BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup signifikan, yang tercermin dari perkembangan lembaga-lembaga keuangan baik bank ataupun nonbank yang berprinsip syariah. Meskipun demikian, perkembangan tersebut belum didukung dengan tersedianya sumber daya manusia yang memadai terutama yang kompeten di bidang ini. Fakta inilah yang kemudian mendorong berbagai institusi pendidikan untuk dapat berkontribusi dalam menyediakan sumber daya-sumber daya manusia yang kompeten dan ahli, agar dapat mengimbangi perkembangan tersebut. Dalam rangka menyediakan sumber daya manusia yang kompeten, maka institusi pendidikan menjawab permasalahan tersebut dengan membuka programprogram studi yang bermuatan ekonomi Islam, baik dalam perguruan tinggi agama maupun perguruan tinggi umum. Keduanya membuka program studi yang bermuatan ekonomi Islam, mulai dari jenjang diploma, program sarjana, dan bahkan sampai pada program pascasarjana (master/magister dan doktor). Dengan banyaknya institusi-institusi pendidikan yang membuka program tersebut, kemudian menuntut adanya sarana dan prasarana yang dapat menunjang berjalannya program tersebut. Salah satu sarana penunjang yang paling fundamental adalah buku-buku teks yang digunakan untuk menunjang proses pembelajaran. Seiring dengan tingginya kebutuhan civitas akademika terhadap ketersediaan buku-buku teks tersebut, kemudian menyebabkan buku-buku teks
1
2
ekonomi Islam banyak bermunculan. Di satu sisi, hal ini akan sangat membantu dunia akademik untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun di sisi yang lain hal ini justru menimbulkan kekhawatiran terutama kualitas dari buku-buku teks itu sendiri. Hal ini mengingat bahwa proses pengkajian dan proses penelitianpenelitian masih berjalan, dan belum menemukan bentuk yang dapat dijadikan acuan. Hal ini dikarenakan masih terjadi perbedaan pendapat dikalangan ahli ekonom Islam. Perbedaan ini salah satunya muncul sebagai akibat dari penggunaan metodologi atau kerangka berfikir yang berbeda, yang kemudian menyebabkan dalam memandang permasalahan dalam perekonomian Islam dan kemudian memberikan kesimpulan akan berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kerangka berfikir yang digunakan, yaitu ada yang menggunakan pendekatan normatif (syari’ah) saja yaitu tokoh-tokoh seperti Talaghani, Sadr, dan Rahman. Sementara itu ada juga yang menggabungkan pendekatan normatif (fiqh) dan positif, yaitu tokoh-tokoh seperti Mannan, Siddiqi, dan Kahf (Haneef, 2010). Oleh karena itu, dengan belum adanya kerangka berfikir yang dapat dijadikan acuan maka dapat disimpulkan bahwa proses pengkajian masih belum selesai atau belum mapan.
1.2. Rumusan Masalah
Ditengah-tengah perdebatan yang masih berjalan dan belum selesai terutama dalam membahas kerangka berfikir (framework) yang dapat digunakan untuk menganalisis teori perilaku konsumsen dalam Islam, buku-buku teks
3
ekonomi Islam di Indonesia banyak bermunculan. Dengan masih beragamnya atau masih terjadi perbedaan dalam menggunakan kerangka berfikir tersebut, maka bagaimana buku-buku teks tersebut menjelaskan, dan menyajikan, serta menyampaikan ide pokok teori perilaku konsumen dan permintaan dalam Islam.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka diperoleh beberapa pertanyaan berikut ini: a. Bagaimana gambaran umum buku-buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan dalam Islam ? b. Bagaimana persamaan dan perbedaan masing-masing buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan dalam Islam ? c. Bagaimana perbandingan antara buku teks ekonomi Islam dan buku teks ekonomi konvensional dalam menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan ?
1.4. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang konsumsi dalam Islam memang bukan hal yang baru. Sudah cukup banyak penelitian yang dilakukan dalam bidang tersebut. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Agil (Tahir dkk, 1992) tentang Rationality in Economic Theory. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa rasionalitas dalam
4
pandangan Islam adalah unsur yang tersirat dan bukan sebuah asumsi, sehingga perlu mengganti asumsi tersebut. Menurutnya rasionalitas adalah perilaku yang harusnya mengarah pada pencapaian falah (keberhasilan atau kebahagiaan dunia dan akhirat), yang hanya akan dicapai jika perilaku konsumen sesuai dengan norma-norma Islam. Siddiqi (Tahir dkk, 1992), melakukan penelitian tentang Islamic Consumer Behaviour. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dengan adanya pengaruh Islam maka perilaku konsumen akan mengalami penyesuaian terutama dalam permintaan. Penyesuaian tersebut antara lain permintaan akan barang dan jasa yang dilarang dihilangkan, mengurangi permintaan barang mewah dan bahkan pada barang tertentu juga dihilangkan, permintaan akan kebutuhan bersifat primer dan sekunder akan meningkat seiring dengan distribusi kekayaan yang merata, kebutuhan sosial seperti kesehatan dan pendidikan akan meningkat, dan permintaan akan kesenian budaya dan wisata juga akan meningkat. Dengan adanya pola permintaan yang seperti ini maka dampak yang dihasilkan dari mesin produksi dapat dengan mudah untuk ditelusuri. Kahf (Tahir dkk, 1992) melakukan penelitian tentang Theory of Consumption. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa konsep konsumsi dalam ekonomi konvensional tidak dapat diterima begitu saja terutama oleh orang Islam. Hal ini dikarenakan terjadi penyelewengan nilai-nilai ideologis dan sosial masyarakat dimana konsep ini dikembangkan. Maka perlu ada beberapa penyesuaian, terutama pada konsep rasionalitas yang mana dalam Islam harus selaras dengan moralitas dan nilai-nilai spiritual. Disamping itu skala waktu bagi
5
konsumen muslim tidak hanya pada duniawi, akan tetapi juga ukhrawi. Harta yang digunakan juga harus dalam rangka membelanjakan di jalan Allah. Sementara itu barang yang dikonsumsi juga harus memberikan perbaikan baik secara material, moral maupun spritual. Kemudian perlu memperhatikan etika dalam konsumsi, yang mana harus memperhatikan perintah dan juga larangan dalam Islam, agar selamat dunia dan akhirat. Zarqa (Tahir dkk, 1992) melakukan penelitian tentang A Partial Relatioship in a Muslim’s Utility Function. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tujuan manusia adalah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, perilaku konsumsi tidak hanya berorientasi pada aspek dunia saja, akan tetapi juga dalam rangka mendapatkan reward terutama untuk kehidupan setelahnya. Makna rasionalitas dalam Islam adalah untuk mengejar reward pada kehidupan akhirat. Perilaku konsumsi Islam merupakan salah satu bentuk rasa syukur terhadap Tuhan, sehingga makna konsumsi dalam Islam merupakan bagian dari ibadah. Dengan demikian, makna kepuasan merupakan pencapaian tidak hanya bersifat duniawi akan tetapi reward di kehidupan setelanya juga menjadi makna kepuasan dalam konsumsi. Pujiono (2006), yang melakukan penelitian tentang teori konsumsi Islam. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam teori konsumsi Islam ada pembatasan terhadap konsumsi, terutama pada konsep harta dan berbagai jenis konsumsi yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Hal ini bertujuan agar keberlangsungan dan kesejahteraan manusia dapat terwujud. Dalam Islam, aktifitas konsumsi telah
6
diatur dalam dasar-dasar syariah, sehingga dapat menuntun seorang muslim agar tidak terjerumus dalam hal yang dilarang, tetapi untuk mendapatkan keberkahan. Khan (2013) melakukan penelitian tentang An Alternative Approach to Analysis of Consumer Behaviour; Need for Distinctive “Islamic” Theory. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Perilaku konsumen yang buruk dapat menyebabkan
masalah-masalah
seperti
pengangguran,
kemiskinan,
keterbelakangan, kelangkaan sumber daya alam, dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu adanya kontrol dalam dirinya dan masyarakat untuk berperilaku lebih tanggung jawab. Untuk mewujudkannya perlu peran lembaga sosial untuk memandu dan mengatur pasar. Hal ini dikarenakan pasar tidak bisa mengatur perilaku konsumen. Lembaga tersebut mengedepankan etika dan norma untuk dapat menjadi kontrol yang tepat, walaupun masing-masing masyarakat mempunyai nilai etika dan norma yang berbeda-beda. Namun demikian dari beberapa penelitian di atas belum ada yang mengkaji pada buku teks, sehingga perlu adanya penelitian yang membahas tentang topik ini. Penelitian yang sudah mengarah pada hal ini misalnya Axelsen dkk (2010), yang meneliti tentang Teaching Consumer Theory to Business Students; An Integrative
Approach.
Penelitian
tersebut
menyimpulkan
bahwa
dalam
mengajarkan teori ekonomi mikro harus terintegrasi sebagaimana membangun rumah, mulai dari fondasi sampai pada atapnya. Begitupun juga dalam menyampaikan teori permintaan dan penawaran, harus didahului dengan penjelasan teori konsumsi dan produksi. Hal ini dikarenakan untuk dapat menjelaskan keduanya berawal dari teori konsumsi dan produksi. Di samping itu,
7
agar pemahaman tentang hubungan kedunya, maka cara mengajarkannya tidak terpaku pada metode menghafalkan terutama model matematika, akan tetapi lebih menitikberatkan pada model bangunan dan analisis kritis baik melalui model simulasi maupun eksperimen. Sementara itu, penelitian yang paling mendekati dengan penelitian ini adalah Sari (2014) yang meneliti tentang re-design kurikulum ekonomi syariah perguruan tinggi agama Islam. Penelitian yang dilakukan menyimpulan bahwa dalam mengembangkan kurikulum harus berbasis pada kompetensi yang terintegrasi, terutama integrasi dengan kebutuhan sumber daya manusia saat ini. Penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa perlu adanya modifikasi atau update beberapa mata kuliyah yang masih menerapkan pendekatan normatif seperti fiqih muamalah, ushul fiqh, dan qawai’id fiqh, agar segera dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan agar dapat menjawab permasalahan yang bersifat kontemporer. Disamping itu juga perlu adanya bekal ilmu kuantitatif seperti statistik dan ekonometrika, agar para lulusan dapat bersaing dengan lulusan umum. Tidak kalah penting adalah menjalin link atau bermitra dengan dunia kerja, agar lulusan dapat terserap dengan baik. Namun demikian penelitian yang dilakukan Sari (2014) masih belum mengkaji pada topik penelitian ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini masih perlu dilakukan.
1.5. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
8
a. Mendeskripsikan buku-buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan. b. Mengkomparasikan masing-masing buku teks ekonomi Islam dalam menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan. c. Mengkomparasikan buku-buku teks ekonomi Islam dengan buku teks ekonomi konvensional dalam menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap pengembangan ilmu ekonomi Islam, terutama bagi civitas akademika. Manfaat selanjutnya adalah bagi peneliti, yaitu untuk menambah wawasan mengenai bidang yang diteliti, dan bagi peneliti lain dapat dijadikan acuan sebagai bahan referensi yang relevan untuk pengembangan atau penelitian selanjutnya. Manfaat lain juga diharapkan dapat berkontribusi terutama terhadap lembaga pendidikan dan para penulis buku, yang mana penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan bahan analisis dalam mengembangkan ilmu ekonomi Islam, terutama dalam konteks teori perilaku konsumen dan permintaan dalam Islam.
1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian
Penelitan ini merupakan jenis penelitian kepustakaan atau library research. Penelitian kepustakaan (library research) merupakan penelitian
9
yang dilakukan di perpustakaan, yang mana peneliti dihadapkan berbagai literatur yang sesuai dengan tujuan dan masalah yang sedang diteliti (Bungin, 2013). Penelitian ini menggunakan sumber data ataupun informasi berdasarkan sumber pusataka atau literatur yang berupa buku-buku teks, hasil penelitian atau jurnal, majalah, surat kabar, ensiklopedia, kamus, dan juga bahan bacaan lainnya (Supardi, 2005). Dalam penelitian ini menggunakan sumber data yang berupa buku teks, yaitu buku teks ekonomi Islam dan buku teks ekonomi Konvensional.
1.7.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Peneliti melakukan observasi secara langsung pada buku-buku teks, yaitu buku teks ekonomi Islam dan buku teks ekonomi konvensional. Populasi dalam penelitian adalah buku-buku teks ekonomi di Indonesia yang membahas teori perilaku konsumen dan permintaan. Buku teks ekonomi Islam yang menjadi data analisis adalah buku teks di tulis oleh penulis Indonesia, yang di dalamnya membahas teori perilaku konsumen dan permintaan. Sementara itu, buku teks ekonomi konvensional merupakan buku teks yang ditulis oleh penulis Indonesia yang membahas teori perilaku konsumsi dan permintaan. Sampel ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang memiliki target khusus yang mampu memberikan informasi dengan mendasarkan pada kriteria tertentu. Dengan menggunakan metode ini
10
kriteria untuk pengambilan data dibedakan menjadi dua kategori, yaitu kategori ekonomi Islam dan ekonomi konvensional. Kedua kategori tersebut yang dijadikan sampel adalah buku teks yang ditemukan selama pencarian, baik di perpustakaan maupun di toko buku. Pencarian buku-buku teks ekonomi Islam dan ekonomi konvensional di Perpustakaan meliputi; Perpustakaan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, Perpustakaan Universitas Islam Indonesia Jogjakarta, dan Perpustakaan Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia Jogjakarta. Sementara itu, pencarian di tokotoko buku Jogjakarta meliputi Social Agency, Toga Mas, Gramedia, dan Toko Buku di Fakultas Ekonomika Bisnis Universitas Gadjah Mada. Buku teks dengan kategori ekonomi Islam yang dijadikan sampel dalam penelitian ini merupakan buku teks yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Buku teks tersebut ditulis oleh penulis Indonesia. b. Buku tersebut didesain untuk dijadikan buku teks. c. Buku teks tersebut di dalamnya membahas teori perilaku konsumen dan permintaan. d. Buku teks dicetak antara tahun 2000 sampai 2014. Selama pencarian telah ditemukan sebanyak tiga belas (13) buku teks ekonomi Islam yang memenuhi kriteria tersebut. Berikut ini adalah bukubuku teks yang menjadi objek analisis yang diurutkan berdasarkan tahun terbit.
11
Tabel 1.1. Daftar Buku Teks dengan Kategori Ekonomi Islam
No 1
2
3
Penulis
Penerbit/
Judul Buku
Kota/Tahun
M.B. Hendrie
Pengantar
Anto
Mikro Islam
Muhammad
Ekonomi Mikro dalam BPFE/
P3EI
Ekonomika Ekonisia/
Tahun 2003
Yogyakarta 2004
Perspektif Islam
Yogyakarta
Ekonomi Islam
RajaGrafindo
2007
Persada/ Jakarta 4
Heri Sudarsono
Konsep Ekonomi Islam Ekonisia/ Suatu Pengantar
5
Ely Masykuroh
Pengantar Ekonomi pada
Teori
2007
Yogyakarta Teori STAIN
2008
Pendekatan Ponorogo Ekonomi Press
Mikro Islam 6
Abdul Aziz
Ekonomi Islam Analisis Graha Mikro dan Makro
7
8
Eko Suprayitno
Adiwarman A.
