BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Menurut PP No. 24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, yang dimaksud dengan aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masalalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non-keuangan yang diperlukan untuk penyedian jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Pengadaan dan pengelolaan Aset Negara/daerah tak terkecuali aset tanah dan bangunan merupakan bagian dari fungsi dan tugas dari pemerintah yang sangat straregis dan vital, serta menjadi bagian penting dalam penyelengaraan tatakelola yang baik. Saat ini setiap daerah di Indonesia diberikan kewenangan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pengadaan daerah. Dengan otonomi daerah, diharapkan setiap daerah mampu berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pegeluaran pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan
1
pengadaan pada berbagai sektor. Karena, pada prinsipnya daerah dituntut untuk mandiri dalam menciptakan berbagai potensi daerah yang dapat diandalkan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah serta mengembangkan daya saing, efisiensi dan manajemen asetnya guna melakukan proses perubahan secara kreatif dan berkesinambungan. Salah satu cara yang dapat dilakukan daerah adalah dengan pemanfaatan aset daerah melalui pengadaan aset seperti tanah, bangunan, jalan, irigasi yang memberikan keuntungan untuk pengembangan masyarakat di daerah. Selain itu pengadaan properti pemerintah dapat menjadi sangat penting bagi banyak tujuan seperti pengembangan tatakelola kota dan infrastruktur keuangan daerah. Untuk itu, keberhasilan pengadaan di daerah melalui otonomi daerah merupakan kunci dan menjadidambaan bagi setiap daerah. Sasaran utama dari pengadaan, terutama dalam hal ini adalah pengadaan ekonomi yaitu melalui pengadaan perekonomian di daerah. Pengadaan perekonomian di daerah diharapkan mampu untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya terutama di tingkat ekonomi yang paling rendah yaitu ekonomi rumah tangga. Tetapi masalah utama yang dihadapi adalah pelaksanaan program yang kurang matang dalam hal perencanaan dan terkadang pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku serta cenderung merugikan program tersebut. Selain itu pengadaan yang kurang matang akan mengakibatkan ketidak efektivan anggaran tersendiri bagi daerah.
2
Tabel 1. Tabel ketidakefektifan hasil pengadaan barang/jasa tahun 2010
Bentuk Temuan
Pemerintah Pusat PDTT Jumlah (banya (dalam k rupiah) kasus)
Pemanfaatan barang/jasa tidak sesuai dengan rencana yang ditetapkan Pemanfaatan barang/jasa tidak berdampak pada pencapaian oganisai Barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan Total
Pemerintah Daerah LKPP Jumlah PDTT (dalam (banya juta k rupiah) kasus)
BUMN
BUMD
7 senilai 3.365.9 7
1
111.520. 00
5 8
477.03 3.370,00
-
7
2.950,00
3 4
6.380,00 3.260,00
-
-
11
341.320, 00
32 37
1 senilai 11.990, 65
19
455.790, 00
89
86.930,0 0 23.460,0 0 123.877. 03
11 senilai 3.049,8 8 18 senilai 6.415,8 5
Total Kasus 127
Total nomimal aspek ketidakefektifan hasil PBJ
1 senilai 11.990, 65 598.073 ,53
Sumber: LKPP.go.id Salah satu contohnya adalah Pasar Seni Gabusan yang terletak di Jalan Parangtritis km 9,5 Timbulharjo, Sewon, Kabupaten Bantul. Sebelum Pasar Seni Gabusan dibangun, publikasi dan pemasaran produk kerajinan dari perajin di Kabupaten Bantul belum maksimal. Sistem dan cara publikasi serta pemasaran hanya
mengandalkan sentra-sentra industri
pariwisata
di
3
