1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Istilah sastra adalah pengetahuan yang hidup, bagai bernapas, dinamis, dan terus bergerak yang harus ditangkap sediri oleh manusia untuk di penjarakan dalam nurani dan budaya. Pengetahuan literer, religious, etismoral, sosial, politis, pesikologis, filosofis, dan sebagainya. Kadarnya tentu saja bergantung pada kadar perjuangan dalam menemukan, menangkap, dan merebutnya karena sastra memang tak menyuguhkan pengetahuan jadi kepada.Bukan pengetahuan siap pakai yang disuguhkan sastra.Sastra
mempunyai kemampuan khas dalam
menyuguhkan pengetahuan kepada manusiadengan pengalaman-pengalaman kemanusiaan dan pengetahuan-pengetahuan yang terdapat di dalamnya, sastra juga mampu menepuk dan mengigatkan manusia dari jalan tak semestinya. Sastra yang
baik
(dalam
arti
ditulis
dengan
penuh
kejujuran,
kebeningan,
kesungguhan,kearifan, dan keluhuran nurani dan budi manusia) selalu mampu mengingatkan, menyadarkan,dan mengembalikan manusia ke jalan semestinya, Yaitu jalan kebenaran dalam usaha menunaikan tugas-tugas kehidupannya.karena itulah sastra mampu menjadikan pemandu jalan menuju kebenaran hakiki (Saryono, 2006:15). Salah satu hal yang mengelisahkan adalah masalah moral.Perubahan pesat di banyak bidang menimbulkan banyak pertanyaan sekitar moral. Banyak orang merasa tidak punya pegangan lagi tentang norma kebaikan, terutama di bidangbidang yang paling di landa perubahan pesat. Norma-norma lama terasa tidak
2
meyakinkan lagi, atau bahkan dirasa asing dan tidak dapat dijadikan pegangan sama sekali. Orang juga tidak dapat hanya lari pada hati nurani, karena hati nurani pun merasa tak berdaya menemukan kebenaran apabila norma-norma yang biasanya dipakai sebagai landasan pertimbangan menjadi serba tidak pasti.Situasi itu sangat dibutuhkan sikap yang jelas arahnya.Peneliti merumuskan kembali norma-norma lama atau perkembang-perkembangan baru
menemukan
kebenaranyangdapat dipertanggungjawabkan dengan tenang yang bertugas dan berhak untuk merumuskan norma-norma yang baru. Peneliti tidak dapat memilih salah satu dari 3 sistem norma moral yang secara tradisional ditawarkan, yakni: (1)norma berdasarkan keyakinan akan kewajiban mutlak (deontologist); (2) norma berdasarkan tujuan perbuatan (teleologis) (3) norma berdasarkan hubungan-hubungan dengan orang lain (relasional). Ketiga system itu dipadukan bersama untuk mencari kebenaran moral secara tepat. Penilaian moral atas sikap maupun perbuatan mesti dilihat dari kewajiban yang muncul dari halnya sebdiri, dari tujuan yang hendak dicapai,dari mutu hubungan-hubungan dengan sesame yang tersangkut dalam sikap atau tindakan tersebut.hanya dengan demikian penilaian moral menjadi teliti dan seimbang, bahkan mampu melayani hidup bersama (Hadiwardoyo,1990:9). Perkembangan moral pada dasarnya merupakan interaksi, suatu hubungan timbal balik antara anak dengan anak, antara anak dengan orang tua, antra peserta didik dengan pendidikan, dan seterusnya. Unsur hubungan timbal balik ini sedemkian penting karena hanya dengan adanya interaksi berbagai aspek dalam diri seseorang (kognitif, afektif, psikomotoris) dengan sesamanya atau dengan
3
lingkungannya, maka seseorang dapat berkembang menjadi semakin dewasa baik secara fisik, sepiritual dan moral (Sjarkawi dalam Adisusilo, 2012:4) Freud (dalam Adisusilo, 2012:7) berpendapat bahwa perkembangan moralitas seseorang di mulai sejak anak berkembang ke arah kedewasaannya, di mana energi psikis mereka atau yang disebut ”libido” akan bergerak ke arah pemuasan kebutuhan yang dikaitkan dengan bagian-bagian tubuh tertentu. Bersamaan dengan perkembangan biologisnya, anak-anak mulai menyadari kalau mereka harus menyesuaikan tingkah lakunya agar bisa diterima menjadi anggota suatu kelompok. Dari beberapa pembahasan tentang
moral di atas, Moral merupakan
pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan (akhlak).Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan kelakuan yang baik. Menurut asal katanya “moral” dari kata mores dari bahasa Latin. Filosof Yunani Aristoteles (dalam Lickona, 2013:71) mendefinisikan karakter yang baik sebagai hidup dengan tingkah laku yang benar, tingkah laku benar dalam hal berhubungn dengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri. Aristoteles mengigatkan tentang sesuatu yang di zaman modern ini cenderung melupakan, hidup dengan budi pekerti yang berarti menjalani kehidupan dengan berbudi baik untuk diri sendiri (misalnya kontrol diri dan tidak berlebih-lebihan) maupun orang lain (seperti kedermawanan dan rasasimpati). Mengontrol diri, hasrat, nafsu, agar bisa melakukan hal yang benar pada orang lain.
4
Lebih jauh lagi seperti yang dikatakan Goldman mengemukakan (Faruk, 2012:71) dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya.Pertama, bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner.Kedua, bahwa dalam mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh-tokoh, objek-objek, dan relasi-relasi secara imajiner. Karya sastra merupakan petunjuk yang sengaja diberikan pengarang tentang berbagai hal yang bersangkutan dengan maslah jenis-jenis nilai moral yang terkandung dalam novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Suroso. Petunjuk itu bersifat praktis, karena modelnya dapat ditemukan dalam kehidupan nyata sebagai model yang ditampilkan dalam cerita lewat tokohnya. Berdasarkan dari keseluruhan paparan di atas penelitian ini akan mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam novel Jokowi si tukang kayu karya Gatotkoco Suroso berdasarkan pendekatan moral, nilai moral dalam novel Jokowi si tukang kayu karya Gatotkoco Suroso ini dilihat melaui kajian perwatakn tokohtokoh dalam cerita, yaitu melalui prilaku tokoh, dan dialog Novel ini dipilih sebagai sumber data penelitian dengan alasan setelah beberpa kali dibaca dan di cermati isinya, novel ini memuat nilai-nilai moral. Pengarang dalam novel ini memberikan perhatian istimewa untuk mengajarkan kearifan hidup lewat tingkah laku dan sikap tokoh. Novel tersebut mengandung sikap hidup, berpikir, keadaan sosial, tuturan khas Jawa. Novel ini mampu mengambarkan masyarakat dan budaya indonesia, seperti tembang-tembang jawa yang bersifat penutur.Dengan demikian novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Suroso, menarik untuk di teliti.Diharapkan bisa
5
menambah wawasan pembaca berkenaan dengan ajaran nilai-nilai moral yang diungkapakn dalam karya sastra. 1.2 Masalah Penelitian 1.2.1 Ruang Lingkup Masalah Magnis-Suseno (dalam Budiningsih, 2004:24-25) mengatakan bahwa kata moral selalu mengcu pada baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia.Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Menurut Magnis-Suseno, sikap sebenarnya disebut moralitas. Mengartikan moralitas sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Morallitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena mancari keuntungan. Untuk itu moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamprih.Hanya moralitaslah yang bernilai secara moral. Tindakan moral yaitu kemampuan untuk melakukan keputusandan perasaan moral ke dalam prilaku-prilaku nyata.Tindakan-tindakan moral ini perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan sehari-hari.Lingkungan sosial yang kondusif untuk memunculkan tindakan-tindakan moral, ini sangat diperlukan dalam pembelajaran moral.Ketiga unsur tersebut yaitu, penalaran, perasaan, dan tindakan moral harus ada dan dikembangkan dalam pendidikan moral.Selain ketiga unsur tersbut, masyarakat pada umumnya menekankan pentingnya peranan iman atau kepercayaan eksternal dalam meningkatkan moralitas.Kecendrungan terjadinya disintegrasi dan saling curiga di antara anak
6