Ekonomi
10
Mikro UIN
Malang
2008
Perspektif Islam
Press
Ekonomi Mikro Islam
Rajawali Press
2012
/Jakarta
Mustafa Edwin
Pengenalan
Nasution, dkk
Ekonomi Islam
Jakarta
Sukarno
Ekonomi Mikro Islam,
Pustaka
Wibowo dan
2008
Yogyakarta
Karim 9
Ilmu/
Eksklusif Kencana/
2012
2013
Setia/Bandung
Dedi Supriyadi, 11
Sumar’in
Ekonomi Islam, Sebuah Graha
Ilmu/
2013
12
Pendekatan
Ekonomi Yogyakarta
Mikro Perspektif Islam 12
Ika Yunia
Prinsip Dasar Ekonomi Kencana/
Fauzia dan
Islam
Abdul Kadir
Maqashid Al-Syariah
2014
Perspektif Jakarta
Riyadi 13
M. Nur Rianto
Teori Mikro Ekonomi, Kencana/
Al Arif dan
Suatu
Euis Amalia
Ekonomi
2014
Perbandingan Jakarta Islam
dan
Ekonomi Konvensional
Sementara itu, buku teks dengan kategori ekonomi konvensional yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah buku teks yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Buku teks tersebut ditulis oleh penulis Indonesia. b. Buku teks tersebut di dalamnya membahas teori perilaku konsumen dan permintaan (mikro ekonomi). c. Buku teks tersebut dicetakan antara tahun 2011 sampai 2014. d. Buku teks tersebut diterbitkan oleh BPFE. Selama pencarian cukup banyak ditemukan, namun berdasarkan pengamatan hanya terdapat tiga (3) buku teks ekonomi konvensional yang memenuhi kriteria di atas untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Berikut ini adalah buku-buku teks ekonomi konvensional yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
13
Tabel 1.2. Daftar Buku Teks dengan Kategori Ekonomi Konvensional No 1
2
Penulis
Judul Buku
Penerbit/ Kota/Tahun
Soediyono
Pengantar
Ekonomika BPFE/
Reksoprayitno
Mikro
Catur
Ekonomi
Sugiyanto
Ringkasan Teori, Soal Yogyakarta
Tahun 2011
Yogyakarta Mikro; BPFE/
2011
dan Jawaban 3
Ari Sudarman
Teori Ekonomi Mikro
BPFE/
2014
Yogyakarta
1.7.3. Metode Analisis dan Penyajian Data
Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan dua metode analisis, yaitu metode deskriptif dan komparatif (perbandingan). Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing buku teks dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan. Sementara itu, metode komparatif merupakan metode yang digunakan untuk mengkomparasikan dua hal, yaitu komparasi antar bukubuku ekonomi Islam, dan komparasi antara buku-buku teks ekonomi Islam dengan buku teks ekonomi konvensional. Komparasi pertama digunakan untuk menunjukan letak persamaan dan perbedaan masing-masing bukubuku teks dalam menjelaskan teori perilaku konsumsi. Pada penelitian ini kedua metode analisis tersebut (deskriptif dan komparatif) disajikan dengan cara atau metode sebagai berikut:
14
a. Mengidentifikasi berapa bab yang digunakan buku teks tersebut untuk menjelaskan teori perilaku konsumsi. b. Mengidentifikasi rincian penjelasan masing-masing bab yang digunakan untuk menjelaskan teori perilaku konsumsi. c. Mengidentifikasi pendekatan yang digunakan masing-masing buku teks dalam menjelaskan teori tersebut. d. Mengidentifikasi alat analisis yang digunakan masing-masing buku teks dalam menjelaskan teori tersebut. e. Mengidentifikasi asumsi yang digunakan masing-masing buku teks dalam menjelaskan teori tersebut. f. Mengidentifikasi ide pokok yang ingin disampaikan buku teks dalam menjelaskan teori perilaku konsumsi.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Konsumsi dalam Ekonomi Konvensional
Dalam melakukan aktifitas konsumsi, konsumen melakukan sejumlah keputusan untuk mengalokasikan sumber daya untuk memenuhi berbagai kebutuhunnya. Keputusan untuk memilih alokasi sumber daya inilah yang kemudian melahirkan fungsi permintaan. Pola-pola permintaan dapat dijelaskan melalui proses konsumen dalam mengejar berbagai macam barang yang menurutnya paling bernilai dan juga paling disukai. Untuk dapat menjelaskan perilaku konsumen dalam memilih berbagai kemungkinan konsumsi yang berbeda-beda, hal inilah yang kemudian melahirkan konsep utilitas (utility). Utilitas pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham dan didukung oleh J.S. Mill. Perkembangan paham ini sebelumnya telah didahului oleh lahirnya konsep hedonisme, yang mana keduanya sama-sama mengejar kepuasan atau kenikmatan. Sementara itu, perbedaannya terletak pada cakupan yang ingin dicapai. Jika pada hedonisme kenikmatan atau kepuasan hanya pada skala individu, sedangkan utilitas merupakan kenikmatan yang dirasakan oleh sebanyak mungkin manusia. Kedua paham tersebut, sebelumnya sudah pernah ditentang oleh kaum gereja. Hal ini dikarenakan keduanya hanya akan mengejar kesenangan (kepuasan) yang bersifat duniawi saja (Deliarnov, 1995). Pada perkembangannya, teori utilitas dikembangkan para ekonom terutama Neo-Klasik. Ekonom seperti Herman Heinrich Gossen dalam karyanya
15
16
Enwicklung der Gesetze des menshlichen Verkehrs und die darausfliessenden Regeln fuer menshliches Handeln (1854). Dalam Karyanya tersebut hal yang paling menonjol adalah dua hukum gossen. Menurut Gossen, tambahan utilitas akan semakin menurun jika barang yang dikonsumsi semakin banyak (Hukum Gossen pertama). Sementara itu, sumber daya dan dana yang relatif terbatas digunakan untuk memenuhi keinginan yang sifatnya relatif tidak terbatas, yang kemudian memunculkan Hukum Gossen dua (Djojohadikusumo, 1991). Kedua hukum tersebut pada perkembangannya kurang populer, namun setelah diperkenalkan kembali oleh William Stanley Jevons, konsep tersebut populer kembali. Jevons memperkenalkan kembali teori nilai guna marjinal yang menurun. Teori ini juga pernah dikembangkan sebelumnya oleh J. Dupuit dalam bukunya La mesure de I’utilite des travanx publics tahun 1884 (Sastradipoera, 2007). Dalam
mengembangkan
asumsi
utilitas,
ekonom
marjinal
juga
menggunakan asumsi rasional untuk mengukurnya asumsi tersebut. Rasionalitas sebelumnya dikembangkan oleh Smith. Istilah yang digunakan adalah homo economicus, yang mana self interest menjadi orientasinya. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan konsep ini adalah dengan menyebutkan manusia ekonomi (homo economicus). Konsep tersebut dijelaskan pada karyanya Wealth of Nations. Pada karya lainnya, Smith juga berpandangan bahwa manusia juga memiliki sifat simpati, yang menjadikan manusia sebagai manusia sosial (homo socius) dan juga manusia etik (homo ethicus). Penjelasan tersebut terdapat dalam buku karya Smith yang berjudul The Theory of Moral Sentiments (Sastradipoera, 2007). Dua karya
17
tersebut memiliki pandangan yang berbeda atau bertolak belakang. Dalam artian bahwa manusia selalu mengejar kepentingan diri sendiri, namun pada sisi yang lain manusia memiliki juga sifat simpati. Meskipun demikian, jika diperhatikan maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan diri akan dikendalikan oleh perasaaan simpati tersebut.
2.1.1. Penyajian Teori Konsumsi dalam Buku Teks Penyajian teori konsumsi pada dasarnya adalah untuk menjelaskan terbentuknya kurva permintaan. Para ekonom menjelaskan perilaku konsumsi melalui asumsi utilitas, yang kemudian dari asumsi tersebut dapat diturunkan menjadi kurva permintaan (demand curve). Dengan demikian, baik dari cara penyajian dalam buku teks, maupun cara penyampaiannya atau mengajarkannya harus dimulai dari teori konsumsi terlebih dahulu, dan kemudian dapat dilanjutkan dengan permintaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Axelsen, dkk (2010). Home builders do not start by building the roof, they begin by leveling the land, building a foundation... because demand is derived from consumer theory (utility)... Untuk menjelaskan terbentuknya kurva permintaan, para ekonom menggunakan dua pendekatan, yaitu melalui pendekatan kardinal dan pendekatan ordinal.
2.1.1.1. Pendekatan Kardinal Pendekatan kardinal identik dengan pengukuran utilitas marginal, yang mendasarkan pada asumsi bahwa konsumen akan memilih barang atau
18
jasa yang bernilai dengan ukuran nominal. Konsumen yang rasional akan memilih barang atau jasa tersebut, dengan cara mengurutkan berdasarkan tingkat utilitasnya. Dari teori utilitas inilah seseorang yang mengkonsumsi barang dalam jumlah tertentu akan menemui tingkat kepuasan yang berbeda. Hal inilah yang kemudian melahirkan konsep tambahan kepuasan/utilitas marjinal (marginal utility) (Sugiyanto, 2011). Konsep utilitas marjinal ini kemudian dapat menjelaskan pula bahwa konsumen pada titik tertentu akan mengalami titik puncak kepuasan, dan pada titik tertentu akan mengalami penurunan tingkat kepuasan. Penurunan tingkat kepuasan inilah yang kemudian melahirkan the law of diminishing marginal utility atau hukum Gossen I (Reksoprayitno, 2011). Untuk mencapai utilitas tertinggi atau memaksimalkan kepuasan, maka konsumen dengan pendapatan tertentu akan membeli barang pada jumlah tertentu yang mana utilitas marginal sama dengan harga barang. Hal ini yang dinamakan prinsip ekuimarginal atau Hukum Gossen II (Reksoprayitno, 2011). Pada kondisi yang optimal, ketika terjadi perubahan pada salah satu harga barang, dengan asumsi bahwa pendapatan tetap. Maka hal ini yang kemudian melahirkan kurva permintaan dengan lereng yang menurun (slope negatif). Hal ini dikarenakan kenaikan harga suatu barang akan mengurangi konsumsi seseorang (hukum permintaan).
2.1.1.2. Pendekatan Ordinal Pendekatan ordinal diasumsikan bahwa kepuasan tidak dapat diukur dengan nominal melainkan melalui preferensi antara suka dan tidak suka,
19
sehingga sering disebut dengan istilah indifference curve analysis (Sudarman, 2014). Preferensi ini dapat dijelaskan melalui indifference curve. Berikut ini adalah defisi dari indifference curve. Kurva indifference adalah kurva yang menghubungkan titik-titik kombinasi (a set of combinations) dari sejumlah barang tertentu yang menghasilkan tingkat guna total sama kepada konsumen, atau dengan mana konsumen berada dalam keadaan indifferen (Sudarman, 2014). Untuk menjelaskan indifference curve adalah dengan menggunakan tiga asumsi, yaitu completennes, transitivity, dan contiunity. Completennes merupakan kondisi dimana konsumen dapat memilih barang yang paling disukainya diantara dua pilihan. Sementara transitivity adalah asumsi bahwa konsumen memiliki konsistensi dalam mengambil keputusan. Continuity adalah asumsi yang mengungkapkan bahwa suatu barang yang mendekati suatu barang lain yang disukainya, maka konsumen juga akan menyukainya. Indifference curve menunjukan berbagai kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi konsumen, atau dapat dikatakan bahwa indifference curve merupakan indifference map yang dihadapi oleh konsumen. Kurva ini tidak akan berpotongan, walaupun terdapat berbagai jumlah indifference curve. Kurva ini juga menunjukan jika semakin ke kanan, maka dapat menunjukan bahwa kepuasan semakin tinggi, dan sebaliknya. Kombinasi pilihan konsumen akan dibatasi oleh anggaran yang dimiliki, yang kemudian dapat dijelaskan melalui budget line. anggaran belanja.
Berikut ini adalah definisi budget line atau garis
20
Garis anggaran belanja (Budget line) adalah garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi yang dapat dibeli dengan sejumlah penghasilan yang tertentu besarannya. Nilai kemiringan ini adalah minus perbandingan harga komoditi (Sudarman, 2014). Agar terbentuk maka harus diketahui harga kedua barang yang menjadi pilihan konsumen. Budget line akan bergeser sejajar baik ke kanan atau kekiri jika pendapatan berubah, dengan asumsi bahwa harga kedua barang tetap. Sementara itu, apabila pendapatan tetap dan salah satu barang mengalami perubahan, maka budget line akan berotasi sesuai dengan harga barang yang naik. Budget line akan berotasi ke kiri atau ke bawah, dan akan berotasi ke kanan atau ke atas, jika salah satu harga barang naik. Dengan berpotongannya indifference curve dan budget line, maka akan terjadi keseimbangan konsumen, yang mana konsumen telah mengalokasikan semua pendapatannya untuk konsumsi. Efek adanya perubahan, baik pendapatan maupun harga akan menjadikan titik keseimbangan konsumen akan berubah. Jika harga salah satu barang yang berubah, maka jika titik tersebut dihubungkan akan diperoleh PriceConsumption Curve. Sementara itu, jika yang berubah adalah pendapatan maka diperoleh Income-Consumption Curve (Sugiyanto, 2011). Dengan menggunakan Price-Consumption Curve, jika diturunkan akan diperoleh kurva pemintaan (demand curve).
2.1.2. Metode Mengajarkan Teori Konsumsi
Cara atau metode yang digunakan untuk mengajarkan teori konsumsi yang tepat, menurut Axelsen dkk (2010) harus adanya integrasi
21
(keterkaitan) antara teori perilaku konsumen dengan permintaan. Dalam hal ini teori perilaku konsumen merupakan penjelas bagaimana permintaan terjadi, maka seharusnya teori konsumsi harus disajikan atau diajarkan terlebih dahulu, sebelum membahas permintaan. Dengan demikian, maka dapat mempermudah untuk memahami dengan baik hubungan diantara keduanya.
2.2. Ajaran Islam Tentang Konsumsi Dalam Islam ajaran tentang konsumsi banyak diterangkan dalam Al-Qur’an. Pada prinsipnya konsumsi dalam ajaran Islam harus memperhatikan beberapa prinsip yang digariskan oleh al-Qur’an, antara lain: a. Barang yang dikonsumsi harus halal (Chaudhry, 2012), yang terdapat dalam ayat berikut ini.
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkahlangkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-Baqarah [2]: 168). Barang yang dikonsumsi tidak boleh haram (Rahman, 1995). Sebagaimana Firman Allah SWT dalam ayat berikut:
22
diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al-Maaidah [5]: 3). b. Barang yang dikonsumsi harus bersih dan menyehatkan (Chaudhry, 2012), yang terdapat dalam ayat berikut ini.
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (QS. Al-Maaidah [5]: 88). Allah SWT juga berfirman dalam ayat lainnya:
23
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah (QS. An-Nahl [16]: 114). c. Tidak boleh israf dalam konsumsi, yang terdapat dalam ayat berikut ini.
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebihlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-An’am [6]: 141). Dapat
juga
diistilahkan
dengan
larangan
bermewah-mewahan
(Qardhawi, 2001), Allah SWT berfirman:
Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada
24
(mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa (QS. Huud [10]: 116). d. Tidak boleh tabdzir atau melampaui batas (Qardhawi, 1997) yang terdapat dalam ayat berikut ini.
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (QS. Al-Israa’ [17]: 26). Dalam ayat lain Allah SWT berfirman:
mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS. Al-An’am [6]: 119). e. Harta yang digunakan harus bersih dan halal, yang terdapat dalam ayat berikut ini.
25
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah (QS. AlBaqarah [2]: 172). Untuk membersihkan harta dapat juga dilakukan dengan cara disedahkan sebagian kepada yang berhak (Qardhawi, 2001). Allah SWT berfirman:
Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir (QS. Al-Hajj [22]: 28). Di samping itu juga tidak boleh kikir atau tidak mementingkan diri sendiri (Rahman, 1995). Allah SWT berfirman:
(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan Menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikanNya kepada mereka. dan Kami telah menyediakan untuk orangorang kafir siksa yang menghinakan (QS. An-Nisaa’ [4]: 37).
26
f. Prioritas pemenuhan tidak mendasarkan pada nafsu (Basri, 2007), yang terdapat di dalam ayat berikut ini.
Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa (QS. Huud [11]: 116).
2.3. Perkembangan Teori Konsumsi dalam Kajian Ekonomi Islam 2.3.1. Perkembangan Teori Konsumsi dalam Penelitian oleh Ahli Ekonomi Islam Perkembangan penelitian mengenai teori konsumsi sudah cukup banyak dilakukan, namun demikian masih belum menemui bentuk yang mapan. Hal ini terutama belum adanya kerangka berfikir yang dapat dijadikan acuan. Padahal penggunaan kerangka berfikir akan sangat menentukan hasil penelitiannya. Dengan demikian, karena belum adanya kerangka berfikir yang dapat dijadikan acuan, maka hasil penelitiannya pun masih beragam. Keragaman tersebut terjadi dalam beberapa hal, terutama dalam memandang asumsi rasionalitas dan utilitas yang digunakan konvensional dalam menjelasakan teori konsumsi. Dalam memandang kedua asumsi tersebut, para ekonom muslim masih berbeda pandangan.
