1
BAB I
PENGANTAR A. Latar Belakang Indonesia
merupakan
negara
dengan
keanekaragaman
budaya yang kaya di dunia. Berbagai macam suku bisa ditemui dari Sabang sampai Merauke. Suku-suku tersebut tentu saja memiliki keunikannya masing-masing. Baik itu dari segi bahasa, adat istiadat, pola tingkah laku, kesenian, makanan khas dan lain sebagainya. Tidak mengherankan sebagai sebuah negara yang secara
geografis
jauh
dari
Benua
Eropa
maupun
Amerika
Indonesia tetap menjadi destinasi favorit untuk pelesir. Sebut saja Bali, sebuah kepulauan kecil bahkan bisa disebut terpencil letaknya merupakan destinasi favorit. Pada tahun 2012 Bali berada di urutan pertama, disusul Yogyakarta, Lombok, dan Papua sebagai tempat yang paling banyak dikunjungi wisatawan asing.
1
Tingginya animo wisatawan untuk mengunjungi tempattempat tersebut bukan hanya disebabkan oleh keindahan alam, yang natural dan alami. Tetapi juga, dan barangkali ini yang paling penting adalah wisata budaya. Budaya dalam hal ini
1Kompas,
Minggu 05 Desember 2010.
2
merupakan komoditas. Keunikan dan keberagamannya yang memang tersedia di seluruh pelosok Indonesia menjadi magnet yang paling kuat untuk menarik wisatawan. Tarian tadisional, ukiran kayu, patung, lukisan, hingga makanan khas tradisonal tidak hanya dimaknai sebagai tradisi yang memiliki nilai kearifan lokal tetapi juga bernilai ekonomis.2 Kecendrungan ini membuat daerah
yang
memiliki
tradisi
(produk
budaya)
yang
kaya
berpotensi mengalami kemajuan pesat dalam industri pariwisata. Jika
terjadi
memerlukan
hal
yang
sarana
demikian,
dan
industri
prasarana
yang
pariwisata
tentu
memadai
untuk
menunjang kelancaran mobilitasnya. Sarana dan prasarana itu meliputi fasilitas jalan, transportasi, restoran, hotel, penginapan, dan lain sebagainya. Daerah Yogyakarta seperti yang sudah dijelaskan di atas berada di urutan kedua favorit dan paling banyak dikunjungi wisatawan
setiap
tahunnya.
Kenyataan
ini
tidak
begitu
mengherankan, mengingat Yogyakarta memenuhi syarat menjadi tujuan wisata favorit para wisatawan. Hampir semua lokalitas
2Mark
Hobart, “Impossible Culture”, sebuah kuliah umum yang di FIB UGM dengan moderator Prof. Dr. Faruk. Di selenggarakan di Ruang Multimedia, Gedung Margono, Lt. 2. Mark Hobart seorang profesor dari SOAS Inggris pakar antropologi media memberikan pernyataan radikal bahwa kebudayaan itu nothing. Ia milhat budaya yang sudah menjadi komodiatas sudah tidak bisa didefinisikan lagi secara jelas, Yogyakarta 16 Januari 2013.
3
tradisi ada di provinsi yang letaknya berada di tengah Pulau Jawa ini.
Dimulai
dari
bangunan-bangunan
bersejarah,
istana
tradisional, tarian-tarian, pasar rakyat, kreativitas masyarakat yang menghasikan karya-karya seni berkualitas, kuliner-kuliner khas dan lain sebagainya tersedia di Yogyakarta. Hal ini tak luput dari eksistensi keraton Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat. Hal mana keraton sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa turut menyokong gairah sebagian besar masyarakat Yogyakarta dalam hal kemauan melestarikan tradisi dan lokalitas. Hal ini tak luput dari adanya pemahaman akan kraton beserta raja dianggap ideal type sekaligus pelindung kebudayaan Jawa yang luhur untuk masyarakatnya.3 Terpenuhinya syarat dari persfektif budaya tentunya harus didukung pula oleh infrastruktur yang memadai bagi wisatawan. Infrastruktur sendiri menjadi faktor kunci untuk membuat wisatawan merasa nyaman dan aman. Dari aspek ini juga,
3Dalam
kebudayaan Jawa raja dan rakyat memiliki hubungan saling ketergantungan. Konsepsi ini dikenal sebagai manunggaling kawula gusti. Kehadiran yang satu tidak lengkap tanpa kehadiran yang lain. Ibarat sebuah keris, raja adalah curiga (mata keris) dan rakyat adalah warangka. Raja sebagai inti memiliki posisi yang esensial, kekuatan pembimbing negara, pelindung rakyat dari bahaya, dan inti dari keluhuran. Selanjutnya rakyat merupakan pemelihara, pelestari, dan pelindung kewibawaan raja. Fachry Ali, Refleksi Paham “Kekuasaan Jawa” dalam Indonesia Modern, (Jakarta: PT. Gramedia, 1987), hlm. 30-31.
