BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia pathogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai Salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah di usus manusia dan hewan, sedangkan air dan makanan merupakan media perantara penyebaran Salmonella sp (Cliver and Doyle, 1990). Salmonella sp dapat menginfeksi manusia jika mencemari makanan dan kemudian dikonsumsi oleh manusia. Karena itu masalah keamanan pangan (food safety) menjadi sangat penting artinya bagi seluruh masyarakat. Salmonella sp telah menimbulkan berbagai macam penyakit di berbagai tempat akibat mengkonsumsi makanan yang tercemar Salmonella sp. Sampai saat ini kasus dimana bahan pangan, seperti daging (sapi, babi, domba), unggas (ayam, kalkun, bebek), telur dan susu, diidentifikasikan sebagai ajang penyebaran penyakit dari Salmonella sp. Pada tahun 1980 di United Kingdom ditemukan bahwa hampir 70% S. enteritidis dinyatakan sebagai penyebab utama dari perjangkitan penyakit (PHLS Reports, 1989). Selain itu data yang didapat pada tahun 1995 di Denmark, penyakit Salmonellosis mencapai 10 – 15%. Sejak tahun 1973 – 1992 di Belgia, ditemukan hampir 75% S. typhimurium dan S. enteritidis dinyatakan sebagai penyebab Salmonellosis pada anak-anak yang berusia 5 tahun dan orang dewasa yang berusia 60 tahun ke atas. Sebanyak 1138 S. enteritidis diisolasi di Jerman Barat pada tahun 1990 – 1991. Pertengahan tahun 1987 dan 1992 di Rio de Janeiro, sekitar 93% S. typhimurium diisolasi dari anak-anak. Dan
2
selama tahun 1994 lebih dari 30.000 kasus Salmonellosis ditemukan di Inggris dan Wales, dimana 14.000 kasus disebabkan oleh S. enteritidis. Kemudian pertengahan bulan Desember 1994 – Februari 1995 di Inggris, 41 kasus Salmonellosis disebabkan oleh S. agona. Dari Tacoma, Washington, dilaporkan bahwa 100 orang terserang Salmonellosis setelah menghadiri perjamuan makan malam di suatu pesta pada bulan Desember 1994. Sejak tahun 1985 – 1991 di USA, S. enteritidis dilaporkan sebagai penyebab perjangkitan penyakit, dimana 13.056 kasus yang sakit dan 50 kasus yang meninggal dunia. Di Switzerland pada tahun 1992, S. brandenburg dinyatakan sebagai penyebab Salmonellosis. Dan masih banyak lagi kasus perjangkitan penyakit yang disebabkan oleh serotype dari Salmonella sp (Steinhart, 1996). Daging khususnya daging sapi, merupakan salah satu bahan pangan yang dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia. Selain bergizi daging ini juga mudah di dapat, harga terjangkau dan enak. Oleh karena itu, keamanan daging harus semakin diperhatikan, khususnya daging sapi giling. Selain komposisi gizi yang baik dan masalah kesegaran, konsumen juga semakin khawatir tentang segi keamanan bahan makanan protein. Karena sifatnya yang kaya akan bahan dan nutrien yang penting, daging secara keseluruhan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikrobia antara lain karena kadar air yang cukup tinggi. Air yang ada dalam daging melarutkan bahan-bahan nutrien sehingga dapat menunjang pertumbuhan mikrobia terutama bakteri yang senang dalam kondisi basah. Hal ini menyebabkan rendahnya daya simpan, penurunan kualitas kandungan nutrisi daging dan menjadi ajang penyebaran
3