27
Perbedaan pandangan tersebut terutama untuk menjawab pertanyaan mendasar mengenai asumsi tersebut, apakah kedua asumsi tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan teori konsumsi dalam Islam atau tidak. Dengan pertanyaan mendasar tersebut, para ekonom muslim berbeda pandangan. Ekonom muslim sebagian berpandangan bahwa tetap dapat digunakan, namun dilakukan penyesuaian-penyesuan. Sementara itu, sebagian yang lain berpandangan perlu mengganti asumsi tersebut. Pandangan ekonom muslim, yang mengungkapkan perlu mengganti asumsi rasionalitas adalah Agil (Tahir dkk, 1992). Dalam konvensional diistilahkan dengan manusia ekonomi (economic man) yang dikembangkan oleh Smith, yang tujuannnya adalah self interest dan materialistis. Dalam Islam menurutnya, asumsi tersebut perlu diganti dengan istilah manusia Islami (Islamic man) atau dapat menggunakan istilah dalam Al-Qur’an, yaitu Ibadur-Rahman. Lebih jauh Agil juga memandang bahwa rasionalitas bukanlah sebuah asumsi, melainkan tujuan. Dengan adanya penggantian asumsi tersebut, maka tujuan tidak lagi hanya mementingkan diri sendiri dan materialistis, akan tetapi adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (falah). Pandangan berbeda diungkapkan Siddiqi (Tahir dkk, 1992) tentang asumsi rasionalitas. Siddiqi memandang bahwa tidak perlu mengganti asumsi tersebut, akan tetapi perlu penyesuaian. Rasionalitas yang dipengaruhi oleh semangat Islam akan berdampak pada motivasi konsumen, yang mana menurutnya makna kepuasan adalah dengan terjadinya
28
keselarasan antara perilaku dengan norma-norma Islam. Dengan semangat ini, maka kepuasan yang bersifat duniawi akan dihindari, jika bertentangan dengan norma Islam. Siddiqi juga menjelaskan bahwa dengan adanya penyesuaian ini, uji sains masih dapat dilakukan. Hal ini juga diungkapkan Kahf (Tahir dkk, 1992), menurutnya alat analisis masih dapat digunakan walaupun perlu ada penyesuaian-penyesuaian. Kahf memang berpandangan bahwa asumsi rasionalitas yang dikembangkan konvensional tidak dapat diterima begitu saja. Dengan demikian, menurutnya perlu adanya penyesuaian definisi rasionalitas dalam Islam. Kahf berpandangan bahwa penyesuain tersebut terutama pada lima aspek yaitu pada konsep sukses, skala waktu, konsep harta, konsep barang, dan etika dalam konsumsi yang harus sesuai dengan norma Islam. Dengan adanya penyesuaian makna rasionalitas dengan normanorma Islam, namun demikian tidak berarti bahwa pendekatan ini menjadi normatif. Hal ini diungkapkan Khan (Tahir dkk, 1992), menurutnya pendekatan yang digunakan Islam adalah positif, yang mendasarkan pada norma-norma Islam. Sebagaimana di dalam konvensional, yang mana perilaku konsumsi dalam konvensional mendasarkan pada pendekatan positif, yang mendasarkan pada norma kapitalisme. Dengan mendasarkan pada norma yang berbeda, maka memungkinkan bahwa perilaku konsumen muslim dengan non-muslim akan berbeda. Perbedaan tersebut terutama orientasi pemenuhannya. Menurutnya orientasi dalam konvensional mendasarkan pada keinginan, berbeda dengan Islam dan masyarakat
29
tradisional pada umumnya yang mendasarkan orientasinya pada pemenuhan kebutuhan. Dengan orientasi yang berbeda tersebut, maka makna kepuasan atau utilitasnya juga akan menjadi berbeda. Dalam konvensional makna kepuasan yang diperoleh adalah ketika keinginan tersebut terpenuhi, sedangkan dalam masyarakat Islam adalah dengan terpenuhinya kebutuhan. Dengan demikian, yang menjadi perbedaan adalah batasannya, yang mana yang mendasarkan pemenuhannya pada keinginan, maka cenderung tidak terbatas. Hal ini berbeda dengan pemenuhan yang mendasarkan pada kebutuhan, akan lebih terbatas. Pemenuhan yang mendasarkan pada kebutuhan adalah teori positif terutama bagi muslim. Hal ini dikarenakan bahwa masyarakat muslim dalam beberapa aspek sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam, mulai dari sistem pendidikan, norma dan etika, dan syariat yang lainnya yang memuat nilai-nilai Islam. Sementara itu, bagi masyarakat lainnya (non-muslim) ini dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat normatif. Selain rasionalitas yang menjadi perhatian para ekonom muslim, asumsi utilitas juga menjadi perhatian. Menurut Zarqa (Tahir dkk, 1992), utilitas juga pelu disesuaikan norma-norma Islam. Dengan penyesuaian ini maka fungsi utilitas untuk konsumen muslim akan lebih tepat, jika makna kepuasan adalah dengan cara mengaitkan antara aktivitas konsumsi dengan penghargaan (reward). Penghargaan ini terutama berkaitan dengan kehidupan setelahnya (akhirat), yaitu dengan mengharapkan pahala dari Allah SWT. Dengan mengharapkan hal tersebut, maka konsumen muslim
30
harus menjalankan aktivitas tersebut semata-mata dalam rangka ibadah. Dengan demikian, karena bernilai ibadah konsumsi yang dilakukan akan mendapatkan dua kepuasan, yaitu kepuasan duniawi yang berupa terpenuhinya kebutuhan jasmani, serta kepuasan ukhrawi yang berupa kepuasan spiritual (pahala). Untuk mendapatkan kedua hal tersebut, yaitu berupa kebahagiaan dunia dan akhirat, maka konsumen muslim harus menghindari hal-hal yang dilarang oleh norma agama, seperti tidak mengkonsumsi yang haram, dan juga tidak boros. Di samping itu juga harus memperhatikan aspek sosial, hal ini karena ada tanggung jawab bagi seorang muslim untuk membantu muslim yang lainnya (yang tidak mampu). Selain mengaitkan perilaku konsumsi dengan penghargaan yang bersifat normatif, hal yang bersifat positif pun ditawarkan. Khan (2013) menawarkan teori konsumsi yang mendasarkan pada hubungan antara perilaku konsumsi dengan dampak terhadap masalah perekonomian. Menurutnya, masalah dalam perekonomian salah satunya disebabkan oleh perilaku konsumsi manusia, terutama perilaku konsumsi yang mendasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Hal inilah yang kemudian memunculkan masalah-masalah perekonomian pada level mikro, seperti israf, tabdzir, kesejahteraan, dan sebagainya. Di samping itu juga memunculkan
masalah
sebagai
akibat
perilaku
konsumsi
seperti
kemiskinan, pengangguran, dan kerusakan lingkungan. Menurutnya masalah-masalah tersebut dapat diminimalisir dengan merubah perilaku konsumsi individu dan masyarakat yang lebih bertanggung jawab. Bentuk
31
tanggung jawab tersebut adalah dengan memperhatikan etika dan norma dalam aktivitas tersebut, walaupun perlu adanya lembaga yang dapat membentuk aturan-aturan tersebut.
2.3.2. Perkembangan Teori Konsumsi dalam Buku Teks oleh Ahli Ekonomi Islam
Perdebatan dalam kajian teori konsumsi dalam Islam masih berjalan. Dengan adanya perdebatan tersebut, maka teori tersebut masih dalam berbagai kajian dan masih belum menemukan bentuk yang mapan. Hal ini yang kemudian menyebabkan terjadinya keberagaman (perbedaan) dalam menjelaskan teori konsumsi. Keragaman tersebut tidak hanya terjadi dalam berbagai penelitian. Hal yang sama juga terjadi dalam buku teks, yaitu dalam menjelaskan teori konsumsi. Perbedaan ini terutama mulai dari cara penyajian, menjelaskan, dan penyampaian ide pokok yang masih beragam (berbeda). Keberagaman (perbedaan) ini salah satunya diakibatkan belum adanya kerangka berfikir yang dapat dijadikan acuan dalam menjelaskan teori tersebut. Perdebatan yang muncul dikalangan ahli ekonom muslim, terutama dalam hal asumsi yang dikembangkan dalam ilmu ekonomi konvensional. Dalam Ilmu ekonomi konvensional yang berkembang sampai saat ini mendefinsikan dirinya sebagai ilmu ekonomi positif, yang bebas dari nilainilai etika dan norma. Hal ini kemudian menjadikan kritik bagi sebagian ahli, yang mengungkapkan ketidaksesuaian jika dikembangkan dalam
32
masyarakat Islam. Hal ini dikarenakan dalam Islam segala sesuatunya harus mendasarkan pada tuntunan syariah. Dengan demikian, di dalam Islam untuk menjelaskan teori konsumsi tidak hanya berdasarkan pada pendekatan positif semata, akan tetapi juga dengan pendekatan normatif. Salah satu yang menjadi kritik para ekonom muslim terhadap teori konsumsi yang dikembangkan oleh ekonomi konvensional adalah asumsi rasionalitas dan utilitas. Asumsi rasionalitas yang menjadi titik pusat pijakan ilmu ekonomi modern masih menjadi bahan perdebatan dalam kajian ekonomi Islam. Hal ini dikarenakan asumsi tersebut hanya akan mendorong seseorang untuk self interest. Dorongan self interest lebih didorong oleh dominasi nafsu. Hal ini yang kemudian nilai-nilai seseorang, tujuan-tujuan kehidupan, kewajiban sosial, dan motivasi yang tidak diukur dengan uang tidak dapat dihitung (Chapra, 2000). Asumsi lain yang juga tidak lepas dari kritik adalah asumsi utilitas. Asumsi utilitas hanya berperan terhadap tergesernya nilai-nilai moral sebagai ukuran (penilai) baik dan buruk. Dengan asumsi utilitas ini menyebabkan hal-hal yang bersifat normatif dan kewajiban-kewajiban sosial akan hilang. Hal ini dikarenakan tujuan konsumsi semata-mata hanya mendasarkan pada kenikmatan atau kepuasan (Chapra, 2000). Pada dasarnya asumsi rasionalitas tidak terlalu sulit untuk diterima. Namun demikian masalah sebenarnya adalah cara mendefinisikan rasionalitas. Menurut Chapra (2001), jika tujuan normatif sudah ditentukan, maka asumsi rasionalitas dapat digunakan dengan penyesuaian terhadap
33
nilai-nilai normatif. Dengan penyesuaian tersebut, maka definisi rasionalitas tidak lagi self interest dengan memaksimalkan material, akan tetapi kesejahteraan yang menekankan pada keseimbangan material, sosial dan spiritual. Namum demikian, aspek material dalam Islam harus dibatasi agar tidak menjadikan berlebihan (bermewah-mewah). Asumsi pada dasarnya hanya sebuah alat untuk memprediksi, yang sebelumnya diformulasikan. Ketepatan prediksi dapat dimungkinkan, walaupun asumsi yang digunakan salah. Namun demikian, asumsi mengenai perilaku manusia tidaklah untuk diuji, melainkan hanya sebagai alat penyederhana. Namun demikian akan lebih baik jika menggunakan asumsi yang lebih realistis (Chapra, 2001). Hal sama diungkapkan Mannan (1997), analisis yang mendasarkan pada asumsi yang mendasarkan pada pandangan neo-klasik dan marxisme tidak tepat (wajar), tidak cukup, dan tidak mampu untuk menjelasan permasalahan ekonomi pada masyarakat muslim. Walaupun tidak dapat dikatakan bahwa bagi lembaga yang menerapkan sistem tersebut tidak Islami. Namun demikian, perlu adanya penekanan, pelonggaran, pelepasan, modifikasi, dan juga penolakan untuk dapat menciptakan identitas. Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Siddiqi (1986). Menurutnya asumsi rasionalitas masih dapat diterapkan, namun perlu adanya penyesuaian. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat Islam harus memasukan nilai-nilai etika dan norma yang masuk dalam mengembangkan ilmu ekonomi. Penyesuaian dilakukan dengan cara mendefinisikan ulang,
34
yaitu dengan memperluas cakupan maknanya (termasuk kehidupan akhirat). Dengan demikian, makna kepuasan menurutnya adalah dengan adanya keselarasan perilaku dengan ajaran-ajaran Islam. Hal yang sama juga diungkapkan Kahf (1995), yang memandang bahwa perlu penyesuaian terhadap konsep rasionalitas dan juga konsep barang dan jasa. Mengenai alat analisis masih dapat dipertahankan, walaupun akan mengalami modifikasi karena penyesuaian tersebut. Menurut Naqvi (2009), makna rasionalitas dengan mengasumsikan self interest terjadi kesalahan terutama anggapan bahwa jika tidak mendukung selfish maka tidak rasional. Hal ini dikarenakan, dalam masyarakat Islam makna rasionalitas justru terjadi jika etika dan kepentingan ekonomi dapat berpadu dengan baik. Dengan demikian, hal-hal yang mencakup kepercayaan kehidupan akhirat dan tanggung jawab sosial juga menjadi perhatian. Hal ini dipertegas oleh Siddiqi (1991), bahwa dengan mengadopsi definisi Knight, maka jelas bahwa makna rasionalitas adalah dengan adanya keselarasan antara perilaku dengan norma agama. Dengan memasukan nilai-nilai Islam, uji sains masih bisa dilakukan. Masuknya nilai-nilai etika dan norma agama pada teori perilaku konsumen muslim, maka konsep permintaan akan mengalami penyesuaian. Menurut Siddiqi (1991), penyesuaian tersebut antara lain permintaan barang dan jasa yang dilarang harus ditiadakan, meminimalkan permintaan terhadap barang-barang mewah, tidak boleh boros, berbagi dengan sesama (terutama yang tidak mampu), membudayakan kesederhanaan dan
35
mengutamakan kepentingan sosial (pertahanan dan pendidikan), dan permintaan akan waktu istirahat (non-ekonomi) bertambah dan akan mengurangi permintaan barang mewah. Menurut Kahf (1995), makna rasionalitas yang sesuai dengan Islam terlihat dari konsep keberhasilan yang menuju pada kebaikan sosial yang selaras dengan moralitas. Makna rasionalitas dalam Islam juga terlihat dari pemenuhan kebutuhan yang berdimensi materil dengan batasan moralitas dan spiritualitas. Makna rasionalitas dalam Islam juga memiliki hubungan dengan skala waktu yang mencakup aspek duniawi dan ukhrawi. Konsep harta juga menjadi perhatian untuk disesuaikan. Penyesuaian tersebut terutama dalam hal pembelanjaan harta tersebut yaitu dalam rangka membelanjakan di jalan Allah. Di samping itu, konsep barang juga harus disesuaikan. Penyesuaian dengan mengaitkan barang dengan nilai moral dan ideologik, yang mana harus halal, baik, dan bermanfaat. Manfaat tersebut berupa perbaikan material, moral dan spiritual. Penyesuaian rasionalitas dalam Islam juga terlihat dengan masuknya etika dalam konsumsi. Dalam Islam etika yang dimaksud adalah aktivitas konsumsi yang dilakukan harus sesuai dengan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Larangan tersebut berupa israf dan tabdzir, karena kedua hal tersebut hanya akan mendekatkan diri pada siksa pedih. Mannan (1997) dalam hal ini juga memandang bahwa kehidupan materialistis harus ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. Islam mengajarkan kehidupan yang seimbang antara lahir dan batin
36
(spiritual). Dengan demikian konsumsi yang dilakukan oleh seorang muslim harus sesuai dengan ajaran Islam. Penyesuain tersebut yang meliputi prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Prinsip keadilan berkaitan dengan menjauhkan dari larangan Allah dalam aktivitas konsumsi, yang mana konsumen harus menghindari dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan. Prinsip kebersihan berkaitan dengan makanan boleh dikonsumsi, namun demikian harus memperhatikan makanan dan minuman itu sendiri yang juga harus baik, bersih, dan menyehatkan. Prinsip kesederhanaan
yang dimaksud adalah tidak
berlebihan, baik dalam cara mengkonsumsi maupun secara kuantitas (jumlah). Prinsip kemurahan hati berkaitan dengan kelangsungan hidup dan kesehatan konsumen, terutama dalam menjalankan perintah Allah. Prinsip moralitas terutama berkaitan dengan tujuan akhir, yaitu dalam rangka meningkatkan nilai-nilai moral dan spiritual.
