah rencana kegiatan yang meliputi rumusan tujuan yang akan dicapai, waktu dan tempat pelaksanaan, pelaksana, biaya, dengan mempertimbangkan kekuatan Sinode, kelemahan Sinode, peluang, dan ancaman yang dihadapi Sinode. 2. Pengaturan yaitu segala tindakan untuk mengatur hal-hal yang berkenaan dengan rencana pelaksaaan sebuah kegiatan yang akan dilakukan meliputi rapat-rapat, penetapan tenaga pelaksana, penjabaran tugas, mekanisme kerja, dan jadwal tahapan waktu pelaksanaan. 3. Pelaksanaan yaitu segala tindakan yang dilakukan sebagai realisasi dari apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengaturan. 4. Pengawasan yaitu segala tindakan untuk mengawasi pelaksanaan segala kegiatan dan penggunaan anggaran yang sesuai dengan perencanaan. 5. Evaluasi yaitu segala tindakan penilaian terhadap suatu kegiatan tertentu agar hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan faktor penunjang/penghambat pelaksanaan, sehingga hasil akhir dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan kegiatan yang akan datang. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Pelaksanaan ayat 1 di atas diatur sesuai dengan standar ketatausahaan yang berlaku. Pasal 35 KEKAYAAN SINODE (1) Penentuan Iuran Dana Kebersamaan dan Kemandirian (IDKK) Sinode: 1. IDKK diatur sesuai dengan kesepakatan antara Sinode dan Klasis-klasis dengan memperhatikan realisasi penerimaan persembahan Gereja-gereja. 2. Jenis persembahan yang dipakai sebagai dasar penentuan IDKK adalah realisasi seluruh persembahan 2 (dua) tahun yang lalu, kecuali persembahan pembangunan. (2) Kepemilikan. Semua kekayaan milik Sinode harus dilengkapi dengan buktibukti kepemilikan yang sah atas nama Sinode GKJ. (3) Pengelolaan. Semua kekayaan Sinode harus dijaga keutuhan, keamanannya, diatur penggunaan, dan diupayakan pengembangannya dikelola dengan standar administrasi yang baik, di bawah tanggung jawab Badan Pelaksana Sinode bersama-sama dengan Badan Pengawas Sinode. (4) Pengawasan dan Pemeriksaan Pengawasan dan pemeriksaan harus dilaksanakan oleh Badan Pengawas Sinode secara periodik meliputi pemeriksaan keabsahan (legal audit), pemeriksaan pengelolaan (management audit), dan pemeriksaan keuangan (financial audit). (5) Semua posisi keuangan secara periodik diinformasikan kepada Gereja-gereja melalui Klasis se-Sinode.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
BAB II TUGAS PANGGILAN GEREJA BAGIAN PERTAMA PEMBERITAAN PENYELAMATAN ALLAH Pasal 36 PELAKSANA PEMBERITAAN PENYELAMATAN ALLAH (1) Pemberitaan Penyelamatan Allah dilakukan oleh setiap pribadi Warga Gereja selaku utusan Kristus. (2) Secara bersama-sama Warga Gereja mengambil bagian dalam tugas Pemberitaan Penyelamatan Allah yang diorganisasikan oleh Gereja, Klasis, dan Sinode atau suatu Yayasan atau lembaga yang didirikan oleh Gereja/Klasis/Sinode atau oleh orang-orang percaya untuk keperluan itu. Pasal 37 WUJUD TANGGUNG JAWAB GEREJA DAN YAYASAN DALAM PEMBERITAAN PENYELAMATAN ALLAH (1) Gereja, Klasis, dan Sinode selaku penanggung jawab pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah perlu membuat program yang jelas untuk melaksanakan tugas panggilan itu antara lain dengan melalui: 1. Penyiapan sumber daya manusia Warga Gereja, agar mereka menjadi Warga Gereja yang misioner. 2. Materi dan metode pemberitaan yang kontekstual. 3. Sarana dan biaya kegiatan Pemberitaan Penyelamatan Allah. (2) Yayasan yang dibentuk untuk memberitakan Penyelamatan Allah perlu menetapkan Administrasi Pemberitaan Penyelamatan Allah yang meliputi: Program, Pengorganisasian, Pelaksanaan, dan Evaluasi Pemberitaan Penyelamatan Allah serta Laporan Pertanggungjawabannya. Pasal 38 PELAKSANAAN PEMBERITAAN PENYELAMATAN ALLAH Pemberitaan Penyelamatan Allah baik yang dilakukan oleh Warga Gereja, Gereja, Klasis, Sinode, dan Lembaga wajib memperhatikan hal-hal berikut: Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(1) Menghormati kebebasan manusia untuk menentukan pilihannya baik menerima atau menolak penyelamatan Allah yang diberitakan. (2) Dilakukan dengan cara yang sesuai dengan kesucian Gereja. (3) Dilakukan dengan tetap mengingat dan menghormati peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku. (4) Dilakukan dengan tetap memperhatikan norma etika dan sopan santun yang berlaku di dalam masyarakat. (5) Dilakukan dengan menghormati sesama yang beragama lain (6) Dilakukan dengan tetap mengingat dan menjaga hubungan antar Gereja. Pasal 39 PELAKSANAAN BENTUK-BENTUK PEMBERITAAN PENYELAMATAN ALLAH Pemberitaan Penyelamatan Allah dengan bentuk: (1) Melalui tutur kata Warga Gereja yang membangun, menghibur, menguatkan, dan menegur sesama manusia berdasarkan Firman Allah. (2) Melalui perbuatan baik setiap Warga Gereja dalam lingkungan hidup sehari-hari. (3) Melalui Pelayanan kasih kepada masyarakat umum, dengan prinsip dasar mengasihi sesama manusia tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan demi kesejahteraan masyarakat. (4) Melalui media masa baik cetak maupun elektronik. Pasal 40 SIKAP TERHADAP BUDAYA ATAU ADAT ISTIADAT DALAM PEMBERITAAN PENYELAMATAN ALLAH Dalam pelaksanaan Pemberitaan Penyelamatan Allah, Gereja dapat menerima budaya atau adat istiadat dengan prinsip transmutasi makna yaitu: (1) Mengeluarkan makna religius yang bertentangan dengan Injil (2) Memberi makna religius yang baru sesuai dengan Injil. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