penyakit (food born dissease). Karena kandungan kimia yang sangat kompleks, daging menjadi media yang sangat baik dan mudah untuk pertumbuhan mikroorganisme. Selain itu lamanya proses mulai dari pemotongan sampai dengan daging siap untuk dikonsumsi sangat memungkinkan terjadinya kontaminasi pada daging, diantaranya kontaminasi pada saat pemotongan, yakni dengan kandang, alat yang dipakai untuk memotong, air yang digunakan untuk mencuci, tangan pekerja, kontak dengan kotoran hewan tersebut, pada saat proses penggilingan dimana daging yang telah terkontaminasi akan digiling menjadi bagian yang sangat kecil sehingga memungkinkan semua bagian daging akan terkontaminasi ataupun dari alat penggilingan yang tidak bersih dan pada saat distribusi sampai ke pasar atau di pasar itu sendiri. Dari data DHSS (1976) bahwa selama musim panas pada tahun 1974 di kota West dan Midland, South Wales, penyebaran penyakit melalui produk daging disebabkan oleh S. infantis. Menurut Morgan et al (1987) kontaminasi Salmonella sp pada daging karkas akan terus meningkat dari hari ke hari, dimana pada hari pertama sebesar 9% meningkat menjadi 13% pada hari ke dua dan pada hari ke tiga menjadi 27%, dari penelitian Grau dan Brownlie juga ditemukan adanya kontaminasi Salmonella sp yang sangat tinggi pada daging karkas sebesar 53.1 – 61.9%. Sampai saat ini belum banyak yang tahu mengenai penyakit yang ditimbulkan oleh Salmonella sp, karena belum ada pemberitaan secara resmi oleh pihak-pihak yang berwenang. Ada peningkatan jumlah kasus yang terjadi selama 17 tahun terakhir. Selama 4 tahun, yakni tahun 1951, 1961, 1963 dan 1964
4
sebanyak 1.733, 8.500, 18.000 dan 21.113 kasus telah diberitakan. Kemudian pada tahun 1967, ada 22.171 kasus penyebaran penyakit yang telah diberitakan oleh National Communicable Disease Center dari 37 negara, dengan 12.836 kasus atau 58% adalah kasus yang disebabkan oleh Salmonella sp. Para ahli berpendapat bahwa ada 2 juta manusia yang menderita Salmonellosis di United State di setiap tahun (Forsythe, 1998). Keberadaan Salmonella sp sebagai indikator keamanan pangan tersebut digunakan untuk memantau tingkat kebersihan (hygiene) makanan serta pengolahan produk pada pabrik makanan. Dan menurut Food and Drugs Administration (1992) syarat standart mikrobiologi pangan sementara pada daging sapi giling segar/100 gr untuk Salmonella sp negatif, Escherichia coli negatif dan bakteri Coliform lain maksimum 250 cfu/gr.
B. Perumusan Masalah Daging sapi giling sangat memungkinkan terkontaminasi Salmonella sp, mulai dari proses pemotongan dimana kontak dengan usus ataupun kotoran hewan tersebut, kontak dengan tangan pekerja, air yang kotor, kandang yang tidak bersih, alat yang dipakai untuk memotong, sampai dengan distribusi ke pasar dan di pasar itu sendiri. Tidak hanya itu, faktor lain yang dapat menjadi mediator masuknya Salmonella sp ke dalam daging sapi giling adalah pada saat proses penggilingan dimana daging yang telah terkontaminasi akan digiling menjadi bagian yang sangat kecil sehingga memungkinkan semua bagian daging akan terkontaminasi.
5
C. Batasan Masalah 1. Jumlah sampel daging sapi giling segar diambil dari 5 lokasi pasar tradisional dengan 3 kali pengambilan pada waktu yang berbeda dan dengan kondisi pasar yang hampir sama. 2. Pengujian deteksi Salmonella sp dilakukan menurut prosedur Swanenburg et al (2001) yang kemudian dikonfirmasi ke dalam medium CCA.
D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengetahui besarnya cemaran bakteri Salmonella sp pada daging sapi giling segar yang di jual di pasar tradisional Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dengan terdeteksinya bakteri Salmonella sp pada daging sapi giling segar, akan memberikan gambaran tentang besarnya cemaran Salmonella sp dan keamanan pada daging sapi giling segar secara mikrobiologis di Yogyakarta. Teknik isolasi yang digunakan dalam penelitian ini akan dapat diterapkan dalam dunia pendidikan untuk mengetahui keberadaan Salmonella sp pada daging sapi giling segar pada umumnya. Bagi pengusaha pemotongan hewan maupun pedagang daging sapi, akan dapat mengembangkan proses pemotongan sampai daging siap dikonsumsi serta sanitasi pasar yang baik untuk meminimalisasi besarnya cemaran Salmonella sp pada daging sapi.