37
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1. Teori Konsumsi dalam Buku-Buku Teks Ekonomi Islam Dengan berbagai studi yang telah dilakukan, terutama dalam membahas teori konsumsi dalam perspektif Islam menunjukkan bahwa secara umum menyimpulkan adanya ketidaksesuaian dari teori konsumsi dalam ekonomi konvensional, untuk diaplikasikan pada konsumen muslim. Walaupun kesimpulan secara umum memiliki pandangan yang sama, namum secara ekspilisit dari berbagai hasil studi yang telah dilakukan belum menemukan titik temu, dalam artian bahwa masing-masing memiliki kesimpulan yang berbeda. Ditengah-tengah perdebatan yang masih berjalan, buku-buku teks ekonomi Islam berikut ini menawarkan beberapa ide atau gagasan terutama dalam menyajikan dan menjelaskan teori konsumsi. Adapun pembahasan masing-masing buku teks dalam menyajikan dan menjelaskan teori konsumsi adalah sebagai berikut:
3.1.1. M.B. Hendrie Anto
Pembahasan teori konsumsi dalam buku ini disajikan dalam dua bab, yaitu bab tentang perilaku konsumsi dan bab tentang konsumsi, tabungan dan investasi. Pada bab pertama, subbab yang dibahas meliputi pendahuluan, teori konsumsi dalam ekonomi konvensional, dan perilaku konsumen dalam perspektif Islam. Pada subbab kedua, terdiri dari pendahuluan, konsumsi total mendorong tabungan total dan investasi,
37
38
konsumsi total dan tabungan dengan penerapan zakat dan pelarang riba, konsumsi total dan pendapatan, hubungan terbalik antara rasio tabungan dengan konsumsi total, dan bagian akhir membahas mengenai tabungan dan investasi. Pada bagian awal buku teks ini menyajikan pembahasan mengenai konsep rasionalitas dan utilitiarisme dalam ekonomi konvensional. Konsep rasionalitas dan utilitiarisme menurutnya tidak sejalan dengan ajaran Islam, hal ini dikarenakan konsumen tidak memperhatikan aspek kehahalan dan lebih mendorong konsumen untuk bersifat boros (israf). Dengan menggunakan konsep tersebut, maka konsumen akan memaksimalkan konsumsinya dengan cara membelanjakan semua pendapatannya. Hal inilah yang kemudian menjadikan konsep ini tidak sesuai dengan perilaku konsumen muslim. Konsumen muslim mendasarkan aktifitas konsumsinya melandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits, sehingga motif dan tujuan bukan kepuasan melainkan untuk mencapai falah. Di samping itu, preferensi konsumen muslim dalam mengalokasikan anggarannya mendasarkan pada kebutuhan bukan berdasarkan keinginan. Konsumen muslim mendasarkan preferensinya terbagi ke dalam tiga hal, yaitu mengutamakan kepentingan akhirat daripada duniawi yang berarti bahwa aktivitas konsumsi diniatkan untuk ibadah, konsisten terhadap prioritas pemenuhan yang didasarkan pada basic needs, dan memperhatikan etika maupun norma dalam melakukan aktivitas konsumsi (keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas).
39
Pada pembahasan berikutnya menyajikan tentang hubungan konsumsi, tabungan dan investasi. Pada intinya ingin menyampaikan bahwa dalam perilaku konsumsi Islam, akan dipengaruhi oleh adanya perintah zakat dan larangan bunga (riba). Jika hal ini dihubungkan dengan ketiga hal tersebut (konsumsi, tabungan dan investasi), maka akan diperoleh kombinasi sedemikian rupa. Hal inilah yang kemudian menjadikan konsumen dapat memilih kombinasi yang paling optimal, yaitu dengan memilih tingkat maslahah yang maksimum, yang kemudian diharapkan dapat mewujudkan falah (kemuliaan dunia dan akhirat). Zakat dan pelarangan bunga, juga akan berdampak pada beberapa hal, yaitu dapat mendorong seorang muzakki untuk meningkatkan tabungannya, yang kemudian juga mendorong untuk meningkatkan investasi. Sementara itu juga akan berdampak pada mustahik, yang mana akan meningkatkan konsumsi total dan juga tabungannya, maka dengan kondisi yang demikian dapat mewujudkan distribusi pendapatan yang merata. Di samping itu juga dengan adanya pelarangan bunga, dalam jangka panjang justru dapat mendorong pada peningkatan pendapatan yang secara otomatis dapat meningkatkan rasio tabungan dan juga investasi (Anto, 2003).
3.1.2. Muhammad
Dalam buku ini teori konsumsi disajikan dalam tiga bab yang meliputi konsep kebutuhan dalam Islam, prinsip-prinsip Islam tentang konsumsi, dan kepuasan dan rasionalitas konsumsi dalam Islam. Pada bab
40
pertama, subbab meliputi pendahuluan, konsep Islam tentang kebutuhan, maslahah versus utilitas, pengalokasian sumber daya untuk memenuhi kebutuhan, dan konsep pemilihan dalam konsumsi. Pada bab kedua, subbab meliputi pendahuluan, dasar hukum perilaku konsumsi, ketentuan Islam dalam konsumsi, dan perilaku konsumsi muslim. Bab ketiga, subbab pembahasan
meliputi
pendahuluan,
kepuasan
konsumen
muslim,
rasionalitas konsumen muslim, motif dan tujuan perilaku konsumen dalam Islam, dan makro ekonomi perilaku konsumen dalam Islam. Buku ini memulai pembahasan dengan konsep kebutuhan, yang terbagi dalam tiga kategori yakni dharuriyah, hajiyah, dan tahsiniyah, dengan tujuan utamanya adalah mencapai maslahah. Maslahah berbeda dengan utility, yang mana konsep maslahah menurut buku ini lebih bermanfaat daripada konsep utility. Kemanfaatan dengan menggunakan konsep maslahah antara lain. maslahah lebih subjektif, maslahah lebih mementingkan kebahagiaan sosial (bersama), dan maslahah juga lebih melindungi semua aspek aktivitas ekonomi, hal ini dikarenakan tidak mendasarkan pada tingkat kepuasan, melainkan untuk dapat mencapai kesejahteraan bersama. Dengan adanya perbedaan ini maka cakupan teori perilaku konsumen dalam Islam akan lebih luas, daripada konvensional yang mana dalam Islam memasukan nilai-nilai etika dan norma agama dalam menjalankan aktivitas tersebut. masuknya nilai-nilai etika dan norma agama ke dalam aktivitas konsumsi, yaitu dengan mendasarkan pada Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan
41
hasil Ijtihad dari para ahli fiqih berupa Ijma dan Qiyas. Berdasarkan dasar hukum tersebut, maka ada beberapa prinsip yang mendasari perilaku konsumen, yang meliputi memperhatikan prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati, dan moralitas. Dalam berperilaku konsumen juga harus mendasarkan pada etika, yang meliputi tauhid, adil, kehendak bebas, amanah, halal, dan sederhana. Dengan hadirnya etika dan norma agama, maka hal ini menyebabkan perubahan pada prioritas dalam konsumsi yang meliputi konsumsi untuk diri sendiri, konsumsi untuk keluarga, untuk tabungan, investasi, dan konsumsi sosial berupa zakat. Aktivitas konsumsi yang mendasarkan pada nilai-nilai etika dan norma agama, akan menjadikan makna rasionalitas menjadi berbeda, yang mana makna kepuasan akan disesuaikan dengan ajaran Islam. Makna kepuasan tidak hanya sekedar untuk pemenuhan kepuasan konsumtif (memberi kekuatan fisik) saja, akan tetapi pemenuhan ini bertujuan agar dapat mewujudkan kreatifitas dan produktifitas. Pemenuhan kepuasan konsumtif memiliki batasan, yaitu dengan mendasarkan pada hadits Rasulullah yang menyatakan berhenti makan sebelum kenyang, kurang lebih sama dengan hukum the law of diminishing marginal utility. Batasan ini terbagi dalam tiga hal, antara lain kondisi halal (wajib makan), mubah (berhati-hati) dan haram, yang tentunya dengan barang yang dikonsumsi adalah halal dan baik. Selain terkendala oleh barang yang dikonsumsi (halal dan baik), konsumen muslim juga terkendala pendapatan, yang mana sebagian dari pendapatan harus dibersihkan terlebih dahulu melalui zakat
42
atau infak, dan tidak boleh mengandung bunga terutama pada barang konsumsi yang tahan lama. Konsumen akan mencapai tingkat konsumsi yang maksimum apabila selain dari mengkonsumsi sejumlah barang dan juga sejumlah barang yang tahan lama, tetapi juga membelanjakan harta tersebut untuk amal shaleh, agar dapat memperolah pahala dan keberkahan. Dengan demikian rasionalitas konsumen muslim adalah jika aktivitas konsumsi yang dilakukan sesuai dengan prinsip atau ajaran Islam. Tiga prinsip yang menjadi tujuan konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsi antara lain yaitu prinsip hari akhir, prinsip keberhasilan, dan prinsip tentang kaya. Pada bagian akhir pembahasan disajikan aspek makro dalam konsumsi, yang pada intinya adalah mengungkapkan bahwa aktivitas ekonomi harus mendasarkan pada ajaran Islam, salah satunya dijalankannya mekanisme zakat dan pelarangan riba. Dengan implementasi zakat dan meniadakan riba, maka akan dapat menggeser final spending yang berhubungan terbalik dengan tabungan, yang mana semakin besar tabungan maka semakin kecil final spending (Muhammad, 2004).
3.1.3. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI)
Penyajian teori konsumsi pada buku ini dibahas dalam satu bab, dengan subbab meliputi pendahuluan, maslahah dalam konsumsi, hukum utilitas dan maslahah, keseimbangan konsumen, dan hukum permintaan dan penurunan kurva permintaan. Pendahuluan berisi tentang teori konsumsi
43
konvensional yang menggunakan utilitas sebagai tolok ukur, kemudian jika diaplikasikan ke Islam tidak dapat diterima, maka kemudian menggantinya dengan maslahah. Pembahasan selanjutnya menjelaskan mengenai konsep maslahah, prioritas untuk mencapai maslahah, dan pengukuran/formulasi maslahah. Bagian selanjutnya merumuskan pada hukum maslahah dengan adanya lemma 4a dan 4b. Pembahasan selanjutnya adalah bagaimana untuk mencapai keseimbangan konsumen, yang menjelaskan antara hubungan antar barang yang tidak boleh dan yang boleh dalam Islam. Pada bagian akhir membahas tentang bagaimana terbentuknya kurva permintaan dengan menggunakan maslahah. Dalam menjelaskan proses terbentuknya kurva permintaan, buku ini menjelaskan dengan mengadopsi konsep utilitas dengan pendekatan kardinal (konvensional). Namun demikian, karena utilitas tidak dapat diterima begitu saja oleh ajaran Islam, sehingga buku ini memperluas makna utilitas dengan menggunakan istilah maslahah. Hal ini dikarenakan utilitas merupakan kemanfaatan aspek duniawi, yang tentunya hanya merupakan bagian kecil dari maslahah. Dengan menggunakan maslahah sebagai motif konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsi, maka tujuan konsumsi pun menjadi berbeda, yang mana tujuannya adalah maqashid syariah. Dalam artian bahwa motif konsumen tidak hanya terpaku pada kepuasan individu semata, akan tetapi ada hal lain yang lebih penting yang akan diperhatikan oleh konsumen, yakni memperhatikan kebaikan bersama dan yang terpenting adalah memperhatikan kehidupan setelahnya.
44
Dengan memperhatikan ajaran agama, barang konsumsi yang kemudian dilarang oleh agama tidak boleh dikonsumsi, yang berarti bahwa akan menjadi batasan dalam aktivitas konsumsi. Dengan demikian, untuk mencapai maslahah yang optimal tentu konsumsi barang yang haram harus ditinggalkan, dan hanya mengkonsumsi barang yang halal. Selain memperhatikan halal dan haram seorang konsumen dalam melakukan konsumsi, juga harus mendasarkan pada prioritas pemenuhan kebutuhan, bukan didasarkan pada keinginan. Dengan perilaku konsumsi yang demikian, maka konsumen tidak hanya akan memperoleh manfaat duniawi tetapi juga akan memperoleh manfaat ukhrawi yang berupa keberkahan (pahala). Namun demikian, manfaat hanya akan diperolah jika tujuan dari konsumsi merupakan pemunuhan kebutuhan (maqashid syariah), dan keberkahan juga hanya akan diperoleh jika konsumen mengkonsumsi barang yang halal dan mendasarkan niatnya untuk ibadah. Dalam ekonomi konvensional dikenal hukum the law of diminishing marginal utility. Hal ini tidak selamanya berlaku jika menggunakan maslahah sebagai aksiomanya, terutama yang berkaitan dengan nilai berkah, yang mana jika frekuensi kegiatan meningkat, maka keberkahan juga semakin meningkat. Berbeda halnya dengan manfaat duniawi, apabila ini dilakukan terus menerus yang cenderung berlebih-lebihan, maka akan menurunkan maslahah-nya. Hal ini hanya berlaku pada kegiatan muamalah saja, jika dikaitkan dengan aktivitas ubudiyah maka hal ini tidak berlaku. Hal ini dikarenakan jika frekuensinya semakin banyak maka nilai maslahah-
45
nya juga akan semakin tinggi. Nilai maslahah yang optimal akan diperoleh jika kombinasi barang konsumsi merupakan kombinasi barang yang halal. Di antara dua pilihan barang tersebut, jika terjadi kenaikan barang pada salah satu barang konsumsi, namun tidak diikuti dengan kenaikan maslahah, maka konsumen akan mengurangi konsumsi barang yang mengalami kenaikan tersebut. Kemudian pada sisi yang lain konsumen akan meningkatkan konsumsi barang yang satunya, yang mengakibatkan maslahah menjadi turun, sehingga jika diturunkan akan terbentuk kurva permintaan (P3EI, 2007).
3.1.4. Heri Sudarsono
Buku ini dalam menyajikan teori konsumsi Islam dibahas dalam satu bab. Subbab pembahasan meliputi teori nilai guna, analisis kurva kepuasan sama, garis anggaran, hubungan kurva kepuasan sama dan garis anggaran dengan rasa syukur, corner solution untuk pilihan halal dan haram, dan dampak nilai Islam dalam konsumsi. Pada awal pembahasan menjelaskan tentang aktivitas konsumsi yang mendasarkan pada ketentuan Allah dan Rasulullah SAW. Ketentuan tersebut meliputi beberapa pertimbangan seperti keberlangsungan hidup manusia semua diatur oleh Allah, mendasarkan perilaku konsumsi dengan tujuan pemenuhan kebutuhan bukan keinginan, dan memperhatikan aspek sosial (tidak hanya untuk kepentingan pribadi). Untuk menjelaskan teori konsumsi dapat digunakan teori nilai guna, yang mana mempertimbangkan
46
beberapa hal yang meliputi kehahalan, tidak berlebihan, tidak mengandung riba, dan membayar zakat dan infak. Dengan demikian konsumen muslim akan memperoleh kepuasan didasarkan pada berapa besar nilai ibadah yang diperoleh, bukan berapa banyak barang yang dikonsumsi. Konsumen akan mencapai nilai guna yang maksimum, apabila nilai guna marginal sama dengan harga barang, dan juga apabila nilai guna marginal dari setiap rupiah yang dikeluarkan sama untuk setiap barang yang dikonsumsi. Pembahasan berikutnya adalah menjelaskan hubungan indiffenrence curve dan budget line dengan rasa syukur. Dalam hal ini konsumen akan memperoleh kepuasan, jika segala proses yang dilakukan akan mendekatkan diri kepada Allah, sehingga rasa syukur menjadi letak kepuasan konsumen muslim. Kepuasan juga akan diperoleh konsumen muslim dengan cara berbagi melalui zakat, infak dan sedekah, terutama kepuasan ukhrawi. Dengan demikian, kombinasi dalam kurva tersebut adalah hubungan antara kebutuhan barang dan kebutuhan sosial, yang mana jika seorang semakin kaya maka kebutuhan barang akan semakin meningkat begitupun juga dengan kebutuhan sosialnya. Jika pada kondisi dimana pilihan kombinasi barang adalah barang halal dan haram, maka solusi yang digunakan adalah dengan menggunakan corner solution. Corner solution digunakan untuk menjelaskan bahwa seorang konsumen muslim akan menambah nilai guna apabila menambah konsumsi barang yang halal, yang kemudian secara otomatis akan mengurangi konsumsi barang haram. Dalam posisi ini tidak akan
47
memungkinkan bahwa kurva kepuasan akan bersinggungan dengan garis anggaran, sehingga pada posisi ini untuk mencapai pilihan optimal adalah dengan mengalokasikan seluruh pendapatan untuk barang yang halal. Bagian akhir menjelaskan tentang dampak nilai Islam dalam berkonsumsi, yang mana perilaku konsumen muslim akan menyesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Dampak tersebut antara lain mendasarkan konsumsinya pada kebutuhan dan tidak berlebihan dalam memenuhinya. Kepuasan bukan seberapa banyak barang dikonsumsi, akan tetapi pada tingkat kemaslahatan, tidak akan mengkonsumsi barang yang haram dan juga tidak menggunakan pendapatan yang haram untuk memenuhi konsumsinya, tidak memaksakan diri untuk membelanjakan diluar kemampuanya, dan rasa syukur menjadi indikator kepuasan yang paling tepat untuk konsumen muslim (Sudarsono, 2007).