Kabupaten Bantul. Selain itu juga kurang mampunya perajin dalam hal memasarkan dan kurangnya fasilitasi publikasi serta pemasaran dari pemerintah, juga menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Bantul membangun Pasar Seni Gabusan yang menelan biaya APBD Kabupaten Bantul senilai Rp 7.867.730.500,00 (www.bpk.go.id diakses tanggal 16 januari 2013). Pasar Seni Gabusan mulai dibangun pada tanggal 23 Desember 2003 dan selesai pada bulan November 2004. Dengan lahan total seluas 8 hektar, Pasar Seni Gabusan memiliki 16 los yang berkapasitas awal 444 kapling kios dengan maksimal 525 kapling dengan ukuran 2x3 meter dan terbagi atas 8 komoditas utama yaitu kerajinan kulit terdiri dari 2 los, kayu 3 los serta aneka kerajinan 2 dan yang paling sedikit adalah komoditas mebeler yang hanya tersedia 1 los saja (manajemen Pasar Seni Gabusan). Sebagai salah satuaset daerah Pasar Seni Gabusan yang diharapkan menjadi sarana pengembangan industri kerajinan kecil dari Kabupaten Bantul justru melenceng dari tujuan awalnya. Saat ini kondisinya jauh dari yang diharapkan saat proses pengadaan awalnya. Hal tersebut juga ditekankan oleh Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Bantul, Fenty Yusdayati. Beliau mengakui jika Pasar Seni Gabusanmasih banyak kekurangan dan butuh banyak perubahan agar dapat mendongkrak pendapatan. Beliau juga menerangkan, guna membayar gaji karyawan di Pasar Seni Gabusan, yang mencapai sekitar 48 orang, dibutuhkan lebih dari Rp 500.000.000,00 tiap tahun. Sementara, Pasar Seni Gabusan yang sudah lebih
4
dari 8 tahun berdiri itu belum mampu mandiri tanpa pendampingan dari pemerintah (dalam HARIAN JOGJA/Dinda Leo Listy tanggal 26 September 2012). Pengelolaan aset Pasar Seni Gabusan sepenuhnya belum dipahami oleh para pengelola di pemerintah kabupaten bantul hal ini ditunjukan dengan kurang terawatnya beberapa bangunan dan sarana prasarana di Pasar Seni Gabusan (hasil pra-survey agustus 2013). Saat ini kejelasan mengenai pemakaiandan pencatatan barang dan tempat di Pasar Seni Gabusan cenderung tertutup dengan tidak ada laporan yang pasti. Beberapa tambahan pembangunan dan fasilitas lainyang mendukung fungsi dari Pasar Seni Gabusan, seperti pengadaan tempat sampah, juga tidak diinformasikan dengan jelas. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut perlu dilakukan suatu kajian untuk mengetahui Manajemen aset Pasar Seni Gabusan sebagai salah satu aset daerah Kabupaten Bantul. Diharapkan nantinya dengan hasil kajian yang diperoleh, dapat dijadikan sumber informasi yang berguna bagi masyarakat pemerintah dan pihak akademisi serta pengelola dari Pasar Seni Gabusan.
5
1.2 Rumusan Masalah Pengadaan Pasar Seni Gabusan bertujuan untuk meningkatkan PAD Kabupaten Bantul. Namun hingga sekarang, masih menjadi beban APBD. Untuk mengetahui mengapa Pasar Seni Gabusan menjadi beban APBD salah satunya dapat dilihat dari manajemen aset yaitu dari proses pengadaan hingga proses perawatan. Oleh karena itu, bagaimanakah manajemen aset Pasar SeniGabusan?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan secara mendalam mengenai Manajemen Aset Pasar Seni Gabusan sebagai aset daerah Kabupaten Bantul.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih mendalam bagi peneliti mengenai manajemen aset Pasar Seni Gabusan sebagai aset daerah. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan pihak terkait mengenai manajemen aset Pasar Seni Gabusan sebagai aset daerah. 3. Memberikan rekomendasi tentang pengelolaan aset di daerah serta pengembangan dan pengadaannya agar menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah dan yang tidak membebani pemerintah. 4. Memberikan referensi bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian sejenis
6