BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, karena mengandung zat gizi yang paling sesuai dengan kebutuhan bayi yang sedang dalam tahap percepatan tumbuh kembang (IDAI, 2008). Kementerian Kesehatan RI, World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF) menganjurkan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan, tanpa tambahan cairan ataupun makanan lain selain ASI (Depkes, 2012). Target pencapaian pemberian ASI Eksklusif tahun 2010-2014 sebesar 80% yang tertuang dalam rencana Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat oleh Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI (Depkes 2012). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan capaian pemberian ASI di Indonesia sangat rendah, persentase bayi yang diberi ASI secara Eksklusif sampai dengan bayi berusia 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah (Depkes, 2011). ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit. Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula (Depkes, 2011). Air Susu Ibu (ASI)
Universitas Sumatera Utara
merupakan makanan tunggal dan alamiah untuk bayi karena ASI memiliki kandungan zat gizi yang lengkap antara lain 88,1% air, 3,8% lemak, 0,9% protein, 7% laktosa, serta 0,2% berupa DHA, DAA, Shpynogelin dan zat gizi lainnya. Selain itu, ASI juga mudah dicerna, memberikan perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih dan siap untuk diminum. Dengan demikian pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan juga berdasarkan jumlah ASI yang diperoleh (Sarwono, 2008; Elinofia, dkk, 2011). Menurut Dirjen Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak masalah utama masih rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan pemberian ASI (Depkes, 2011). Alasan ibu-ibu tidak memberikan ASI karena ibu merasa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup, merasa ASI mereka encer, atau tidak keluar sama sekali (Widjaya, 2004; Elinofia, dkk 2011). Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan berpendapat, faktor sosial budaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif pada bayi dan balita di Indonesia, seperti ketidaktahuan ibu, gencarnya promosi susu formula, minimnya dukungan keluarga. Pemahaman yang rendah juga mengakibatkan munculnya pendapat bahwa ASI ibu tidak cukup, menyusui mengurangi keindahan tubuh dan nilainilai yang mendorong untuk tidak memberikan ASI eksklusif (Elinofia, dkk, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dalam periode 6 bulan pertama dikarenakan kepercayaan dan sikap yang salah terhadap pemberian ASI eksklusif. Alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif meliputi: rasa takut ASI yang mereka hasilkan tidak cukup atau ASI yang mereka hasilkan memiliki mutu yang jelek, ASI terlambat diberikan kepada bayi dan praktik membuang kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, kepercayaan bahwa bayi mereka memerlukan cairan tambahan selain ASI, kurangnya dukungan dari pelayanan kesehatan, dan gencarnya pemasaran susu formula (Gibney, dkk, 2005). Menurut Meiliasari (2002), bahwa sukses pemberian ASI eksklusif adalah hasil kerja tim, yang beranggotakan paling sedikit dua orang, ayah dan ibu (Elizaberh, 2010). Menurut Roesli (2008), pemberian ASI Eksklusif merupakan aktivitas keluarga, peran keluarga dalam keberhasilan pemberian ASI Eksklusif sangat besar khususnya dalam mendukung keberhasilan pemberikan ASI Eksklusif. Menurut salah satu petugas kesehatan Puskesmas Bebesen, alasan yang menyebabkan beberapa orang tua tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayi di daerah itu karena ada anggapan bahwa ASI menyebabkan gatal-gatal pada bayi yang disebut penyakit dena oleh masyarakat, beberapa ibu merasa ASI yang mereka hasilkan tidak cukup, tidak ingin direpotkan dengan memberi ASI eksklusif, kemudian karena alasan bekerja. Berdasarkan data Puskesmas Bebesen Kecamatan Bebesen capaian pemberian ASI Eksklusif di Desa Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah keadaan tahun berjalan 2012 adalah 18 %, capaian ini lebih rendah
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan capaian pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Tengah tahun 2011 yaitu 39.7 % dan sangat jauh dari target pencapaian pemberian ASI Eksklusif tahun 2010-2014 sebesar 80%. Dari uraian di atas peneliti tertarik meneliti karakteristik keluarga (umur ibu, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan kepala keluarga, pekerjaan ibu, penghasilan keluarga/bulan, jumlah anggota keluarga, tipe keluarga, suku, jumlah anak) dan pemberian ASI eksklusif di Kampung Kemili, Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh tengah sebagai salah satu kampung yang berada di lingkup Puskesmas Bebesen Kecamatan Bebesen.
1.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: menggambarkan karakteristik keluarga dan pemberian ASI Eksklusif di Kampung Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.
2.
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dari penelitian ini adalah: bagaimana gambaran karakteristik keluarga dan pemberian ASI Eksklusif di Kampung Kemili Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.
3.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak.
Universitas Sumatera Utara
a. Pendidik Keperawatan Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pendidik keperawatan tentang karakteristik keluarga dan pemberian ASI Eksklusif. b. Bagi Peneliti Keperawatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan atau sumber data bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang sejenis pada masa yang akan datang. c. Pelayanan Keperawatan Sebagai sumber informasi tambahan dalam meningkatkan pemberian ASI Eksklusif.
Universitas Sumatera Utara