3.1.5. Ely Masykuroh
Pembahasan teori konsumsi dalam buku ini disajikan dalam satu bab. Subbab pembahasan meliputi pendahuluan, konsep kebutuhan dan keinginan, konsep barang dan jasa, motif dan tujuan konsumsi, perilaku konsumen muslim, dan subbab terakhir tentang hubungan konsumsi, investasi, dan tabungan. Pembahasan mengenai teori konsumsi diawali dengan konsep ekonomi konvensional yang mendasarkan pada dua asumsi, yaitu rasionalitas dan utilitas. Kedua asumsi tersebut menurutnya hanya akan
48
mendorong
seorang
konsumen
untuk
hidup
hedonis
materialistis
(bermewah-mewah), berlebih-lebihan (israf), dan hanya mementingkan kepentingan individu semata (self interest). Hal inilah yang kemudian menyebabkan adanya ketidaksesuaian dengan ekonomi Islam, yang memasukan nilai-nilai etika dan norma agama dalam menjalankan aktivitas ekonomi, yang dalam hal ini adalah aktivitas konsumsi. Untuk meminimalisir dan bahkan menghilangkan kecenderungan hidup hedonis dan berlebih-lebihan, maka menurutnya perlu adanya konsep prioritas. Konsep prioritas tersebut mendasarkan pada motif pemenuhan kebutuhan bukan keinginan yang bertujuan untuk mencapai maslahah, bukan memaksimal kepuasan. Disamping itu, Islam juga memandang konsep harta dan barang konsumsi, yang mana barang dan jasa tersebut harus mengandung nilai moral dan ideologi. Dalam artian bahwa barang dan jasa tersebut dikonsumsi bukan hanya didasarkan pada kepuasan semata, akan tetapi juga memperhatikan larangan dalam mengkonsumsi barang dan jasa tersebut. Selain itu, barang dan jasa tersebut harus halal dan baik, serta diperoleh dengan cara yang halal dan baik pula, sehingga barang dan jasa tersebut akan membawa kepada kemanfaatan baik secara jasmani maupun rohani (maslahah dunia dan akhirat). Konsumen muslim dalam melakukan aktivitas konsumsinya harus mendasarkan
pada
perintah
dan
larangan
Allah,
yaitu
dengan
membelanjakan penndapatannya di jalan Allah berupa membayar zakat dan menjauhi bunga (riba). Dengan adanya zakat dan larangan bunga akan dapat
49
berpengaruh terhadap fungsi konsumsi, investasi dan tabungan. Pengaruh kedua hal tersebut antara lain dapat mendorong sektor produktif lebih berkembang. Hal ini dkarenakan sistem bunga diganti dengan sistem bagi hasil. Pengaruh selanjutnya adalah dapat meningkatkan konsumsi agregat, yang mana dalam hal ini dengan adanya zakat akan mendorong para mustahik untuk meningkatkan konsumsinya, sehingga dengan demikian pendapatan nasional akan meningkat (Masykuroh, 2008).
3.1.6. Abdul Aziz
Dalam buku ini teori konsumsi dibahas dalam satu bab. Subbab yang dibahas meliputi pendahuluan, kitab suci landasan teori, rezeki dalam AlQur’an, teori etika Islam di bidang konsumsi, dan teori nilai di bidang konsumsi satu komoditi. Pada bagian pendahuluan memulai dengan pembahasan mengenai larangan dalam aktivitas konsumsi yang meliputi tabdzir, israf, dan kikir. Konsumsi dengan gaya hedonis merupakan penyakit psikologis atau penyimpangan, yang apabila diikuti akan memberi dampak negatif bagi konsumen. Konsumsi dengan tujuan utilitas hanya mendasarkan pada nafsu, namun hal ini bisa dikendalikan dengan hati (nafs mutmainnah). Dengan demikian tujuan kepuasan mengandung beberapa unsur yaitu kepuasan konsumtif dan kepuasan kreatif (produktif). Hal ini karena pada dasarnya konsumsi adalah aktivitas pemenuhuan kebutuhan yang bertujuan agar
50
seseorang dapat melakukan aktivitas untuk berusaha atau bekerja dan juga menjalankan aktivitas ibadah. Dalam Islam ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aktivitas konsumsi, yaitu memperhatikan objek yang dikonsumsi, dan memperhatikan rezeki yang digunakan untuk konsumsi. Kedua hal tersebut harus memenuhi syarat dasar yaitu halal dan baik, sehingga aktivitas konsumsi akan memberi manfaat, baik secara duniawi maupun ukhrawi. Disamping itu, dalam Islam seorang konsumen juga diperintahkan untuk mendasarkan perilaku
konsumsi
pada
etika (akhlak),
agar
dapat
menjalankan ajaran agama dengan benar. Dengan demikian konsumen muslim harus memperhatikan hal-hal yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan dalam konsumsi. Dalam aspek teknis, buku ini mengadopsi buku teks sebelumnya, terutama
dalam
menggunakan
teori
nilai
yang
digunakan
untuk
menganalisis konsumsi satu komoditas dan dua komoditas. Pada satu komoditas mengadopsi kurva marginal utility dengan menggantinya menjadi siap kreasi, yang mana tingkatan konsumsi dibagi ke dalam tiga tingkat, mulai dari tahapan halal yang mana pada posisi ini adalah wajib untuk dipenuhi, tahap kedua adalah mubah, pada posisi ini konsumen harus waspada karena dimungkinkan dapat mencapai pada tahap ke tiga, yaitu haram. Dalam konsep ini juga mengenal hukum diminishing marginal utility dengan menggunakan hadits Nabi yang menyatakan bahwa “makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyang.” Dengan demikian konsep
51
ini akan lebih mengarah pada konsep bersyukur, sebagai makna dari konsep hemat, efisiensi dan efektifitas yang sebenarnya. Pada konsumsi dengan dua komoditas mengadopsi pendekatan ordinal dalam ekonomi konvensional, namun dipertegas dengan tujuan untuk mencapai siap kreasi dan produksi dan juga memperhatikan aspek-aspek etika dan norma agama seperti halal, haram, dan mubah (Aziz, 2008).
3.1.7. Eko Suprayitno
Buku teks ini dalam menjelaskan teori konsumsi, dibahas dalam satu bab. Subbab pembahasan meliputi pendahuluan, perilaku konsumsi dalam Islam, teori nilai guna dan teori permintaan, paradok nilai, analisis perilaku konsumsi Islam dengan menggunakan pendekatan kardinal dan ordinal, surplus konsumen, dan analisis kurva kepuasan sama dan fungsi belanja. Pembahasan dimulai dengan pendahuluan yang berisi pendekatan yang digunakan konvensioanal dalam memahami aktivitas konsumsi yang meliputi ordinal dan kardinal. Pembahasan berikutnya masuk pada pembahasan mengenai prinsip konsumsi Islam. Pembahasan selanjutnya tentang nilai guna (utility) konvensional sampai pada pembentukan kurva permintaan. Berikutnya membahas mengenai paradok nilai antara air dan berlian, serta membahas juga tentang rasionalitas antara konvensioanal dan Islam. Pembahasan berikutnya mengenai analisis perilaku konsumsi Islam, yaitu tentang paradok halal dan haram sampai pada penggunaan utilitas,
52
serta prinsip murah hati. Pembahasan berikutnya tentang surplus konsumen, dan bagian akhir membahas analisis pendekatan ordinal. Pembahasan dimulai dengan menyajikan pendahuluan mengenai pendekatan yang digunakan oleh konvensional dalam menjelaskan teori konsumsi. Teori tersebut dijelaskan melalui pendekatan kardinal dengan marginal utility dan kendala anggaran, kemudian pendekatan ordinal dengan menggunakan indifference curve-nya beserta asumsi-asumsinya. Dalam Islam, perilaku konsumsi mendasarkan pada konsep rasionalitas individu dalam menghadapi berbagai alternatif pilihan, namun perilaku tersebut dikendalikan oleh lima prinsip, yang meliputi prinsip keadilan, kebersihan, kesederhanaan, kemurahan hati dan moralitas. Dengan demikian, konsep rasionalitas dalam Islam merupakan keputusan yang didasarkan pada rasionalitas spiritual, dan memperhatikan aspek soaial yaitu dengan membayar zakat, infak dan sedekah. Dengan adanya rasionalitas spiritual, maka konsumen muslim harus memperhatikan halal dan haram, yang kemudian dengan kombinasi ini akan menghasilkan konsep corner solution. Konsep ini pada intinya adalah untuk menunjukan bahwa kepuasan maksimal akan dicapai apabila konsumen muslim tidak mengkonsumsi barang haram, dan memilih untuk menambah konsumsi barang halal. Pembahasan beberapa bagian pada buku teks ini masih sama persis dengan buku teks konvensional, terutama pendekatan dan alat analisis yang digunakan seperti indifference curve,dan budget line (Suprayitno, 2008).
53
3.1.8. Adiwarman A. Karim
Buku ini menyajikan satu bab untuk membahas teori konsumsi Islam. Dengan subbab meliputi pendahuluan, fungsi utilitas, dan optimal solution. Dengan urutan pembahasan yang dimulai dengan pendahuluan berupa
pandangan
Imam
Ghazali
tentang
konsumsi.
Pembahasan
dilanjutkan dengan penjelasan mengenai pendekatan ordinal dalam ekonomi konvensional, dan kemudian diadopsi untuk menganalisis barang halal dan haram hingga terbentuk berbagai kemungkinan indifference curve. Kemudian membahas bagaimana meningkatkan utility, hingga sampai pada pembahasan mengenai budget line, serta pembahasan mengenai corner solution. Pembahasan dimulai dengan pendahuluan mengenai pandangan Imam Ghazali tentang konsep masalahah/kesejahteraan sosial/utilitas (kebaikan bersama) dalam aktivitas konsumsi. Dalam meningkatkan maslahah, Imam Ghazali membaginya ke dalam dua aspek yang digunakan sebagai bahan identifikasi, yaitu dilihat dari segi mafasid (kerusakan) dan masalih (kemanfaatan). Disamping itu, kesejahteraan sosial juga dapat diwujudkan melalui maqashid syariah, yang meliputi lima tujuan dasar. Lima tujuan dasar tersebut diklasifikasikan ke dalam skala prioritas yang meliputi dharuriah, hajiah, dan tahsiniah, yang diukur lebih fleksibel yakni sesuai dengan perubahan zaman. Imam Ghazali juga memberikan pandangan bahwa posisi hajiah adalah kondisi yang paling ideal, daripada kondisi dharuriah dan tahsiniah.
54
Pembahasan selanjutnya masih sama dengan konvensional terutama dalam menggunakan istilah ekonominya, namun maknanya diperjelas dengan berbagai penyesuaian, agar sesuai dengan ajaran Islam. Untuk menjelaskan proses terbentuknya kurva permintaan, mula-mula buku ini membahas tentang konsep utilitas yang diasumsikan dalam tiga aksioma yang meliputi completeness, transitivity, dan continuity, yang kemudian dari ketiga aksioma tersebut terbentuklah indifference curve. Di samping menggunkan indifference curve, buku ini juga menggunakan konsep marginal rate of subtitution (konvensional), yang tujuannya adalah untuk menjelaskan the law of diminishing marginal rate of subtitution. Penyesuaian dengan nilai Islam baru disajikan pada pembahasan berikutnya, yang mana indifference curve digunakan untuk mengalisis berbagai pilihan antara kombinasi barang halal dan haram. Pada intinya pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa semakin
banyak
barang halal yang dikonsumsi berarti menambah utility, dan semakin sedikit barang yang haram yang dikonsumsi maka mengurangi disutility. Pembahasan ini dijelaskan melalui berbagai bentuk kurva sesuai dengan kombinasi antara kedua barang tersebut, antara lain kombinasi barang halal dan halal, halal dan haram, haram dan haram, serta haram dan halal. Setelah indifference curve terbentuk, untuk membatasi konsumen dalam melakukan konsumsi, yaitu dengan menggunakan garis anggaran (budget line). Untuk mencapai konsumsi yang optimal, maka konsumen harus memaksimalkan pengunaan budget line, di mana posisi yang paling optimal adalah ketika
55
indifference curve bersinggungan dengan budget line. Untuk pilihan barang yang kombinasinya adalah halal dan haram, maka untuk memaksimalkan utilitas dengan membuat barang haram pada posisi 0 (nol), ini kemudian disebut dengan corner solution. Dari persinggungan dua garis, yaitu antara kurva indifferensi (indifference curve) dengan garis anggaran (budget line). Dengan adanya persinggungan tersebut, jika terjadi perubahan harga (baik naik ataupun turun) pada salah satu harga barang, maka jika kurva anggaran berotasi. Dengan rotasi tersebut, jika diturunkan akan terbentuk kurva permintaan (demand curve) (Karim, 2012).
3.1.9. Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Muhammad Arief Mufraeni, dan Bey Sapta Utama
Huda,
Pembahasan teori konsumsi dalam buku ini dibahas dalam satu bab. Subbab yang meliputi masalah dasar ekonomi, perilaku konsumen, konsep maslahah dalam perilaku konsumen Islami, kebutuhan dan keinginan, dan sumber daya ekonomi. Pembahasan dimulai dengan menjelaskan konsep kelangkaan dan pilihan. Pada dasarnya manusia memiliki sifat membutuhkan dan menginginkan sesuatu, maka untuk memperolehnya manusia harus mengorbankan sesuatu, berupa barang atau yang lainnya. Barang tersebut dibagi ke dalam tiga hal yang meliputi barang konsumsi (langsung dapat dikonsumsi), barang produksi (barang yang butuh proses lagi untuk dikonsumsi), dan barang bebas (tanpa biaya untuk memperolehnya).
56
Kelangkaan merupakan salah satu masalah dasar ekonomi, yang mana menurut prinsip ini sumber daya bersifat terbatas, walaupun perlu penjelasan lebih detail untuk menjelaskannya. Pada dasarnya konsep kelangkaan ini mengandung hikmah, yang mana seseorang akan diuji kesabaran dan keimanannya. Ujian kesabaran dan keimanan ini berupa tidak terpenuhinya
kebutuhan,
dan
dengan
dituntutnya
manusia
untuk
memanfaatkan sumber daya secara optimal tanpa merusaknya. Dalam Islam makna terbatas adalah suatu akibat, yang mana hal yang menjadi sebabnya adalah karena belum adanya pengetahuan tentang hal tersebut, dan juga belum adanya kemampuan untuk memanfaatkannya. Dalam Islam perilaku konsumsi mendasarkan pada rasionalitas yang terintegrasi dengan nilai-nilai etika dan norma agama, serta mengutamakan kepentingan umum (maslahah). Maslahah dilakukan sebagai tujuan hidup manusia (maqashid syariah) untuk mencapai falah. Maslahah bersifat lebih subjektif karena setiap orang bisa menilai tindakannya apakah maslahah atau tidak. Di samping kesejahteraan individu tercipta, masalahah juga menciptakan kesejahteraan sosial dan dapat mengintegrasikan dengan baik semua aktivitas ekonomi yang meliputi produksi, distribusi dan konsumsi. Untuk mencapai maslahah dalam konsumsi seorang konsumen harus mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan bukan keingingan, tidak boleh tabdzir dan tidak boleh israf serta tidak boleh kikir. Hal ini tidak hanya berlaku bagi individu semata, akan tetapi juga bagi pemerintah termasuk di dalamnya.
57
Pada dasarnya relativitas kelangkaan merupakan aspek mikro, sedangkan kecukupan sumber daya merupakan aspek makro. Faktor penyebab terjadinya perbedaan kesejahteraan adalah karena perbedaan distribusi sumber daya ekonomi, perbedaan pertumbuhan penduduk, perbedaan hasil bumi, dan potensi wilayah. Di samping itu juga faktor sosial dan budaya juga cukup berpengaruh, apalagi budaya seperti konsumerisme dan krisis moral akan sangat berpengaruh terhadap perekonomian. Dengan meninggalkan budaya konsumerisme, yaitu dengan mengimplementasikan perilaku konsumsi yang mendasarkan pada nilai-nilai etika dan norma agama, maka dapat mewujudkan perekonomian yang lebih sehat (Nasution dkk, 2012). 3.1.10. Sumar’in
Teori konsumsi Islam yang dibahas dalam buku ini disajikan dalam satu bab. Subbab terdiri dari pengertian dan konsep dasar, teori perilaku konsumsi Islami, konsep maslahah dalam konsumsi, dan teori kepuasan konsumen Islam. Pembahasan teori konsumsi dimulai dengan pendahuluan yang berupa pengertian dan konsep dasar ekonomi terutama yang ada di konvensional. Teori ini mendasarkan pada perilaku konsumsi yang mendasarkan pada prefersensi dengan menggunakan kurva indifferensi dan menggunakan garis anggaran sebagai constrain, yang kemudian terbentuk kurva permintaan. Dalam Islam, menurut buku ini perilaku konsumsi
58
mendasarkan pada tujuan maslahah, dengan cara membedakan pemenuhan berdasarkan kebutuhan dan pemenuhan berdasarkan keinginan. Disamping itu konsumen juga harus tunduk pada perintah dan larangan yang telah ditentukan oleh syariah. Dengan tunduk pada aturan syariah, maka makna konsumsi dalam Islam mengandung nilai-nilai etika dan norma agama, dengan dimensi yang tidak hanya pada aspek duniawi, akan tetapi juga aspek ukhrawi. Dengan demikian, batasan pada konsumen muslim tidak hanya pada aspek anggaran, akan tetapi aspek seperti halal dan haram, bersih dan sehat, sederhana dan tidak berlebihan, serta memperhatikan aspek sosial menjadi penyeimbang menuju kesejahteraan individu dan sosial (maslahah). Konsep maslahah yang ditawarkan berupa formulasi maslahah, yaitu dengan adanya manfaat dan berkah. Manfaat dapat diperoleh berupa manfaat material, fisik dan psikis, intelektual, dan manfaat untuk lingkungan. Di samping itu konsumen juga akan mendapatkan keberkahan, namun
untuk
medapatkan
keberkahan.