BAGIAN KEDUA PEMELIHARAAN KESELAMATAN Pasal 41 KEBAKTIAN (1) Macam-macam Kebaktian: 1. Kebaktian hari Minggu adalah kebaktian yang diselenggarakan pada hari Minggu dengan menggunakan liturgi dan nyanyian gerejawi yang berlaku di Sinode GKJ. 2. Kebaktian hari Raya Gerejawi adalah kebaktian yang diselenggarakan pada hari-hari raya gerejawi yaitu Natal, Jumat Agung, Paskah, Kenaikan Tuhan Yesus, dan Pentakosta. Kebaktian tersebut dapat mempergunakan liturgi dan nyanyian gerejawi yang berlaku di Sinode GKJ atau liturgi dan nyanyian gerejawi variasi yang disusun oleh penyelenggara kebaktian. 3. Kebaktian-kebaktian Khusus adalah kebaktian yang diselenggarakan berdasarkan kebutuhan dalam rangka kehidupan bergereja dan bernegara antara lain kebaktian Pernikahan, kebaktian Pemakaman dan Penghiburan, kebaktian Penahbisan/Peneguhan Pendeta, kebaktian Ucapan Syukur, kebaktian hari besar Nasional, dan kebaktian khusus lainnya yang diselenggarakan dengan tetap memperhatikan hakikat kebaktian. (2) Penyelenggara dan Penanggung Jawab Kebaktian: 1. Penyelenggara dan penanggung jawab kebaktian hari Minggu dan kebaktian hari Raya Gerejawi adalah Majelis Gereja. 2. Penyelenggara kebaktian-kebaktian lain dapat oleh suatu kepanitiaan namun penanggung jawab adalah Majelis Gereja. (3) Unsur-unsur Liturgi Kebaktian: Unsur-unsur Liturgi Kebaktian adalah adiutorium/votum, salam, puji-pujian, penyampaian hukum Allah, penyesalan dosa, doa, berita anugerah, petunjuk hidup baru, persembahan, pelayanan Firman Allah, pengakuan iman, dan penyampaian berkat. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(4) Liturgi kebaktian dan buku nyanyian gerejawi adalah liturgi kebaktian dan buku nyanyian gerejawi yang berlaku di Sinode GKJ. Namun, dalam kebaktian Khusus pada hari Minggu maupun pada hari-hari lain dimungkinkan menggunakan liturgi kebaktian Khusus yang ditentukan oleh Majelis Gereja. (5) Pertelaan yang ditetapkan oleh Sinode GKJ menjadi salah satu unsur dalam kebaktian sesuai dengan kebutuhan. Dalam setiap kebaktian yang menggunakan Pertelaan ini perlu diadakan persembahan syukur bagi segenap peserta kebaktian/warga jemaat. (6) Kebaktian dipimpin oleh orang yang ditunjuk oleh Majelis Gereja. Pasal 42 SAKRAMEN (1) Gereja Kristen Jawa mengakui 2 (dua) macam Sakramen, yaitu Sakramen Baptis dan Sakramen Perjamuan. Kedua sakramen tersebut menandai dan memeteraikan janji Allah tentang keselamatan di dalam Kristus, bagi orang yang percaya kepada-Nya. (2) Pelaksanaan Sakramen berdasarkan keputusan Majelis Gereja dan dilayani oleh Pendeta. Sakramen dilayankan di dalam kebaktian hari Minggu dengan menggunakan pertelaan yang ditetapkan oleh Sinode. Dalam keadaan khusus, Sakramen dapat dilayankan di luar hari Minggu dan di luar tempat kebaktian biasa, sepanjang tidak dipahami sebagai kekuatan magis yang menyelamatkan. (3) Pelaksanaan Sakramen terlebih dahulu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut. Pasal 43 SAKRAMEN BAPTIS (1) Sakramen Baptis dilayankan bagi orang dewasa dan anak. (2) Sakramen Baptis dilayankan hanya satu kali. (3) Warga Gereja pindahan dari Gereja lain yang sudah dibaptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus oleh orang yang diberi wewenang di gerejanya, di GKJ tidak perlu dibaptis ulang. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 44 SAKRAMEN BAPTIS DEWASA (1) Sakramen Baptis Dewasa adalah Sakramen Baptis yang dilayankan kepada orang dewasa yang mengaku percaya bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah Juru Selamatnya. (2) Syarat-syarat Sakramen Baptis Dewasa: 1. Calon baptisan telah berusia 16 (enam belas) tahun. 2. Calon baptisan telah menyelesaikan Katekisasi. 3. Jika ada orang yang telah menyelesaikan katekisasi di Gereja lain yang mempunyai perbedaan ajaran dengan GKJ, ia perlu memperoleh penjelasan tentang perbedaan ajaran itu berdasarkan Pokok-pokok Ajaran GKJ, sehingga orang itu menerima dan meyakini ajaran GKJ. 4. Calon baptisan dinyatakan layak oleh Majelis Gereja. (3) Prosedur Sakramen Baptis Dewasa: 1. Calon baptisan mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Gereja dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Majelis Gereja. 2. Majelis Gereja melakukan percakapan gerejawi yang meliputi pemahaman dan penghayatan calon baptisan tentang: a. Pokok-pokok Ajaran GKJ. b. Dasar dan motivasi calon Baptis Dewasa. c. Hak dan tanggung jawab sebagai Warga Dewasa. d. Hal-hal lain yang dianggap perlu. 3. Majelis Gereja mewartakan nama dan alamat calon Baptis Dewasa dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut untuk memberi kesempatan kepada warga Gereja untuk ikut mendoakan dan memberikan pertimbangan kepada Majelis Gereja apabila ada hal-hal yang menjadi batu sandungan. 4. Jika tidak ada keberatan yang sah dari warga Gereja, maka Majelis Gereja melaksanakan Baptis Dewasa dalam kebaktian hari Minggu atau kebaktian hari Raya Gerejawi sesuai dengan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
5.
