1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu
kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan.1 Menurut Widyastuti dalam Riska, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta prosesnya.2,3 Menurut WHO masalah kesehatan reproduksi wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang menyerang para wanita di seluruh dunia.4 Angka ini lebih besar dibandingkan dengan masalah reproduksi pada kaum laki-laki yang hanya mencapai 3,1% pada usia yang sama dengan kaum wanita.4,5 Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) dalam Leo, mengemukakan keputihan sebagai gejala yang sangat sering dialami oleh sebagian besar wanita.6,7 Keputihan (fluor albus, leukorea, vaginal discharge) adalah istilah keluarnya cairan dari genitalia seorang wanita yang bukan darah. Menurut Farida Zubier dalam Tria, keputihan atau fluor albus pada seorang wanita berkaitan dengan usia, terdapat etiologi yang berbeda antara bayi dan anak pubertas, wanita pada masa reproduksi, serta wanita pasca menopause.8,9 Sedangkan penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai dari usia muda, usia reproduksi sehat maupun usia tua dan tidak mengenal tingkat pendidikan, ekonomi dan sosial budaya.10
1
2
Keputihan bisa merupakan gejala normal, pada masa pubertas cairan mukosa yang diproduksi hanya sekedar cukup untuk membasahi vagina saja. Kemudian mulai masa pubertas dan masa pematangan seksualitas terjadi peningkatan produksi cairan vagina, sehingga wanita akan merasa daerah vulva menjadi lebih lembab dan kadang-kadang cairan yang keluar akan membasahi pakaian dalamnya dan biasanya 1 muncul keluhan subyektif berupa gatal. Pada keadaan normal, cairan yang keluar berupa mukus atau lendir yang jernih, tidak berbau mencolok, dan agak lengket. Pada keadaan patologis terjadi perubahan cairan genital dalam jumlah, konsistensi, warna, dan bau.11 Masalah kesehatan reproduksi yang ada di Asia sebanyak 76% yang mengalami keputihan.12 Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa setiap tahunnya di Indonesia angka kejadian keputihan semakin meningkat. Pada tahun 2002, 50% wanita di Indonesia pernah mengalami keputihan, tahun 2003, sebanyak 60%, dan tahun 2014 sebanyak 70% setidaknya sekali sumur hidup.13 Menurut Kusmiran dalam Sunarti, sekitar 90% remaja putri di Indonesia berpotensi mengalami keputihan karena Indonesia adalah daerah yang beriklim tropis, sehingga jamur, virus dan bakteri mudah tumbuh dan berkembang yang mengakibatkan banyaknya kasus keputihan pada remaja putri Indonesia. Ini menunjukkan remaja putri mempunyai risiko lebih tinggi terhadap infeksi atau keputihan patologis.14, 15 Berdasarkan data statistik tahun 2009, jumlah remaja putri di DIY, yaitu 2,9 juta jiwa berusia 15-24 tahun 68% mengalami keputihan patologis.12
3
Keputihan yang terjadi tersebut cenderung disebabkan oleh masih minimnya kesadaran untuk menjaga kesehatan terutama kesehatan organ genitalianya. Selain itu, keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar vagina, bisa terjadi akibat pH vagina tidak seimbang. Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal antara lain kurangnya personal hygiene, pakaian dalam yang ketat, dan penggunaan WC umum yang tercemar bakteri Clamydia.16,17 Menurut Saraswati dalam Paryono penyebab keputihan karena perilaku atau kebiasaan seseorang yang tidak memperhatikan kebersihan organ reproduksinya, yang sering disebut personal hygiene.18,19 Personal hygiene habits merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting untuk menghindari infeksi yang dapat menyebabkan keputihan. Infeksi bahkan mengakibatkan kemandulan dan kehamilan ektopik.16 Hal ini dapat dikarenakan adanya penyumbatan saluran tuba dan kanker leher rahim yang merupakan pembunuh nomor satu bagi perempuan. Insiden akibat kanker leher rahim diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk per tahun, yang bisa berujung pada kematian.7,16 Kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Menurut Tarwoto dalam Leliana, kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang, untuk menjaga kesejahteraan fisik maupun psikis.20,21 Sedangkan menurut Blum dalam Karina, status kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan.22
4
Dalam konteks ini, lingkungan pondok pesantren menjadi menarik untuk diteliti karena pondok pesantren mempunyai kultur tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.23 Kehidupan di lingkungan pondok pesantren lebih mengutamakan keterbatasan dan kesederhanaan. Hal tersebut menjadikan salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan berperilaku sehat santri seperti personal hygiene yang kurang baik, sehingga mengakibatkan kualitas kesehatan remaja dalam hal ini santri kurang terjamin. Berdasarkan penelitian Ma’rufi pada 6 pondok pesantren di Jawa Timur memberikan hasil 73,70% santri memiliki personal hygiene yang buruk, perilaku sering memakai baju atau handuk bergantian dengan teman, dan masih banyak ditemui sanitasi lingkungan pondok pesantren yang kurang baik.24,
25
Selain itu, hasil penelitian perilaku menjaga
kebersihan organ kewanitaan pada santri putri di salah satu pondok di Yogyakarta termasuk dalam kategori berperilaku kurang yaitu sebesar 62,9% dan menyebabkan angka kejadian keputihan patologi pada santri sebesar 59,6%.12 Fakta tersebut tidak dapat dipungkiri karena santri mempunyai aktivitas yang sangat padat. Aktivitas tersebut dimulai dari sebelum subuh hingga sampai kembali tidur sehingga menyebabkan kurang pedulinya santri terhadap kebersihan dirinya terutama genitalia-nya yang mengakibatkan keputihan tersebut. Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q merupakan pondok pesantren khusus putri yang terletak di perbatasan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul ini menjadi tempat tinggal para santri yang sangat beragam dari berbagai provinsi di Indonesia. Mayoritas santri di Komplek Q ini berumur 16-24 tahun dan duduk di bangku perkuliahan meskipun ada beberapa yang duduk di bangku sekolah
5
menengah atas. Sedangkan menurut WHO batasan umur remaja adalah 10-19 tahun dengan kategori remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-19 tahun.26 Alasan dilakukan penelitian di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q adalah dari data studi pendahuluan penulis 90 % dari 10 sampel santri yang ada di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q mengeluh sering mengeluarkan cairan putih kekuningan dan terasa gatal dari vagina. Kebiasaan santri putri setelah cebok tidak dikeringkan dahulu, tidak berganti pakaian dalam ketika merasa lembab, dan berganti pakaian dalam 2 kali dalam sehari, dan kondisi lingkungan yang kurang bersih menjadikan faktor-faktor penyebab terjadinya keputihan (flour albus) di lingkungan pondok pesantren tersebut. Selain itu, membicarakan masalah seksual dan reproduksi di kalangan santri masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu sehingga harus dirahasiakan dan disembunyikan rapat-rapat. Berdasarkan latar belakang dan fenomena di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti tentang “Korelasi antara Personal Hygiene Habits dengan Kejadian Flour Albus Patologis pada Santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q”. B.
