1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat semakin menyadari bahwa fungsi pangan, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi tubuh, tetapi juga diharapkan dapat memberikan manfaat lain terhadap kesehatan. Kepedulian masyarakat akan kesehatan menjadi peluang bagi peneliti untuk mengembangkan produk pangan yang berkhasiat bagi kesehatan (pangan fungsional). Pangan fungsional adalah adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (BPOM, 2005). Berdasarkan European Consensus on Scientific Concepts of Functional Foods dalam Roberfroid (2005) pangan bisa dikatakan fungsional jika terbukti memberikan efek menguntungkan salah satu atau lebih dari target fungsi-fungsi dalam tubuh seperti halnya nutrisi yang dapat memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko dari suatu penyakit dan bukan berupa pil atau kapsul. Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan produk-produk makanan dan minuman yang disuplementasi dengan komponen prebiotik sebagai komponen yang tidak dapat tercerna oleh saluran pencernaan bagian atas dan dapat menstimulir pertumbuhan bakteri asam laktat atau BAL (Lactobacilli dan Bifidobacteria) sehingga meningkatkan kesehatan inang (Salminen et al., 2004; Manning et al., 2004; Gibson, 2004). Suplementasi komponen prebiotik ini
2
terbukti dapat memperbaiki keseimbangan mikrobiota saluran pencernaan dengan cara menstimulasi pertumbuhan bakteri menguntungkan. Konsumsi prebiotik mempunyai beberapa manfaat, yaitu dapat: menghambat pertumbuhan bakteri patogen, meningkatkan penyerapan kalsium, mencegah kanker usus, memberikan pengaruh terhadap sistem imun (immunological effect) (Manning dan Gibson, 2004). Pemanfaatan umbi-umbian lokal ”terpinggirkan” seperti umbi Garut untuk meningkatkan kesehatan masyarakat memang perlu digarap secara lebih serius. Tepung garut sebagai hasil olahan umbi garut (Maranta arundinaceae L) menurut Harmayani dkk. (2011) mengandung komponen-komponen prebiotik, antara lain serat larut 2,37 % (db), serat tak larut 12,49% (db), juga rafinosa, laktulosa dan stakiosa. Rafinosa terdapat dalam jumlah yang paling besar yakni 396,88ppm, laktulosa sebanyak 270,84ppm, dan stakiosa berjumlah sangat sedikit, yakni kurang dari 56,68ppm. Secara in vivo, diet tepung garut pada tikus dapat meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan dan memperbaiki sifat kimia pencernaan . Saat ini, komponen prebiotik yang dicantumkan pada regulasi pangan untuk klaim di beberapa negara (US, Eropa, dan Jepang) antara lain FOS, GOS, dan inulin (Soedarto, 2008). Sedangkan di Indonesia, regulasi tentang prebiotik secara spesifik belum ada, namun dimasukkan dalam peraturan BPOM sebagai kategori serat pangan (BPOM, 2011). Inulin termasuk dalam serat pangan dan merupakan salah satu komponen prebiotik yang terbukti meningkatkan absorpsi
3
kalsium dalam tubuh, mengurangi serangan dan resiko diare, dan meningkatkan aktivitas Bifidobacteria pada fecal (Slavin, 2013). Cookies merupakan produk yang praktis, mudah disimpan, dan dibawa, serta mudah dalam penyajiannya sehingga sangat cocok sebagai makanan selingan atau camilan. Adanya cookies yang mengandung komponen prebiotik menjadi suatu kebutuhan untuk membantu mencukupi kebutuhan energi dan gizi di samping mendapatkan efek kesehatannya. Kebutuhan akan bahan dasar yang dapat menunjang pembuatan cookies yang bergizi, berserat pangan, dan berprebiotik dapat dipenuhi oleh umbi garut. Salah satu bahan dasar yang dapat digunakan untuk membuat cookies prebiotik adalah tepung garut. Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa tepung garut dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan cookies (Indriyani, 2007; Mileiva, 2006). Intervensi cookies garut pada balita dapat meningkatkan populasi Bifidobacteria dan Bakteri Asam Laktat, serta meningkatkan konsentrasi asetat, propionat dan total SCFA feces (Surawan, 2012). Sejauh ini pengembangan cookies garut masih banyak terhambat dengan rendahnya tingkat kesukaan konsumen terhadap cookies garut (Kusumawardhani, 2011). Untuk itu, perlu diketahui formulasi cookies dengan atribut sensoris yang disukai dan analisis komponen prebiotiknya secara kuantitatif untuk memaksimalkan manfaat dari cookies garut. Selain atribut sensoris, adanya informasi terhadap manfaat kesehatan dari salah satu komponen bahan produk dapat mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Berbagai penelitian menemukan bahwa tingkat
4
penerimaan konsumen meningkat setelah adanya
informasi kesehatan yang
diberikan (Baixauli dkk., 2005). Dalam hal ini diharapkan informasi mengenai efektifitas prebiotik lokal dalam meningkatkan kesehatan, akan meningkatkan pemanfaatan dan penerimaannya oleh masyarakat serta memudahkan industri untuk mengembangkannya dalam skala besar (Surawan, 2012).
1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana formula dan atribut sensoris cookies garut yang dapat diterima panelis? 2. Bagaimana sifat fisik, kimia dan komponen prebiotik dari cookies garut pilihan panelis? 3. Bagaimana tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies garut pilihan panelis dibandingkan dengan cookies terigu komersial? 4. Bagaimana informasi prebiotik pada cookies garut mempengaruhi tingkat penerimaan konsumen?
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengetahui rasio tepung garut dan pati garut dalam pembuatan cookies yang memiliki atribut rasa, warna, aroma yang disukai panelis serta atribut tekstur keremahan dan kekerasan yang dapat diterima oleh panelis, 2. mengetahui sifat fisik, kimia dan komponen prebiotik cookies garut terpilih,
5
3. mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies garut terpilih dibandingkan dengan cookies komersial, 4. mengetahui pengaruh adanya informasi prebiotik pada cookies garut pada tingkat penerimaan konsumen.
1.4 Manfaat yang Diharapkan Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : hasil penelitian dapat menjadi dasar pengembangan cookies garut menjadi produk kesehatan komersial berbahan baku lokal dalam hal ini tepung garut, menjadi alternatif pengembangan produk cookies prebiotik berbahan baku non terigu secara, hasil analisis kuantitatif komponen prebiotik cookies garut dapat dijadikan acuan dalam memaksimalkan manfaat cookies garut bagi kesehatan tubuh, turut menjadi inspirasi bagi peneliti lainnya untuk mengembangkan produk dari umbi-umbian lokal yang lain dalam rangka peningkatan diversifikasi pangan fungsional.