Jika ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menangguhkan pelaksanaan Sakramen Baptis Dewasa bagi calon baptisan yang bersangkutan sampai persoalannya selesai, atau Majelis Gereja dapat membatalkan pelaksanaannya. Apabila Majelis Gereja pada akhirnya membatalkan Baptis Dewasa itu, maka Majelis Gereja mewartakan pembatalan tersebut dalam kebaktian hari Minggu. 6. Sakramen Baptis Dewasa dilaksanakan oleh Pendeta dengan percikan air dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. 7. Majelis Gereja memberikan Surat Tanda Baptis Dewasa kepada orang yang dibaptiskan yang formulasinya ditetapkan oleh Sinode GKJ dan mencatat namanya dalam Buku Induk. (4) Sakramen Baptis Dewasa atas permohonan Gereja lain. Majelis Gereja dapat melayankan Sakramen Baptis Dewasa atas permohonan dari Gereja lain, dengan prosedur: 1. Majelis Gereja menerima Surat Permohonan dari Majelis Gereja pemohon. 2. Majelis Gereja melaksanakan Sakramen Baptis Dewasa dengan mengikuti ketentuan dalam pasal ini. 3. Majelis Gereja memberikan Surat Tanda Baptis Dewasa yang formulasinya ditetapkan oleh Sinode GKJ tanpa mencatat nama yang dibaptis dalam Buku Induk. 4. Majelis Gereja memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Gereja pemohon tentang pelaksanaan Sakramen Baptis Dewasa tersebut. Pasal 45 SAKRAMEN BAPTIS ANAK (1) Sakramen Baptis Anak adalah Sakramen Baptis yang dilayankan kepada anak berdasarkan Perjanjian Anugerah Allah dalam Tuhan Yesus Kristus dan pengakuan percaya orangtua/walinya. (2) Syarat-syarat Sakramen Baptis Anak. 1. Calon baptisan berusia di bawah 16 (enam belas) tahun. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Kedua atau salah satu orangtua/walinya yang sah adalah warga Sidi dari Gereja yang bersangkutan dan tidak berada dalam Pamerdi. Jika salah satu orangtua/walinya belum warga Sidi, orangtua/wali yang bersangkutan sebaiknya menyatakan persetujuannya tertulis yang formulasinya ditetapkan oleh Majelis Gereja. 3. Orangtua/walinya ditetapkan layak oleh Majelis Gereja setelah mengikuti percakapan gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis Gereja berkenaan dengan pemahaman dan penghayatan imannya serta tanggung jawab sebagai orangtua/wali atas pendidikan anak yang dibaptiskan. (3) Prosedur Sakramen Baptis Anak: 1. Orangtua/walinya mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Gereja dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Majelis Gereja. 2. Majelis Gereja melakukan percakapan gerejawi yang meliputi pemahaman dan penghayatan iman orangtua/wali tentang: a. Dasar dan motivasi pengajuan permohonan Sakramen Baptis Anak. b. Makna Sakramen Baptis Anak. c. Tanggung jawab sebagai orang tua/wali yang membaptiskan anaknya untuk mendidik anaknya dalam Iman Kristen dan mendorong anaknya untuk mengaku percaya/sidi. d. Hal-hal lain yang dianggap perlu. 3. Majelis Gereja mewartakan nama calon Baptis Anak, nama orangtua/wali, dan alamatnya dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut untuk memberi kesempatan kepada warga Gereja untuk ikut mendoakan dan memberikan pertimbangan kepada Majelis Gereja apabila ada hal-hal yang menjadi batu sandungan. 4. Jika masa pewartaan pada 2 (dua) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari warga Gereja, maka Majelis Gereja melaksanakan Sakramen Baptis Anak dalam kebaktian hari Minggu atau kebaktian hari Raya Gerejawi sesuai dengan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
5.
Jika ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menangguhkan pelaksanaan Sakramen Baptis Anak bagi calon baptisan yang bersangkutan sampai persoalannya selesai, atau Majelis Gereja dapat membatalkan pelaksanaannya. 6. Sakramen Baptis Anak dilaksanakan dengan percikan air dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus. 7. Majelis Gereja memberikan Surat Tanda Baptis Anak kepada orangtua/wali yang formulasinya ditetapkan oleh Sinode GKJ dan mencatat nama anak yang dibaptis tersebut dalam Buku Induk. (4) Majelis Gereja melaksanakan Sakramen Baptis Anak atas permohonan Gereja lain dengan prosedur sebagai berikut: 1. Majelis Gereja pelaksana mendapat surat permohonan dari Majelis Gereja atau pimpinan Gereja lain. 2. Majelis Gereja melaksanakan Sakramen Baptis Anak atas permohonan itu dengan mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam ayat (1)-(3) pasal ini. 3. Majelis Gereja pelaksana memberikan Surat Tanda Baptis Anak yang formulasinya ditetapkan oleh Sinode GKJ tanpa mencatat namanya dalam Buku Induk. 4. Majelis Gereja pelaksana memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Gereja atau pimpinan gereja pemohon tentang pelaksanaan Sakramen Baptis Anak tersebut. Pasal 46 SAKRAMEN PERJAMUAN (1) Sakramen Perjamuan dilayankan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali setahun. (2) Yang boleh mengikuti Sakramen Perjamuan adalah: 1. Warga Sidi yang tidak dalam Pamerdi; 2. Warga titipan sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 5 Tata Laksana ini. 3. Tamu dari gereja lain. (3) Sebelum Sakramen Perjamuan dilayankan, perlu ada persiapan terlebih dahulu yaitu: 1. Majelis mewartakan rencana pelayanan Sakramen Perjamuan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
