BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Hutan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap komponen makhluk hidup
yang ada di bumi saat ini, pasalnya dari hutan banyak manfaat yang dapat diambil baik yang bersifat benefit cost maupun non benefit cost, namun dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi hutan terkadang muncul faktor – faktor yang dapat menjadi pembatas tercapainya fungsi dan manfaat hutan secara optimal. Setiap kawasan hutan memiliki fungsi yang beranekaragam. Untuk memenuhi keseluruhan fungsinya maka perlu pengaturan dalam pengelolaan hutan yang baik. Setiap upaya menaikkan salah satu fungsi atau salah satu output akan memarginalkan fungsi yang lain (Schrechenberg dan Hadely, 1995). Dewasa ini sumber daya hutan baik hutan alam maupun hutan tanaman yang ada di hampir sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami penurunan fungsi secara drastis dimana hutan tidak lagi berfungsi secara maksimal sebagai akibat dari ekploitasi kepentingan manusia baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh karena itu penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk menjawab kebutuhan mahkluk hidup (Marsono, 2004). Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Ekploitasi ini menyebabkan berkurangnya
1
luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun. Dampak dari eksploitasi ini adalah terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Hutan
sebagai
ekosistem
harus
dapat
dipertahankan
kualitas
dan
kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan kehadiran
keseluruhan
fungsinya.
Pengelolaan
hutan
yang
hanya
mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan. Tahap pembangunan dewasa ini telah mengusahakan pemanfaatan hutan secara optimal dan lestari, namun kerusakan hutan di Indonesia terus terjadi. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan terbatasnya sumber daya alam hutan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan manusia akan manfaat dari hutan. Pesatnya perkembangan jumlah penduduk terutama di sekitar hutan dan keterbatasan adanya lahan garapan menimbulkan berbagai tekanan terhadap hutan. Tekanan dapat berupa pengambilan areal hutan, pencurian kayu, pengambilan pakan ternak ke dalam hutan dan perambahan hutan.
2
Konflik kepentingan sering terjadi dalam pengelolaan hutan yaitu antara usaha pelestarian sumber daya alam hutan dan usaha pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat sekitarnya. Usaha yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut adalah dengan mengkombinasikan usaha pertanian kehutanan (agroforestri). Agroforestri memiliki potensi untuk penggunaan lahan secara terpadu dari kemungkinan diversifikasi penggunaan lahan ini makin disadari sebagai cara tepat untuk meningkatkan pendapatan dengan tidak meninggalkan keperluan konservasi. Sistem agroforestri yang berkembang di Hutan Wanagama I dapat diartikan sebagai penerapan sistem agrosilvopasture, yaitu sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan, pertanian dan peternakan. Dimana masyarakat melakukan penanaman tumpang sari di bawah tegakan pohon kehutanan dengan tanaman pangan dan rumput-rumputan. Masyarakat mengambil rumput dan tumbuhan bawah di petak-petak Hutan Wanagama I bahkan di musim kemarau karena rumput untuk pakan ternak sudah sulit didapat mereka mengambil daun-daun tanaman kehutanan yang sebenarnya dilarang. Masyarakat sekitar hutan tetap melihat bahwa hutan adalah sumber rumput bagi ternaknya. Kerugian yang sering terjadi pada tegakan akibat pengambilan makanan ternak di hutan adalah matinya pohon kehutanan sehingga menggagalkan pertumbuhan tanaman. Hal ini terutama terjadi pada tegakan penelitian di Hutan Wanagama I (Pramoedibyo dkk, 2004).
