1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum tujuan pembangunan
bangsa Indonesia yaitu memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilaksanakan pembangunan di segala bidang secara terarah, terpadu, dan menyeluruh sehingga peningkatan kualitas kehidupan rakyat Indonesia dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan tersebut maka salah satu faktor penting yang harus diperhatikan yaitu pembangunan dalam bidang kesehatan salah satunya kesehatan anak. Pelayanan kesehatan pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangat penting untuk dilaksanakan karena pada masa ini merupakan tahap-tahap yang menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Layanan kesehatananak dilakukan sedini mungkin pada setiap tahapan yang dilalui, sejak dalam kandungan, lahir, tumbuh dan berkembang membantu mendeteksi adanya gangguan tumbuh kembang. Salah satu gangguan pada tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007). Cerebral Palsy, merupakan keadaan kelemahan otak yang menghambat tahapan tumbuh kembang anak bersifat non progresif. Kerusakan ini mempengaruhi pesan yang diterima atau dikirim dari otak, dan cara di mana otak menafsirkan informasi yang diterimanya. Di antara fungsi yang mempengaruhi adalah gerakan, sensasi, persepsi, kognisi, komunikasi (Rosenbaum, 2007).
1
2
Kasus Cerebral Palsy (CP) mengalami peningkatan cukup signifikan dan bervariasi di berbagai negara. Asosiasi CP dunia memperkirakan terdapat lebih dari 500.000 penderita di Amerika. 13 bayi dari 1000 kelahiran di Denmark, 5 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat, (Soetjningsih, 2007). Di Indonesia, data penderita Cerebral Palsy belum diketahui secara pasti. Seribu kelahiran hidup di Indonesia, sekitar 2-2,5 persennya beresiko Cerebral Palsy (Soekarno,2007). Di YPAC Surakarta, tercatat anak yang mengalami Cerebral Palsy terus meningkat. Pada tahun 2007 sebanyak 198 anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 sebanyak 313 anak, tahun 2010 sebanyak 330 anak, dan 2011 sebanyak 343 anak. Tipe Cerebral Palsy yang sering ditemukan (70%-80%) adalah spastic diplegi. Pada diplegi keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat daripada kedua lengan. Permasalahan pada kondisi spastic diplegi adalah adanya spastisitas yang akan mempengaruhi abnormalitas tonus otot postur. Abnormalitas tonus akan mempengaruhi sikap, gerakan, lingkup gerak sendi dan keseimbangan. Hal ini tentu akan mengganggu aktifitas fungsional sehari-hari terutama gangguan dalam berjalan (Leviit, 2013). Tidak ada obat khusus untuk Cerebral Palsy, tetapi berbagai bentuk terapi dapat membantu pasien dengan gangguan fungsi agar hidup lebih efektif. Secara umum, penanganan lebih dini mulai masa bayi memiliki dampak yang lebih baik untuk mengatasi problem pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada masa ini pertumbuhan sangat cepat yang disebut “brain growth spurt” dimana terjadi maturasi otak berkaitan dengan myelinisasi (Colombo, 2006).
3
Peran fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy merupakan bentuk dari pengaruh lingkungan yang akan membantu proses dari maturasi otak. Bentuk pengaruh dari fisioterapi secara umum adalah untuk memperbaiki postur, mobisasi postural, kontrol gerak dan menanamkan pola gerak yang benar dengan cara mengurangi abnormalitas tonus postural, memperbaiki pola jalan dan mengajarkan kepada anak gerakan-gerakan yang fungsional sehingga anak dapat mandiri untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari. Hal ini telah ditunjukkan dari beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa latihan fungsional yang dilakukan secara rutin akan dapat meningkatkan kemampuan penderita Cerebral Palsy (Soekarno, 2007). Beberapa terapi yang bisa dilakukankasus Cerebral Palsy yaitu dengan terapi Bobath. Terapi bobath yaitu suatu metode yang didasarkan pada neurologi dan reflek-reflek primitif (Shaffer, 2010). Dalam konsep bobath, kontrol postural adalah pondasi sebab kontrol postural dapat mempengaruhi pola gerak dimana pasien mulai mengembangkan keterampilan mereka sehingga dapat meningkatkan mobilitas postural dan mengontrol gerakan abnormal yang timbul pada penderita Cerebral Palsy (Hesse, 2007). Teknik Bobath terdiri dari fasilitasi, dan aktivasi postural kontrol. Penanganan terapi digunakan untuk mempengaruhi kualitas gerakan pasien dengan fasilitasi dan inhibisi. Fasilitasi adalah suatu teknik untuk memberikan pembelajaran dengan menggunakan informasi sensorik (sentuhan melalui kontak manual dan lisan) untuk memperkuat pola pergerakan lemah.Faktor yang