berturut-turut dan meminta para warga Gereja yang berhak ikut Sakramen Perjamuan untuk mempersiapkan diri. 2. Majelis mengingatkan makna Sakramen Perjamuan melalui kotbah atau pembacaan bagian pertelaan Sakramen Perjamuan dalam kebaktian hari Minggu menjelang pelayanan Sakramen Perjamuan. 3. Majelis Gereja melakukan penggembalaan persiapan Sakramen Perjamuan kepada warga Gereja yang berhak mengikuti sakramen perjamuan. 4. Warga Gereja yang berhak ikut Sakramen Perjamuan mempersiapkan diri yaitu dengan bertanya pada diri sendiri: a. Apakah aku menyadari dan mengakui bahwa diriku berada di dalam kondisi tidak selamat, bahwa aku tidak mampu melepaskan diriku dari kondisi tidak selamat itu dengan kekuatan dan usaha sendiri, dan bahwa aku membutuhkan pertolongan Allah untuk terlepas dari kondisi tidak selamat itu? b. Apakah aku mengetahui bahwa berdasarkan kasihNya Allah telah memberikan jalan kelepasan dari kondisi tidak selamat itu, yaitu di dalam kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus? c. Apakah aku menyerahkan diri dan menggantungkan sepenuhnya pada pertolongan Allah demi kelepasan dari kondisi tidak selamat? d. Apakah aku bersungguh-sungguh dalam menjalani hidup dengan penuh syukur atas anugerah penyelamatan Allah? (4) Penggunaan Cawan Besar atau Cawan Kecil dalam Sakramen Perjamuan ditetapkan menurut keputusan Sidang Majelis Gereja. (5) Sakramen Perjamuan menggunakan roti dan anggur. Bagi Warga Gereja yang tidak bisa minum air anggur disediakan minuman lain. (6) Sakramen Perjamuan bagi orang jompo, sakit keras atau yang karena keterbatasan fisiknya tidak dapat mengikuti Sakramen Perjamuan di Gereja, dapat dilaksanakan di rumah atau di rumah sakit pada hari yang ditetapkan. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 47 PENGAKUAN PERCAYA (SIDI) (1) Syarat-syarat Pengakuan Percaya (Sidi). 1. Calon Pengaku Percaya (Sidi) berusia sekurangkurangnya 16 (enam belas) tahun. 2. Calon Pengaku Percaya (Sidi) telah menyelesaikan Katekisasi dan dinyatakan layak oleh Majelis Gereja. 3. Calon Pengaku Percaya (Sidi) yang telah menyelesaikan katekisasi di Gereja lain yang mempunyai perbedaan ajaran dengan GKJ, ia perlu memperoleh penjelasan tentang perbedaan ajaran itu berdasarkan Pokok-pokok Ajaran GKJ, sehingga orang itu menerima dan meyakini ajaran GKJ. (2) Prosedur Pengakuan Percaya (Sidi). 1. Calon Pengaku Percaya (Sidi) mengajukan permohonan tertulis kepada Majelis Gereja dengan menggunakan formulir yang ditetapkan oleh Majelis Gereja. 2. Majelis Gereja melakukan percakapan gerejawi yang meliputi pemahaman dan penghayatan calon Pengakuan Percaya tentang: a. Pokok-pokok Ajaran Gereja GKJ. b. Dasar dan motivasi calon Pengaku Percaya. c. Hak dan tanggung jawab sebagai Warga Sidi. d. Hal-hal lain yang dianggap perlu. 3. Majelis Gereja mewartakan nama dan alamat calon Pengaku Percaya (Sidi) dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut untuk memberi kesempatan kepada warga Gereja untuk ikut mendoakan dan memberikan pertimbangan kepada Majelis Gereja apabila ada hal-hal yang menjadi batu sandungan. 4. Jika masa pewartaan pada 2 (dua) hari Minggu telah selesai dan tidak ada keberatan yang sah dari warga Gereja, maka Majelis Gereja melaksanakan Pengakuan Percaya (Sidi) dalam kebaktian hari Minggu atau kebaktian hari Raya Gerejawi sesuai dengan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
5.
Jika ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menangguhkan pelaksanaan Pengakuan Percaya (Sidi) sampai persoalannya selesai, atau Majelis Gereja dapat membatalkan pelaksanaannya. Jika Majelis Gereja pada akhirnya membatalkan pelayanan Pengakuan Percaya (Sidi), maka Majelis Gereja mewartakan pembatalan tersebut dalam kebaktian hari Minggu. 6. Majelis Gereja memberikan Surat Tanda Pengakuan Percaya (Sidi) kepada orang yang mengaku Percaya, yang formulasinya ditetapkan oleh Sinode GKJ dan mencatat namanya dalam Buku Induk. (3) Pengakuan Percaya atas permohonan Gereja lain. Majelis Gereja dapat melakukan pelayanan Pengakuan Percaya (Sidi) atas permohonan dari Gereja lain dengan prosedur: 1. Majelis Gereja menerima surat permohonan dari Majelis Gereja pemohon. 2. Majelis Gereja melaksanakan Pengakuan Percaya (Sidi) sesuai dengan ketentuan pasal ini. 3. Majelis Gereja memberikan Surat Tanda Pengakuan Percaya, yang formulasinya ditetapkan oleh Sinode GKJ tanpa mencatatnya dalam Buku Induk. 4. Majelis Gereja memberitahukan secara tertulis kepada Majelis Gereja pemohon tentang pelaksanaan Pengakuan Percaya (Sidi) tersebut. Pasal 48 KATEKISASI (1) Katekisasi adalah pendidikan dan pengajaran untuk memahami dan menghayati iman Kristen serta melakukannya dalam segala aspek kehidupan. (2) Materi pokok katekisasi adalah Pokok-pokok Ajaran GKJ dan dapat ditambah dengan Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, Sejarah Gereja GKJ, serta sejarah gereja setempat. (3) Katekisasi dilaksanakan oleh Pendeta dan Guru Katekisasi yang diberi mandat oleh Majelis Gereja.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(4) Waktu pelaksanaan katekisasi sekurang-kurangnya 36 kali pertemuan. Bagi kasus-kasus tertentu, jika calon tidak dapat mengikuti katekisasi menurut waktu yang ditentukan, maka Majelis Gereja dapat menentukan lama penyelenggaraan dan penyesuaian bahan katekisasinya. Pasal 49 PENEGUHAN PERNIKAHAN DAN PEMBERKATAN PERKAWINAN GEREJAWI (1) Pengertian Pernikahan Gerejawi: 1. Pernikahan gerejawi adalah peneguhan pernikahan dan pemberkatan perkawinan secara gerejawi bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam ikatan perjanjian seumur hidup sebagai suami isteri yang bersifat monogami. 2. Pernikahan gerejawi dinyatakan sah apabila diberkati sesuai dengan pertelaan yang berlaku dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. 3. Pernikahan gerejawi dilakukan di tempat kebaktian yang ditetapkan oleh Majelis Gereja. (2) Syarat-syarat Pernikahan Gerejawi: 1. Kedua atau salah satu calon mempelai adalah warga dewasa yang tidak berada dalam pamerdi. 