Konsumen
tidak
boleh
mengkonsumsi barang-barang yang dilarang atau haram, tidak boleh israf, tidak boleh tabdzir, dan harus diniakan untuk ibadah. Dalam Islam, kepuasan diganti dengan maslahah optimum. Maslahah optimum akan tercipta jika kurva ISO maslahah dan kurva indiferensi syariah berpotongan. Indifference
curve
dengan
ISO
maslahah
menggunakan
beberapa
kombinasi, antara lain kombinasi halal dan halal, dan ada juga kombinasi halal dan haram (Sumar’in, 2013).
59
3.1.11. Sukarno Wibowo dan Dedi Supriyadi
Pada buku ini penyajian bab tentang teori konsumsi dibahas dalam dua bab, yang meliputi bab tentang konsumsi dalam Islam dan bab tentang teori perilaku Islam. Pada bab pertama, sub pembahasan meliputi pengertian konsumsi, prinsip dasar konsumsi, dan model keseimbangan konsumsi dalam Islam. Pada bab berikutnya, subbab meliputi faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, dilanjutkan dengan teori pendekatan kardinal dan ordinal konvensional, dilanjutkan dengan pembahasan analisis perilaku konsumsi, dan terakhir membahas tentang permintaan dalam Islam. Pada awal pembahasan, buku ini membahas mengenai definisi konsumsi, dilanjutkan dengan beberapa prinsip dasar tentang konsumsi terutama dalam Islam yang meliputi tidak boleh mubadzir dan tidak boleh israf dan tidak boleh mengkonsumsi barang yang haram. Dibagian awal ini juga membahas mengenai marginal utility dengan berbagai asumsinya, serta membahas mengenai bentuk dari indifference curve. Pada bagian akhir membahas mengenai model keseimbangan konsumsi dalam Islam. Menurut buku ini untuk mencapai keseimbangan diperlukan implementasi zakat, karena dengan adanya zakat ini akan berpengaruh terhadap perekonomian, yang mana Marginal Propensity to Consumption (MPC) dengan adanya zakat akan lebih tinggi terutama MPC mustahik. Pada bab berikutnya membahas mengenai perilaku konsumen. Pada bagian awal mendeskripsikan tentang pendekatan kardinal dan ordinal dalam
ekonomi
konvensional,
dengan
pembahasan
sampai
pada
60
pembentukan kurva permintaan. Buku ini juga menjelaskan mengenai bagaimana kurva permintaan terbentuk melalui pendekatan ordinal dengan menggunakan indifference curve dan budget line, pembahasan sampai pada landai tidaknya kurva dan juga mengidentikasi faktor-faktor yang mempengaruhi gesernya kurva permintaan. Pembahasan mengenai perilaku konsumen dalam Islam, mendasarkan pada prinsip kesederhanaan, mengutamakan kesejahteraan bersama, dan dalam rangka membelanjakan harta
dijalan
Allah.
Oleh
karena
itu,
konsumen
muslim
harus
memperhatikan beberapa hal yang meliputi aspek yang dilarang baik secara objek (haram), maupun cara konsumsinya (tidak boleh tabdzir dan israf). Di samping itu juga pendapatan yang diperoleh untuk konsumsi juga harus halal dan baik, dan sudah terpenuhi hak orang lain di dalam harta tersebut berupa pembayaran zakat. Dengan memperhatikan beberapa hal tersebut, maka orientasi konsumen muslim adalah untuk mencapai kemaslahatan, baik duniawi maupun ukhrawi. Dengan kombinasi barang halal dan haram, memungkinkan berbagai kombinasi yang mana kombinasi yang terbaik (maksimum) adalah pada saat konsumsi barang haram pada posisi 0 dan konsumsi barang halal meningkat (corner solution) (Wibowo dkk, 2014).
3.1.12. M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia
Dalam buku ini pembahasan mengenai teori konsumsi dibahas dalam empat bab. Pada bab pertama membahas mengenai rasionalitas ekonomi, dengan subbab meliputi pendahuluan, definisi rasionalitas, tipe
61
rasionalitas, fenomena sejarah, prinsip-prinsip rasionalitas ekonomi, perspektif Islam tentang rasionalitas dan ditutup dengan kesimpulan. Pada bab kedua membahas mengenai perilaku konsumen, dengan subbab meliputi pendahuluan, etika konsumsi dalam Islam, perilaku konsumen non-muslim, perilaku konsumen muslim, konsep maslahah konsumen muslim, dan ditutup dengan kesimpulan. Pada bab ketiga membahas mengenai teori kepuasan konsumen, dengan subbab meliputi preferensi konsumen, kurva indifferensi, garis anggaran, solusi optimal, perspektif Islam, dan kesimpulan. Bab terakhir membahas mengenai teori konsumsi, dengan subbab yang meliputi konsumsi intemporal konvensional, konsumsi konsumen muslim, hubungan riba dan zakat, hubungan rasio tabungan dengan pembelanjaan akhir, hubungan tabungan dengan investasi, dan kesimpulan. Pada bagian awal bab pertama tentang rasionalitas ekonomi, menjelaskan tentang kebingungan makna rasionalitas terutama ketika dihadapkan pada fakta dan teori yang terkadang menemui pertentangan. Secara umum rasionalitas bermakna kepentingan individualistis (self interest), yang pada saat bersamaan konsisten terhadap pilihan berdasarkan tujuan, yang mana tujuan maksimalisasi materialistis yang dipercaya dapat menuntunnya
pada
kesejahteraan
umum.
Dalam
rasionalitas
juga
mengandung beberapa prinsip yang meliputi prinsip completennes, transitivity, dan continuity, serta the more is always the better.
62
Dalam Islam, hal tersebut tidak dapat diterima begitu saja. Hal itu dikarenakan konsumen muslim harus memperhatikan beberapa hal, yang meliputi aspek kehalalan dan kebaikan, dan tidak boleh israf dan tabdzir. Dalam buku ini menjelaskan bahwa rasionalitas konsumen muslim antara lain
membelanjakan
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
kemampuan,
membelanjakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan duniawi dan ukhrawi, hanya mengkonsumsi barang yang diperbolehkan (halal dan baik), dan tidak menumpuk harta (tabungan) melainkan melaksanakan kewajiban berupa pembayaran zakat. Dengan demikian dalam Islam perlu adanya penyesuaian makna rasionalitas, misalnya makna transitivity harus diperluas maknanya. Dalam artian bahwa tidak selamanya asumsi tersebut mendasarkan seseorang mengambil keputusan yang rasional. Dalam hal ini misalnya barang haram yang dilarang, pada keadaan tertentu (darurat) hal ini diperbolehkan dengan batasan wajar, terutama jika hal ini akan mengancam kehidupannya, sehingga asumsi kontinuitas dilonggarkan. Di samping itu makna utilitas dalam Islam juga harus diperluas, misalnya berkaitan dengan pembayaran zakat (mengurangi pendapatan duniawi), akan tetapi hal ini dilakukan agar memperoleh pendapatan yang sifatnya ukhrawi. Spektrum utilitas juga diperluas, yang mana dalam ajaran Islam untuk mencapai utilitas maksimum adalah dengan hanya mengkonsumsi barang yang halal dan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak mengkonsumsi barang haram. Di samping itu pula dalam Islam titik optimum bukan tingkat konsumsi yang tinggi
63
secara kuantitas, melainkan dalam batasan pemenuhan kebutuhan. Dalam Islam juga mengenal horizon waktu yang tidak hanya terbatas pada batasan dunia saja, akan tetapi mencakup dimensi lain (akhirat), sehingga konsumsi muslim harus dapat memenuhi kedua dimensi tersebut. Dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, mengakibatkan perilaku konsumen muslim berbeda dengan non-muslim. Perbedaan ini diakibatkan beberapa hal, yaitu pengeluaran konsumen muslim dibelanjakan di jalan Allah, dalam hal komoditas juga diperhatikan (dilarang atau diperbolehkan), dalam hal pendapatan dan pengeluaran konsumsi dalam Islam dilarang mengandung unsur bunga, pendapatan yang digunakan untuk konsumsi merupakan pendapatan bersih setelah dikurangi zakat, dan menahan diri dari tabdzir dan israf. Jika hal tersebut terpenuhi maka konsumen dapat mencapai maslahah maksimum, hal ini sesuai dengan prinsip rasionalitas dalam Islam yaitu meningkatkan kemaslahatan baik dunia maupun akhirat. Dalam memaksimumkan maslahah konsumen muslim, dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva ISO-Maslahah (adopsi dari indifference curve) dan juga menggunakan garis anggaran dan batasan syariah (barang tidak boleh haram, pendapatan harus halal, tidak riba, dan harus mengeluarkan zakat) sebagai batasan konsumen. Batasan anggaran dan batasan syariah kemudian dirumuskan menjadi garis anggaran dan syariah (budget and syariah line/BSL), yang mana posisinya lebih rendah dari budget line. Jika terjadi kondisi darurat, yang mana barang yang
64
tersedia hanya barang haram, maka diperbolehkan selama keadaan darurat, namun ketika sudah terlewati maka tidak diperbolehkan mengkonsumsinya lagi. Pada bagian akhir bab tentang konsumsi menjelaskan mengenai konsep konsumsi intemporal dalam Islam. Konsep ini yang menjelaskan bahwa pendapatan konsumen tidak hanya dibelanjakan yang bersifat konsumtif semata, namun juga harus dibelanjakan dijalan Allah (zakat), dan tidak boleh mengandung riba. Dengan adanya implementasi zakat dan meniadakan riba, maka akan dapat menggeser final spending yang berhubungan terbalik dengan tabungan, yang mana semakin besar tabungan maka semakin kecil final spending (Rianto dkk, 2014).
3.1.13. Ika Yunia Fauzia dan Abdul Kadir Riyadi
Dalam buku ini pembahasan tentang teori konsumsi dibahas dalam satu bab. Subbab meliputi konsep Islam tentang kebutuhan, konsep maslahah dalam konsumsi sesuai dengan maqashid al-syariah, maslahah dalam income dan expenditure, aplikasi maqashid al-syariah dalam final spending, budaya konsumerisme sebagai antitesis maqashid al-syariah, perkembangan budaya konsumerisme, beberapa faktor tersebarnya budaya konsumerisme, dan konsumerisme versus keseimbangan konsumsi dalam ekonomi Islam. Pembahasan tentang konsumsi dimulai dengan menjelaskan konsep di dalam konvensional hal ini tidak dibedakan, antara kebutuhan dan
65
keinginan. Dalam Islam kebutuhan dan keinginan dibedakan, yang mana dalam Islam konsumsi mendasarkan pada kebutuhan yang bertujuan untuk mencapai maslahah. Konsep maslahah dalam konsumsi berbeda dengan utilitas,
yang
mana
menurutnya
mensinergikan
semua
aspek
maslahah
ekonomi,
dan
lebih dapat
terukur,
dapat
mengakomodir
kesejahteraan konsumen baik secara individu maupun sosial. Maslahah tidak seperti utilitas yang didalamnya berlaku the law diminishing marginal utility terutama yang berkaitan dengan maslahah akhirat, namun hal ini bisa saja berlaku pada maslahah duniawi, terutama dalam kondisi ketika konsumsi terlalu berlebihan (israf). Dalam maslahah terkandung beberapa manfaat, yaitu salah satunya berupa keberkahan. Keberkahan akan diperoleh jika konsumen baik dalam memperoleh pendapatan maupun mengeluarkannya, memenuhi kategori halal dan baik, baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Dalam Islam konsumsi juga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, akan tetapi ada kewajiban lain yang melekat pada aktivitas ini, yaitu berupa pembayaran zakat untuk membantu konsumsi para mustahik. Dengan demikian, seorang muslim akan mencapai maslahah yang optimal, jika konsumen dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, serta untuk orang yang disekitarnya yang memerlukan. Di samping itu, konsumsi dalam Islam adalah upaya untuk mencapai maqashid syariah, yang mana konsumsi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dharuriyah yang seimbang (tawazun), dan tidak boleh israf dan kikir. Konsumsi dalam Islam juga
66
mendasarkan pada orientasi akhirat, sehingga harta yang dipergunakan untuk konsumsi harus dibelanjakan di jalan Allah, dan juga harus dibersihkan terlebih dahulu karena ada hak yang terkandung didalamnya. Pada bagian akhir membahas mengenai budaya konsumerisme, yang mana budaya ini sangat bertentangan dengan
maqashid syariah.
Konsumerisme dapat berkembang pesat, hal ini dikarenakan konsumsi didasarkan pada life style yang lebih didorong oleh nafsu, bukan didasarkan pada pemenuhan kebutuhan. Hal ini juga diperparah dengan berkembangnya budaya konsumerisme yang mendasarkan pada tahapan tahsiniyah (bermewah-mewahan), sehingga hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang adanya israf, dan tabdzir. Dengan demikian, Islam mengajarakan cara untuk menuju keseimbangan dengan terpenuhinya kesejahteraan baik secara individu maupun sosial (Fauzia, 2014).
3.2. Komparasi Penyajian dan Pembahasan Teori Konsumsi Buku-buku Teks Ekonomi Islam
Berdasarkan uraian di atas, buku-buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumsi masih beragam (berbeda). Keberagaman yang dimaksud adalah dengan adanya sisi persamaan dan perbedaan dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan. Untuk dapat melihat persamaan dan perbedaan masing-masing buku teks ekonomi Islam, dapat diperhatikan pada ringkasan dalam bentuk tabel berikut ini.
67
Tabel 3.1. Ringkasan Penyajian dan Pembahasan Ide Pokok Teori Konsumsi dalam Bukubuku Teks Ekonomi Islam
PENULIS
SUB BAB BAHASAN
M.B. Hendrie
Perilaku
konsumsi
Anto
konsumsi
dalam
IDE POKOK
(teori Perilaku konsumen Islam men-
ekonomi dasarkan pada pemenuhan ke-
konvensional, perilaku konsu- butuhan
yang
tidak
hanya
men dalam perspektif Islam), untuk duniawi melainkan undan
konsumsi, tabungan tuk ukhrawi juga (maslahah),
dan investasi (konsumsi total dengan mendorong
tabungan
mendasarkan
pada
total nilai-nilai etika dan norma
dan investasi, konsumsi total agama, yaitu dengan memperdan tabungan dengan pene- hatikan yang boleh dan yang rapan zakat dan pelarang riba, tidak diperbolehkan oleh syarikonsumsi total dan penda- ah, yang kemudian juga tidak patan,
hubungan
terbalik hanya memperhatikan kepenti-
antara rasio tabungan dengan ngan pribadi konsumsi total, dan tabungan tetapi dan investasi).
juga
semata,
akan
memperhatikan
kepentingan sosial yaitu dengan membayar zakat dan infak.
