BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Lingkup anggaran menjadi suatu hal yang sangat relevan dan penting di
lingkungan pemerintahan. Hal ini terkait dengan dampak anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas pemerintah. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik perlu upaya perbaikan manajemen keuangan publik. Hal ini seiring dengan tuntutan dilakukannnya transparansi dan akuntabilitas publik (Bahri, 2012). Salah satu unsur reformasi sektor publik adalah tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota. Arahan yang terlalu besar dari pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung mati sehingga pemerintah daerah seringkali menjadikan pemenuhan peraturan sebagai tujuan, dan bukan sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah pusat sulit untuk mengatasi masalah multi aspek yang terjadi di daerah. Oleh karena itu pemerintah pusat memberikan otonomi kepada pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya termasuk segala potensi sumber daya yang ada di wilayahnya (Sulisiana, 2014). Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Pada sektor publik anggaran harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan (Mardiasmo, 2002:61). Untuk mewujudkan
1
2
tata pemerintahan yang baik perlu upaya perbaikan secara terus menerus atas manajemen keuangan publik. Hal ini seiring dengan tuntutan dilakukannnya transparansi dan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban (Mardiasmo, 2002:20). Anggaran pada instansi pemerintah selain berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian juga berfungsi sebagai instrumen akuntabilitas publik atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik sebagai alat akuntabilitas publik. Penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan, sehingga pada akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai kinerja instansi yang bersangkutan dalam penggunaan dana publik dan bisa dipertanggungjawabkan melalui media pelaporan yang dilaksankan dalam waktu satu tahun anggaran (Mediawati dan Kurniawan, 2012). Berdasarkan pengertian tersebut pemerintah daerah harus mampu melaksanakan aktivitas dan kinerja keuangan secara akurat, relevan, transparansi, tepat waktu, konsisten dan dapat dipercaya. Pemberian informasi dan pengungkapan kinerja keuangan ini adalah dalam rangka pemenuhan hak-hak masyarakat, yaitu hak untuk mendapatkan informasi dalam aktifitas kegiatan pemerintah terhadap penggunaan pembiyaan dalam suatu kegiatanya yang memakai dana publik dalam pendekatan anggaran berbasis kinerja.
3
Melalui proses anggaran berbasis kinerja, pemerintah kota/kabupaten menetapkan keluaran dan hasil dari masing-masing program pelayanan, kemudian pemerintah daerah dapat membuat target untuk pencapaiannya. Dengan demikian, pengeluaran dilakukan berdasar prioritas dan unit kerja harus bertanggung jawab terhadap hasil output dan outcome (Adisasmita, 2011:52). Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja selama ini masih banyak dijumpai kelemahan baik sejak perencanaan kinerja, proses penyusunan, dan pembahasan anggaran sampai dengan penuangannya dalam format-format dokumen anggaran (Pamungkas dan Yusuf, 2007). Melalui reformasi anggaran yang sudah dilakukan pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, diharapkan terjadi perubahan struktur anggaran dan perubahan proses penyusunan APBD sehingga dapat menciptakan taransparansi dan meningkatkan akuntabilitas publik. Klasifikasi anggaran yang dirinci mulai dari sasaran strategis sampai pada jenis belanja dari masing-masing program/kegiatan memudahkan dilakukan evaluasi kinerja. Dengan demikian, diharapkan penyususnan dan pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan (Mediawati dan Kurniawan, 2012). Permasalahan yang sering dihadapi oleh organisasi sektor publik adalah terjadinya keterputusan antara perencanaan, anggaran, dan pelaksanaan di lapangan. Idealnya terdapat kejelasan mata rantai mulai visi, misi, tujuan, kebijakan, strategi yang diterapkan dengan program kegiatan, dan anggaran yang diajukan. Namun seringkali yang terjadi ketika tahap pengajuan usulan program,
4
kegiatan, dan anggaran masing-asing unit kerja sudah lupa dengan visi, misi, tujuan, kebijakan, dan strategi. Mereka lebih sibuk dengan upaya menaikan anggaran untuk unit kerjanya. Dokumen perencanaan sebagai acuan seperti Rencana Pembangungan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), atau Renja kadang hanya disimapan dalam lemari. Kondisi seperti
ini
menyebabkan
inefisiensi,
pemborosan,
dan
ketidaefektivan
pembangunan (Mediawati dan Kurniawan, 2012). Penerapan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sangat diperlukan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil. Pembangunan akan kebutuhan masyarakat akan menjadikan landasan berpikir bagaimana mengoperasikan otonomi sehingga betul-betul mencapai sasaran yaitu meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakat. Penerapan dan pertanggungjawaban yang tepat, jelas, dan nyata sangat diperlukan sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna dan berhasil. Pembangunan akan kebutuhan masyarakat akan menjadikan landasan berpikir bagaimana mengoperasikan
otonomi
sehingga
betul-betul
mencapai
sasaran
yaitu
meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakat (Avionita, 2013). Sebagai perwujudan dari pelaksanaan otonomi daerah, salah satunya melalui RAPBD (Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Kota Cilegon yang merupakan salah satu badan yang telah menerapkan anggaran berbasis kinerja. Namun, berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dalam perkembangannya Kota Cilegon sering mengalami defisit
5
dikarenakan jumlah pengeluaran daerah yang lebih besar dibandingkan pendapatan daerah. Dari perhitungan dan analisis kinerja instansi Pemerintah Kota Cilegon yang dilakukan dengan cara membandingkan anggaran dari tahun ke tahun yang terjadi pada Tahun 2009, yang meliputi adanya sisa lebih pembiayaan anggaran tahunan. Sedangkan, pada Tahun 2006, 2007, 2008, dan 2010 tidak ada sisa lebih pembiayaan anggaran tahun. Menurut hasil perhitungan APBD Kota Cilegon Tahun 2010 – 2014, pada Tahun 2010 dan 2011 Kota Cilegon mengalami defisit sebesar Rp. 23,17 miliar dan Rp. 559,4 miliar. Lalu pada Tahun 2012 dan 2013 Kota Cilegon tidak mengalami defisit. Dan terjadi defisit kembali pada Tahun
2014
sebesar
Rp.