2. Telah mengikuti Katekisasi Pra Nikah yang diselenggarakan oleh Majelis Gereja. 3. Telah melengkapi syarat-syarat administrasi yang dibutuhkan oleh gereja. 4. Telah melengkapi syarat-syarat administrasi yang dibutuhkan untuk pencatatan perkawinan secara negarawi. (3) Prosedur Pernikahan Gerejawi: 1. Calon mempelai mengajukan permohonan kepada Majelis Gereja dengan mengisi formulir yang telah disediakan oleh Majelis Gereja selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum pelaksanaan Pernikahan gerejawi. 2. Calon mempelai wajib mengikuti: a. Katekisasi Pra Nikah yang diselenggarakan oleh Majelis Gereja agar memahami dasar-dasar dan sifat Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pernikahan Kristen, motivasi pernikahan Kristen, tanggung jawab keluarga Kristen, dan hal-hal lain yang perlu. b. Percakapan gerejawi yang diselenggarakan oleh Majelis Gereja mengenai kesungguhan maksud pernikahan dan kesungguhan menjaga kekudusan pernikahan. Apabila Majelis Gereja memutuskan menerima permohonan calon mempelai, maka rencana Pernikahan gerejawi diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Setelah diwartakan ternyata tidak ada keberatan yang sah yang diajukan kepada Majelis Gereja, maka pernikahan dapat dilaksanakan dalam Kebaktian Khusus dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Jika ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menangguhkan pelaksanaan pernikahan gerejawi itu sampai persoalannya selesai atau Majelis Gereja dapat membatalkan pelaksanaannya. Bagi calon mempelai yang salah satunya warga gereja lain, maka ia harus membawa surat penyerahan pernikahan dari Gereja asalnya. Bagi calon mempelai yang salah satunya bukan warga gereja, berlaku ketentuan tambahan, ia harus bersedia menyatakan secara tertulis bahwa : a. Ia setuju pernikahannya hanya diteguhkan dan diberkati di GKJ. b. Ia memberi kebebasan kepada suami/isterinya untuk tetap hidup dan beribadat di GKJ. c. Ia setuju keluarganya dididik secara kristiani. d. Ia memberi kebebasan bagi anak-anak mereka apabila atas keinginannya akan bergereja di GKJ. Majelis Gereja dimungkinkan untuk melaksanakan pernikahan gerejawi secara oikumenis dengan Gereja Katholik sesuai dengan kesepakatan pihak Majelis Gereja yang bersangkutan dengan pihak Gereja Katholik. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(4) Pernikahan gerejawi atas titipan Gereja lain diatur sebagai berikut: 1. Majelis Gereja dapat melayankan pernikahan gerejawi atas penyerahan tertulis dari Gereja lain. 2. Ketentuan-ketentuan lain sesuai dengan ayat 1-3 pasal ini. (5) Penitipan Pernikahan Gerejawi ke Gereja lain diatur sebagai berikut: 1. Salah satu atau kedua Calon mempelai wajib mengajukan permohonan penitipan pernikahan gerejawi ke Gereja lain kepada Majelis Gereja asalnya dengan disertai syaratsyarat sebagaimana ayat 2 pasal ini. 2. Majelis Gereja yang menitipkan membuat surat penyerahan pelaksanaan Pernikahan Gerejawi kepada Majelis Gereja yang dititipi. 3. Majelis Gereja yang menitipkan atau Majelis Gereja yang dititipi mengadakan proses Katekisasi Pra Nikah dan percakapan gerejawi sebagaimana ayat (3).2. pasal ini. 4. Hal pelaksanaan pernikahan gerejawi di Gereja yang dititipi diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut oleh gereja yang melayani dan Gereja asal Warga Gereja tersebut. Pasal 50 PERCERAIAN (1) Pada dasarnya Gereja tidak dapat membenarkan adanya perceraian, karena perceraian adalah dosa. (2) Gereja berkewajiban mendampingi dengan intensif bagi warga yang hendak bercerai sampai dapat mengambil keputusan etis yang bertanggung jawab. (3) Gereja berkewajiban menggembalakan warga yang telah bercerai sampai warga tersebut menyatakan pertobatan. Pasal 51 PERNIKAHAN JANDA/DUDA CERAI Janda atau duda cerai dan hendak melakukan pernikahan gereja dapat dilayani oleh gereja dengan terlebih dahulu menyatakan pertobatannya. Permohonan dapat dipenuhi sesuai dengan ketentuan pasal 49. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 52 PERKUNJUNGAN (1) Perkunjungan adalah kegiatan melawat warga Gereja sebagai salah satu wujud pemeliharaan iman yang dilakukan dan dijiwai oleh kasih Kristus, agar warga Gereja hidup dalam damai sejahtera berdasar iman Kristen. (2) Perkunjungan dilakukan oleh Majelis Gereja bagi warga Gereja, warga Gereja bagi sesamanya, Majelis Gereja bagi sesama anggota Majelis Gereja, dan warga Gereja bagi anggota Majelis Gereja. (3) Dalam perkunjungan perlu ada percakapan tentang Firman Tuhan, percakapan pergumulan iman atau hidup warga Gereja sehari-hari, dan doa. (4) Hal-hal yang ditemukan dalam perkunjungan yaitu pergumulan-pergumulan pribadi yang bersifat rahasia bagi pihak yang dikunjungi tidak boleh disebarluaskan. Pasal 53 PEMBINAAN WARGA GEREJA (PWG) (1) Majelis Gereja melakukan Pembinaan Warga Gereja (PWG) dalam rangka melaksanakan fungsi Pemeliharaan Iman atau Penggembalaan Warga Gereja. (2) Tujuan PWG adalah agar warga Gereja sebagai orang yang telah diselamatkan, mampu menjalani kehidupan di dunia dengan layak dan wajar, dengan iman yang benar dan teguh, serta berfungsi dalam pekerjaan penyelamatan Allah menuju penyempurnaan keselamatan dalam kemuliaan Kristus. (3) PWG dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pada dasarnya PWG adalah tanggung jawab Majelis Gereja, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun evaluasinya. 2. Sesuai dengan jabatan Imamat Am orang percaya, segenap warga Gereja ikut melaksanakan PWG. 3. PWG dilakukan bagi semua warga Gereja sebagai manusia seutuhnya dalam kondisi nyata. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
4.