4
Yogyakarta layak disejajarkan dengan kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Denpasar, dan Bandung. Infrastruktur seperti bandara, stasiun kereta, terminal bis, dan jalan raya di Yogyakarta letaknya cukup strategis. Oleh karena keberadaannya bersinergi dengan letak restoran-restoran, hotel-hotel, tempattempat pertunjukan,
yang bisa ditemukan di beberapa tempat
wisata yang ada di Yogyakarta. Fenomena tersebut juga didukung oleh adanya profesi pemandu dan agen-agen perjalanan wisata. Dari kelas yang paling ekonomis hingga kelas premium dengan guide-guide yang profesional. Keseluruhan itu saling terkait, membentuk semacam kehidupan perekonomian yang dituntut selalu kreatif dan inovatif; ekonomi pariwisata.4 Sebagai
sebuah
provinsi,
Yogyakarta
beribukota
di
Yogyakarta. Kota ini selain menjadi pusat perkonomian juga merupakan pusat kebudayaan Jawa (Yogyakarta). Walaupun sudah mengalami modernisasi yang pesat kota Yogyakarta masih mempertahankan tradisi.
Hal ini terihat jelas dari masih
banyaknya paguyuban-paguyuban budaya, bangunan-bangunan tradisional
Jawa,
kegiatan
budaya,
dan
kampung-kampung
tradisional. Untuk hal yang disebut terakhir, menarik untuk dikaji.
Karena
4Bagyono,
2005), hlm 47.
bagaimanapun
kota
Yogyakarta
terdiri
dari
Pariwisata dan Perhotelan, (Bandung: Alfabeta,
5
kampung-kampung yang diidentikkan dengan peran khusus. Peran
yang
biasanya
berhubungan
dengan
profesi,
nama
bangsawan, atau komunitas masyarakat.5 Sebut saja misalnya Prawirotaman, kampung ini konon awalnya adalah kampung yang diperuntukkan untuk para perwira, kemudian Patehan; kampung untuk para pembuat teh. Selanjutnya ada Suryodiningratan, Yodonegaran, Sosrodipuran dan lain sebagainya yang berasal dari nama para bangsawan istana. Terakhir, nama kampung yang berasal dari komunitas adalah Bugisan untuk orang-orang Bugis atau Pecinan untuk warga keturunan Tionghoa. Keberadaan kampung tersebut secara intergral adalah bagian dari Kota Yogyakarta. Letaknya yang strategis membuat semua kampung itu menjadi bagian penting dalam perkonomian, khususnya
ekonomi
pariwisata.
Permasalahannya
kemudian
adalah bagaimana kampung-kampung tersebut sanggup bertahan dan beradaptasi dalam industri pariwisata yang berkembang pesat. Untuk menyebut salah satu contoh, yakni Mergangsan. Pada mulanya sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai pengrajin batik dan kerajinan tangan lainnya. Namun banyaknya wisatawan yang datang ke Yogyakarta mengubah komposisi
5Abdurrachman
Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta, 1880-1930, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 8.
6
tersebut. Warga Mergangsan banyak yang
merubah rumah
pribadinya menjadi penginapan untuk para turis atau bisnisbisnis turunan lainnya seperti agen perjalanan wisata, restoran, guide, dan toko-toko cindera mata.6 Tidak menutup kemungkinan hal ini juga terjadi di daerah-daerah lainnya. Walau tentu saja tidak
bisa
digeneralisasikan
secara
menyeluruh,
namun
penelitian mengenai Prawirotaman7 dan Sosrowijayan Wetan8 membuktikan bahwa kampung-kampung tersebut mengalami perubahan
dan
transformasi.
