BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional tetap mendapatkan prioritas tertinggi, karena bukti-bukti empiris menunjukan bahwa sektor pertanian ternyata lebih tangguh dibandingan dengan sektor modern dalam menghadapi tantangan perkembangan global.Kondisi tersebut menyadarkan pengambilan kebijakan terhadap pentingnya sektor pertanian sebagai pilar penyangga dalam ekonomi nasional. Pertimbangan yang dijadikan alasan akan pentingnya sektor pertanian terutama agribisnis sebagai andalan yang dapat memulihkan ekonomi nasional adalah sebagai berikut: (1) Mempunyai karakterstik menciptakan kesempatan kerja relatif banyak. (2) Menghasilkan devisa. (3) Menjadi sumber pendapatan masyarakat terutama di pedesaan. (Salahudin1999). Dalam rangka optimalisasi sumberdaya domestik khususnya air, maka pembangunan irigasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting, karena keberhasilan pembangunan pertanian, khususnya pertanian padi sawah sangat ditentukan oleh ketersediaan air irigasi. Air adalah syarat mutlak bagi kehidupa dan pertumbuhan tanaman. Membawa air dari sungai ke sawah-sawah dikenal dengan istilah irigasi. Agar penggunaan air dapat dihemat dan biaya pengairan dapat dikurangi, maka pengaturan atau pengolahan air mutlak diperlukan. Untuk pengaturan tersebut diperlukan suatu bentuk kelompok yang mengkordinasikan sistem pengaturannya, sehingga penggunaaan air berdaya guna dan merata. Di Bali,
1
2
kelompok yang mengkordinasikan sistem pengairan dan penggunaan air irigasi dikenal dengan sebutan subak ( Cantika,1985). Perlambatan ekonomi yang berkepanjangan dan terus berdampak sampai saat ini, tidak hanya menimbulkan ketidakstabilan sosial ekonomi dan politik, tetapi juga yang lebih parah lagi rentannya ketersediaan bahan-bahan pokok kebutuhan masyarakat termasuk rendahnya ketersediaan kebutuhan pokok bagi petani yang tergolong di dalam organisasi subak.Dampak lanjut dari perlambatan ekonomi yang berkepanjangan ialahhampir semua sektor ekonomi yang mengandalkan komponen bahan baku impor mengalami kontraksi yang parah terutama sektor industri dan manufaktur.Kondisi yang memprihatinkan tersebut, selayaknya menyadarkan pengambil kebijakan akan pentingnya sektor pertanian sebagai pilar penyangga ekonomi nasional. Dalam
rangka
peningkatan
efisiensi
produksi
pertanian,
maka
pengembangan kelembagaan merupakan salah satu komponen yang sangat penting, karena keberhasilan pembangunan pertanian, sangat ditentukan oleh peranan kelembagaan yang ada di masyarakat. Banyak insentif ekonomi yang diperoleh masyarakat justru tercipta dalam kerangka kelembagaan yang ada. Lembaga yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan pertanian di Bali ialah lembaga subak (Windia, 2013). Peran penting tersebut dicerminkan dari keterlibatan subak dalam setiap kegiatan pembangunan pertanian, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat sendiri. Peran penting sistem subak berkaitan dengan kekuatan-kekuatan yang dimiliki sistem subak seperti(1) kesederhanaan
struktur
organisasi,(2)
sistem
kerja
cooperative,dan
(3)
3
implementasi filosofi Tri Hita Karana(THK) yang bertanggung jawab dan berkelanjutan (Windia dan Wiguna,2013). Berdasarkandata sekunder dari 1.601 Subak sawah yang ada di Provinsi Bali sekitar 22 % yang kinerjanya kurang baik seperti subak yang ada disekitar Desa Batur Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli yang kinerjanya kurang baik. Berdasarkan jumlah tersebut sekitar 13 persen subak tidak mendapatkan air irigasi yang optimal sehingga adanya alih fungsi lahan menjadi tegalan, harapan mereka untuk bertani beralih ke usaha usaha yang lebih menjanjikan sebagai petani
seperti
berdagang
sehingga
lahan
pertaniannya
diabaikan/terbengkalai.Demikian juga keberadaan subak sesuai dengan dimensi atau indikatornya kurang baik seperti tidak khawatir jika diberhentikan menjadi anggota subak. Tidak akan merasa rugi kalau keluar dari anggota subak. Mereka juga tidak menyediakan waktu khusus untuk melakukan aktivitas keagamaan dan non keagamaan, mereka tidak banyak memberikan pelayana kepada kepentingan subak tetapi justru anggota minta dilayani oleh pengurus subak. Keadaan keadaan seperti ini akan berdampak terhadap kinerja subak.Lebih-lebih selama ini beberapa subak justru telah melaksanakan sistem penanaman tumpang sari dengan istilah” Babe” artinya setelah panen padi maka subak menanam bawang dan cabe agar kinerjanya semakin baik.Hampir 70 persen subak tidak melaksanakan cara demikian sehingga dipandang kinerjanya belum optimal, lebih-lebih diberbagai subak tidak efektif dalam melaksanakan program penanaman organik seperti padi-palawija untuk meningkatkan kinerja Subak.
