BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Terminal Peti Kemas Semarang (TPKS) merupakan tempat berlabuhnya kapal yang akan melakukan kegiatan bongkar muat peti kemas. Aktivitas bongkar muat yang meningkat, ditunjukkan oleh Gambar 1.1 membuat optimasi TPKS menjadi penting.
Troughput
Peti Kemas Ekspor Peti Kemas Impor
Gambar 1.1. Troughput di TPKS (TPKS,2013)
Persaingan antar pelabuhan mendorong adanya peningkatan servis yang membuat efisiensi dari operasi pelabuhan menjadi faktor penting untuk dapat sukses (Jia dkk., 2009). Salah satu yang menjadi tolak ukur adalah waktu yang dibutuhkan kapal ketika berlabuh di dermaga (Kefi dkk., 2010). Mayoritas waktu ketika kapal berlabuh dihabiskan untuk bongkar muat peti kemas (Jia dkk., 2009). Permasalahan yang timbul di TPKS adalah adanya antrian panjang truk pembawa peti kemas di dermaga. Namun di lain waktu, kondisi dermaga kosong sehingga quay crane (QC) yang berfungsi untuk memindahkan peti kemas menuju kapal mengalami idle yang terlalu lama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa operasi bongkar muat di TPKS belum optimal.
1
2
Operasi di terminal dapat dibagi menjadi empat, yaitu penjadwalan dan alokasi berlabuhnya kapal, penjadwalan dan alokasi QC, pemindahan peti kemas dari container yard (CY) menuju kapal dan sebaliknya, serta penumpukan peti kemas dan penggunaan yard crane (YC) di CY (Vis dkk., 2003 dalam Vacca, 2011). Operasi–operasi yang belum optimal menyebabkan permasalahan yang saat ini dihadapi oleh pihak TPKS. Hal tersebut dikarenakan keputusan dari masing-masing operasi akan saling mempengaruhi dan ketika salah satu operasi tidak optimal maka akan berpengaruh terhadap seluruh sistem di TPKS. Pihak TPKS menggunakan sistem First Come First Serve (FCFS) untuk menentukan kapal mana yang akan berlabuh terlebih dulu, sedangkan lokasi berlabuh didasarkan pada ukuran kapal. Kedatangan dan keberangkatan kapal biasanya telah dipastikan dan tidak berubah sehingga lokasi kapal berlabuhpun dapat ditentukan. Menurut Hendriks dkk. (2013), lokasi berlabuhnya kapal nantinya akan mempengaruhi penentuan lokasi peti kemas di CY. Menurut Steenken dkk. (2004), penentuan lokasi peti kemas di CY memegang peranan yang penting bagi keseluruhan kinerja terminal peti kemas. Bagi peti kemas ekspor, penentuan lokasi di CY akan mempengaruhi efisiensi proses loading. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jia dkk. (2009) bahwa penentuan lokasi yang tepat menjadi cara yang mungkin digunakan agar peti kemas dapat diambil dengan lebih mudah dan efisien. Dalam penentuan lokasi peti kemas di CY, peti kemas ekspor harus berada pada lokasi yang optimal dengan prinsip bahwa peti kemas berada dekat dengan kapal yang akan mengangkutnya (Kim dkk., 2003). Lokasi peti kemas yang telah ditentukan dapat membantu penjadwalan YC dan truk pengangkut peti kemas. YC berfungsi untuk mengambil peti kemas dari lapangan kemudian diletakkan di atas truk. Menurut Bohrer (2005), selain penjadwalan truk, penjadwalan YC juga memiliki dampak terhadap kinerja terminal peti kemas. Rute dan urutan pengambilan peti kemas dapat dilakukan setelah lokasi peti kemas ditentukan sehingga pemindahan peti kemas dari CY menuju dermaga dapat berjalan dengan lancar.
