BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dewasa ini sudah menjadi permasalahan serius, dan dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan yang luar biasa (Extra Ordinary Crime). Permasalahan ini tidak hanya menjadi masalah nasional ataupun permasalahan di beberapa negara saja, namun permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba telah menjadi permasalahan dari seluruh dunia. Menurut United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2006, pemakaian narkoba di dunia sebanyak 162,4 juta orang pada tahun 2008 yang diperkirakan terjadi peningkatan 4 % penyalahgunaan narkoba di seluruh dunia, dari 200 juta orang tahun 2006 menjadi 208 juta orang pada tahun 2007, dan jumlahnya terus meningkat sampai saat ini.(http://bnn.go.id/_multimedia/document/20160713/hasil_lit_bnn_2014.pdf
di
akses pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 21.15 WIB) Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menjadi masalah karena dapat menimbulkan kerugian bagi individu maupun masyarakat. Akibat penyalahgunaan narkoba, angka kriminal dapat meningkat, karena maraknya pembegalan, pemerkosaan, pencurian, pembunuhan dan kejahatan lainnya akibat penyalahgunaan narkoba, hal itu juga yang saat ini sedang marak terjadi di Indonesia. Maka tak heran pemerintah Indonesia saat ini gencar melakukan upaya pemberantasan narkoba, hal tersebut dikuatkan dengan instruksi Presiden yang menyatakan
perang
terhadap
penyalahgunaan
dan
peredaran
gelap
narkoba.Instruksi tersebut langsung ditindak lanjuti oleh Kepolisian Republik Indonesia .
Universitas Sumatera Utara
Kapolri memerintahkan jajarannya untuk memperketat pengamanan di wilayah rawan yang menjadi pintu masuk bagi peredaran narkoba yang . Kapolri Jendral Badrodin Haiti juga menegaskan perlu ada upaya yang maksimal dalam perang terhadap Narkoba mulai dari pencegahan, hingga penegakan hukum serta upaya rehabilitasi. Menurut Kepala BNN Republik Indonesia , Komjen Pol Budi Waseso , Di Asean, Indonesia adalah pangsa pasar terbesar untuk penjualan narkoba, sedangkan negara terbesar pengimpor adalah China dan Thailand. Dalam laman berita VOA Indonesia pada 25 februari 2016 yang lalu. Indonesia sendiri memang sudah mengalami kondisi darurat Narkoba, dan itu juga telah disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia. Terlihat dari peningkatan prevalensi penyalahgunaan Narkoba, yang sebelumnya pada bulan juli tahun 2015 tercatat 4,2 juta orang penyalahguna dan pada november 2015 mengalami peningkatan yang signifikan yakni menjadi 5,9 juta penyalahguna narkoba dan ada 30-40 orang mati setiap harinya karena narkoba. (Badan Narkotika Nasional,2015) Indonesia disinyalir berada di peringkat keempat penggunaan
dan
penyalahgunaan
narkoba
terbesar
di
dunia.
(http://regional.kompas.com/read/2016/01/11/14313191/Buwas.Pengguna.Narkob a.di.Indonesia.Meningkat.hingga.5.9.Juta.Orang , di akses pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 21.21 WIB) Saat ini tercatat ada 250 jenis narkoba baru yang masuk ke Indonesia. Dengan pengguna narkoba sebagian besar adalah usia produktif. BNN mencatat kelompok yang berusia 10-20 tahun sebagai pengguna aktif dan terjadi peningkatan sekitar 2,5 persen pengguna setiap tahunnya. Usia tersebut merupakan usia sekolah dengan statusnya sebagai pelajar. Tercatat sebanyak 22 %
Universitas Sumatera Utara
pengguna narkoba di Indonesia adalah dari kalangan pelajar. Jumlah tersebut menjadi urutan terbanyak setelah pekerja yang menggunakan narkoba. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Pencegahan Badan Narkotika Nasional (BNN) Yeppi Manafe, menurutnya pelajar menempati urutan kedua pengguna narkoba terbesar di Indonesia setelah pekerja yang berjumlah 70 %, 22 % pelajar dan sisanya dari kalangan lain.(Badan Narkotika Nasional,2014) Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan prevalensi penggunaan narkoba di lingkungan pelajar di Indonesia mencapai 4,7 % dari jumlah pelajar dan mahasiswa atau sekitar 921.695 orang.Dari jumlah tersebut, diantaranya 61 % menggunakan narkoba jenis analgesik dan 39 % jenis ganja , amphetamine, ekstasi dan lem. Pada tahun 2011, siswa SMP pengguna narkoba berjumlah 1.345 orang. Tahun 2012 naik menjadi 1.424 orang. Sedangkan pengguna baru pada Januari-Februari 2013 tercatat 262 orang. Tercatat dikalangan SMA pada tahun 2011 adalah 3.817 orang, tahun 2012 menjadi 3.410 orang .