PWG harus memperhatikan tingkat perkembangan fisik, psikis, kemampuan seseorang, wilayah, dan kategori umur, serta profesi atau fungsi. 5. PWG dilaksanakan secara teratur, terencana, dan selamanya. 6. Hubungan antara yang membina dan yang dibina adalah saling sebagai subyek. (4) Pelaksanaan teknis PWG yang berkenaan dengan materi, cara atau metode, dan bentuk, baik berupa kegiatan gerejawi maupun kegiatan masyarakat ditentukan oleh Majelis Gereja, Klasis ataupun Sinode. Pasal 54 PELAYANAN SOSIAL EKONOMI (1) Pelayanan sosial ekonomi adalah tindakan yang dilakukan oleh Gereja untuk memberdayakan warga Gereja mengatasi kesulitan dalam hal kebutuhan sosial ekonomi demi terpelihara imannya. (2) Pelayanan sosial ekonomi yang dilakukan oleh Gereja dapat bersifat konsumtif (Kharitatif), pemberdayaan (Reformatif), dan penyadaran (Transformatif). Pasal 55 PAMERDI (1) Yang dimaksud pamerdi adalah tindakan Gereja berdasarkan kasih sebagai bentuk pemeliharaan iman kepada warga Gereja atau pejabat Gerejawi yang jatuh ke dalam dosa, atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Tuhan. Hal tersebut dapat mendatangkan batu sandungan, baik bagi sesama warga Gereja maupun masyarakat umum. Pamerdi dilaksanakan dengan cara membatasi hak-haknya. (2) Pamerdi bertujuan: 1. Agar yang bersangkutan mengakui dosanya dan bertobat, sehingga keselamatannya terpelihara. 2. Agar menjadi peringatan dan pendidikan bagi semua warga Gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
3.
Agar kesucian Gereja sebagai anugerah Tuhan tetap terjaga demi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus. (3) Pamerdi dilakukan terhadap warga Baptis Anak, Warga Dewasa, Pejabat gerejawi, dan Gereja. (4) Pamerdi terhadap warga Baptis Anak dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Jika ada warga Baptis Anak yang jatuh dalam dosa atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Tuhan dan menjadi batu sandungan bagi orang lain, dilakukan teguran secara pribadi oleh orang yang mengetahui kasus tersebut. Selanjutnya ia diberi nasihat dalam kasih agar menyesal, dan mohon pengampunan, dan bertobat. 2. Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka hal tersebut diberitahukan kepada Majelis Gereja. 3. Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap warga Gereja tersebut. 4. Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil, ia tidak diperkenankan untuk mengaku percaya/sidi, menerima pelayanan pernikahan gerejawi. Bagi orang tua/wali warga jika terbukti lalai mendidik anak sehingga anak tersebut berbuat dosa, juga dikenai pamerdi. 5. Majelis Gereja terus melaksanakan pendampingan terhadap yang bersangkutan dan mendoakannya agar suatu ketika yang bersangkutan mengakui dosanya, mohon pengampunan dari Tuhan, dan bertobat. 6. Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali. (5) Pamerdi terhadap warga dewasa dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Jika ada warga dewasa yang jatuh dalam dosa atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Tuhan dan menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka dilakukan teguran dan nasihat secara pribadi oleh orang yang mengetahui kasus tersebut, agar ia menyesal, mohon pengampunan, serta bertobat. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka hal itu diberitahukan kepada Majelis Gereja. 3. Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap warga tersebut. 4. Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil ia tidak diperkenankan untuk menerima pelayanan sakramen, membaptiskan anak, menerima pelayanan pernikahan gerejawi, dan memilih atau dipilih sebagai pejabat gerejawi. 5. Majelis Gereja terus melaksanakan pendampingan terhadap yang bersangkutan dan mendoakannya agar suatu ketika yang bersangkutan mengakui dosanya, mohon pengampunan, dan bertobat. 6. Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali. 7. Jika sudah dilakukan pendampingan ternyata yang bersangkutan tetap mengeraskan hati, maka yang bersangkutan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut, bahwa yang bersangkutan berada pada masa pamerdi. (6) Pamerdi terhadap Pejabat Gerejawi dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Pamerdi terhadap Penatua atau Diaken a. Jika ada Penatua dan Diaken yang menganut dan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran GKJ, menyalahgunakan jabatannya, menimbulkan kekacauan atau perpecahan di dalam Gereja, kelakuannya tidak sesuai dengan Firman Tuhan dan atau jabatannya, sehingga menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat, maka diadakan teguran dan nasihat secara pribadi oleh orang yang mengetahui kasus tersebut dalam kasih agar ia menyesal dan mohon pengampunan, dan bertobat. b. Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka orang yang melakukan peneguran memberitahukan hal itu kepada Majelis Gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
c.
2.
Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap Penatua atau Diaken tersebut. d. Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil maka: i. Jabatan gerejawinya ditanggalkan setelah diputuskan dalam rapat Majelis Gereja yang dihadiri dan disetujui oleh utusan dari sekurangkurangya 3 (tiga) Gereja GKJ tetangga dalam Klasis Gereja yang bersangkutan. Penanggalan jabatan tersebut diwartakan dalam Warta Gereja dari Gereja yang bersangkutan. ii. Ia tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, mengikuti Perjamuan Kudus, menerima pelayanan pernikahan gerejawi, dan memilih pejabat gerejawi. e. Majelis Gereja terus melaksanakan pendampingan dan mendoakan terhadap yang bersangkutan agar mengakui dosanya, mohon pengampunan dari Tuhan, dan bertobat. f. Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali. Pamerdi terhadap Pendeta atau Pendeta Emeritus dilakukan sebagai berikut: a. Jika ada Pendeta atau Pendeta Emeritus yang menganut dan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran GKJ, menyalahgunakan jabatannya, menimbulkan kekacauan atau perpecahan di dalam Gereja, kelakuannya tidak sesuai dengan Firman Tuhan dan atau jabatannya, sehingga menjadi batu sandungan bagi warga Gereja dan masyarakat, maka dilakukan teguran dan nasihat secara pribadi oleh orang mengetahui kasus tersebut dalam kasih, agar ia menyesal, mohon pengampunan, dan bertobat. b. Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka orang yang melakukan teguran memberitahukan hal itu kepada Majelis Gereja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
c.
Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap Pendeta atau Pendeta Emiritus tersebut. d. Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil maka: i. Selama belum ada keputusan Klasis status kependetaannya digantung yaitu tidak boleh melaksanakan tugas kependetaan. Penggantungan jabatan Pendeta setelah diputuskan dalam rapat Majelis Gereja yang dihadiri dan disetujui oleh utusan dari sekurangkurangya tiga Gereja GKJ tetangga dalam Klasis Gereja yang bersangkutan. ii. Tidak boleh menerima sakramen perjamuan, pelayanan pemberkatan nikah, dan memilih pejabat gerejawi. iii. Selama masa penggantungan dan yang bersangkutan tidak menunjukkan tanda-tanda pertobatan Majelis Gereja menyampaikan rencana penanggalan kepada Sidang Klasis. iv. Penanggalan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 15. v. Kesejahteraan hidup Pendeta atau Pendeta Emeritus yang sudah ditanggalkan kependetaannya, didasarkan pada kesepakatan antara yang bersangkutan dengan Majelis Gereja, dan diketahui oleh Klasis Gereja yang bersangkutan. e. Majelis Gereja terus melaksanakan penggembalaan terhadap yang bersangkutan, agar yang bersangkutan mengakui dosanya, mohon pengampunan dari Tuhan, dan bertobat. f. Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali. (7) Pamerdi terhadap Gereja dilakukan sebagai berikut: 1. Gereja yang secara prinsipial mempunyai pandangan teologi dan praktek hidup bergerejanya bertentangan dengan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
3.
4.
Tata Laksana GKJ, maka Klasis yang bersangkutan memperingatkan Gereja tersebut. Apabila Gereja yang bersangkutan tidak mau menerima peringatan Klasis, maka masalahnya dibawa ke Sinode untuk mendapatkan keputusan tentang masalah Gereja tersebut. Apabila Sinode memutuskan agar Gereja itu meninggalkan ajaran itu, namun Gereja itu menolak keputusan tersebut, maka Gereja itu dikenai masa pamerdi. Masa pamerdi terhadap Gereja itu diberitahukan kepada semua pihak yang mempunyai kaitan dengan Gereja itu. Sinode terus-menerus mengadakan pendampingan, agar Gereja yang telah dikenai masa pamerdi itu mengubah pandangannya dan praktik hidup bergereja yang bertentangan. Apabila Gereja yang telah dikenai masa pamerdi itu ingin kembali ke dalam persekutuan GKJ, maka penerimaan kembali harus diputuskan oleh Sinode berdasarkan usul dari Klasis yang bersangkutan. Penerimaan kembali itu perlu diberitahukan kepada semua pihak yang mempunyai kaitan dengan Gereja itu. Pasal 56 PELAYANAN PENERIMAAN PERTOBATAN
(1) Warga Gereja yang jatuh ke dalam dosa dan ingin bertobat, ia menyampaikan permohonan pernyataan pertobatannya kepada Majelis. (2) Menanggapi permohonan itu Majelis Gereja melakukan percakapan pastoral untuk meneliti kesungguhan keinginan dan niatnya. Berdasarkan percakapan khusus tersebut, Majelis Gereja menetapkan kelayakan pemohon untuk diterima pernyataan pertobatannya. (3) Apabila permohonan itu disetujui pelayanan pernyataan pertobatan dilaksanakan dalam percakapan gerejawi atau dalam kebaktian Khusus yang diselenggarakan di dalam Sidang Majelis Gereja, atau kebaktian hari Minggu, sesuai dengan kebijaksanaan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan juga permohonan warga Gereja yang bersangkutan dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
BAB III HUBUNGAN DAN KERJASAMA Pasal 57 HUBUNGAN DAN KERJASAMA GKJ DENGAN GEREJA LAIN (1) Dasar hubungan dan kerjasama GKJ dengan Gereja lain adalah sebagai berikut: 1. Bahwa semua Gereja adalah Gereja Allah. 2. Bahwa semua Gereja adalah Tubuh Kristus. 3. Bahwa semua Gereja adalah buah dan sekaligus alat keselamatan. 4. Bahwa semua Gereja mempunyai kelebihan dan kekurangan. (2) Tujuan hubungan dan kerjasama GKJ dengan Gereja lain adalah: 1. Mewujudkan keesaan Gereja sebagai tubuh Kristus. Yang dimaksud keesaan adalah bukan keesaan lembaga Gereja, tetapi keesaan dalam lingkup pekerjaan penyelamatan Allah. 2. Saling melengkapi dalam rangka melaksanakan pekerjaan penyelamatan Allah. (3) Sifat hubungan dan kerjasama GKJ dengan Gereja lain adalah: 1. Kemitrasejajaran artinya tidak ada pihak yang menguasai atau dikuasai. 2. Tetap atau tidak tetap artinya dapat dilembagakan secara tetap atau bersifat tidak tetap sesuai dengan kesepakatan. 3. Bilateral dan multilateral. (4) Isi hubungan dan kerjasama GKJ dengan Gereja lain adalah: 1. Pemeliharaan iman. 2. Pewartaan Injil keselamatan. 3. Sarana dan prasarana. (5) Bentuk hubungan dan kerjasama GKJ dengan Gereja lain adalah: 1. Yayasan atau Lembaga atau Komisi. 2. Kelompok kerja. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
