BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Tingkat persaingan di dalam semua bidang industri kian hari dirasakan semakin ketat. Setiap perusahaan harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenangkan persaingan tersebut atau hanya akan menjadi untuk sekedar bertahan. Datangnya tekanan persaingan bukan hanya datang dari para pesaing-pesaing yang sudah lama ada, tetapi juga dari persaing-pesaing baru yang mulai banyak bermunculan. Salah satu industri yang tidak pernah surut dalam perkembangannya adalah industri restoran. Didalam dunia yang tingkat persaingannya semakin ketat ini, jaringan restoran Gado-gado Boplo harus pandai-pandai menentukan strategi komunikasi pemasarannya, dimana perumusan konsep strategi tersebutlah yang akan terbantu dengan disusunnya thesis ini.L
1.1.1 Latar Belakang Industri Restoran Restoran atau rumah makan dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata dalam bahasa Perancis, restaurant. Spang (2000, p1) menyatakan bahwa pada awalnya restaurant adalah nama sebuah makanan sejenis kaldu yang memperkuat kesehatan (restorative broth) yang dalam perkembangannya selama beberapa abad menjadi
1
2
istilah tempat untuk makan. Maka sekarang restoran yang ada haruslah juga memperhatikan gizi untuk kesehatan konsumennya. Segmentasi dalam industri restoran, menurut Dismore (2006) adalah sebagai berikut : -
Fast Food Restaurant, yang menyediakan makanan berkualitas, dengan harga yang relatif tidak mahal, yang konsisten pada setiap restoran di jaringannya. Kebanyakan dari restoran jenis ini menggunakan system franchise.
-
Casual, jenis ini menyediakan pilihan menu yang bervasiasi, yang sering diketengahkan pada sebuah tema. Tema-temanya bias berupa tema etnik, berdasarkan jenis santapan, atau area geografis.
-
Family Dine, sangat cocok untuk makan bersama keluarga, menunya sangat lengkap untuk memuaskan semua anggota keluarga.
-
Pizza, memiliki market segmentnya tersendiri. Ada yang hanya focus pada pesan antar tanpa tempat untuk makan di tempat, ada juga yang termasuk dalam restoran pada umumnya.
-
Fine Dining, yang secara tradisional menawarkan pelayanan yang tidak tercela, telapak meja putih, daftar wine, dan kadang-kadang menu yang berubah-ubah. Biasanya jenis ini memiliki dress-code dan ambiance yang harus dicocokan. Memerlukan reservasi terlebih dahulu.
-
Bar, adalah asal muasal dari restoran. Jenis ini menghasilkan sebagian besar uang untuk bisnisnya melalui penjualan minuman beralkohol, walau banyak yang sekarang juga menghasilkan dari makanan.
3
-
Contracted Food Service, adalah istilah “keren” yang diberikan untuk restoran yang beroperasi di dalam bisnis lain, seperti kantin di sekolah, kampus, gedung perkantoran.
-
Catering, sebagian restoran memenuhi pesanan catering dari dapurnya sendiri, sebagian membuat dapur khusus untuk melayani catering saja. Ada juga perusahaan yang hanya fokus kepada catering saja, ada yang hanya di tempat, seperti ruangan pesta, ada juga yang melayani pesan anatar.
-
Hotel & Resorts, menyediakan pilihan makan yang luas. Mulai dari pesta sampai room service, kedai kopi hingga restoran tepi laut.
Selanjutnya, Dismore(2006) juga memaparkan industri restoran terdiri dari sebagian besar bisnis kecil. Bahkan tujuh dari sepuluh restoran adalah yang independen, yang tidak termasuk dalam jaringan manapun, dengan karyawan kurang dari 20 orang. Area geografis juga mempengaruhi bentuk, besar dan jumlah restoran yang ada di suatu tempat. Berikut pembagian singkat bagaimana area geografis mempengaruhi restoran: •
Di daerah perkotaan besar, biasanya banyak jenis restoran besar dan kecil
•
Beberapa daerah memiliki kebiasaan memasak dan makan di rumah, yang menghasilkan jumlah restoran yang lebih sedikit di daerah tersebut.
4
•
Pusat kota dekat dengan area bisnis, sangat cocok untuk restoran yang menyediakan sarapan dan makan siang, namun tidak halnya makan malam.