4
Dewasa ini kelembagaan subak terindikasi mulai terancam. Hal ini disebabkan oleh lingkungan strategis subak yang telah banyak berubah sebagai akibat dari gencarnya pelaksanaan program-program pembangunan di berbagai bidang beserta derasnya arus globalisasi yang kini sedang melanda setiap penjuru dunia, utamanya pesatnya perkembangan pariwisata di Bali. Perubahan lingkungan strategis, internal maupun eksternal, baik yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi, tentunya merupakan tantangan-tantangan baru, bahkan ancaman bagi kelangsungan hidup subak. Karena ragam dan skala permasalahan serta tantangannya yang berbeda dengan yang dihadapi subak di waktu-waktu lampau, maka sangat diperlukan adanya strategi yang kondusif untuk menjaga kelestarian subak. Subak harus dijaga kelestariannya karena subak memiliki falsafah yang adiluhung yaitu Tri Hita Karana(THK) yang merupakan konsep harmoni dan kebersamaan dan menjadi penyangga utama kebudayaan Bali.
Bila dikaji lebih mendalam, salah satu kendala yang dihadapi oleh subak diduga kuat karena kepemilikan lahan.Berdasarkan data Biro Pusat Statistik Provinsi Bali tahun 2015- 2016 mengindikasikan bahwa selama kurun waktu 15 tahun dari 1999 – 2013 telah terjadi konversi lahan sawah seluas 4.906 ha yang beralih menjadi lahan pertanian bukan sawah ataupun lahan bukan pertanian. Bila dirata-ratakan penurunan lahan sawah per tahun sekitar 350 ha (0,41 persen). Kemudian sistem irigasi yang merupakan kearifan lokal masyarakat subak semakin terkikis sebagai akibat dari tehnologi yang berkembang sehingga masyarakat jarang memanfaatkan budaya gotong royong di dalam penanganan sistem irigasi pertanian yang selama ini dilakukan oleh subak sehingga menyebabkan penurunan debit air
5
yang ada pada sistem subak.Dalam penelitian ini variabel yang diperkirakan berpengaruh dominan adalah nilai kepemimpinan, budaya THK terhadap komitmen organisasional yang pada akhirnya berdampak terhadap kinerja subak.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Surata dan Wiguna (2003) menunjukkan rata-rata usia petani yang masih aktif bekerja di sawah sekitar 60 tahun. Padahal manusia yang telah memasuki usia setua itu, tidak dapat lagi bekerja secara produktif. Pada lain pihaksebagian besar generasi muda tidak berminat bekerja dalam sektor pertanian, khususnya pertanian lahan basah. Padahal kelestarian dan keberlanjutan sosio-agro-religius subak sangat bergantung kepadakesediaan dan kesiapan generasi muda untuk bekerja dalam sektor pertanian. Dengan demikian maka pemberdayaan subak menjadi sangat strategis karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi petani sekaligus menjadi tumpuan harapan sumber pendapatan dalam meningkatkan kesejahtraan sebagian besar masyarakat khususnya yang bergerak di sektor pertanian.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan efektivitas kinerja organisasi, menurut Yulk (2007) Robbin dan Jugde (2007), dinyatakan bahwa keberhasilan kepemimpinan adalah keberhasilan menunaikan kinerja organisasi. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa hasil dari kepemimpinan adalah kinerja, baik secara individu maupun organisasi. Penelitian O”regan dan Ghobadian (2004) Shao, Webber (2004), Montes (2005), Aragon (2007), menyatakan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan terhadap kinerja organisasi.Secara teoritis ada hubungan antara kepemimpinan dan kinerja dan secara empiris hasil-hasil penelitian sebelumnya
6
mendukung adanya hubungan antara kepemimpinan terhadap kinerja.Bahkan Aydugda (2011), menyatakan bahwa perilaku kepemimpinann transformasional mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap budaya organisasi seperti orientasi jangka panjang/pendek, jarak kekuasaan, individualisme dan penghindaran ketidakpastian.Konteks peran kepemimpinan transformasional, budaya organisasi dan kepuasan kerja terhadap kinerja organisasi pada yayasan kesejahtraan sosial dan kebajikan dari organisasi non profit di Taiwan oleh Chiet al (2011), menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional, budaya organisasi dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja
organisasi.
