1
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Kelapa merupakan salah satu tanaman yang dibudidayakan di hampir seluruh wilayah tropis di dunia, Indonesia merupakan negara dengan perkebunan kelapa terluas di dunia yaitu mencapai 4 juta ha (31,2% dari total luas perkebunan kelapa di dunia; FAO, 2012). Namun, hampir 95 % perkebunan tersebut dimiliki oleh petani kecil dengan luas lahan rata-rata sekitar 0,50 ha (Allorerung et al., 2008). Dengan demikian sebagian besar petani kelapa hidup di bawah garis kemiskinan (Mahmud & Ferry, 2005). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan taraf hidup petani kelapa adalah dengan membudidayakan kelapa kopyor. Kelapa kopyor merupakan kelapa dengan buah yang unik, yaitu memiliki endosperma (daging buah) dengan tekstur lunak, berbutir menggumpal dan mudah terlepas dari tempurungnya (Prasetyo & Rahmat, 2003). Oleh karena itu kelapa kopyor biasa dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan es kelapa kopyor, es shanghai, es krim, selai kopyor dan kue - kue (Sriyati, 2010). Harga buah kelapa kopyor sangat tinggi, sekitar 10 – 15 kali lipat dibandingkan kelapa normal atau sekitar Rp. 20.000,- sampai dengan Rp. 30.000,- per butir (Maskromo & Novarianto, 2007). Dengan demikian jika petani kelapa membudidayakan kelapa kopyor maka penghasilan mereka dapat diharapkan meningkat. Meskipun
1
Perbandingan Anatomi dan Fisiologi..., M. Efendi, FKIP UMP, 2014
2
demikian, budidaya kelapa kopyor tidak dapat dilakukan seperti budidaya kelapa normal (Sukendah, 2009). Pada umumnya budidaya kelapa kopyor dilakukan dengan menanam buah kelapa normal dari tandan yang menghasilkan buah kopyor. Penerapan teknik tersebut hanya akan menghasilkan kelapa dengan persentase buah kopyor yang relatif rendah, yaitu 3 – 25 % per pohon (Maskromo et al., 2007). Akibatnya produktivitas kelapa kopyor ditingkat petani tergolong rendah yaitu 8 - 12 butir per tanaman per tahun (Hutapea et al., 2007). Budidaya kelapa kopyor dengan menanam buah kopyor tidak dapat dilakukan karena buah kopyor tidak dapat berkecambah secara alami (Sukendah et al., 2008). Hal tersebut karena endosperma (daging buah) kelapa kopyor tidak dapat mendukung pertumbuhan embryo secara normal (Sukendah, 2009). Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan bibit kelapa kopyor yang berkualitas adalah dengan menggunakan teknik kultur embryo. Dengan menggunakan bibit yang diperoleh dari kultur embryo akan dihasilkan kelapa yang mampu menghasilkan buah kopyor mencapai 90 – 100 % (Hutapea et al., 2007). Tingkat keberhasilan teknik kultur embryo untuk produksi bibit kelapa kopyor cukup tinggi pada tahap perkecambahan dan pemanjangan tunas yaitu mencapai 61 - 62 % (Mashud, 2002). Namun, pada tahap aklimatisasi, tingkat keberhasilannya sangat rendah, yaitu kurang dari 20% (Mashud & Manaroinsong, 2007; Sukendah et al., 2008). Aklimatisasi merupakan tahapan yang sangat penting untuk memindahkan planlet hasil kultur in vitro ke lingkungan ex vitro (Handayani, 2011; Wardani et
Perbandingan Anatomi dan Fisiologi..., M. Efendi, FKIP UMP, 2014
3
al., 2008). Pada banyak tanaman seperti, Aronia arbutifolia L. (Colun-Guasp et al., 1996), kacang tanah (Sinaga, 1998), sambung nyawa (Kristina et al., 2005), krisan (Muhit, 2007), Rauvolfia serventina L. (Baksha, 2007), anggrek (Wardani et al., 2008), Vitis vinifera (Gago et al., 2009), anyelir (Rohayati & Marlina, 2009), Eucalyptus globulus L. (Pinto et al., 2010), Stevia rebaudiana (Verma, 2011), Bambusa tulda. Roxb (Mishra et al., 2011), aklimatiasi berhasil dilakukan dengan mudah, namun pada tanaman yang lain seperti kelapa sawit (Meiriani, 2002), anthurium (Marlina, 2004; Gantaif & Madal, 2010), dan Dendrobium lituiflorum (Vyas et al., 2011) tahap aklimatiasi sulit untuk dilakukan. Beberapa