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat
korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus patologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q?
6
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian fluor albus patologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q serta keeratannya. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan uang saku bulanan. b. Mengetahui personal hygiene habits pada santri Pondok Pesantren AlMunawwir Komplek Q. c. Mengetahui kejadian flour albus fisiologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q. d. Mengetahui kejadian flour albus patologis pada santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q.
D.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberi manfaat: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian ini dapat dijadikan khasanah ilmu pengetahuan khususnya ilmu kebidanan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja yaitu keterkaitan antara personal hygiene habits dengan terjadinya flour albus patologis.
7
b. Bagi Peneliti dan Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti mengenai korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus patologis dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada pengurus Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q agar mampu meningkatkan perhatian dan pemberian edukasi kepada santri dalam meningkatkan personal hygiene habits terutama dalam pencegahan flour albus yang bersifat patologis. E.
Keaslian Penelitian Penelitian “Korelasi antara Personal Hygiene Habits dengan Kejadian Flour
Albus Pada Santri Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q” sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya, akan tetapi peneliti menemukan penelitian lain yang serupa, yaitu: 1. Penelitian Awaluddin (2009) dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Keputihan pada Remaja Putri di Asrama Jurusan Keperawatan Lubuk Linggau”27 ini menggunakan jenis penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Hasilnya adalah wanita yang sudah menikah memiliki resiko lebih tinggi mengalami keputihan (OR 1,4), wanita yang memiliki integritas sosial yang rendah akan lebih beresiko terjadi keputihan abnormal (OR 1,2) dan wanita yang memiliki otonomi yang rendah akan beresiko tinggi
8
mengalami keputihan abnormal (OR 1,2). Sedangkan pada wanita yang mengalami gangguan kesehatan mental (stres) beresiko tinggi mengalami keputihan abnormal (OR 1,6). Perbedaannya, penelitian Awaluddin meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi keputihan, sedangkan penelitian ini meneliti korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus yang terjadi pada santri. 2. Penelitian Ayuningtyas (2011) dengan judul “Hubungan antara Pengetahuan dan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia Eksterna dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Negeri 4 Semarang”28 ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dengan hasil Angka kejadian keputihan di SMA Negeri 4 Semarang sangat tinggi, 96,9% responden mengalami keputihan. Ada hubungan antara pengetahuan menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (p=0,027). Tidak ada hubungan antara perilaku menjaga kebersihan genitalia eksterna dengan kejadian keputihan pada siswi SMA Negeri 4 Semarang (p=1,00). Perbedaanya, penelitian ini meneliti korelasi antara personal hygiene habits dengan kejadian flour albus sedangkan Ayuningtyas meneliti hubungan pengetahuan dan perilaku terhadap kejadian keputihan. Selain itu, perbedaannya pada subyek penelitian dan lokasi penelitian. 3. Penelitian Tri Indah Setiani, Tri Prabowo, Dyah Pradnya Paramita (2015) dengan judul “Kebersihan Organ Kewanitaan dan Kejadian Keputihan
9
Patologi
pada
Santriwati
di
Pondok
Pesantren
Al-Munawwir
Yogyakarta”, dengan hasil kejadian keputihan patologis pada santriwati 59,6%. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pengambilan sampel pada penelitian Tri dengan membedakan strata pendidikan dan peneliti tidak spesifik menyebutkan komplek atau lokasi penelitian, padahal Pondok Pesantren Al-Munawwir memiliki Komplek dari A sampai T. Berbeda pada penelitian ini menggunakan purposive random sampling dan hanya dilakukan di Komplek Q, sehingga diharapkan penelitian ini akan lebih valid dengan bias minimal. Selain itu, penelitian Tri hanya membahas mengenai adanya hubungan, sedangkan penelitian ini tidak hanya menganalisis sebatas hubungan saja tetapi sampai keeratannya atau signifikansinya.