Terjadinya
diversifikasi
mata
pencaharian, perubahan wajah kampung, dan perubahan identitas kampung adalah perubahan-perubahan yang paling jelas terlihat. Semua hal itu dipengaruhi oleh berkembang pesatnya industri pariwisata Yogyakarta yang dimulai awal tahun 1970-an.9
6Gatut
Murniatmo dkk., Dampak Pengembnagan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: DEPDIKBUD Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pemeliharaan Nilai-Nilai Budaya, 1994), hlm. 19. 7Chiyo
Inui Kawamura, “Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman, Yogyakarta 1950-1990-an”, Tesis tidak diterbitkan, Program Pasca Sarjana, Universita Gadjah Mada, Yogyakarta, 2004. 8Cucu
Nuris Arianto, “Pariwisata, Kota, dan Sosrowijayan Wetan: 1970-1990-an (Sebuah Sejarah Kampung)”, Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, 2007. 9James
J. Spillane, Ekonomi Pariwisata: Sejarah Perkembangannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1987), hlm. 45-46.
dan
7
B. Permasalahan
Sosromenduran adalah kelurahan yang berada di pusat kota Yogyakarta.
Secara
administratif
termasuk
Kecamatan
Gedongtengen. Daerah ini dianggap sebagai daerah internasional Yogyakarta selain Prawirotaman. Julukan tersebut barangkali disebabkan oleh banyaknya wisatawan asing yang “berkeliaran”, ditambah
lengkapnya
sarana
dan
prasarana
pariwisata
di
dalamnya. Mulai dari tempat karaoke, diskotik, bar, restoran, dan hotel
lengkap berada di daerah ini. Data terbaru menyebutkan,
bahwa daerah ini memiliki dua buah diskotik, dua buah tempat karaoke, satu bar, dua puluh restoran, dan seratus dua puluh empat hotel.
10
Terlihat jelas diantara yang lainnya bahwa hotel yang berfungsi sebagai tempat untuk bermalam begitu dominan di daerah Sosromenduran. Prasarana menginap wisatawan tersebut kemudian yang akan menjadi fokus permasalahan pada penelitian ini.
Akan tetapi, bukan dunia hotel dan penginapan dalam arti
luas serta menyeluruh. Fokus penelitian lebih kepada sektor yang lebih kecil dalam hal ini penginapan-penginapan atau losmen
10“Daftar
Isian Profil Kelurahan Tahun 2011”, Tidak di Terbitkan, Kecamatan Gedongtengen, Yogyakarta, 2011, hlm. 8.
8
lokal. Hal ini disebabkan adanya penginapan-penginapan lokal yang biasanya dikenal sebagai losmen,11 home stay,12 atau hotel kelas melati di pusat kota. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari majunya sektor pariwisata di Yogyakarta dan interrelasinya dengan masyarakat kota. Yogyakarta sebagai entitas kultural adalah daya tarik utama bagi wisatawan. Baik itu wisatawan asing maupun domestik. Ini membuat usaha penginapan merupakan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena, wisatawan asing dan domestik biasanya berwisata ke Yogyakarta dengan durasi yang cukup lama dan membutuhkan tempat menginap bertarif murah. Dengan alasan bahwa banyak sekali objek wisata budaya yang tidak mungkin dinikmati dan dijelajahi satu atau dua hari saja. Di samping daya tarik ekonomis usaha penginapan ini juga memiliki daya tarik spasial dan kultural. Letaknya yang berada di “kampung tradisional” yang bertransformasi menjadi kampung global tidak bisa terlepas dari tuntutan zaman. Di era dunia menjadi semacam “desa global” dan perkembangan supercepat teknologi informasi, keadaan yang menuntut inovasi-inovasi pada produk-produk komersial. Wisata sendiri dalam hal ini adalah
11Losmen
adalah yang hanya meyewakan kamar tanpa ada
fasilitas makan. 12Homestay
adalah rumah tinggal yang sebagian kamarnya difungsikan sebagai penginapan, dan disewakan kepada tamu, tamu yang menginap akan tinggal dalam jangka waktu yang lama.
9
komoditas yang terintegrasi pada gejala tersebut dengan segala tuntutannya.