bangsa ini di karenakan adanya krisis kepercayaan yang melanda bangsa ini.Dikatakan ada hubungan yang parallel antara tingginya moralitas seseorang dengan iman atau kepercayaan eksistensialnya (Budiningsih, 2004:7). Sementara itu, moral rupanya hanya dapat diukur secara tepat apabila kedua seginya diperhatikan.Orang hanya dapat dinilai secara tepat apabila hati maupun perbuatannya ditinjau bersama, disitulah terletak kesulitannya. Kita hanya dapat menilai orang lain dari luar, dari perbuatan lahirnya. Sementara itu hatinya hanya dapat kita nilai dengan menduga-duga saja.Atau, sebagai orang yang beriman bahwa Allah itu Mahatahu, kita dapat mengatakan bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menilai moral manusia secara cepat (Hadiwardoyo, 1990:1314). Menariknya kenyataannya ukuran tingkah laku moral yang di pandang sebagai tingkah laku yang lainnya sebagai buruk tidaknya sama dianut oleh umat manusia. Ukuran-ukuran ini berpengaruh oleh subjektif manusia sebagai individu oleh masyarakat atau suatu bangsa, kesewenang-wenagan, keserakahan, ketidakadilan, kekejaman, kesadisan yang terdapat dalam kehidupan, dai dulu hingga kini, dai zaman colonial hingga jaman reformasi selalu merupakan masalah besar, yang di hadapimanusia. demikian tujuan utama pendidikan moral pancasila adalah menghargai dan menghormati manusia sebagai manusia serta memerlakukan manusia sebagai manusia merupakan kewajiban manusiawi setiap manusia (Darmadi, 2009:51). Bapak pendiri Bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, bahwa menegaskan. “Bangsa ini harus di bangun dengan mendahulukan
7
pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa besar, maju dan jaya, serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli. Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang dirasakan mendesak. Gambaran
situasi masyarakat bahkan situasi dunia pendidikan di
Indonesia menjadi motivasi pokok (mainstreaming) implementasi pendidikan karakter di Indonesia. Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan amat perlu pengembagannya bila mengigat makin meningkatnya tawuran antar-pelajar, serta bentuk-bentuk
kenakalan
remaja
lainya
terutama
di
kota-kota
besar,
pemerasan/kekerasan kecendrungan dominasi senior terhadap yunior, fenomena supporter, pengunaan narkoba, dan lain-lain (Samani & Hariyanto, 2011:2). 1.2.2 Batasan Masalah Dari beberapa jangkauan masalah yang dipaparkan diatas peneliti mencoba untuk membatasi masalah penelitian ini pada aspek nilai moral yang terkandung dalam novel Jokowi Si Tukakang Kayu karya Gatotkoco Suroso di perinci pada bentuk nilai moral dan nilai moral yang dapat dijadikan materi. (1) Nilai-nilai moral yang terkandung didalam novel Jokowi Si Tukang Kayukarya Gatotkoco Suroso. (2) Nilai moral yang terkandung dalam novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Surosoyang dapat dijadikan materi pendidikan karakter bangsa. Menyelesaikan persoalan yang dihadapi akan digunakan dengan pendekatan moral sebagai alat bantunya. Moral mencerminkan pandangan
8
tentang nilai-nilai kebenaran. Penelitian sejenis yang sudah pernah di teliti adalahAnlisis Nilai Moral dalam Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji diteliti oleh Ari Fanny Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang pada tangal 25 Oktober 2007.Peneliti ke dua yaitu Nialai Moral dalam Novel Orang Madura Tidak Mati Lagi karya Edi AH Iyubenu diteliti oleh Pujinugrowo Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang pada tangal 2 Agustus 2004. Peneliti ketiga yaitu Analisis nilai moral dalam novel Sungai Bening karya Viddy A.D diteliti oleh Mella Yasopha Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang pada tangal 27 Oktober 2 Berbeda dengan penelitia sebelumnya, penelitian ini lebih berfokus pada deskripsi nilai moral pada tokoh utama yang dapat dijadikan meteri pendidikan karakter bangsa.Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini karena karakteritas, isi cerita, dan pengunaan bahasa dalam novel sangat menarik untuk di analisis secara mendalam. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan ruang lingkup dan batasan masalah penelitian di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah deskripsi jenis-jenis nilai moral dalam novel Jokowi Si Tukang Kayukarya Gatotkoco Suroso? (2) Bagaimakah deskripsi nilai moral dalam novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Suroso dapat dijadikan materi pendidikan karakter bangsa?
9
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terbagi menjadi dua, yaitu tujuan secara umum dan tujuan secara khusus. Adapun tujuanya adalah sebagai berikut: 1.4.1Tujuan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran serta wawasan yang luas mengenai bentuk nilai moral yang terdapat pada novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Suroso dengan menggunakan pendekatan moral. 1.4.2TujuanKusus Penelitian Secara kusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral yang ada didalam novel Jokowi si Tukang Kayukarya Gatotkoco Suroso. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan deskripsi tentang hal-hal sebagai berikut : 1) Mendeskripsikan jenis-jenis nilai moral dalam novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Suroso. 2) Mendeskripsikan nilai moral, dalam novel Jokowi Si Tukang Kayu karya Gatotkoco Suroso menjadi pendidikan karakter bangsa. 1.5 Manfaat Penenelitian 1.5.1 Manfaat Teoretis Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan teori sastra, khususnya tentang kajian nilai moral dalam novel dengan mengunakan pendekatan moral.
10
1.5.2 Manfaat Praktis Secara umum penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelaksanaan pengajaran sastra, yaitu sebagai bahan siap pakai untuk pengajaran aspirasi prosafiksi dan pembuatan metode pengajaran sastra.Hasil penelitian karya sastra ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dan dapat memperkaya sumber pendidikan moral bagi dirisendiri dan pembacanya. 1.6 Penegasan Istilah Menghindari terjadinya perbedaan penafsiran antara peneliti dan pembaca terdapat istilah yang digunakan dalam penelitian ini perlu adanya penegasan istilah. Beberapa istilah yang perlu ditegaskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Nilai Moral Nilia-nilai moral, seperti memperlakukan orang dengan adil dan menghormati kehidupan, kebebasan, dan kesetaraan orang lain sifatnya mengikat semua orang di mana saja mereka berada karena nilai-nilai ini menegaskan kemanusiaan dan harga diri fundamental manusia. Bahwa wajib memaksa agar semua orang berprilaku sesuai dengan nilai-nilai moral universal (Lickona, 2013:55). 2) Pendidikan Karakter Bangsa Dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.Oleh karena itu, diperlukan kepedulian
11
oleh berbagai pihak, baik oleh pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah. Kondisi ini akan terbangun jika semua pihak memiliki kesadaran bersama dalam membagun pendidikan karakter harus menyertai semua aspek kehidupan termasuk di lembaga pendidikan.Idealnya pembentukan atau pendidikan karakter diintegrasikan ke seluruh aspek kehidupan, termasuk kehiduupan sekolah (Hidayatullah, 2010:3). 3) Novel Jokowi Novel ini terispirasi dari kehidupan masa kecil dan remaja Joko Widodo (Jokowi) dari masa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga kuliah di universitas Gadjah Mada. Nama-nama, tokoh, tanggal dan tempat kejadian, lokasi, serta dialog yang terjadi dalam novel ini mengacu pada peristiwa yang sebenar-benarnya terjadi, baik dialami secara langsung maupun tak langsung oleh Jokowi sepanjang kurun waktu tersebut. Namun demikian, novel ini tetap merupakan karya novel biografis. Beberapa peristiwa dan dialog diungkapkan dengan lebih dramatis tanpa mengubah pristiwa yang sebenarnya.