3
Pemindahan peti kemas yang efisien, lancar, dan cepat dari CY menuju kapal menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh setiap terminal karena hal ini akan mempengaruhi biaya dari keseluruhan sistem (Nazari, 2004). Proses pemindahan biasanya dilakukan dengan meminimalkan total jarak perpindahan truk yang digunakan di lapangan (Vacca, 2011). Hal tersebut dilakukan agar peti kemas dapat tiba di dermaga tepat waktu sehingga tidak ada antrian yang terlalu panjang maupun kekosongan dermaga terlalu lama yang menyebabkan adanya idle time dari QC. Hasil simulasi yang dilakukan oleh Lau dkk. (2007) dalam Vacca (2011) menunjukkan bahwa kekosongan dermaga akan menurunkan kinerja QC. Proses loading di TPKS melibatkan peti kemas ekspor yang datang secara acak dengan menggunakan truk dari luar. Namun memiliki jadwal loading yang jelas sesuai dengan jadwal kedatangan kapal. Jadwal kedatangan kapal sudah dipastikan sejak jauh hari sebelum kapal berlabuh, sehingga lokasi berlabuh dapat ditentukan. Lokasi berlabuh yang telah pasti dapat dijadikan dasar untuk menentukan lokasi peti kemas yang akan datang dan diletakkan di CY. Penentuan lokasi peti kemas di CY sesuai dengan prinsip bahwa peti kemas diletakkan berdekatan dengan lokasi berlabuhnya kapal. Namun, keterbatasan CY yang dimiliki TPKS membuat penentuan lokasi peti kemas cukup sulit. Hal tersebut dikarenakan tidak semua peti kemas ekspor dari tiap kapal akan berada paling dekat dengan lokasi berlabuhnya kapal, sehingga dibutuhkan penataan yang baik untuk tetap meminimalkan total jarak perpindahan seluruh peti kemas dari tiap kapal. Setelah lokasi peti kemas yang tepat telah ditentukan, kemudian dilanjutkan dengan penjadwalan YC dan truk untuk mempercepat proses pemindahan peti kemas menuju dermaga. Peti kemas yang tiba di dermaga dengan tepat waktu dan sesuai dengan yang telah direncanakan nantinya akan berpengaruh terhadap kinerja QC. Penataan lokasi peti kemas yang tepat bagi tiap kapal di CY merupakan langkah awal dalam menjalankan seluruh operasi. Penataan yang baik diharapkan dapat mengurangi antrian panjang maupun idle time dari QC sehingga proses loading dapat dilakukan dengan lebih cepat.
4
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, permasalahan yang ada di TPKS adalah adanya antrian panjang di dermaga maupun kekosongan dermaga yang terlalu lama sehingga kinerja QC tidak maksimal. Namun, untuk menyelesaikan seluruh operasi yang berhubungan dengan permasalahan tersebut tidaklah memungkinkan. Untuk itu, permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana menata lokasi peti kemas untuk meminimalkan jarak dari lokasi penumpukan menuju lokasi berlabuhnya kapal. Hal ini sebagai langkah awal untuk mendapatkan solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan di TPKS.
1.3. Asumsi dan Batasan Masalah Asumsi dan batasan dari permasalahan yang ditinjau adalah sebagai berikut. 1. Peti kemas ekspor yang akan dipindahkan menuju kapal dalam proses loading. 2. Peti kemas hanya terdiri dari satu ukuran, yaitu 20 feet. 3. Sebelum menentukan lokasi peletakan peti kemas, jadwal booking, loading, dan posisi berlabuh kapal sudah diketahui dan tidak berubah. 4. Terdapat peralatan yang cukup memadai untuk menangani seluruh proses loading di TPKS. 5. Lokasi peletakan hanya dapat diisi oleh peti kemas kapal berikutnya jika proses loading peti kemas kapal sebelumnya telah seluruhnya selesai. 6. Penelitian hanya mempertimbangkan peti kemas ekspor yang disimpan tanpa memerlukan perlakuan khusus (dry). 7. Jarak yang dihitung dimulai dari lokasi penumpukan peti kemas hingga menuju tempat kapal berlabuh tanpa memperhitungkan jarak dari kapal menuju lokasi penumpukan berikutnya. 8. Truk yang digunakan untuk mengangkut peti kemas dari CY menuju kapal tidak ditentukan.
5
9. Perencanaan dilakukan untuk menentukan lokasi peti kemas di CY pada tiap periode. Perencanaan baru akan menggunakan data terakhir dari perencanaan sebelumnya.
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian adalah sebagai berikut. 1. Membangun model matematis untuk penataan lokasi peti kemas di CY TPKS. 2. Membandingkan model yang dibuat dalam penelitian dengan sistem yang berjalan di TPKS.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menilai sistem penataan lokasi peti kemas di TPKS. Hasil perbandingan yang dihasilkan oleh model yang dibangun dengan sistem yang sudah dijalankan diharapkan dapat memberi gambaran kinerja penataan lokasi peti kemas di TPKS selama ini.