Jika
tidak
terjadi
inovasi
di
dalamnya
bisa
dibayangkan dampak buruk yang akan dialami sektor pariwisata, yang secara langsung bisa berdampak pada kehidupan ekonomi masyarakat.
Salah
satu
inovasi
atau
langkah
untuk
mengantisipasi tuntutan itu adalah dengan tranformasi dari sesuatu yang dianggap tradisional menjadi modern. Atau jika dinyatakan dalam perspektif politik-ekonomi, merubah sesuatu yang bernilai sosio-kultural menjadi bernilai ekonomis. Aktivitas merubah rumah pribadi yang awalnya berfungsi sebagai tempat tinggal keluarga menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis adalah salah satu langkah inovasi dan adaptasi itu. Sebuah aktivitas yang melibatkan kesadaran masyarakat pemilik yang
merespon
kondisi
faktual
yang
ada
di
sekelilingnya.
Yogyakarta yang secara faktual adalah tempat tujuan wisata dengan
frekuensi
wisatawan
yang
datang
tergolong
tinggi,
selanjutnya letak kampung yang strategis berada di pusat kota merupakan faktor yang berpengaruh menumbuhkan kesadaran tersebut. Untuk kasus Sosromenduran hal ini jelas terjadi, dari 124 buah sarana menginap 55 diantaranya merupakan losmen yang awalnya adalah rumah pribadi yang berubah fungsi.
13Wawancara
13
dengan Hj. Mudjono 65 tahun pemilik hotel Peti Mas, jln. Dagen, pada 12 Februari 2014 pukul 14.00
10
Dengan mengacu pada latarbelakang yang telah dipaparkan di atas. Permasalahan penelitian yang diteliti pada skripsi ini adalah
seputar
perubahan
aktivitas
sosial
ekonomi
di
Sosromenduran periode 1970-1990’an, berkaitan dengan sejarah usaha penginapan, aktivitas ekonomi masyarakat Sosromenduran, dan perubahan-perubahan sebelum dan sesudah sub-sektor ini berdiri. Permasalahan tersebut kemudian dijabarkan dalam tiga pertanyaan penelitian, yaitu : Pertanyaan pertama, bagaimana proses perkembangan usaha losmen sehingga menjadi aktivitas ekonomi yang dominan di Sosromenduran? Utamanya yang
berkaitan dengan peralihan
profesi penduduk dan aktivitas sosial ekonomi Sosromenduran. Pertanyaan kedua, apa faktor-faktor yang melatar belakangi munculnya usaha penginapan di wilayah Sosromenduran? Pertanyaan terakhir, apa saja perubahan yang disebabkan oleh dominannya usaha losmen berkaitan dengan diversifikasi mata pencaharian masyarakat Sosromenduran?
C. Ruang Lingkup
Dalam
menyusun
penjelasannya,
sejarah
memerlukan
periodisasi. Perodisasi sendiri merupakan sebuah konsep yang
11
dipahami sejarawan sebagai proses penjelasan dalam bentuk pembabakkan. Adapun melalui periodisasi tersebut, penulisan sejarah bisa dijelaskan dengan mengikuti logika waktu maupun konten. Oleh karena itu, periodisasi adalah hal yang sangat penting, meminjam istilahnya Kuntowijoyo sebagai salah satu ekplanasi sejarah.14 Periodisasi dalam ruang lingkup temporal penelitian ini mengambil 1970-an hingga 1990-an, utamanya periode 19971998. Tahun 1970-an dipilih karena tahun ini industri pariwisata Yogyakarta
sedang
tumbuh
dan
berkembang,
khususnya
menjelang naiknya pemerintahan orde baru. Selanjutnya tahun 1990-an sebagai batas akhir, oleh karena dekade ini pariwisata Yogyakarta makin meningkat. Bahkan dalam dekade 1990-anlah pariwisata Yogyakarta mencapai puncaknya, sehingga Yogyakarta mencapai babak awal sebagai kota pariwisata kosmopolit. Pada dekade
ini
pula,
tepatnya
periode
1997-1998,
Indonesia
mengalami krisis moneter yang kemudian juga berdampak pada pertumbuhan berbagai sektor ekonomi, tak terkecuali sektor pariwisata. Keadaan ekonomi yang tak menentu menyebabkan stabilitas keamanan negara menjadi tak stabil, hal yang kemudian berdampak pada sektor pariwisata, banyak wisatawan, utamanya
14Kuntowijoyo,
Penjelasan Sejarah: Historical Explanation, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 22.