faktor penting yang diduga menjadi penyebab gagalnya proses aklimatiasi tanaman hasil kultur jaringan adalah perbedaan lingkungan tanaman yang sangat kontras antara lingkungan in vitro dengan lingkungan ex vitro seperti kelembapan udara di dalam botol yang sangat tinggi dan ketersediaan gas CO2 yang sangat terbatas (Pospisilova et al., 1999; Pospisilova et al, 2007). Akibatnya tanaman yang dipelihara secara in vitro ditemukan memiliki banyak abnormalitas seperti bentuk akar, warna daun tanaman, ukuran diameter batang dan pertumbuhan atau tinggi tanaman yang tidak merata (Muhuria, 2007). Meiriani (2002) melaporkan kelainan morfologi yang terjadi pada tanaman kelapa sawit terlihat pada warna daun yang hijau kecoklatan dan sistem pengakaran yang tidak sempurna. Secara anatomi, kelainan yang banyak ditemukan pada tanaman in vitro hasil kultur jaringan adalah bentuk akar dengan jaringan pembuluh akar tidak bersatu dengan jaringan pembuluh batang. Pada batang, kelainan terjadi pada jaringan
Perbandingan Anatomi dan Fisiologi..., M. Efendi, FKIP UMP, 2014
4
pembuluh batang berukuran lebih kecil sedangkan kelainan anatomi pada daun yaitu memiliki ukuran jaringan mesofil lebih kecil (Pospilisova et al., 1999; Kadlecek et al., 2001; Preece & west, 2006; Minoca et al., 2009). Secara fisiologi, tanaman yang dihasilkan melalui teknik kulutr in vitro memiliki kelainan seperti kadar klorofil a dan klorofil b pada daun yang lebih rendah seperti yang dilaporkan pada tanaman kedelai (Muhuria, 2007), kelapa sawit (Meiriani, 2002), Capsicum annum (Luna- Estrada et al., 2001), Fucus sp (Wellburn, 1994), dan Malus domestica (Pospisilova et al., 1999). Kelainan anatomi dan fisiologi pada bibit kelapa kopyor yang dihasilkan melalui kultur embryo belum pernah dilaporkan, sehingga pada penelitian ini dilaporkan hasil penelitian perbandingan anatomi dan fisiologi daun kelapa kopyor antara bibit yang masih dipelihara secara in vitro dengan bibit yang telah berhasil diaklimatisasikan.
I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang ada maka permasalahan yang timbul adalah: apakah ada perbedaan faktor anatomi dan fisiologi daun pada bibit kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) yang dipelihara secara in vitro, selama aklimatisasi maupun sesudah aklimatisasi.
Perbandingan Anatomi dan Fisiologi..., M. Efendi, FKIP UMP, 2014
5
I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbandingan anatomi dan
fisiologi daun pada bibit kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) yang dipelihara secara in vitro, selama aklimatisasi maupun sesudah aklimatisasi.
I.4. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mememberi manfaat sebagai berikut : 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kultur jaringan, khususnya perbandingan anatomi dan fisiologi daun pada bibit kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) yang dipelihara secara in vitro, selama aklimatisasi maupun sesudah aklimatisasi. 2. Bagi Universitas Muhammadiyah Purwokerto Sebagai tambahan referensi bagi penelitian kultur embryo kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) dan untuk memperkaya ilmu pengetahuan. 3. Bagi Petani Kelapa Dengan adanya penyediaan bibit kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) yang berkualitas bagi petani kelapa diharapkan dapat menambah pendapatan petani dan memberikan kesejahteraan bagi petani kelapa.
Perbandingan Anatomi dan Fisiologi..., M. Efendi, FKIP UMP, 2014
6
4.
Bagi Penulis Menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan dalam bidang kultur jaringan embryo kelapa pada umumnya dan permasalahan aklimatisasi dan faktor anatomi dan fisiologi kelapa kopyor (Cocos nucifera L.) pada khususnya.
Perbandingan Anatomi dan Fisiologi..., M. Efendi, FKIP UMP, 2014