3
Hutan Wanagama I merupakan kawasan dengan organisasi tumbuhan yang memiliki susunan jenis yang membentuk berbagai tipe tegakan. Hutan Wanagama I tumbuh pada ekosistem yang sangat spesifik yaitu pada kawasan daerah karst. Daerah karst ini merupakan kawasan yang kritis dengan tanah batuan yang berkapur dengan porositas yang tinggi dan curah hujan yang rendah sehingga ketersedian air bagi kehidupan tergantung pada hujan. Hal ini menyebabkan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik di daerah karst ini. Hutan Wanagama I ini dirintis oleh Fakultas Kehutanan UGM, awalnya merupakan kawasan kering dan tidak berhutan. Pembangunan hutan ini dimulai pada tahun 1966 dengan luas hutan yang dibangun seluas 10 Ha dan sekarang ini kawasan Hutan Wanagama I yang berhasil dibangun adalah seluas 600 Ha. Hal ini bisa dilihat sebagai suatu keberhasilan dari pembangunan hutan yang dibangun di daerah kritis. Hutan Wanagama I merupakan hutan buatan yang sedang mengalami proses menuju tahapan selanjutnya dan secara umum merupakan hutan yang masih muda, sehingga dijadikan sebagai suatu model bagi konservasi ekosistem hutan. Hutan Wanagama I yang terletak di Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu contoh keberhasilan dalam membangun hutan yang pada awalnya merupakan kawasan yang kering dan tidak berhutan, namun sampai sejauh ini perkembangan Wanagama I telah menjadi beberapa fungsi, diantaranya adalah sebagai hutan pendidikan dan penelitian yang dapat dijadikan sebagai suata model bagi konservasi ekosistem hutan dengan pendekatan pengelolaan flora dan fauna, sebagai hutan percontohan, sebagai wahana penyuluhan dan sebagai hutan wisata.
4
Dengan dimanfaatkannya hutan wisata untuk kepentingan rekreasi, maka akibatnya hutan menjadi kurang terlindung. Komunitas flora dan fauna di hutan wisata menjadi rentan terhadap gangguan manusia. Salah satu penyebabnya adalah adanya jalan yang dibuka bagi pengunjung yang dapat masuk dengan leluasa ke dalam hutan. Pelestarian hutan dapat terjadi apabila manusia mampu menjaga ekosistem lingkungan antara lain perlindungan terhadap komunitas flora dan fauna. Untuk mempertahankan keanekaragaman jenis yang tinggi, pengelolaan hutan wisata harus baik. Pengelolaan itu mencakup perlindungan jenis satwa, tumbuhan dan ekositem lainnya secara terpadu (Anonim, 1994). Mengingat tinggi dan pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan apapapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang, oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat untuk mempertahankan produktivitas tegakan ataupun ekosistem hutan (Marsono, 2004). Kawasan Hutan Pendidikan Wanagama I yang luasnya hampir mencapai 600 hektar ini merupakan tumpuan harapan bagi banyak orang yang bermukim di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya untuk kepentingan ekonomis ataupun kebutuhan akan jasa lingkungan sebagai paru – paru kota , insan pendidikan sebagai media pembelajaran alamiah ataupun oleh pemerintah daerah sebagai salah satu aset wisata alam bagi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
5
Mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh lewat kehadiran kawasan Hutan wanagama I ini, maka upaya untuk mempertahankan fungsi dan peran kawasan ini harus terus dilakukan. Namun dalam pengelolaanya banyak faktor-faktor yang menjadi pembatas tercapainya produktivitas dan perlindungan hutan secara maksimal, salah satu faktor penyebab dimaksud adalah kehadiran agen-agen hayati sebagai penyebab timbulnya hama ataupun penyakit hutan yang dapat menyerang pohonpohon yang ada dalam kawasan hutan Wanagama. Bertolak dari uraian di atas dan karena pentingnya menjaga kondisi hutan dan fungsi pohon di kawasan Hutan Wanagama I, maka perlu diadakan penelitian tentang komunitas pohon di kawasan Hutan Wanagama I.
1.2. Permasalahan 1. Bagaimana komunitas pohon di Petak 5, Petak 7 dan Petak 18 kawasan Hutan Wanagama I berdasarkan Indeks Diversitas (N1, N2, H1, λ), Indeks Eveness (E5), Indeks Richness (R1), Indeks Similaritas dan Densitas? 2. Bagaimana hubungan antara parameter fisik dan kimia tanah dengan komunitas pohon di Petak 5, Petak 7 dan Petak 18 kawasan Hutan Wanagama I Kabupaten Gunungkidul?
6
1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui komunitas pohon berdasarkan Indeks (Diversitas, Eveness, Richness, Similaritas, Densitas) di Petak 5, Petak 7 dan Petak 18 kawasan Hutan Wanagama I. 2. Untuk mengetahui hubungan antara parameter fisik dan kimia tanah dengan komunitas pohon di Petak 5, Petak 7 dan Petak 18 kawasan Hutan Wanagama I Kabupaten Gunungkidul.
1.4. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai jenis-jenis pohon yang hidup di Petak 5, Petak 7 dan Petak 18 kawasan Hutan Wanagama I dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Memberikan manfaat sebagai informasi tentang keanekaragaman pohon yang terdapat di Petak 5, Petak 7 dan Petak 18 kawasan Hutan Wanagama I.
7