4
mempengaruhi yaitu waktu, modalitas, intensitas. Inhibisi dapat digambarkan sebagai penghambat bagian dari gerakan atau postur yang abnormal dan mengganggu kinerja normal (Hesse, 2007). Pendekatan terapi latihan selain bobath yaitu pendekatan terapi latihan yang bisa dilakukan di dalam air yang dikenal dengan hidroterapi. Menurut Meyer (2009) hidroterapi dapat mengurangi spastisitas dengan mekanisme ReflexInhibiting-Posture. Pengaruh air pada hidroterapi adalah adanya buoyancy atau daya apung. Daya apung ini berfungsi mengurangi jumlah berat badan dengan cara menurunkan kekuatan yang dihasilkan oleh tekanan pada sendi. Viscosity atau sifat kental yang dihasilkan air merupakan sumber tahanan terbaik yang dapat memudahkan program latihan. Tahanan tersebut digunakan untuk penguatan otot tanpa membutuhkan beban. Menggunakan double tahanan yang dimiliki air (buoyancy dan viscosity) untuk menguatkan grup otot yang apabila dilaksanakan diluar air tidak bisa atau bahkan tidak mungkin tetapi ketika dilaksanakan di air penguatan grup otot ini dapat dilaksanakan (Odunaiya,2009). Pendekatan hidroterapi merupakan pendekatan yang jarang digunakan oleh fisioterapis di lapangan pada umumnya, salah satunya di klinik Fisioterapi YPAC Surakarta. Namun, sejauh mana latihan metode ini berpengaruh efektif terhadap kemampuan aktifitas fungsional khususnya kecepatan berjalan pada kasus Cerebral Palsy
belum penulis ketahui secara pasti karena belum ada data
tertulisnya. Pengalaman klinis penulis berdasarkan data rekam medis pasien bernama Leonardus bulan Maret sampai November 2011 menunjukkan bahwa
5
metode hidroterapi efektif untuk meningkatkan kecepatan berjalan pada pasien Cerebral Palsy dari nilai GMFM 65 % menjadi 70%. Penulis sampai sekarang belum menemukan penelitian lokal dari teman sejawat fisioterapi di Indonesia terhadap efektifitas penerapan metode ini walaupun di jurnal dan artikel penelitian internasional sudah banyak dilakukan oleh para fisioterapis di berbagai negara, namun yang khusus membahas pengaruh hidroterapi pada Cerebral Palsy Spastik Diplegi belum penulis temukan. Dengan hal tersebut di atas yang memotivasi penulis untuk menelitinya. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu : Apakah penambahan latihan hidroterapi pada terapi bobath lebih baik dalam meningkatkan kecepatan berjalan pada terapi bobath pada cerebral palsy spastik diplegia ? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yaitu : Membuktikan penambahan latihan Hidroterapi pada terapi Bobath lebih
baik dalam meningkatkan kecepatan berjalan pada Cerebral Palsy Spastik Diplegia.
6
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademik 1. Meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan
dalam
mempelajari,
mengidentifikasi dan mengembangkan teori-teori yang didapat dari perkuliahan dan Evidence-Based Practice dari para peneliti. 2. Memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu fisioterapi yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya aplikasi penambahan latihan Hidroterapi denagn terapi Bobath untuk meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada Cerebral Palsy Spastik Diplegia. 1.4.2 Manfaat praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah : 1. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan seberapa pengaruh penambahan latihan Hidroterpi pada terapi Bobath dalam meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada cerebral palsy spastik diplegia. 2. Dengan mengetahui hal-hal yang diteliti tersebut dapat diambil langkah langkah yang lebih spesifik dan efisien dalam meningkatkan kemampuan berjalan pada cerebral palsy spastik diplegia, sehingga dapat mempercepat peningkatan kemampuan fungsional pada penderita cerebral palsy dengan optimal. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian dan manfaat teknik Hidroterapi dengan terapi Bobath pada kasus - kasus yang lain.
7
1.4.3 Bagi peneliti 1. Memperoleh satu tambahan tentang kajian manfaat latiahn Hidroterapi dengan terapi Bobath dalam meningkatkan kemampuan fungsional berjalan pada penderita Cerebral Palsy Spastik Diplegia. 2. Mendapatkan wawasan serta pengalaman dalam melakukan penelitian, sehingga hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk penelitian berikutnya.