Pada penelitian ini digunakan model kepemimpinan Asta Dasa Parameting Prabhuatau delapan belas prinsip-prinsip utama kepemimpinan. Berdasarkan 18 (astadasa), prinsip itu dapat diklasifikasikan dalam tiga dimensi yakni spiritual, moral,dan manajerial. Ketiga prinsip itu sebagai hal yang membudaya dan menyatu dalam kehidupan masyarakat Bali dan tidak terlepas dari kepemimpinan transformasional yang diadopsi dari Bass (2007), karena model ini juga terkait model kepemimpinan dalam subak. Sejalan dengan karakteristik kedua bentuk organisasi ini menggambarkan perbedaan utama antara organisasi orientasi profit dengan organisasi non profit.
Karakteristik organisasi non profitseperti dalam
subak menurut Ives et al. (2004: 452), yaitu (1) Sebagian besar penerimaan berasal dari penyandang dana yang tidak mengharapkan imbalan dari donasinya,(2) Dalam aktivitasnya tidak memiliki tujuan menghasilkan laba, dan(3) Pada umumnya
7
penyandang dana tidak berniat untuk menjual, mentransfer, atau menarik kembali kepemilikannya dalam organisasi. Secara spesifik, konsep kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi kepemimpinan transformasional oleh Bass (1985) dan filosofi Tri Hita Karana, yang mengharuskan seorang pemimpin untuk memahami konsepkonsep kepemimpinan yang bersifat sosial-religius seperti konsep Asta Brata(Windia,2013: 82). Sementara itu, subak sebagai organisasi pertanian juga bersifat sosio kultural memenuhi aspek kepemimpianan tersebut. Dalam ajaran Hindu terdapat beberapa ajaran atau prinsip kepemimpinan (leadership)yang menekankan kepada perilaku seorang pemimpin. Salah satunya adalah Astadasa Paramiteng Prabhu atau delapan belas prinsip utama kepemimpinan. Suhardana (2008) prinsip-prinsip kepemimpinan ini termuat dalam Kakawin Gajah Mada. Kakawin ini menguraikan kejayaan mahapatih Gajah Mada yang terkenal bijaksana. Di dalam kakawin tersebut terdapat ajaran kepemimpinan di antaranya tentang profil pemimpin, kerja keras, visioner, cerdik, cermat, tipu daya, dan melenyapkan gangguan terhadap negara. Pemimpin dan pandita melaksanakan fungsinya sebagai Brahma, Wisnu, dan Siva, mewujudkan kesejahtraan, melindungi seluruh wilayah negara, menumbuhkan kesadaran warga negara terhadap tegaknya hukum, mewujudkan kesucian pribadi melalui pertapaan dan samadhi. Gajah Mada seorang negarawan besar dan ajaran kepemimpinan yang diajarkan dan di implementasikan masih sangat relevan dewasa ini. Robbins (2006) menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan salah satu sikap kerja yang mempengaruhi kinerja organisasi.Seseorang akan
8
merefleksikan perasaannya (suka atau tidak suka) terhadap organisasi tempat ia bekerja. Luthans (2006)menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan (1) Keinginan yang kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu, (2) Keinginan untuk berusaha keras sesuai dengan keinginan organisasi,dan (3) Keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Hal ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Penelitian tentang komitmen organisasi dengan kinerja karyawan dilakukan oleh Rashid et.Al. (2003), hasil penelitiannya menemukan bahwa komitmen organisasi
berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja keuangan (ukurannya