125,31 miliar, namun terjadi surplus sebesar Rp. 125,31 miliar sehingga tidak ada sisa lebih pembiayaan anggaran tahunan. Atas dasar penjabaran tersebut, maka timbul pertanyaan bagaimanakah pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah di wilayah Kota Cilegon (BeritaCilegon.com Senin 9 Maret 2015). Hasil penelitian Komang Sri Endrayani, dkk (2014) yaitu anggaran berbasis kinerja berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Ketika penerapan anggaran berbasis kinerja dilakukan semakin baik, maka semakin besar pula akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Adapun dalam penerapan anggaran berbasis kinerja untuk mendukung terciptanya akuntabilitas pada instansi pemerintah dalam rangka pelaksanan otonomi daerah dan desentralisasi dalam organsisasi sektor publik harus memenuhi beberapa dimensi dalam akuntabilitas kinerja. Dimensi akuntabilitas diantaranya akuntabilitas
6
hukum
dan
kejujuran,
akuntabilitas
manajerial,
akuntabilitas
program,
akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial. Dimensi-dimensi tersebut sangat berpengaruh terhadap suatu anggaran berbasis kinerja karena jika dalam melaksanakan berbasis kinerja dengan menaati dimensi akuntabilitas tersebut, instansi pemerintah akan mampu menghasilkan kinerja secara optimal yang bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Anita Wahyu Wijayanti, dkk (2012) yang berjudul “Perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja di Kabupaten Pasuruan” menyatakan bahwa usulan program dan kegiatan melalui proses musrenbang berpotensi menciptakan rencana program dan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Akan tetapi usulan program dan kegiatan pembangunan dari masyarakat tidak bisa terakomodir semuanya dikarenakan masyarakat kurang mendapatkan informasi program pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah daerah tahun bersangkutan. Penyusunan anggaran berbasis kinerja di Kabupaten Pasuruan masih menunjukkan dua hal yaitu: (a) kurangnya komitmen pemerintah daerah yang ditunjukkan dengan belum disusunnya ASB serta terlambatnya penyusunan Standar Satuan Harga, (b) kurangnya pemahaman petugas perencana terhadap indikator kinerja yang ditunjukan dengan adanya perbedaan indikator outcome untuk kegiatan-kegiatan dalam satu program dan adanya perbedaan target kinerja sasaran renstra SKPD dengan RPJMD. Penelitian Mediawati dan Kurniawan (2012) yang berjudul “Pengaruh Penganggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi
7
Pemerintah Daerah di Wilayah IV Priangan”, memaparkan bahwa penganggaran berbasis kinerja dalam bentuk perumusan strategi, perencanaan strategik, pembuatan program, penganggaran, implementasi, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja, telah diterapkan/dilaksankan dengan sangat baik, meskipun masih terdapat beberapa Pemerintah Daerah yang perencanaan strategiknya tidak selalu mencerminkan target yang akan dicapai yang menyebabkan masalah dalam penganggaran, seperti terjadinya beban kerja anggaran yang terlalu berat, dan alokasi sumber daya yang tidak tepat sasaran. Berdasarkan adanya perbedaan hasil penelitian maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Survei Pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon periode 2010-2014)” 1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penulis mencoba untuk mengidentifikasikan permasalahan sebagai bahan yang diteliti dan dianalisis sebagai berikut : 1. Bagaimana penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah Kota Cilegon ? 2. Bagaimana akuntabilitas kinerja pada instansi pemerintah Kota Cilegon ?
8
3. Seberapa besar pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Cilegon ? 1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dilakukan penelitian ini adalah untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah dan mendapatkan data yang dapat memberikan informasi mengenai pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penerapan anggaran berbasis kinerja pada instansi pemerintah Kota Cilegon. 2. Untuk mengetahui akuntabilitas kinerja pada instansi pemerintah. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah Kota Cilegon. 1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis ini diharapkan dapat memberikan
kegunaan bagi : 1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam ilmu pengetahuan akuntansi sektor publik, khususnya mengenai anggaran berbasis kinerja instansi pemerintah di Pemerintah Kota Cilegon.
9
2. Bagi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Kota Cilegon untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya. 1.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas,
penelitian dilakukan pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Sedangkan waktu yang digunakan untuk melakukan penelitian dimulai pada bulan februari 2015 sampai dengan selesai.