Di Indonesia industri restoran sangat berkembang pesat, hal ini diindikasikan oleh BPS, yang menaksir nilai total industri restoran di Indonesia senilai Rp. 92.214.900.000.000,- di tahun 2006 dengan pertumbuhan mencapai 45% sejak tahun 2003. (sumber : http://www.bps.go.id/sector/nra/gdp/table1.shtml )
1.1.2 Latar Belakang Jaringan Restoran Gado-gado Boplo Gado-gado Boplo bermula dari sebuah gang sempit di Kebon Sirih pada tahun 70an. Berupa warung di depan rumah ibu, Yuliana Hartono memulai bisnisnya, di dalam gang 8 no 53. Kemudian pada tahun 80an, kakak ibu Yuli, yang membuka bisnis Chinese food di garasi rumahnya di Jl. Wahid Hasyim no. 20, mengajak ibu Yuli untuk berkolaborasi memperbanyak varian menu, dan ibu Yuli memilih untuk menjual gado-gado, ketoprak, dan asinan. Adapun nama Gado-gado Boplo diperoleh dari Jl. Wahid Hasyim 20, yang pada saat itu terletak di seberang Apotik Boplo. Asal usul nama Boplo sendiri berasal dari jaman Belanda, istilah Boplo merupakan akronim untuk Bouwploeg, nama perusahaan real estate yang didirikan arsitek PAJ Moojen (1879-1955), ketika pada tahun 1920-an sampai 1940-an membangun kawasan Menteng sebagai pemukiman modern pertama di Batavia. Di gedung yang kini menjadi Masjid Cut Mutia, Jakarta Pusat, Moojen selaku direktur utama NV de Bouwploeg, membangun Menteng
5
dengan menjadikannya sebagai kota taman pertama meniru daerah Minerva (laan) di Amsterdam. Nama perusahaan de Bouwploeg oleh lidah Betawi disebut Boplo. Sayangnya nama Boplo telah diganti menjadi Jl RP Soeroso. Kini nama Boplo hanya tersisa untuk stasion KA dan nama pasar di belakangnya. Kemudian pada awal tahun 90an, membuka beberapa stand di Pujasera Sudirman, Hari-hari Lokasari Plaza. Berpindah lagi ke Kelapa Gading, Ruko Boulevard Raya. Pada tahun 1994, seorang personel dari Sogo, mengajak pihak Gado-gado Boplo untuk membuka stand di depan supermarket Sogo baik di Kelapa Gading, maupun di Pondok Indah, yang hanya melayani take out. Sekitar tahun 1999, membuka beberapa outlet festival di Cira Food Court dan Plaza Bapindo. Transformasi ke versi restoran terjadi pada tahun 2004 di cabang Jalan Barito dan Blora no 1. Tahun 2008 Gado-gado Boplo telah berjumlah 8 restoran dengan restoran-restoran yang akan di buka di Grand Indonesia, Green Ville, Gereja Theresia dan Serpong. Sejarah yang panjang telah terbukti menjadi salah satu senjata yang kuat bagi perusahaan manapun dalam berbisnis, begitu juga dengan Gado-gado Boplo, dimana sekarang konsumennya adalah konsumen yang setia. Namun mengandalkan konsumen yang setia saja tidak cukup untuk sebuah bisnis jika mau berkembang.
6
1.2 Perumusan Masalah Untuk survive, bahkan thrive dalam persaingan dewasa ini, jaringan Gadogado Boplo membutuhkan pengetahuan yang mendasar mengenai konsumennya lebih menyeluruh. Perlu dilakukan berbagai pengamatan tentang konsumen dari Gado-gado Boplo. Dengan pengetahuan yang tepat tentang konsumen yang menjadi pangsa pasar utamanya, akan jauh lebih mudah bagi jaringan Gado-gado Boplo untuk terus berekspansi dengan tepat.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Studi ini bertujuan untuk mencari tahu dengan lebih mendalam, apakah jaringan restoran Gado-gado Boplo telah memilih STP nya dengan tepat, mengkaji implementasi 4P & bauran komunikasi pemasaran terintegrasi dari jaringan restoran Gado-gado Boplo, dan memberi masukan untuk managemen Gado-gado Boplo tentang ketiga hal tersebut.
1.4 Ruang Lingkup Pembahasan penelitian ini mencakup konsep dasar untuk mengetahui strategi STP, penerapan marketing mix, dan pelaksanaan aktifitas komunikasi pemasaran dari Gado-Gado Boplo. Ruang lingkup yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Penelitian menggunakan analisis strategi segmenting, targeting, dan positioning, serta marketing mix (4P) untuk menilai strategi komunikasi terintegrasi dari Gado-gado Boplo.
7
2. Saran yang disampaikan adalah untuk meningkatkan brand image yang tepat di segmen konsumen terbaik bagi jaringan Gado-gado Boplo. 3. Tidak membahas mengenai dampak strategi marketing pada future cash flow Gado-Gado Boplo.