12
wisatawan mancanegara menunda atau bahkan membatalkan kunjungan wisatanya ke Indonesia, khususnya Yogyakarta. Waktu tersebut tidak mungkin berdiri sendiri tanpa sebuah ruang atau tempat terjadinya peristiwa. Ruang atau tempat terjadinya perisitiwa dikenal dengan ruang lingkup spasial. Adapun ruang lingkup spasial penelitian ini adalah Kelurahan Sosromenduran,
Kecamatan
Gedongtengen,
Kota
Yogyakarta.
Melalui kampung Sosromenduran inilah, kiranya penelitian in berusaha menguak perubahan sosial pariwisata di Yogyakaerta secara umum, tetapi melalui perspektif khusus atau lokal, yakni dinamika
sosial
masyarakat
Sosromenduran,
terkait
usaha
warganya di sektor ekonomi-pariwisata.
D. Tujuan Penelitian
Marc Bloch pernah menyebutkan bahwa sejarah adalah a science of change. Hal ini dapat dipahami bahwa sejarah tidak hanya berkaitan dengan rekonstruksi masa lalu tetapi juga ilmu mengenai perubahan. Perubahan dari sebuah kondisi menuju kondisi yang lain, sehingga bisa disebut pula sebagai dinamika.15 Oleh karena itu, penelitian ini secara umum bertujuan melihat 15Kuntowijoyo,
Metodologi Sejarah Edisi Kedua, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 74.
13
perubahan
dan
apa
saja
yang
menyebabkan
perubahan-
perubahan itu bisa terjadi. Dalam hal ini perubahan mengenai sektor ekonomi masyarakat kota. Dengan mengacu kepada pernyataan tersebut penelitian ini secara khusus akan mengkaji mengenai usaha penginapan yang meliputi losmen, home stay, dan hotel kelas melati yang menjadi tumpuan hidup utama masyarakat sebuah kelurahan di Kota Yogyakarta. Selain itu, tujuan penelitian ini adalah untuk memperkaya historiografi Indonesia yang hingga saat ini belum banyak mengangkat tema pariwisata.
E. Metode dan Sumber
Sejarah tidak bisa dilepaskan dari jejak-jejak masa lalu. Jejak-jejak tersebut disebut juga dokumen yang selanjutnya akan diolah menjadi fakta dalam penulisan sejarah. Oleh karena itu, diperlukan
metode
untuk
memilah
dan
merekonstruksinya.
Sejarah sebagai ilmu memiliki metode sendiri yang disebut metode sejarah
mulai
dari
pengumpulan
sumber
sampai
proses
penulisan.16
16Kuntowijoyo,
Pengantar Ilmu Sejarah Yogyakarta: Bentang Pustaka, 1995), hlm. 90.
(Yogyakarta:
14
Penulisan sejarah umumnya mempunyai lima tahapan, yaitu : pertama adalah pemilihan topik; kedua, proses pengumpulan sumber baik sumber tertulis atau lisan; lalu yang ketiga adalah verifikasi atau kritik sejarah yang meliputi autensitas dan kredibilitas; yang keempat adalah interpretasi atau penafsiran yang meliputi analisis (menguraikan) dan sintesis (menyatukan) sumber-sumber yang telah diperoleh; kemudian yang kelima adalah penulisan.17 Dengan ruang temporal yang relatif pendek penelitian ini akan menggunakan metode sejarah lisan sebagai sumber utama. Hal ini dilakukan untuk menggali memori kolektif masyarakat Sosromenduran mengenai sejarah usaha losmen. Kategorisasi sumber lisan akan dipilih berdasarkan usia, tokoh masyarakat, dan tentu saja para pengusaha losmen itu sendiri. Selanjutnya berita-berita di koran yang berkaitan dengan losmen atau dunia perhotelan hotel secara umum, industri pariwisata Yogyakarta, dan lain sebagainya sangat diperlukan untuk menambah fakta dan memperkaya narasi penulisan. Selain itu, sumber-sumber dari instansi, data-data dari kelurahan, dinas pariwisata, badan pusat statistik, arsip daerah, dan pemerintah kota dalam hal ini akan membantu mendukung fakta-fakta dari sumber lisan dan sumber koran. 17Ibid,
hlm. 90-104.