(http://www.kompasiana.com/ekaka_lubis/narkotika-dan-era-barupenyebarannya_5510a8ac a33311c539ba8a67, Di akses pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 22.00 WIB).Provinsi Sumatera Utara sendiri tercatat pada data terakhir tingkat prevalensi pengguna narkoba mencapai 600 ribu orang pada tahun 2014, dan menjadi provinsi ketiga dengan tingkat prevalensi pengguna narkoba tertinggi dari seluruh Indonesia.(http://www.beritasatu.com/nasional/230235-bnnpecandu-narkoba-di-sumut-600000-orang.html, Diakses pada tanggal 16 Oktober 2016 pukul 22.10 WIB) Akibat dari penyalahgunaan Narkoba tidak hanya berujung pada kerugian individu, maupun masyarakat. Tetapi penyalahgunaan narkoba juga menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
kerugian bagi pemerintah, Pada tahun 2013, estimasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan narkoba lebih kurang 57 triliun yang terdiri dari komponen biaya private dan biaya sosial. Sehingga secara global penyalahguna dan peredaran gelap narkoba semakin mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Indonesia yang pada awalnya hanya menjadi tempat transit atau tempat pemasaran, sekarang sudah meningkat menjadi salah satu negara tujuan bahkan juga sebagai negara eksportir yang memproduksi narkoba. Upaya pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkoba sebenarnya sudah sering dilakukan, melalui pengawasan di jalur masuk peredaran narkoba, pembuatan regulasi ditandai dengan disahkannya undang-undang terbaru Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. Sedangkan penanggulangan bagi korban penyalahgunaan sebagai terapi ketergantungan narkoba adalah program rehabilitasi. Program ini bertujuan untuk melepaskan penyalahguna narkoba dari kecanduan dan kebergantungannya terhadap narkoba yang membuatnya sulit menyesuaikn hidup tanpa narkoba dan sering kambuh dan Sakaw. Menurut data BNN saat ini ada 40 unit lembaga rehabilitsi yang ditempati 16.000 orang pengguna narkoba yang menjalani rehabilitasi ditambah dua unit lembaga milik BNN yang menampung 2.000 orang pengguna narkoba. BNN menyediakan anggaran sebesar Rp 1 Triliun pada 2013 untuk penanganan narkoba. Bidang rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, jumlah pengguna narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh Indonesia tahun 2012, sebanyak 14.510 orang. Terbanyak pada umur 26-40 tahun, yaitu sebanyak 9.972 orang. (BNNP Sumut, 2013)
Universitas Sumatera Utara
Rehabilitasi ternyata tidak hanya dilakukan dengan cara rawat inap, tetapi juga dapat dilakukan dengan rawat jalan. Artinya klien yang direhabilitasi tidak harus tinggal di panti rehabilitasi tetapi dapat juga berada di luar panti dengan catatan harus rutin mengikuti kegiatan dan program yang di buat oleh lembaga dalam rangka pemulihan dari ketergantungan penyalahgunaan narkoba. Dan ada pengawasan dari lembaga terhadap klien, walaupun klien tidak berada didalam panti. Kedua program tersebut banyak dilakukan oleh banyak panti dan lembaga rehabilitasi, contohnya rawat inap yang dilakukan oleh panti rehabilitasi Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus, dengan melakukan program pemulihan dengan cara menginapkan klien di panti dengan jangka waktu 3-6 bulan. Ataupun rawat jalan seperti di beberapa lembaga rehabilitasi. Berbagai macam metode dan terapi yang diberikan kepada residen atau penyalahguna narkoba di lembaga rehabilitasi ternyata tak sepenuhnya serta merta membuat residen dapat sembuh. Karena dalam proses rehabilitasi narkoba sangat tidak mungkin untuk sembuh secara total, melainkan hanya dapat dikatakan pulih dari ketergantungan , dimana tidak ada lagi keinginan yang menggebu untuk mengonsumsi narkoba ataupun bahkan merasakan efek “sakaw “ setelah menjalani program atau terapi rehabilitasi. Maka dari itu, sering sekali terjadi keadaan seorang yang telah selesai menjalani program rehabilitasi kembali menjadi penyalahguna narkoba. Kondisi ini dikenal dengan istilah “ Relapse “. Hal cukup menghawatirkan yaitu tingginya angka pengguna narkoba yang juga sebanding dengan tingginya angka relapse pada penyalahguna narkoba. Relapse merupakan perilaku penyalahgunaan kembali narkoba setelah menjalani program
Universitas Sumatera Utara