profitabilitas) dari organisasi. Penelitian Khan et al (2010) menunjukkan hubungan positif antara komitmen organisasi dan prestasi karyawan. Paik et al (2007) salah satu hasil penelitiannya menyatakan bahwa komitmen organisasi berhubungan positif terhadap prestasi kerja. Selain itu penelitian Supriyono (2006) menyatakan bahwa komitmen organisasi mempunyai pengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap kinerja manajer. Khyzer (2011) mengemukakan penelitiannya bahwa komitmen karyawan berdampak positif terhadap kinerja,sedangkan penelitian Kalleberg dan Marsden dalam Yousef (2000) hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan sedang antara komitmen organisasi dengan prestasi kerja. Justru Penelitan Wright dalam Yousef (2000) menemukan korelasi negatif antara komitmen organisasi dengan prestasi kerja.
9
Faktor lain yang juga mempengaruhi kinerja organisasi ialahbudaya organisasi. Ojo (2009), menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Ahmad (2012), menyatakan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajemen praktis.Budaya dalam organisasi adalah nilai- nilai atau norma - norma yang mengarahkan perilaku pegawai kepada hal-hal yang menguntungkan organisasi (Luthan,2006). Tienne (2014), menyatakan bahwa budaya organisasi memainkan peran penting di dalam keterlibatan sebuah organisasi, kepercayaan dan insentif yang mensyaratkan bahwa budaya organisasi berperan terhadap organisasi non-profit termasuk dalam subak. Pendapat ini dipertegas bagaimana budaya memainkan peran penting dalam kehidupan organisasi. Budaya organisasi berperan di dalam peningkatan kinerja organisasi terkait pula dengan motivasi kerja dan efektivitas kepemimpinan. Penelitian Lok (2004:23) menyatakan bahwa efek dari budaya organisasi dan gaya kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasi. Sementara itu, justru dengan penelitian Yiing, et.Al. (2009:53) mengungkap pengaruh moderating budaya organisasi, menemukan hubungan berbanding terbalik yakni budaya organisasi mempunyai hubungan negatif dengan perilaku kepemimpinan dan komitmen organisasi. Raka (2003), menyatakan bahwa tidak ada pengaruh langsung budaya organisasi terhadap kinerja organisasi. Pengaruh kedua variabel tersebut baru akan terjadi apabila dimediasi oleh perilaku kerja karyawan. Demikian pun dengan Ghani (2006), hasil penelitiannya menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja
10
karyawan.Hasil penelitian lain mengkaitkan budaya organisasi dengan kinerja organisasi didukung oleh Ritchei (2000), Kee dan
Yu (2004), Regan dan
Ghobadian (2004), Shao, Webber (2004), menyatakan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja organisasi. Penelitian yang menghubungkan budaya pawongan yakni interaksi manusia dengan manusia lainnya di dalam organsisasi subak dalam konsep THK dengan kinerja organisasi non profit, khususnya organisasi subak, menyatakan bahwa budaya organisasi tidak mempengaruhi kinerja organisasi (Rowe, 2009, Scheider,2003, Nalla, 2009,Jenks,2007). Budaya dipandang sebagai suatu kekuatan yang akan berpengaruh terhadap semua aspek dalam aktivitas organisasi (Schien, 2004). Dikatakan pula bahwa budaya nasional akan secara terus menerus mempengaruhi nilai-nilai kerja dalam suatu organisasi dan budaya organisasi akan selalu dipengaruhi oleh lingkungan di mana organisasi tersebut berada (Taliziduhu, 2005), sehingga, budaya nasional cenderung akan mempunyai dampak yang lebih besar terhadap para karyawan daripada budaya organisasi perusahaan itu sendiri (Robbins, 200:252). Penelitian ini mengacu pada teori budaya organisasi (Schein, 2004 dan Koentjaraningrat,2005) dengan menggunakan nilai-nilai yang terkandung di dalam budaya THK dalam praktek budaya organisasi. Sebagai suatu sistem, Lebih lanjut Koentjaraningrat (2005) membagi budaya ke dalam tiga elemen dasar yaitu subsistem nilai, subsistem sosial, dan subsistem kebendaan. Schien (2004) membagi budaya dalam tiga tingkatan yaitu artifik, kepercayaan dan nilai, dan asumsi-asumsi dasar di mana dijelaskan pula bahwa ketiga tingkatan tersebut