15
Setelah
semua
terkumpul
langkah
selanjutnya
adalah
verifikasi dan pemilahan sumber mana yang relevan mana yang tidak.
Sumber-sumber
yang
sudah
dipilah
kemudian
akan
didukung dari sumber sekunder berupa referensi-referensi buku dan artikel yang saling terkait dengan tema penelitian. Jika semua proses sudah dilewati tahap terakhir adalah penulisan.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka untuk penelitian ini termasuk di dalamnya adalah buku, tesis dan skripsi. Semuanya akan ditinjau dengan pertimbangan
bahwa
penelitian
ini
membutuhkan
kerangka
berfikir dan inspirasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya. Buku Sejarah Perkembangan Sosial: Kota Yogyakarta 18801930 dari Abdurrachman Surjomiharjo memberikan pemahamam mengenai kota Yogyakarta pada masa kolonial hingga masa pergerakan
nasional.
modernisasi
ketika
mengukuhkan
Kota
Yogyakarta
kekuasaan
kekuasaannya.
kolonial
Kekuasaan
mengalami
proses
semakin
mantap
kolonial
membawa
percepatan modernisasi pada kota dengan Politik Etis. Lahirnya lembaga-lembaga
sosial
dan
kesadaran
organisasi
dalam
masyarakat kota yaitu lembaga pendidikan, lembaga pers, dan lembaga pergerakan merubah wajah kota. Oleh karena bersamaan
16
dengan itu terjadi proses urbanisasi yang disebabkan daya tarik kota yang semakin kuat.18 Arti penting buku ini adalah untuk memahami struktur tata ruang kota Yogyakarta di masa lalu dan proses perkembangan sebuah kota dilihat dari perspektif sosialbudaya. Penelitian ini sendiri bertolak dari itu semua, yaitu melihat perkembangan kota dari perspektif sosial-ekonomi. Buku Yogyakarta Tempo Dulu: Sepanjang Catatan Pariwisata adalah kumpulan artikel yang pernah di muat oleh surat kabar harian Minggu Pagi. Isinya berupa berita-berita aktual mengenai Yogyakarta
dan
pariwisatanya.
Sebagai
contoh
gencarnya
pembangunan hotel-hotel yang tidak diimbangi oleh pengayaan tempat
wisata.
Ini
berpengaruh
pada
tidak
seimbangnya
pemasukan hotel dengan biaya yang telah dikeluarkan untuk pembangunan hotel itu sendiri. Pada akhirnya akan terjadi semacam politik dagang seperti penurunan tarif, paket bonus menginap, penurunan fasilitas dan lain sebagainya. Kenyataan seperti ini merupakan informasi penting bahwa industri pariwisata penuh dengan persaingan yang selanjutnya berpengaruh terhadap lahirnya sub-sektor ekonomi baru.19
18Abdurrachman
Surjomihardjo, Sejarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta, 1880-1930, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008). 19Arwan
Tuti Artha, Yogyakarta Tempo Dulu: Sepanjang Catatan Pariwisata, (Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2000).
17
Selanjutnya adalah buku terbitan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Provinsi
DIY
yang
berjudul
Dampak
Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.20 Dengan mengambil ruang lingkup penelitian di Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul pembahasan buku ini berfokus pada dampak yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan industri pariwisata. Apa saja dampak positif dan negatif yang muncul oleh perkembangan tersebut. Buku ini berkesimpulan bahwa dampak positif lebih kepada kesempatan ekonomi yang terus tumbuh. Sebaliknya, di sisi lain industri pariwisata berpotensi mereduksi kesadaran dan perilaku masyarakat bahwa objek wisata hanya berfungsi sebagai komoditas. Bukan lagi suatu entitas luhur yang harus dilestarikan keasliannya. Buku Bagyono yang berjudul Pariwisata dan Perhotelan berisi tentang industri pariwisata modern, khsusnya dalam bidang perhotelan sebagai penunjang utamanya.21 Di dalamnya dibahas segala sesuatu mengenai bisnis perhotelan. Mulai dari struktur
20Gatut
Murniatmo dkk., Dampak Pengembnagan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial-Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, (Yogyakarta: DEPDIKBUD Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pemeliharaan Nilai-Nilai Budaya, 1994). 21Bagyono,
2005).