Muhammad
Konsep kebutuhan dalam Konsumsi dalam Islam harus Islam (konsep Islam tentang mendasarkan
pada
syariah
kebutuhan, maslahah versus Islam baik tertera di dalam Alutilitas, pengalokasian sum- Qur’an, Hadits, Ijma maupun ber untuk memenuhi kebutu- Qiyas, yang kemudian teori han, dan konsep pemilihan tersebut
harus
mendasarkan
dalam konsumsi), prinsip- pada nilai-nilai etika dan norprinsip konsumsi
Islam (dasar
tentang ma agama, yang kemudian hukum tujuannya adalah untuk men-
68
perilaku konsumsi, ketentuan capai maslahah dengan mengIslam dalam konsumsi, peri- gunakan prioritas kebutuhan laku
konsumsi
muslim), sebagai pemenuhannya. De-
kepuasan dan rasionalitas ngan tujuan maslahah seorang konsumsi
Islam konsumen akan memperoleh
dalam
(kepuasan konsumen muslim, manfaat dan berkah, serta menrasionalitas konsumen mus- dorong untuk dapat berkreasi lim, motif dan tujuan perilaku dan
lebih
produktif,
tidak
konsumen dalam Islam, dan semata-mata konsumtif. Kenmakro
ekonomi
perilaku dala dalam konsumsi Islam
konsumen dalam Islam)
tidak
hanya
terbatas
pada
pendapatan (anggaran), akan tetapi juga terkendala dengan larangan-larangan dalam Islam. Di
samping
itu
konsumen
muslim juga harus memperhatikan aspek sosial, karena sebagian harta dimiliki ada hak yang harus dibayarkan berupa zakat dan infak. Pada aspek makro juga harus memperhatikan larangan riba, yang kemudian
ditopang
dengan
adanya zakat, akan mendorong perekonomian yang lebih sehat, dengan sektor produktif yang ditekankan. P3EI
Teori konsumsi; maslahah Dengan mengganti utilitas dedalam konsumsi, hukum utili- ngan maslahah, tujuan konsutas dan maslahah, keseimba- men terutama muslim menjadi
69
ngan konsumen, dan hukum berbeda, yang mana tujuannya permintaan dan penurunan mendasarkan pada pemenuhan kurva permintaan
kebutuhan (maqashid syariah). Dengan menggunakan maslahah, seorang konsumen akan memperoleh tidak hanya manfaat duniawi tetapi juga ukhrawi
yang
Untuk
berupa
mencapai
berkah. maslahah
yang optimal, seorang konsumen harus memperhatikan halhal yang tidak diperbolehkan. Dengan pencapaian maslahah yang optimum, yaitu dengan adanya perubahan harga jika ditunkan akan diperoleh kurva permintaan. Heri
Teori konsumsi Islam; teori Perilaku
konsumen
muslim
Sudarsono
nilai guna, analisis kurva ke- harus menyesuaikan dengan puasan sama, garis anggaran, nilai-nilai Islam, sehingga konhubungan kurva kepuasan sa- sumen mendasarkan konsumsima dan garis anggaran de- nya pada kebutuhan dan tidak ngan rasa syukur, corner so- berlebihan dalam memenuhilution untuk pilihan halal dan nya serta tidak mengkonsumsi haram, dan dampak nilai Is- barang lam dalam konsumsi.
yang dilarang.
Ke-
puasan bukan seberapa banyak barang dikonsumsi akan tetapi pada
tingkat
kemaslahatan
(manfaat dan berkah), tidak menggunakan pendapatan yang
70
haram untuk memenuhi konsumsinya, tidak memaksakan diri untuk membelanjakan di luar kemampuannya dan juga tidak membelanjakan semua pendapatannya untuk konsumsi dirinya sendiri tetapi juga sebagian dibayarkan untuk zakat. Menggunakan alat analisis teori nilai guna, untuk menjelaskan pencapaian maksimal jika nilai guna sama dengan harga barang, dan menggunakan indifference curve dan budget line dan dihubungkan dengan rasa syukur, akan mencapai maksimal jika rasa syukur semakin meningkat. Ely
Pengantar
teori
konsumsi Konsumen muslim mendasar-
Masykuroh
Islami; konsep kebutuhan dan kan aktivitas konsumsinya pakeinginan, konsep barang dan da pemenuhan kebutuhan, yang jasa, motif dan tujuan kon- bertujuan untuk mencapai kesumsi,
perilaku
konsumen maslahatan. Konsumen muslim
muslim, dan hubungan kon- juga memperhatikan konsep sumsi, investasi, dan tabu- barang dan jasa, dalam artian ngan
bahwa dibolehkan secara syariah dan memberikan manfaat baik duniawi juga ukhrawi. Di samping itu juga harus memperhatikan aspek sosial berupa
71
membayar zakat dan infak serta menjauhi riba. Dengan demikian maka perilaku konsumen muslim mendasarkan pada nilai-nilai etika dan norma agama dalam konsumsi. Abdul Aziz
Teori nilai di bidang konsum- Mendasarakan aktivitas konsi; kitab suci landasan teori, sumsi pada nilai-nilai moral rezeki dalam Al-Qur’an, teori dan ideologi yang diturunkan etika Islam di bidang kon- dari kitab suci, dengan memsumsi, teori nilai di bidang perhatikan aspek-aspek yang konsumsi satu komoditi, dan dilarang atau tidak diperbolehTeori nilai di bidang kon- kan, dan juga cara pemenuhansumsi dua komoditi.
nya (tidak israf dan tabdzir) serta dari rezeki yang halal dan baik, untuk mendapatkan barang yang halal dan baik pula. Dalam aplikasinya teori konsumen muslim dalam melakukan aktivitas konsumsi bertujuan agar konsumen siap berkreasi dan siap produksi, dengan memperhatikan yang halhal yang diperbolehkan dan yang dilarang.
Eko
Teori tingkah laku konsumen; Teori konsumsi Islam menda-
Suprayitno
perilaku konsumsi dalam Is- sarkan pada nilai etika dan lam, teori nilai guna dan teori norma seperti dari objek yang permintaan,
paradok
nilai, dikonsumsi (halal dan baik)
analisis perilaku konsumsi Is- dan
cara
mengkonsumsinya
72
lam
dengan
menggunakan (rezeki
yang
halal,
tidak
pendekatan kardinal dan or- tabdzir, dan tidak israf). Dadinal, surplus konsumen, dan lam Islam makna rasionalitas analisis kurva kepuasan sama tidak hanya mengejar kepuasan dan fungsi belanja.
duniawi semata, akan tetapi juga kepuasan ukhrawi, sehingga dengan adanya aspek ukhrawi maka aktivitas tersebut dalam rangka membelanjakan di jalan Allah, salah satunya
dengan
membayar
zakat dan infak. Adiwarman A.
Teori konsumsi Islami; pen- Menggunakan asumsi utilitas,
Karim
dahuluan, fungsi utilitas, dan namun dengan mendefinisikan optimal solution.
ulang dengan mengadopsi pemikiran Ghazali, maka tujuannya adalah maslahah yang kemudian pemenuhannya mendasarkan pada prioritas kebutuhan. Dengan menggunakan alat analisis
berupa
indefference
curve dan budget line, dengan modifikasi pada pilihan barangnya yaitu kombinasi halal dan haram yang kemudian menemui berbagai kemungkinan terutama kurva indifferensi yang kemudian memunculkan corner solution, dari berbagai kemungkinan ini tetap dapat
73
diturunkan menjadi kurva permintaan. Mustafa Edwin Teori konsumsi dalam Islam; Konsumen muslim mendasarNasution, dkk
masalah dasar ekonomi, pe- kan konsumsinya pada maslarilaku
konsumen,
maslahah
dalam
konsep hah dengan prioritas pemenuperilaku han kebutuhan untuk mencapai
konsumen Islami, kebutuhan maqashid syariah yang dilakudan keinginan, dan sumber kan dalam rangka mencapai daya ekonomi.
falah. Dengan demikian perilaku seorang konsumen muslim, akan mendasarkan pada rasionalitas yang terintegrasi dengan
nilai-nilai
etika
dan
norma agama. Sumar’in
Teori konsumsi Islam; pe- Konsumsi dalam Islam bertujungertian dan konsep dasar, an untuk mencapai maslahah, teori perilaku konsumsi Isla- dengan prioritas pada pemenumi, konsep maslahah dalam han kebutuhan. Maslahah mekonsumsi, dan teori kepuasan ngandung dua unsur yaitu mankonsumen Islam
faat (material, fisik dan psikis, intelektual, serta lingkungan) dan berkah, untuk memperoleh berkah aktivitas tersebut diniatkan karena Allah, dan tidak boleh
melanggar
nilai-nilai
syariah seperti haram tabdzir, dan israf. Alat analisis dengan menggunakan formulasi berkah, dan juga ISO-Maslahah serta budget line syariah.
74
Sukarno
Konsumsi
Wibowo dan
(pengertian konsumsi, prinsip sumsi pada prinsip tidak tab-
Dedi
dasar konsumsi, dan model dzir dan israf, serta berperilaku
Supriyadi,
keseimbangan konsumsi da- Islami (etika dan norma). De-
dalam
Islam Mendasarkan
aktivitas
kon-
lam Islam). Teori perilaku ngan mendasarkan pada keimaIslam (faktor yang mem- nan, maka akan berpengaruh pengaruhi
perilaku
konsu- terhadap perilakunya salah sa-
men, teori pendekatan kardi- tunya dalam final spending nal dan ordinal konvensional, akan menyertakan zakat sebaanalisis perilaku konsumsi, gai salah satu kewajiban yang dan permintaan dalam Islam).
harus dibayarkannya.
M. Nur Rianto
Rasionalitas ekonomi (defi- Tujuan konsumen muslim ada-
Al Arif dan
nisi rasionalitas, tipe rasiona- lah maslahah (kebahagiaan du-
Euis Amalia
litas, fenomena sejarah, prin- nia dan akhirat), sehingga asip-prinsip rasionalitas eko- sumsi rasionalitas dalam ekonomi, perspektif Islam ten- nomi konvensional tidak dapat tang rasionalitas), perilaku diterima, hal ini dikarenakan konsumen (etika konsumsi hanya mementingkan diri sendalam Islam, perilaku kon- diri dan hanya mengukur bersumen non-muslim, perilaku dasarkan kepuasan semata. Hal konsumen muslim, konsep ini tentu berbeda dengan Islam maslahah konsumen muslim), yang memperhatikan kehalalan teori kepuasan konsumen dan kebaikan, tidak boleh israf (preferensi konsumen, kurva dan tabdzir, tidak boleh riba, indifferensi, garis anggaran, dan membayar zakat, yang tensolusi optimal, perspektif Is- tu mendorong konsumen memlam), dan teori konsumsi perhatikan kepentingan sosial (konsumsi intemporal kon- dan memperhatikan kehidupan vensional, konsumsi konsu- setelahnya, sehingga konsumsi men muslim, hubungan riba yang dilakukan dalam rangka
75
dan zakat, hubungan rasio membelanjakan di jalan Allah. tabungan dengan pembelan- Alat analisis yang digunakan jaan akhir, dan hubungan adalah ISO-Maslahah dan budtabungan dengan investasi).
get line syariah, yang menggambarkan berbagai kemungkinan dan keadaan termasuk darurat. Dengan adanya pembayaran
zakat
maka
final
spending konsumen muslim akan mengandung unsur kehidupan saat ini dan setelahnya. Ika Yunia
Prinsip dasar konsumsi dalam Konsep konsumsi dalam Islam
Fauzia dan
Islam; konsep Islam tentang mendasarkan pada prioritas ke-
Abdul Kadir
kebutuhan, konsep maslahah butuhan, dengan tujuan menca-
Riyadi
dalam konsumsi sesuai de- pai maslahah (maqashid syaringan maqashid al-syariah, ah), yang mana maslahah termaslahah dalam income dan sebut tidak hanya pada income expenditure, aplikasi maqa- tetapi expenditure juga demikishid al-syariah dalam final an terutama agaran dapat memspending, budaya konsume- peroleh keberkahan, dengan risme sebagai antitesis ma- demikian baik cara pendapatan qashid al-syariah, perkem- dan juga barang yang dikonbangan budaya konsumeris- sumsi harus halal dan baik me, beberapa faktor tersebar- serta dengan cara yang baik nya budaya konsumerisme, pula (tidak israf dan tabdzir), dan konsumerisme versus ke- dan rezeki yang digunakan seimbangan konsumsi dalam tidak boleh mengandung riba ekonomi Islam.
dan harus dibayarkan zakatnya. Konsumen muslim juga harus menghindari diri dari budaya
76
konsumerisme yang dapat merugikannya (terutama akhirat). Berdasarkan uraian sebelumnya dan juga ringkasan di atas, nampak jelas bahwa buku-buku teks ekonomi Islam memiliki keragaman. Keragaman tersebut dapat dilihat dari sisi persamaan dan juga perbedaan, baik dalam menyajikan maupun menjelaskan serta menyampaikan ide pokok teori konsumsi. Adapun persamaan dan perbedaan buku-buku teks ekonomi Islam dalam menjelaskan teori perilaku konsumen adalah sebagai berikut: a.
Dalam menyajikan bab pembahasan, masing-masing buku teks ekonomi Islam berbeda-beda menyajikannya. Ada yang menyajikan dalam satu bab, ada yang dua bab, dan ada yang tiga, bahkan ada yang lebih dari itu. Bab yang dibahas meliputi 1). bab tentang perilaku konsumen, 2). bab tentang hubungan konsumsi, tabungan, dan investasi, 3). bab kebutuhan dalam Islam, 4). bab tentang prinsip-prinsip Islam dalam konsumsi, 5). bab tentang kepuasan dalam Islam, 6). bab tentang rasionalitas dalam Islam, 7). teori nilai bidang konsumsi, dan 8). konsep maqashid syariah (maslahah) dalam konsumsi.
b.
Dengan penyajian bab yang berbeda, maka dalam menjelaskannya pun juga berbeda-beda. Namun demikian, dalam menjelaskan teori perilaku konsumsi buku-buku teks tersebut sama-sama berangkat dari ketidaksepakatan terhadap ekonomi konvensional. Dalam ekonomi konvensional teori tersebut dibangun dengan tidak melandaskan nilai-nilai etika dan norma agama, sehingga bukubuku teks tersebut sama-sama memasukkan nilai-nilai etika dan norma agama
77
dalam menjelaskan teori tersebut. Nilai-nilai etika dan norma tersebut diturunkan melalui dalil-dalil syariah, baik dari Al-Qur’an, Hadits, maupun hasil ijtihad lainnya. Dengan melandaskan pada dalil-dalil tersebut maka konstruksi bangunan teori perilaku konsumsi akan sejalan dengan ajaran Islam. Hal lain yang menjadi persamaan masing-masing buku dalam menjelaskan teori tersebut adalah dengan adanya pembahasan basis pemenuhan kebutuhan. Buku-buku teks tersebut sama-sama mendasarkan pemenuhan berbasis kebutuhan, bukan keinginan. c.
Dalam menggunakan pendekatan buku-buku teks ekonomi Islam dalam menjelaskan teori perilaku konsumen dapat dikelompokan ke dalam tiga pendekatan, yaitu pendekatan normatif, pendekatan normatif dan positif, dan pendekatan gabungan normatif positif yang disertai dengan solusi. Bukubuku teks yang menggunakan pendekatan normatif dalam hal ini teori konsumsi hanya dijelaskan melalui dalil-dalil syariah, baik dalil-dalil dari AlQur’an maupun Hadits dan yang lainnya. Dalil-dalil tersebut kemudian diintepretasikan untuk menjelaskan teori konsumsi. Beberapa buku teks yang hanya menggunakan pendekatan normatif, antara lain buku teks yang ditulis oleh Ika Yusnia Fauzia dan Adul Kadir Riyadi, Mustafa Edwin Nasution dkk, dan Ely Masykuroh. Sementara itu, pendekatan positif adalah pendekatan yang menggunakan model matematis dan grafis sebagai alat analisis untuk menjelaskan teori konsumsi. Dengan demikian, pendekatan normatif dan positif merupakan pendekatan dengan menyajikan pembahasan menggunakan dalil-dalil syariah dan menambah pembahasan dengan pendekatan positif
78
(model grafis dan matematis). Pada pendekatan kedua ini belum disertai dengan tawaran solusi, dalam artian bahwa buku teks dalam membahas teori konsumsi dijelaskan dalam sajian normatif dan juga positif tanpa mengaitkan kedua pendekatan tersebut. Buku-buku teks dengan kategori ini antara lain buku teks yang ditulis oleh Sukarno Wibowo dan Dedi Supriyadi, dan buku teks yang ditulis oleh Eko Suprayitno. Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan gabungan antara pendekatan normatif dan positif, yang saling dikaitkan untuk mendapatkan solusi. Buku-buku teks yang termasuk kategori ini adalah buku teks yang ditulis oleh P3EI, Adiwarman A. Karim, Muhammad, M.B Hendrie Anto, Abdul Aziz, M. Nur Rianto Al Arief dan Euis Amalia, Sumar’in, dan Heri Sudarsono. d.
Dalam menggunakan alat analisis terjadi perbedaan. Perbedaan yang terjadi dalam menggunakan alat analisis, merupakan akibat dari perbedaan dalam menggunakan pendekatan. Alat analisis yang digunakan buku-buku teks tersebut berbeda-beda, mulai dari penggunan model matematis dan juga grafis. Beberapa buku teks yang menyajikan pendekatan dengan model matematis dan juga grafis, namun cara penyajiannya masih sama persis dengan buku teks ekonomi konvensional. Buku-buku teks tersebut antara lain buku teks yang ditulis oleh Sukarno Wibowo dan Dedi Supriyadi, dan juga Eko Suprayitno. Ada pula yang menggunakan model matematis dan grafis yang sudah dimodifikasi. Buku teks kategori ini adalah buku teks yang ditulis oleh P3EI, Adiwarman A. Karim, Muhammad, M.B Hendrie Anto, Abdul Aziz, M. Nur Rianto Al Arief dan Euis Amalia, Sumar’in, dan Heri
79
Sudarsono. Namun demikian, dari beberapa modifikasi terutama model grafis, yang kemudian tetap dapat diturunkan ke dalam kurva permintaan (demand curve) hanya buku teks yang ditulis oleh P3EI dan Adiwarman A. Karim. e.