11
mengandung, baik tata nilai maupun praktika. Keterkaitan THK sebagai suatu sistem budaya karena menurut Riana (2010) unsur unsur THK yaitu parahyanganan analog dengan asumsi dasar (basic assumptions), pawongan analog dengan sistem nilai (value system), dan palemahan analog dengan kebendaan (artifact). Dalam kaitannya dengan budaya unik dan spesifik mereka untuk membawa organisasi subak menuju kinerja unggul
(Kotter dan Heskett,1997:
Denison dan Mishra, 1995 serta Choukedan Amstrong,2000). Riana (2010) telah melakukan studi kontemplasi antara budaya THK dengan beberapa teori budaya organisasi. Ditemukan bahwa dimensi parahyangan analog dengan subsistem nilai, pawongan analog dengan subsistem sosial, dan palemahan analog dengan subsistem artefak. Budaya organisasi yang diwarnai oleh konsep THK khususnya dari aspek hubungan antar manusia (Palemahan) ini merupakan celah penelitian sehingga disertasi ini lebih fokus pada upaya penyelesaian celah penelitian tersebut.Ketidak konsistenan hubungan antar manusia dalam organisasi sebagai celah penelitian dalam bentuk adanya ketidakjelasan peran nilai-nilai budaya dalam aktivitas subak karena para peneliti terdahulu belum ada yang menjelaskannya. Berdasarkan hasil kajian terhadap beberapa penelitian di atas tampak bahwa masih terjadi kontradiktif hasil penelitian tentang kepemimpinan, budaya, dan komitmen
organisasional.
Di
samping
itu,
penelitian
terdahulu
tentang
kepemimpinan dan budaya organisasi lebih banyak menganalisis fenomena yang ada berdasarkan persepsi kepemimpinan dan budaya barat sehingga mengabaikan peran kepemimpinan dan budaya nasional dalam mewarnai budaya organisasi.
12
Penelitian mengenai peran nilai kepemimpinan dalam konteks budaya subak sangat terbatas sementara itu keberadaan subak merupakan aspek penting di dalam peningkatan kinerja petani/masyarakat.Dengan demikian, studi mengenai subak dari segi nilai kepemimpinannya menjadi penting dalam rangka peningkatan sumber daya manusia yang ada pada subak sebagai ujung tombak kinerja pertanian, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja subak di Bali. Selain itu, perbedaan penelitian ini adalah penggunaan konsep kepemimpinan berbasis THK dan budaya yang menyesuaikan dengan nilai-nilai THK pada masyarakat Bali, yaitu kepemimpinan Astadasa Paramiteng Prabhu atau delapan belas prinsip-prinsip utama kepemimpinan dan Budaya berbasis THK. Menurut Tandes (2007) secara garis besar, norma-norma kepemimpinan Gajah Mada yang terdiri atas18 (astadasa), prinsip itu dapat diklasifikasikan dalam tiga dimensi yakni spiritual, moral,dan manajerial. Ketiga prinsip itu sebagai hal yang membudaya dan menyatu dalam kehidupan masyarakat Bali. Jadi, dalam penelitian ini dipandang dapat memberikan warna dan khasanah tersendiri dalam konteks keilmuan terkait bidang perilaku keorganisasian. Oleh karena itu,perlu dikaji untuk memperoleh kejelasan nilai budaya lokal secara Agama Hindu yang terangkum dalam budaya THKdan nilai kepemimpinan secara agama Hindu yang dikenal dengan Asta Dasa Parameting Prabhu dan dimediasi oleh komitmen organisasional pengaruhnya terhadap kinerja pada organisasi subak di Bali. Untuk mengisi kesenjangan penelitian ini maka studi ini di mulai dari upaya membangun
sebuah
jembatan
strategis
dalam
mengelola
subak
dengan
13