Pasal 58 HUBUNGAN DAN KERJASAMA GKJ DENGAN LEMBAGA KRISTEN (1) Dasar hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kristen adalah kesadaran atas panggilan dan kebutuhan bersama untuk bersaksi dan melayani di tengah-tengah Jemaat dan masyarakat. (2) Tujuan hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kristen adalah saling mendukung, saling menguatkan, dan saling mengingatkan selaku kawan sekerja dalam rangka bersama-sama mewujudkan karya Kristus di tengah-tengah masyarakat. (3) Sifat hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kristen adalah: 1. Kemitrasejajaran artinya tidak ada pihak yang menguasai atau dikuasai. 2. Tetap atau tidak tetap artinya dapat dilembagakan secara tetap atau bersifat tidak tetap sesuai dengan kesepakatan. 3. Bilateral dan multilateral. (4) Isi hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kristen adalah: 1. Pemeliharaan iman. 2. Pewartaan Injil keselamatan. 3. Sarana dan prasarana. (5) Bentuk hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kristen adalah lembaga tetap atau kelompok kerja. Pasal 59 HUBUNGAN DAN KERJASAMA GKJ DENGAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN (1) Dasar hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kemasyarakatan adalah kesadaran dan kebutuhan bersama demi kesejahteran masyarakat.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
(2) Tujuan hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kemasyarakatan adalah saling mendukung, saling menguatkan, dan saling mengingatkan selaku kawan sekerja dalam rangka menyejahterakan masyarakat. (3) Sifat hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kemasyarakatan adalah: 1. Kemitrasejajaran artinya tidak ada pihak yang menguasai atau dikuasai. 2. Tetap atau tidak tetap artinya dapat dilembagakan secara tetap atau bersifat tidak tetap sesuai dengan kesepakatan. 3. Bilateral dan multilateral. (4) Isi hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kemasyarakatan adalah pemberdayaan masyarakat. (5) Bentuk hubungan dan kerjasama GKJ dengan Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga tetap atau kelompok kerja. Pasal 60 HUBUNGAN DAN KERJASAMA GKJ DENGAN AGAMA LAIN (1) Dasar hubungan dan kerjasama GKJ dengan agama lain adalah: 1. Kesadaran bahwa agama-agama adalah fenomena manusiawi yang universal. 2. Sosialitas pemeluk agama yang mengharuskan menjalani kehidupan bersama. 3. Solidaritas dengan prinsip kesama-derajatan antar pemeluk agama. 4. Terwujudnya kesejahteraan manusia merupakan tugas panggilan semua agama. (2) Tujuan hubungan dan kerjasama GKJ dengan agama lain adalah saling mendukung, saling menguatkan, dan saling mengingatkan selaku kawan sekerja dalam rangka menyejahterakan masyarakat. (3) Sifat hubungan dan kerjasama GKJ dengan agama lain adalah: 1. Kemitra-sejajaran artinya tidak ada pihak yang menguasai atau dikuasai. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
2.
Tetap atau tidak tetap artinya dapat dilembagakan secara tetap atau bersifat tidak tetap sesuai dengan kesepakatan. 3. Bilateral dan multilateral. (4) Isi hubungan dan kerjasama GKJ dengan agama lain adalah pencerahan dan pemberdayaan umat beragama. (5) Bentuk hubungan dan kerjasama GKJ dengan agama lain berupa: 1. Yayasan dan atau Lembaga-lembaga tetap. 2. Dialog antar umat beragama. Pasal 61 HUBUNGAN DAN KERJASAMA GKJ DENGAN PEMERINTAH (1) Dasar hubungan dan kerjasama GKJ dengan pemerintah adalah: 1. Pemerintah dipakai oleh Allah sebagai alat tata reksa atas kehidupan semua makhluk. 2. Gereja sebagai salah satu komponen yang tak terpisahkan dari bangsa memiliki hak hidup atas dirinya yang harus diakui oleh pemerintah. 3. Terselenggaranya pemerintahan memerlukan dukungan dari semua komponen bangsa. (2) Tujuan hubungan dan kerjasama GKJ dengan pemerintah adalah: 1. Agar Gereja dapat melaksanakan fungsi Imamat, Rajawi, dan Kenabiannya dalam kehidupan bersama negarawi. 2. Agar negara membantu dan memberi kebebasan rakyatnya untuk mencapai kebahagiaan religius sebagai bagian dari kesejahteraan hidupnya. (3) Hubungan dan kerjasama GKJ dengan pemerintah adalah kemitra-sejajaran artinya masing-masing menghormati karakteristiknya. (4) Isi hubungan dan kerjasama GKJ dengan pemerintah adalah: 1. Penghormatan atas hak hidup Gereja. 2. Pembangunan sumber daya manusia, sarana, dan prasarana. 3. Fungsi Imamat, Rajawi, dan Kenabian. (5) Bentuk hubungan dan kerjasama GKJ dengan pemerintah sesuai dengan kebutuhan. Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ
BAB IV PENUTUP Pasal 62 KETENTUAN PENUTUP (1) Peraturan-peraturan yang belum diatur dalam Tata Laksana akan diatur dan disahkan oleh persidangan Gerejawi yang tidak bertentangan dengan jiwa Tata Laksana ini. (2) Tata Laksana ini hanya dapat diubah oleh Persidangan Sinode. (3) Tata Laksana ini berlaku sejak ditetapkan, dan hal-hal lain yang sedang berjalan, sedapat mungkin segera menyesuaikan.
Ditetapkan oleh
:
Di Tanggal
: :
Sidang Sinode Non Reguler Gereja-gereja Kristen Jawa. Bandungan, Semarang. 18 November 2005.
Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