Dalam menggunakan asumsi, buku-buku teks ekonomi Islam sama-sama mengkritisi asumsi yang dibangun oleh konvensional. Buku-buku teks ekonomi Islam memandang bahwa penggunaan asumsi baik rasionalitas maupun utilitas hanya akan mendorong konsumen untuk selfish dan materialisme (duniawi), sehingga mengabaikan aspek sosial dan akhirat. Dalam hal ini juga terdapat perbedaan, perbedaan dapat dilihat dari penggunaan asumsi itu sendiri, baik dengan mempertahankan kedua asumsi maupun mengganti asumsi tersebut. Buku-buku teks yang tetap menggunakan asumsi rasionalitas dan utilitas adalah buku teks yang ditulis oleh Sukarno Wibowo dan Dedi Supriyadi, dan juga buku teks yang ditulis oleh Eko Suprayitno. Sementara itu yang juga tetap menggunakan kedua asumsi tersebut, namun dengan perluasan makna (disesuaikan dengan Islam). Buku teks yang termasuk kategori ini adalah adalah buku teks yang ditulis oleh Adiwarman A. Karim. Namun demikian, sebagian besar buku-buku teks mengganti asumsi utilitas dengan maslahah. Tujuannya adalah agar makna rasionalitas dapat disesuaikan dengan nilai-nilai Islam, yang kemudian halhal seperti self interest dan aspek-aspek yang hanya mengejar kepuasan dunia semata dapat dihilangkan. Buku-buku teks yang termasuk dalam kategori ini adalah buku teks yang ditulis oleh Ika Yusnia Fauzia dan Adul Kadir Riyadi,
80
Mustafa Edwin Nasution dkk, Ely Masykuroh, P3EI, Muhammad, M.B Hendrie Anto, M. Nur Rianto Al Arief dan Euis Amalia, dan Sumar’in. Sementara itu yang mengganti asumsi utility dengan falah adalah buku teks yang ditulis oleh Heri Sudarsono. Selebihnya adalah mengganti asumsi dengan menggunakan teori nilai untuk menjelaskan teori konsumsi, yang termasuk dalam kategori ini adalah buku teks yang ditulis oleh Abdul Aziz. f.
Dalam menyampaikan ide pokok, buku-buku teks ekonomi Islam memiliki perbedaan. Perbedaan terutama dapat ditelusuri melalui sampai tidaknya penjelasan tersebut pada kurva permintaan. Beberapa buku teks ekonomi Islam yang sudah mengarah pada tujuan tersebut adalah buku teks yang ditulis oleh Adiwarman A. Karim dan P3EI. Namun demikian, kedua buku teks tersebut juga berbeda dalam menjelaskan proses terbentuknya kurva permintaan. Sementara itu, sebagian besar buku-buku teks yang lain memiliki tujuan lain, yaitu bertujuan untuk menjelaskan pencapaian maslahah dan falah dari aktivitas konsumsi.
3.3. Komparasi Teori Konsumsi antara Buku-buku Teks Ekonomi Islam dengan Buku Teks Ekonomi Konvensional
Dalam buku teks ekonomi konvensional, teori konsumsi digunakan untuk menjelaskan bagaimana kurva permintaan (demand curve) terbentuk. Untuk dapat diturunkan menjadi kurva permintaan, dalam ekonomi konvensional teori konsumsi menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan ordinal dan kardinal. Buku teks yang ditulis oleh Kedua pendekatan tersebut mendasarkan pada dua
81
asumsi, yaitu asumsi rasionalitas dan utilitas. Penggunaan asumsi tersebut dalam teori konsumsi adalah dalam rangka menyederhanakan realitas atau fakta yang bersifat rumit atau kompleks, agar dapat mempermudah untuk dibuat model dan dianalisis, terutama untuk menurunkan atau membentuk kurva permintaan. Sebagai pembanding tiga pembahasan buku teks ekonomi konvensional yang ditulis oleh Reksoprayitno (2011), Sugiyanto (2011), dan Sudarman (2014). Pada buku-buku teks tersebut bab yang disajikan antara lain teori kepuasan perilaku konsumen, pendekatan guna kardinal, pendekatan kurva tak-acuh, dan pendekatan atribut. Pada intinya ketiga buku teks tersebut dalam menjelaskan teori perilaku konsumen adalah untuk menjelaskan terbentuknya kuva permintaan. Pendekatan yang digunakan dari ketiga buku teks tersebut menggunakan pendekatan kardinal dan ordinal. Kedua pendekatan tersebut dijelaskan melalui asumsi utility dan rasionalitas (completennes, transitivity, dan continuity). Di samping itu juga menggunakan model matematis dan grafis untuk menjelaskan teori perilaku konsumen yang kemudian membentuk kurva permintaan. Utility digunakan untuk menjelaskan terbentuknya kurva permintaan melalui konsep marjinal utility (hukum Gossen I) dan ekuimarjinal (hukum Gossen II) (Reksoprayitno, 2011). Sementara itu, pendekatan kardinal dijelaskan melalui indifference curve dan budget line yang kemudian diturunkan menjadi kurva permintaan (Sudarman, 2014 ). Demikian juga dengan pendekatan kurva tak-acuh dan pendekatan atribut yang mengikuti pola pendekatan kardinal dengan menggunakan indifference curve dan budget line, juga digunakan untuk menjelaskan terbentuknya kurva permintaan.
82
Pada buku-buku teks ekonomi Islam, pada dasarnya berangkat dari ketidaksepakatan pada buku teks ekonomi konvensional dalam membahas teori konsumsi. Dengan demikian, karena berangkat dari ketidaksepakatan maka terjadi perbedaan yang mendasar antara buku teks ekonomi Islam dan buku teks ekonomi konvensional, terutama dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumsi. Beberapa hal yang menjadi perbedaan antara buku teks ekonomi Islam dan buku teks ekonomi konvensional dalam menjelaskan dan menyajikan teori konsumsi, antara lain sebagai berikut: a.
Perbedaan dalam cara menyajikan Perbedaan dalam hal ini adalah jumlah bab yang dibahas antara buku teks ekonomi Islam dan konvensional. Dalam buku-buku teks ekonomi Islam bab yang dibahas meliputi teori kepuasan perilaku konsumen, pendekatan guna kardinal, pendekatan kurva tak-acuh, dan pendekatan atribut. Sementara itu, dalam buku-buku teks ekonomi Islam bab yang dibahas meliputi bab tentang perilaku konsumen, bab tentang hubungan konsumsi, tabungan, dan investasi, bab kebutuhan dalam Islam, bab tentang prinsip Islam dalam konsumsi, bab tentang kepuasan dalam Islam, bab tentang rasionalitas dalam Islam, teori nilai bidang konsumsi, dan konsep maqashid syariah (maslahah) dalam konsumsi.
b.
Perbedaan cara menjelaskan Dalam buku-buku teks ekonomi konvensional masing-masing buku memiliki pola yang sama, mulai dari pendekatan yang digunakan, alat analisis yang digunakan, penggunaan asumsi dan penyampaian ide pokok relatif sama
83
walaupun penyajian bab yang berbeda-beda. Sementara itu, pada buku-buku teks ekonomi Islam cara menjelaskan masih berbeda-beda mulai dari pendekatan yang digunakan, alat analisis, asumsi yang digunakan, dan penyampaian ide pokoknya pun masih beragam (berbeda). c.
Perbedaan dalam menggunakan pendekatan Dalam hal ini buku teks ekonomi konvensional menggunakan pendekatan positif (bebas nilai) dalam menjelaskan teori konsumsi. Berbeda dengan buku teks ekonomi Islam yang menggunakan pendekatan yang mengandung nilai-nilai etika dan norma dalam menjelaskan teori tersebut. Namun demikian, penggunaan pendekatan dalam ekonomi Islam juga masih beragam, ada yang hanya normatif saja, ada yang menggabungkan normatif dengan positif namun tidak dikaitkan, dan ada pula yang menggunakan penggabungan kedua hal tersebut dengan mengaitkan diantara keduanya.
d.
Perbedaan dalam menggunakan alat analisis Buku-buku teks ekonomi konvensional dalam menjelaskan teori perilaku konsumen adalah dengan menggunakan alat analisis berupa model matematis
dan grafis (kurva). Tujuan penggunaannya adalah untuk
mempermudah dan menyederhanakan penjelasan agar lebih logis. Sementara itu, pada buku-buku teks ekonomi Islam masih terjadi perbedaan. Sebagian hanya menggunakan dalil-dalil untuk menjelaskan teori tersebut, sedangkan sebagian yang lainnya ada yang menggunakan model matematis dan grafis untuk menjelaskan teori tersebut. Namun demikian, ada yang masih menggunakan sama persis dengan model yang digunakan konvensional, dan
84
hanya sebagian kecil saja yang sudah mencoba untuk menawarkan modifikasi atau inovasi. e.
Perbedaan dalam menggunakan asumsi Dalam hal ini buku-buku teks ekonomi konvensional menggunakan asumsi rasionalitas dan utilitas sebagai model (alat) untuk menyederhanakan dan menggambarkan realitas yang kompleks. Berbeda halnya dengan mayoritas buku-buku teks ekonomi Islam, yang menggunakan asumsi sebagai tujuan bukan sebagai model (alat) penyederhana. Asumsi yang digunakan untuk mengganti kedua asumsi tersebut adalah dengan menggunakan maslahah dan falah. Sementara itu, buku teks ekonomi Islam yang tetap mempertahankan kedua asumsi tersebut namun dengan penyesuaian definisi adalah buku teks yang ditulis oleh Adiwarman Karim.
f.
Perbedaan dalam menyampaikan ide pokok (tujuan) Dalam ekonomi konvensional tujuan atau ide pokok yang ingin disampaikan dalam teori perilaku konsumen adalah untuk menjelaskan terbentuknya kurva permintaan. Dari ketiga buku tersebut nampak jelas bahwa walaupun dengan berbeda cara menyajikan (bab) namun ide pokok yang ingin disampaikan sama. Sementara itu, pada buku-buku teks ekonomi Islam hanya sebagian kecil sudah mengarah pada tujuan tersebut. Buku-buku teks yang sudah mengarah pada tujuan tersebut adalah buku teks yang ditulis oleh Adiwarman A. Karim dan P3EI. Namun demikian, kedua buku teks tersebut juga berbeda dalam menjelaskan proses terbentuknya kurva permintaan. Sementara itu, sebagian besar buku-buku teks yang lain memiliki
85
tujuan lain, yaitu bertujuan untuk menjelaskan pencapaian maslahah dan falah dari aktivitas konsumsi. Berikut ini perbedaan yang disajikan lebih ringkas, yang disajikan dalam bentuk tabel berikut ini. Tabel. 3.2. Perbedaan Antara Buku Teks Ekonomi Islam dan Buku Teks Ekonomi Konvensional dalam Menjelaskan Teori Perilaku Konsumen
Aspek Perbedaan
Ekonomi Konvensional
Ekonomi Islam Bab tentang perilaku konsumen, bab tentang hubungan
konsumsi,
tabu-
ngan, dan investasi, bab Teori kepuasan perilaku Cara menyajikan (Bab yang dibahas)
konsumen,
pendekatan
guna kardinal, pendekatan kurva tak-acuh, pendekatan atribut,
kebutuhan dalam Islam, bab tentang prinsip Islam dalam konsumsi, bab tentang kepuasan dalam Islam, bab tentang rasionalitas dalam Islam, teori nilai bidang konsumsi, dan
konsep
maqashid
syariah (maslahah) dalam konsumsi. Pola yang digunakan maMemiliki pola yang sama Cara menjelaskan
terutama dalam menyampaikan ide pokok.
sih beragam (berbeda), ada yang mengikuti pola konvensional ada pula yang berbeda sama sekali, dan ada pula yang
86
perpaduan. Mengandung
nilai
ngan pendekatan
deyang
beragam, ada yang normatif saja, ada pula gaPendekatan
Positif (bebas nilai)
bungan
normatif
dan
positif tanpa solusi, dan ada
juga
pendekatan
positif dan normatif dengan memberikan solusi Sebagian hanya dengan
Alat Analisis
Menggunakan model matematis dan grafis
dalil-dalil, dan sebagian dengan memadukan dalildalil dengan model matematis dan grafis Sebagian besar menjadikan asumsi sebagai tujuan yaitu dengan menggunakan maslahah dan fa-
Asumsi
Rasionalitas dan utilitas
lah sebagai pengganti, hanya beberapa buku teks yang mempertahankan asumsi
rasionalitas
dan
utilitas Mencapai maslahah dan falah, hanya sebagian keTujuan/Ide Pokok
Demand curve
cil saja yang memiliki tujuan untuk membentuk demand curve)
87
3.4. Diskusi Berdasarkan uraian di atas, buku-buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen masih beragam (berbeda). Perbedaan tersebut sebagai akibat dari penggunaan kerangka berfikir (frame work) yang masih beragam, baik perbedaan dalam menyajikan bab pembahasan, berbeda dalam menjelaskan, berbeda dalam menggunakan pendekatan, alat analisis, asumsi, dan terutama penyampaian ide pokok atau tujuan dalam menjelaskan teori tersebut. Dengan demikian, kedepan perlu perlu langkah-langkah untuk meminimalisir perbedaan yang terjadi terutama dalam menyampaikan ide pokok (tujuan). Langkah yang paling mendasar untuk meminimalisir perbedaan tersebut adalah dengan cara menentukan penggunaan kerangka berfikir (frame work) yang sama. Dengan penggunaan kerangka berfikir yang sama, maka pola-pola yang disajikan buku teks ekonomi Islam dalam menjelaskan teori perilaku konsumen akan menjadi sama, yaitu membentuk kurva permintaan (demand curve). Namun demikian, perbedaan tetap akan terjadi baik cara menyajikan babnya, cara menjelaskannya, pendekatan, alat analisis, dan asumsi dimungkinkan masih terjadi sebagaimana terjadi di dalam buku teks konvensional.
88
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: a.
Buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen dan permintaan masih beragam, namun memiliki persamaan yang mana berangkat dari ketidaksepakatan terhadap teori perilaku
konsumen
yang
dikembangkan
ekonomi
konvensional.
Ketidaksepakatan tersebut ditunjukan dengan adanya nilai-nilai etika dan norma agama yang dijadikan landasan dasar dalam menjelaskan dan menyajikannya. Berbeda dengan teori perilaku konsumen yang dikembangkan ekonomi konvensional, yang hanya mendasarkan pada pendekatan positif yang bebas nilai. b.
Jika dibandingkan antar buku-buku teks ekonomi Islam dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaan dan perbedaan tersebut antara lain dalam menyajikan bab dalam membahas teori perilaku konsumsi, rincian penjelasan masing-masing bab, pendekatan yang digunakan, alat analisis yang digunakan, asumsi yang digunakan, dan ide pokok yang ingin disampaikan dalam menjelaskan teori perilaku konsumen.
88
89
c.
Jika dibandingkan buku teks ekonomi Islam dengan buku teks ekonomi konvensional dalam membahas teori perilaku konsumen memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain dalam hal penyajian bab untuk menjelaskan teori perilaku konsumen, cara menjelaskannya teori tersebut, pendekatan yang digunakan, alat analisis yang digunakan, asumsi yang digunakan, dan juga ide pokok (tujuan) yang ingin disampaikan dalam menjelaskan teori tersebut.
4.2. Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terjadi keragaman (perbedaan) pada buku-buku teks ekonomi Islam di Indonesia, dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen. Keragaman tersebut dikarenakan perdebatan pada kajian ekonomi Islam, terutama dengan belum mapannya kerangka berfikir yang dapat digunakan untuk menjelaskan teori tersebut. Oleh karena itu, buku-buku teks perlu memperhatikan kerangka berfikir (frame work) yang digunakan untuk menjelaskan teori tersebut, agar dalam menyajikan dan menjelaskan teori perilaku konsumen memiliki persamaan terutama dalam menyampaikan ide pokoknya. Di samping itu juga agar dalam menjelaskan teori perilaku konsumen tidak kehilangan arah, terutama agar dapat menjelaskan terbentuknya kurva permintaan (demand curve). Penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan tersebut yang kemudian masih memungkinkan untuk dilakukan penelitian lanjutan.
90
Penelitian lanjutan tersebut terutama yang mengacu pada kerangka berfikir (frame work) yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menjelaskan teori perilaku konsumsen. Dengan adannya kerangka berfikir (frame work) yang dapat dijadikan acuan maka diharapkan penjelasan teori perilaku konsumen dan permintaan memiliki arah yang tepat. Keterbatasan juga terdapat dalam metode yang digunakan, baik penempatan maupun detil penggunaan metodenya. Agar lebih komprehensif dalam membahas, maka untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengembangan metode yang digunakan agar lebih detil, terutama dalam melakukan penelitian dengan tema yang sejenis dengan penelitian ini.