memannfaatkan nilai-nilai harmoni dari budaya lokal yakni THK yang terdiri atas tiga unsur dalam praktik budaya organisasi. Ketiga unsur tersebut yaitu parahyangan (hubungan harmoni antara manusia dengan Tuhan),pawongan (hubungan harmoni antar manusia), dan palemahan (hubungan harmoni antara manusia dengan lingkungan).Studi ini berangkat dari adanya gap berupa gagalnya upaya untuk mengkaji kaitan antara nilai kepemimpinan, budaya lokal,dan komitmen serta kinerja subak di Bali belum dikaitkan dengan budaya nasional. Akhirnya studi ini ditujukan untuk mengembangkan bentuk penelitian yang diarahkan untuk mengintegrasikan variabel-variabel kinerja organisasi dikaitkan dengan nilai kepemimpinan dan BudayaTHKpada komitmen organisasional serta efeknya terhadap kinerja Subak di Bali.
1.2Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut. 1)Bagaimanakah pengaruh nilai kepemimpinan terhadap komitmen organisasional pada subak di Provinsi Bali? 2)Bagaimanakah pengaruh budaya THK terhadap komitmen organisasional pada subak di Provinsi Bali? 3)Bagaimankah pengaruh nilai kepemimpinan terhadap kinerja subak di Provinsi Bali? 4)Bagaimanakah pengaruh budaya THKterhadap kinerja subak di ProvinsiBali?
14
5)Bagaimanakah pengaruh komitmen organisasionalterhadap kinerjasubak di ProvinsiBali? 6)Bagaimanakahkomitmen organisasional memediasi nilai kepimimpinan terhadap kinerja subak di ProvinsiBali? 7)Bagaimanakahkomitmen organisasional memediasibudaya THK terhadap kinerja subak di Provinsi Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan di atas maka tujuan penelitian ini ialahuntuk menjelaskandan membuktikan hal - hal sebagai berikut: 1)Pengaruh nilai kepemimpinan terhadap komitmen organisasional pada subak di Provinsi Bali. 2)Pengaruh budaya THK terhadap komitmen organisasional pada subak di Provinsi Bali. 3)Pengaruh nilai kepemimpinan terhadap kinerja subak di Provinsi Bali. 4)Pengaruh budaya THK terhadap kinerja subak di Provinsi Bali. 5)Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja subak di Provinsi Bali. 6)Peran komitmen organisasional memediasinilai kepimimpinan dengan kinerja subak di Provinsi Bali. 7)Peran komitmen organisasional memediasi budaya THK dengan kinerja subak di Provinsi Bali. 1.4Manfaat Penelitian
15
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan pokok penelitian seperti tersebut di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Akademik Manfaat akademik yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat ditemukannya pengaruh antar variabel Nilai Kepemimpinan
dan Budaya
THKterhadap Komitmen organisasional dan Kinerja subak di Provinsi Bali. Penelitian ini diharapkan juga dapat mengkritisi penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga dapat memperkuat teori kepemimpinan dan nilai budaya berbasis THKyang didasarkan kepada tiga dimensi yaitu parahyangan,palemahan,dan pawongan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu manajemen dalam Subak sehingga mampu memberikan pemahaman yang konprehensif
atas hubungan konsep,
teori,dan aplikasi nilai kepemimpinan, budaya berbasis THK, komitmen organisasional, dan kinerja subak di Provinsi Bali. 1.4.2
Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar
dalam pengelolaan manajemen sumber daya manusia pada organisasi bisnis, khususnya bagi organisasi subak di Bali, sekaligus sebagai bahan perbendaharaan materi bagi stakeholderdalam meningkatkan dan mengembangkan kinerja organisasi pada umumnya yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahtraan organisasi subak di Bali.