rehabilitasi yang ditandai dengan adanya pemikiran, perilaku, dan perasaan adiktif setelah periode putus zat. Menurut World Health Organization (WHO) seseorang dikatakan pulih dari ketergantungan narkoba apabila sudah bebas atau bersih dari narkoba selama minimal 2 (dua) tahun. Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan pada tahun 2006 di lembaga Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi BNN menunjukkan bahwa terdapat 38 kasus, relapse berkali-kali dan masuk kembali ke lembaga rehabilitasi yang sama. Tahun 2007 tingkat relapse sebesar 95% bahkan ada residen yang masuk untuk ke empat kalinya ke lembaga rehabilitasi tersebut. Tahun 2008 menunjukkan data relapse di Indonesia mencapai 90%. Artinya dari 10 pecandu yang direhabilitasi, 9 kemungkinan besar akan kembali menggunakan lagi dan hanya 1 yang benar-benar pulih. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang diadakan oleh YCAB (Yayasan Cinta AnakBangsa) tahun 2010, dimana hasil yang diperoleh ialah angka kekambuhan yangmencapai
90%
dari
yang
dinyatakan telah pulih, kemudian kambuh kembali,berarti kira-kira hanya 10% yang berhasil mempertahankan keadaan bebas zatnya(abstinence). (Pertiwi, 2011) Berdasarkan hasil perhitungan estimasi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) diperkirakan ada 3,2 juta orang (1,5% populasi) di indonesia mempunyai riwayat menggunakan Napza dan dari jumlah tersebut diperkirakan hanya 10% yang mendapatkan layanan dari tenaga kesehatan.Selama ini hanya beberapa sarana pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit umum dan rumah sakit jiwa daerah yang memberikan pelayanan pengobatan terhadap gangguan penggunaan napza, padahal diharapkan semua rumah sakit umum dan
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit jiwa mampu memberikan pelayanan untuk kasus–kasus gangguan penggunaan napza berdasarkan data Kemenkes tahun 2012 (Syuhada,2015) Maka dari itu, berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui model penanganan yang tepat dalam mengatasi permasalahan penyalahguna relapse narkoba di kota Medan. Penulis membatasi penelitian ini hanya pada model penanganan sosial bagi penyalahguna relapse narkoba yang dilakukan oleh beberapa lembaga rehabilitasi yang ada di kota Medan , berdasarkan metode pengambilan sampel yang representatif . Penulis mengangkat permasalahan yang dirangkum dalam penelitian sebuah karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “ Model Penanganan Sosial Bagi Penyalahguna Relapse Narkoba diPanti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih “. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: “ Bagaimana Model Penanganan Sosial Bagi Penyalahguna Relapse Narkoba di Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara dan Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih “. 1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model penanganan sosial bagi penyalahguna relapse narkoba di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih dan Panti Sosial Putra Pamardi (PSPP) “Insyaf” Sumtaera Utara, serta
Universitas Sumatera Utara
menemukan model penanganan sosial yang efektif untuk memulihkan penyalahguna atau pecandu narkoba agar tidak mengalami relapse kembali. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis sendiri untuk menambahkan wawasan dan pengetahuan tentang model penanganan sosial bagi penyalahguna “ relapse“ narkoba di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Laucih dan Panti Sosial Pamardi Putra (PSPP) “Insyaf” Sumatera Utara. 2. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi karya ilmiah dan sebagai bahan kajian yang menyangkut model penanganan sosial bagi penyalahguna “ relapse“ narkoba. 3. Memberikan kontribusi pemikiran dan masukan kepada pemerintah, lembaga-lembaga masyarakat maupun instansi terkait dalam upaya meningkatkan kualitas penanganan terhadap penyalahguna relapse narkoba. 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut ini: BAB I
: PENDAHULUAN Berisikan latark belakang masalah, perumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitandengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi operasional.
BAB III
: METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data serta teknis analisis data.
BAB IV
: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian serta data-data lain yang turut memperkaya penelitian ini.
BAB V
: ANALISIS DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisisnya.
BAB VI
: PENUTUP Berisikan kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara