BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang sudah ditemukan maupun yang masih berada di bawah permukaan tanah. Situs-situs tersebut didominasi oleh situs-situs percandian. Situs-situs arkeologi yang berupa bangunan candi dapat dibedakan menjadi candi yang terdiri atas beberapa bangunan yang membentuk suatu kelompok atau gugusan percandian dan candi yang berdiri sendiri. Adapun yang termasuk dalam situs yang berupa kelompok percandian adalah kompleks Candi Siwa atau dikenal masyarakat sebagai Candi Rara Jonggrang.
Kompleks Candi Sewu,
kompleks Candi Plaosan, kompleks Candi Sambisari, kompleks Candi Kedulan, kompleks Candi Ijo, dan kompleks Candi Ratu Baka. Bangunanbangunan candi tersebut terletak dalam wilayah yang cukup luas dalam satuan bentuklahan yang tidak sama satu dengan lainnya.
Kompleks
Candi Ratu Baka, kompleks Candi Barong, kompleks Candi Ijo, kompleks Stupa Dawangsari terletak pada satuan bentuklahan perbukitan struktural. Kompleks Candi Rara Jonggrang, kompleks Candi Sambisari, kompleks Candi Kedulan, kompleks Candi Sewu, kompleks Candi Plaosan, Candi Kalasan, Candi Sari, Candi Lumbung, Candi Bubrah terletak pada dataran rendah pada bentuklahan dataran alluvial (Mundardjito, 1993). Bangunan-
1
2
bangunan candi yang terletak di wilayah Prambanan dibangun pada kurun waktu antara abad VIII-X Masehi (Kempers, 1959;Mundardjito,1993). Keberadaan bangunan-bangunan candi tersebut telah bertahan hingga saat ini lebih kurang sekitar 13 abad lamanya.
Selama kurun waktu
tersebut tentunya telah terjadi cukup banyak perubahan terutama dalam hal konstruksi maupun material penyusun bangunannya, mengingat bangunan candi terbuat hampir seluruhnya dari bahan batuan. Pada saat awal pembangunannya, candi dibuat sedemikian rupa agar memenuhi fungsinya sebagai bangunan keagamaan sebagai pusat pemujaan dewadewa dalam konteks agama Hindu maupun Budha.
Beberapa candi
menunjukkan adanya bukti telah mengalami perubahan atau dengan kata lain tidak dibuat dalam sekali waktu melainkan ada penambahan bahkan perubahan baik konstruksi maupun bentuk arsitektur bangunannya, seperti Candi Kalasan, kompleks Candi Sewu, dan kompleks Candi Plaosan (Kempers, 1959). Hampir
seluruh
bangunan
candi
yang
terletak
di
wilayah
Prambanan pada saat ditemukan kembali oleh para penjelajah Belanda pada awal abad ke 19 Masehi berupa reruntuhan atau dengan kata lain tidak ada bangunan candi yang masih utuh seperti ketika saat pertama kali dibangun. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan hingga saat ini yaitu mengenai penyebab keruntuhan bangunan candi tersebut. Dalam konsep agama Hindu dan Budha dikenal adanya kitab pedoman untuk pendirian bangunan suci keagamaan termasuk bangunan
3
saat ini candi. Kashyapasilpa
Kitab seperti Manasara-Silpasastra, Vastupurusa, memberikan
petunjuk
mengenai
prinsip
pendirian
bangunan suci mulai dari desain atau lay out denah bangunan candi, proses pemilihan lahan, materi atau bahan bangunan, pendiriannya
hingga
(Acarya, 1934; Banerjee, 1993; Slackzka, 2007; Vardia,
2008;Degroot, 2009).
Pedoman tersebut disusun bertujuan agar
bangunan candi sebagai bangunan suci keagamaan dapat terwujud dan berfungsi sebagai bangunan suci.
Candi sebagai bangunan suci tentu
akan dibuat dalam bentuk dan kondisi yang sebaik-baiknya (Soekmono, 1995; Beynon, 2013). Kondisi bangunan candi yang hampir seluruhnya telah mengalami keruntuhan pada saat ditemukan dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor konstruksi bangunan candi sendiri dapat menjadi penyebab runtuhnya
bangunan
tersebut,
mengingat
beberapa
candi
telah
mengalami perubahan pasca pembangunan awalnya (Kempers, 1959). Selain itu faktor ketidaksesuaian lahan tempat berdirinya candi juga dapat menjadi penyebab terjadinya keruntuhan bangunan meskipun terjadi dalam jangka waktu yang lama sejak dibangun. Faktor-faktor tersebut masih dipengaruhi faktor lain seperti terjadinya bencana alam yaitu letusan gunung api Merapi dan juga gempa bumi tektonik (Mulyaningsih, 2002).
Pada saat ini bangunan-bangunan candi yang terletak di wilayah
Prambanan sebagian besar telah mengalami proses pemugaran kembali untuk dikembalikan kepada bentuk aslinya.
Kegiatan pemugaran
4
dilakukan sejak masa penjajahan Belanda hingga dengan melibatkan teknologi yang dari waktu ke waktu senantiasa berubah mengikuti perkembangan yang terjadi.
Tujuan dari kegiatan pemugaran ini adalah
mengembalikan bangunan candi ke dalam bentuk aslinya sekaligus melakukan
beberapa
kegiatan
perkuatan
yang
berkaitan
dengan
konstruksi bangunannya agar dapat bertahan lama dan mengurangi laju proses kerusakan yang tidak dapat dihindari pasti berlangsung (Gutomo ed., 1998;Darmojo, 2009). Sesuai Undang Undang Negara Republik Indonesia No.11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yang dimaksud sebagai situs arkeologi adalah suatu lokasi yang di dalamnya terdapat peninggalan arkeologi, sehingga perlu dilindungi dan diatur pemanfaatan dan pengelolaannya menurut ketentuan yang berlaku (Anonim, 2010). Kegiatan perlindungan dan pelestarian situs-situs arkeologi tidaklah cukup hanya berdasar peraturan perundangan yang ada.
Undang-undang merupakan dasar
hukum yang bersifat mengatur dan melindungi keberadaan situs-situs tersebut
dari
ancaman
kerusakan
yang
disebabkan
oleh
faktor
manusia/aktivitas budaya. Potensi terjadinya kerusakan yang disebabkan oleh pengaruh karakteristik lahan tidak dapat dicegah oleh undangundang tersebut. dipersiapkan kelestarian
Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu kiranya
langkah-langkah situs-situs
yang
arkeologi
karakteristik di sekitar situs.
tepat
terhadap
dalam
rangka
kerusakan
menjaga
oleh
faktor
5
Perlu dilakukan kajian mendalam terhadap faktor karakteristik lahan yang berada di sekitar situs-situs arkeologi.
Kajian yang bersifat inter
disipliner dari ilmu bantu perlu dilakukan agar dapat menghasilkan data yang komprehensif mengenai karakteristik lahan di sekitarnya. Studi lebih detail terhadap karakteristik lahan di sekitar situs dapat dilakukan
dengan
melakukan
penilaian
terhadap
kondisi
tanah,
penggunaan lahan, bentuklahan, kemiringan lereng, jenis batuan, hidrologi. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah melakukan studi terhadap karakteristik lahan di sekitar situs-situs arkeologi (David, et.al., 2008). Hasil yang diperoleh dari survey tersebut kemudian diolah dengan menggunakan perangkat SIG (Sistem Informasi Geografis) yang sudah banyak dimanfaatkan di berbagai bidang pada saat ini. Hasil yang diperoleh akan lebih dapat memberikan penilaian yang tepat mengenai karakteristik lahan yang mendukung untuk kelestarian bangunan candi. Salah satu pendekatan yang dapat diajukan terkait dengan permasalahan ini yaitu dengan memanfaatkan data penginderaan jauh khususnya foto udara hitam putih untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik lahan dimana bangunan candi didirikan.
Pemanfaatan
penginderaan jauh dengan menggunakan interpretasi foto udara untuk kajian di bidang arkeologi belum banyak dilakukan di Indonesia. Selama ini penelitian di bidang arkeologi lebih banyak didominasi dengan melakukan survei permukaan.
6
Wilayah Prambanan dalam penelitian ini adalah
wilayah yang secara
administratif meliputi Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY dan wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah (lihat gambar 1.). Pada wilayah tersebut terdapat bangunan-bangunan candi baik yang beraliran agama Hindu maupun Budha yang letaknya relatif berdekatan.
Bangunan-
bangunan candi tersebut berasal dari sekitar abad VIII-X Masehi atau berdasarkan sejarah disebut sebagai masa atau jaman Mataram Kuna (Kempers, 1959). Pada kurun waktu itu diperkirakan wilayah Prambanan merupakan wilayah yang dianggap sesuai secara konseptual untuk mendirikan bangunan candi sebagai bangunan keagamaan. Bangunanbangunan candi yang terletak di wilayah tersebut berada pada bentuklahan dataran maupun perbukitan. Ketersediaan data
foto udara yang meliput wilayah Prambanan telah
mampu merekam keletakan persebaran situs-situs arkeologi di wilayah tersebut. Kemampuan foto udara dalam merekam obyek di muka bumi, khususnya situs arkeologi, tentunya dapat dimanfaatkan untuk digunakan dalam kegiatan pelindungan dan pelestarian situs arkeologi baik yang terkait dengan penentuan mintakat perlindungan, maupun yang lebih nyata diantaranya dapat digunakan untuk melakukan identifikasi kondisi lahan berkaitan dengan aspek kesesuaian lahan terhadap situs arkeologi khususnya yang berupa bangunan candi.
7
Pemanfaatan data foto udara untuk memperoleh informasi
mengenai
karakteristik lahan di wilayah Prambanan dapat memberikan informasi tentang kesesuaian lahan di sekitar situs dalam cakupan area yang lebih luas. Foto udara dapat dimanfaatkan untuk melakukan peliputan area (coverage area) yang lebih luas jika dibandingkan dengan survei permukaan biasa (Johnson dan Haley, 2006). Karakter dari foto udara terkait dalam peliputan obyek di muka bumi, juga sangat memungkinkan melihat hubungan spasial antara situs dengan lingkungan di sekitarnya. Melalui foto udara dapat diketahui letak situs pada suatu lahan tertentu yang didalamnya terdapat karakteristik lahan berupa bentuklahan, lereng, penggunaan lahan, hidrologi, jenis tanah, dan batuan. Informasi yang diperoleh akan bermanfaat untuk menyerap informasi tentang karakteristik lahan di sekitar bangunan candi terutama yang memiliki ketidaksesuaian yang dapat berdampak
terhadap
kelestarian bangunan candi. Data hasil interpretasi foto udara ini selanjutnya dianalisis dan ditampilkan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis sesuai dengan tujuan untuk memperoleh gambaran kesesuaian lahan terhadap bangunan candi di wilayah Prambanan (Zieler, 1999). Sistem Informasi Geografis mampu melakukan analisis spasial yang menjangkau hubungan
antar
variabel yang
terkait dengan
karakteristik sekaligus melakukan penilaian karakteristik lahan yang dapat
8
dijadikan dasar untuk menyusun kelas kesesuaian lahan untuk bangunan candi, sehingga langkah-langkah yang terkait dengan hasil penilaian tersebut dapat dirancang. Dampak dari adanya ketidaksesuaian lahan terhadap bangunan candi merupakan ancaman tersendiri terhadap kelestarian situs-situs arkeologi di berbagai wilayah di Indonesia pada umumnya, serta di wilayah Prambanan pada khususnya.
Pengertian kesesuaian lahan dalam
penelitian ini adalah kecocokan lahan dimana situs-situs arkeologi dalam hal
ini
berupa
pengelolaannya
bangunan berkaitan
candi dengan
didirikan nilai
diatasnya
kesesuaian
dan
tingkat
yang
diukur
(Hardjowigeno, 2011). Kesesuaian lahan terhadap situs arkeologi dapat dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk harkat atau score.
Melalui
pengolahan menggunakan perangkat GIS maka dapat memberikan gambaran atau representasi kenyataan yang ada seperti keadaan yang sebenarnya di dunia nyata (real world) (Gomarasca, 2009). Selama ini dalam konteks ilmu arkeologi khususnya kajian konservasi, kesesuaian lahan lebih banyak dinyatakan secara kualitatif sehingga banyak memunculkan perdebatan.
Dalam penelitian ini kesesuian lahan yang
diperoleh secara kuantitatif pada tahap selanjutnya akan dijabarkan secara kualitatif.
9
1. 2. Perumusan Masalah Persebaran bangunan-bangunan candi di wilayah Prambanan meliputi bentuklahan yang memiliki relief yang berupa dataran dan perbukitan dengan jarak antar situs yang relatif berdekatan (Mundardjito, 1993; Gutomo, e.d., 1998).
Selain itu wilayah Prambanan merupakan
wilayah yang cukup strategis secara sosial ekonomi karena terletak di jalur utama Yogyakarta-Surakarta.
Konsekuensi dari hal ini adalah faktor
perkembangan wilayah yang disebabkan oleh pembangunan sarana dan prasarana fisik dalam mendukung sektor ekonomi dan perdagangan. Peningkatan aktivitas ini berpeluang besar untuk mengubah relief permukaan yang ada saat ini.
Kondisi lahan di sekitar situs serta
perubahannya oleh sebab aktifitas manusia dalam rangka pembangunan di berbagai sektor dapat menimbulkan perubahan karakteristik lahan yang dapat mempengaruhi kelestarian situs-situs arkeologi di wilayah tersebut. Pemanfaatan penginderaan jauh dengan menggunakan foto udara telah banyak dilakukan dan memberikan manfaat yang besar dalam perolehan data relief muka bumi.
Foto udara mengandung informasi terperinci
mengenai kondisi permukaan bumi pada saat dilakukan pemotretan, dimana setidaknya terdapat tujuh karakteristik yang dapat digunakan dalam proses interpretasinya.
Ketujuh karakteristik tersebut adalah :
bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona, tekstur, dan situs (Lillesand; Kiefer, 1998).
10
Terapan foto udara telah banyak dilakukan terhadap berbagai bidang kajian seperti geomorfologi, geologi, tanah, penggunaan lahan-tutupan lahan, pertanian, kehutanan, hidrologi, perencanaan wilayah-tata kota, ekologi, evaluasi dampak lingkungan dan kepurbakalaan (arkeologi). Terkait dengan bidang kepurbakalaan (arkeologi), pemanfaatan foto udara telah terbukti dapat memperoleh informasi keberadaan reruntuhan, tumpukan batu, fitur-fitur arkeologi seperti saluran, kanal, parit kuno, dan tentu saja peninggalan arkeologi yang masih utuh. Hal tersebut dapat di interpretasikan melalui foto udara karena keberadaan data-data terkait dengan kepurbakalaan (arkeologi) tersebut memiliki pola-pola tertentu yang spesifik. Keberadaan bangunan-bangunan candi dapat diamati melalui foto udara. lahan terkait dengan keletakan
di wilayah Prambanan
Demikian juga dengan karakteristik
bangunan candi
tersebut.
Penelitian
untuk melihat keterkaitan karakteristik lahan yang dapat menentukan kesesuaian lahan untuk bangunan candi dengan memanfaatkan data foto udara dan SIG masih jarang dilakukan.
Selama ini penelitian yang
dilakukan lebih banyak menggunakan survei permukaan. Kemampuan
foto
udara
dalam
memperoleh
informasi
mengenai
karakteristik lahan terhadap bangunan candi tentu tidak semuanya dapat diperoleh secara langsung dari hasil interpretasinya. Data yang diperoleh dari hasil interpretasi foto udara masih berupa data berkaitan dengan jenis obyek di muka bumi, sedangkan dalam hubungannya dengan tingkat
11
kesesuaian lahan diperlukan analisis lebih lanjut berupa penilaian karakteristik lahan yang merujuk kepada kriteria kesesuaian lahan. Berdasarkan prinsip dan konsep interpretasi foto udara, hasil interpretasi dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan serta meliputi berbagai tingkat keterperincian (Zuidam, 1979). kiranya
dilakukan
penilaian
terhadap
Oleh karena itu perlu
karakteristik
lahan
dengan
memanfaatkan penginderaan jauh dalam hal ini foto udara dan diolah dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis agar dapat diperoleh kelas kesesuaian lahan untuk bangunan candi. Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas maka dapatlah kiranya diajukan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1. Apakah foto udara hitam putih dapat digunakan untuk memperoleh informasi karakteristik lahan di sekitar bangunan candi? 2. Sejauh manakah foto udara dan Sistem Informasi Geografis dapat digunakan dalam pembuatan kelas kesesuaian lahan untuk bangunan candi di wilayah Prambanan? 3. Bagaimanakah kelas kesesuaian lahan untuk bangunan candi di wilayah Prambanan? 1. 3. Keaslian Penelitian Penelitian di bidang penginderaan jauh dengan foto udara untuk penilaian kesesuaian lahan untuk bangunan candi di wilayah Prambanan belum pernah dilakukan.
Meskipun demikian beberapa penelitian dengan
menggunakan foto udara atau citra penginderaan jauh baik yang berkaitan
12
atau tidak berkaitan dengan bidang arkeologi dan penilaian karakteristik lahan pernah dilakukan, di antaranya sebagai berikut. 1. Made Suryadi (1995) melakukan penelitian dengan menggunakan foto udara infra merah berwarna semu untuk pengembangan wisata di Kabupaten Buleleng, Bali. Tujuan penelitian ini untuk menguji tingkat kemampuan foto udara inframerah berwarna semu skala 1:30.000 untuk memperoleh informasi tentang karakteristik lahan. Penelitian ini menitik beratkan pada pengujian terhadap kemampuan foto udara inframerah berwarna semu dalam memperoleh informasi karakteristik lahan yang dapat digunakan untuk mendukung pengembangan wisata. 2. Sunjoto Amipuro (1997) melakukan penelitian evaluasi kesesuaian lahan untuk keperluan pengembangan lahan pertanian di daerah lereng selatan gunungapi Merapi dari Kaliurang hingga Parangtritis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini melakukan
identifikasi kesesuaian lahan pada tingkat tinjau dengan pendekatan bentuk lahan. Data yang digunakan adalah foto udara skala 1:50.000 yang akan digunakan sebagai dasar pembuatan peta akhir skala 1:100.000. Foto udara digunakan sebagai bahan interpretasi terhadap parameter-parameter yang dapat dipakai untuk mengetahui elemen tunggal untuk selanjutnya digabungkan dengan elemen lain sehingga menghasilkan parameter kesesuaian lahan untuk pertanian jenis padi sawah, lahan kering, tanaman tahunan. Parameter yang diperoleh dari interpretasi foto udara yaitu : erosi, drainase, banjir, lereng, kesuburan
13
tanah yang pada akhirnya akan diberikan penilaian untuk melihat kesesuaian lahan untuk pertanian. Dibandingkan dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian ini menggunakan data penginderaan jauh foto udara hitam putih dengan skala 1:50.000 untuk memperoleh data berupa parameter-parameter yang akan diberikan penilaian terkait dengan kesesuaian lahan untuk pertanian jenis padi.
Hasil akhir
adalah peta kesesuaian lahan untuk pertanian jenis padi dengan skala 1:100.000. 3. Mundardjito
(1993)
melakukan
penelitian
tentang
beberapa
pertimbangan ekologi dalam pemilihan pendirian situs dari masa Hindu - Budha di Yogyakarta, termasuk di wilayah Prambanan. Penelitian ini mencakup kajian hubungan spasial antar situs yang melibatkan variabel karakteristik seperti topografi, vegetasi, jarak dengan sumber air, serta konsep-konsep arkeologi. Penelitian ini tidak memanfaatkan data penginderaan jauh khususnya foto udara serta SIG, serta tidak melakukan penilaian terhadap parameter-parameter kesesuaian lahan untuk pendirian candi. Penelitian juga tidak memunculkan parameterparameter yang dapat menimbukan potensi ancaman kerusakan terhadap situs-situs arkeologi di wilayah penelitian. 4. Ispen Safrel (2000) melakukan penelitian menggunakan foto udara dan Sistem Informasi Geografis untuk evaluasi kesesuaian lahan jalur jalan antara Medini-Boja-Kaliwungu. Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji kemampuan foto udara skala 1:25.000 sebagai sumber data fisik
14
untuk memperoleh parameter kondisi lahan berupa karakter lahan dan selanjutnya diolah dengan metode overlay analisis (tumpang susun) menggunakan
Sistem
Informasi
Geografis
sehingga
diperoleh
parameter kesesuaian lahan untuk jalur jalan. Adapun parameter yang ditetapkan untuk evaluasi kesesuaian lahan yaitu : bentuk lahan, proses geomorfologi, lereng, erosi, penggunaan lahan.
Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian jalur jalan melewati lahan dengan kelas kesesuaian lahan yang sesuai. Sepanjang 1 km melalui lahan yang tidak sesuai atau rawan bencana. Penelitian ini berusaha memperoleh parameter-parameter yang akan diberikan penilaian kesesuaian lahan untuk jalan. Parameter seperti bentuklahan, proses geomorfologi, lereng, erosi serta bentuk penggunaan lahan akan dinilai dan dilihat kesesuaiannya untuk pembangunan jalan. 5. Aprijanto (2001) melakukan penelitian pengembangan wisata di Kabupaten Jembrana, Bali dengan menggunakan Citra Landsat TM dan foto udara hitam putih. Penelitian ini tidak menggunakan data foto udara, tetapi citra satelit, dimana parameter-parameter yang diperoleh akan diberi penilaian terkait kesesuaian lahan untuk pengembangan pariwisata. 6. Niken
Wirasanti
(2002)
melakukan
penelitian
terkait
dengan
pemanfaatan sumberdaya lingkungan pada masa Mataram Kuna
15
Abad IX-X Masehi di wilayah Prambanan dan sekitarnya.
Dalam
penelitian ini dilakukan penilaian terhadap komponen sumberdaya lingkungan dan dipadukan dengan temuan
arkeologi serta peta
kerentanan
bentuk
bencana
untuk
sumberdaya lingkungan.
mengetahui
pemanfaatan
Penelitian ini tidak menggunakan data
penginderaan jauh. Data yang digunakan adalah hasil studi pustaka peneliti terdahulu, peta dasar dan pengamatan langsung di lapangan. Selain itu tidak dilakukan pengolahan data dan analisis dengan menggunakan perangkat SIG.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa wilayah Prambanan memiliki konsentrasi tinggalan arkeologi yang tinggi dibandingkan wilayah lain.
Penelitian juga menemukan
bahwa wilayah Prambanan merupakan bagian dari komunitas masyarakat Mataram Kuna yang telah memanfaatkan sumberdaya lingkungan dalam hal ini pemanfaatan bahan galian untuk sumber bahan pembuatan komponen candi.
Penelitian ini memperoleh 9
kelas kesesuaian lahan untuk pemanfaatan sumberdaya lingkungan. 7. Ambarini Adibrata (2007) melakukan penelitian dengan tujuan melakukan identifikasi tingkat bahaya longsor pada situs arkeologi di Pegunungan Baturagung Daerah Istimewa Yogyakarta, serta mengkaji usaha penanggulangan dan konservasinya.
Penelitian ini tidak
menggunakan data foto udara maupun pengolahan menggunakan Sistem Informasi Geografis. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat sejumlah 22 situs arkeologi dan 11 situs termasuk dalam kategori
16
bahaya tinggi, 4 situs kategori bahaya sedang, dan 7 situs kategori tidak bahaya.
Penelitian ini memberikan rekomendasi upaya
penanggulangan dan konservasi dengan cara : mengubah geometri lereng, penambatan, pengendalian aliran permukaan, air rembesan, serta konservasi vegetatif untuk mencegah terjadinya bahaya longsor. Penelitian ini lebih bersifat survei terestrial serta menekankan pada satu aspek potensi ancaman yaitu bahaya longsor (lihat Tabel 1.) Dalam penelitian ini dilakukan interpretasi foto udara hitam putih terhadap
wilayah Prambanan untuk menguji kemampuan foto udara
hitam putih dalam kaitannya untuk memperoleh informasi karakteristik lahan yang akan digunakan untuk menilai kesesuaian lahan terhadap bangunan candi. Hasil interpretasi foto udara terhadap karakteristik lahan tersebut selanjutnya
akan diolah dengan perangkat Sistem Informasi
Geografis untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk banguan candi sehingga dapat diketahui tingkat kesesuaian lahan yang dapat memberikan dampak terhadap kelestariannya. Hasil akhir dari penelitian ini berupa peta kelas kesesuaian lahan untuk bangunan candi dan rekomendasi untuk pengelolaannya sesuai dengan kelas kesesuaiannya terkait dengan kelestarian bangunan candi
yang berada di wilayah
Prambanan. Tabel 1. Penelitian Terapan Foto Udara dan Penelitian Arkeologi di Wilayah Prambanan Peneliti/Tahun Made Suryadi/1995
Lokasi
Tujuan
Kabupaten Buleleng, Bali
Uji Kemampuan Foto Udara Inframerah Berwarna Semu
Metode Interpretasi Foto Udara
Hasil Peta Potensi Lahan untuk Pengembangan
17
untuk memperoleh informasi karakteristik lahan Evaluasi kesesuaian lahan untuk lahan pertanian
Pariwisata
Sunjoto Amipuro/1997
Provinsi DIY
Interpretasi Foto Udara, Overlay Analisis antar variabel dengan GIS Kajian keruangan antar situs dengan mengkaji variabel karakteristik
Mundardjito/1993
Provinsi DIY
Uji hipotesis tentang pertimbangan ekologi dalam pendirian situs masa kelasik
Ispen Safrel/2000
Medini-BojaKaliwungu
Interpretasi Foto Udara, Overlay Analisis dengan GIS
Aprijanto/2001
Kabupaten Jembrana, Bali
Niken Wirasanti/2002
Prambanan dan Sekitarnya
Uji Kemampuan foto udara untuk memperoleh parameter lahan untuk kesesuaian jalur jalan Uji kemampuan citra satelit Landsat TM dan foto udara hitam putih untuk pengembangan pariwisata Pemanfaatan sumberdaya lingkungan pada masa Mataram Kuna
Ambarini Adibrata/2007
Pegunungan Baturagung, DIY
Identifikasi bahaya longsor pada situs arkeologi serta upaya penanggulangannya
Survei terestrial, kajian geomorfologis,
Andi Putranto
Wilayah Prambanan
Uji kemampuan Foto Udara hitam putih untuk evaluasi kesesuaian lahan untuk bangunan candi diintegrasikan dengan SIG
Interpretasi Foto Udara Overlay Analisis dengan SIG
Peta kesesuaian lahan untuk pertanian
Adanya pertimbangan terhadap variabel karakteristik dalam pendirian situs masa kelasik Peta Kesesuaian lahan untuk jalur jalan
Image Analisis Citra Landsat, Interpretasi Foto Udara
Peta kesesuaian lahan untuk pengembangan pariwisata
Data Sekunder, Peta Dasar, Survei Lapangan
Peta Sumberdaya Lingkungan, Kesesuaian Lahan, dan Peta Kerentanan Bencana Kelasifikasi situs dalam kategori bahaya longsor serta rekomendasi penanganannya Satuan kesesuaian lahan dan peta kesesuaian lahan untuk bangunan candi
18
1. 4. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari karakteristik
lahan di wilayah Prambanan melalui
interpretasi foto udara hitam putih untuk menyusun kelas kesesuaian lahan bangunan candi. 2. Mengetahui kemampuan foto udara dan SIG dalam penilaian karakteristik lahan. 3. Membuat kelas kesesuaian lahan untuk bangunan candi di wilayah Prambanan
berdasarkan
penilaian
terhadap
karakteristik
lahan
sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai kualitas lahan tempat bangunan candi dibangun. 1. 5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Ilmu Arkeologi dengan bidang kajian konservasi situs khususnya bangunan candi dan lingkungannya. Pemanfaatan penginderaan jauh khususnya data foto udara dapat menyumbangkan cara kajian yang berbeda dari yang selama ini dilakukan dengan hasil yang diharapkan dapat lebih komprehensif. Selain itu dari Ilmu Geografi khususnya bidang kajian Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis diharapkan dapat semakin mendorong pengembangan ilmu dan metode khususnya.
19
untuk pemanfaatan penginderaan jauh bidang arkeologi yang selama ini masih terkesan belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. 2. Integrasi antara penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam rangka memberikan informasi penting yang berkaitan dengan penilaian karakteristik lahan yang terhadap situs-situs arkeologi di wilayah Prambanan khususnya bangunan candi sehingga dapat mempermudah di dalam melakukan evaluasi kesesuaian lahan. 3. Kemampuan memberikan rekomendasi bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah pelestarian situs-situs arkeologi khususnya bangunan candi dalam menyusun kebijakan pengelolaan terhadap bangunanbangunan candi tersebut maupun dalam kerangka pembangunan daerah dalam berbagai sektor. 1. 6. Batasan Istilah Situs Arkeologi : Lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya , Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. (Sesuai Undang-undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya) Candi : Bangunan buatan manusia yang tersusun dari bahan batuan yang berupa batu alam maupun buatan yang berfungsi sebagai tempat pemujaan penganut agama Hindu atau Budha. Penginderaan Jauh : yaitu suatu metode atau cara untuk memperoleh informasi dari obyek di permukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan menggunakan suatu instrumen atau alat. Foto udara : suatu ilmu untuk memperoleh informasi melalui udara dengan menggunakan suatu wahana udara, seperti pesawat udara, untuk mempelajari permukaan bumi.
20
SIG : Sistem Informasi Geografis yaitu kumpulan dari data geografi yang menggabungkan informasi spasial ber referensi geografis dalam bentuk grafis dan data tabulasi serta merupakan suatu bentuk alat deskripsi yang efektif, alat analisis dan alat komunikasi dalam pembuatan peta untuk keperluan aksesibilitas dan prioritas suatu pekerjaan Kesesuaian Lahan: kecocokan atau kesesuaian suatu lahan untuk jenis penggunaan lahan dan tingkat pengelolaan tertentu
Karakteristik Lahan: faktor-faktor atau parameter lahan yang dapat diukur atau ditaksir besarnya. Kualitas Lahan : sifat lahan yang tidak dapat diukur secara langsung karena dapat berupa interaksi/gabungan beberapa karakteristik lahan. Kelas Kesesuaian Lahan : hasil pembandingan antara persyaratan penggunaan lahan untuk tujuan tertentu dengan kualitas lahan. Harkat : nilai menurut kegunaan, manfaat atau fungsi dijalankan.
yang dapat
Mintakat : wilayah, zona Wilayah Prambanan : wilayah penelitian yang menggunakan batas administratif kecamatan Prambanan tetapi digabungkan dengan Kawasan Cagar Budaya Prambanan meliputi wilayah yang memiliki tinggalan cagar budaya berupa bangunan candi. Pelestarian : upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dan nilainya Pelindungan : upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan Integrasi : pembauran atau penyatuan hingga menjadi kesatuan yang utuh dan mencapai keserasian fungsi. Mitigasi : Semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dalam mengurangi resiko-resiko jangka panjang.