Pariwisata dan Perhotelan, (Bandung: Alfabeta,
18
organisasi hotel, organisasi pariwisata, pengantar ilmu perhotelan, jaringan hotel internasional dan lain sebagainya. Buku ini memberikan sumbangan pemahaman berupa hal-hal teknis dalam dunia pariwisata dan perhotelan (skala besar). Losmen dan penginapan sendiri tidak termasuk dalam bisnis perhotelan. Hal ini disebabkan, setidaknya menurut buku ini pada skala kapital dan struktur manajemen. Hotel memiliki investasi kapital yang besar dengan managemen yang lebih lengkap dan modern. Sebaliknya losmen biasanya lebih kecil, karena berupa rumah yang beralih fungsi dengan struktur man ajemen yang sederhana. Skripsi yang disusun oleh Cucu Nuris Arianto dengan judul “Pariwisata, Kota, dan Sosrowijayan Wetan: 1970-1990-an (Sebuah Sejarah Kampung)” berfungsi sebagai kajian komparasi. Cucu mengkaji sejarah kampung dengan melihat perubahan yang terjadi pada tata letak pemukiman yang diakibatkan oleh industri praiwisata secara umum. Bertolak dari karya Cucu, penelitian ini hendak mengangkat sektor ekonomi losmen yang dominan di sebuah daerah dan pengaruhnya terhadap diversifikasi mata pencaharian. Tesis dari Chiyo Inui Kawamura yang berjudul “Peralihan Usaha dan Perubahan Sosial di Prawirotaman, Yogyakarta 19501990-an”
memberikan
gambaran
yang
spesifik
mengenai
perubahan yang terjadi dalam masyarakat kota. Kawamura
19
mengkaji perubahan Prawirotaman yang awalnya adalah sentra industri batik beruha menjadi sentra industri pariwisata. Batik sendiri
mengalami
komersialisasi
karena
industri
menuntut
inovasi dan produk lokal bertransformasi menjadi “modern” dan memiliki nilai jual. Hal ini menurutnya yang menyebabkan terjadinya
perubahan
sosial
di
masyarakat
Prawirotaman.
Penelitian ini hendak mengikuti logika Kawamura mengenai perubahan sesuatu yang tidak bernilai komersil menjadi komersil. Akan tetapi, tidak akan sampai menyentuh pada perubahan sosial masyarakat. Sejarah losmen sendiri berusaha ditempatkan pada sejarah sosial dan sejarah kota. Oleh karena losmen adalah sektor ekonomi yang dimiliki sejumlah masyarakat yang secara sadar adalah bagian dari kota. Tinggal, mencari nafkah, dan memiliki keterikatan yang besar dengan sumber daya kota. Dalam hal ini pariwisata yang menjadi lahan utamanya.
G. Sistematika Penulisan
Setiap bab memiliki pembahasan yang berbeda-beda. Babbab tersebut akan mewakili salah satu periode sebagai fokus. Kebijakan ini diambil oleh karena rentang waktu penelitian ini relatif pendek. Rincian babnya adalah sebagai berikut.
20
Pendahuluan
atau
bab
satu
menggambarkan
tentang
permasalahan yang muncul dalam penelitian. Dengan kata lain, bab ini mencakup latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan penulisan, tinjauan pustaka, sumber beserta metode dan sistematika penulisan. Bab dua akan membahas mengenai gambaran umum yang isinya berupa sejarah kota Yogyakarta secara umum. Tidak hanya sejarah kota tetapi juga sejarah pembentukan kampung wisata, kondisi sosial-ekonomi, dan sejarah penginapan atau losmen itu berdiri. Bab tiga akan mengkaji mengenai kehidupan masyarakat kampung
wisata
dan
utamanya
tentu
saja
aktivitas-aktivitas adalah
ekonominya.
masyarakat
pengusaha
Fokus bisnis
penginapan, interaksi sosial-ekonomi, dan pergeseran-pergeseran yang terjadi di dalamnya setelah usaha-usaha penginapan berdiri dan berkembang pesat. Bab
empat
interpretasi
adalah
antara
kesimpulan.
data-data
didapatkan dari penelitian.
dan
Keterkaitan-keterkaitan
perspektif
historis
yang