BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk di dalamnya profesi notaris, merupakan suatu profesi khusus di samping profesi luhur lainnya. Kekhususannya adalah bahwa pada hakikatnya profesi ini terjadi dalam suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat, artinya meskipun orang yang menjalankan profesi itu hidup dari profesi tersebut akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaan untuk melayani sesama.1 Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014), notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Peran penting dimiliki oleh notaris dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, karena dalam melakukan hubungan hukum tersebut dibutuhkan adanya pembuktian tertulis berupa akta otentik. Kebutuhan akan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang meningkat dewasa ini, sejalan dengan tuntutan perkembangan hubungan ekonomi dan sosial, baik ditingkat nasional, regional maupun global. Akta otentik diharapkan akan 1
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm. 60-61.
1
2
menentukan secara jelas hak dan kewajiban para pihak, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa”.2 Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undang dan ketentuan kode etik profesi notaris. Kode etik berlaku bagi para notaris apabila kode etik tersebut ditetapkan oleh organisasi notaris3. Organisasi yang diakui sebagai satusatunya wadah organisasi notaris adalah Ikatan Notaris Indonesia (INI).4 Kode Etik Notaris yang berlaku saat ini adalah kode etik yang dirumuskan pada Kongres Luar Biasa INI di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005. Kode Etik Notaris memuat mengenai kewajiban, larangan, dan pengecualian bagi notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Kode etik profesi merupakan kode etik terapan yang dapat berubah dan diubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kode etik profesi ini merupakan perwujudan nilai moral yang hakiki dan tidak dapat dipaksakan dari luar. Kode etik hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri, sehingga dapat menjadi
tolak
ukur
perbuatan
anggota
kelompok
profesi
dalam
mengupayakan pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.5 Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris menjabarkan bahwa Kode Etik Notaris (selanjutnya disebut Kode Etik) adalah seluruh kaedah moral yang 2
Ibid , hlm. 111-112. Lihat Pasal 83 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 4 Lihat Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 5 Abdulkadir Muhammad, 1997, Etika Hukum Profesi, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.. 14. 3
3
ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (selanjutnya disebut Perkumpulan).
Kode
etik
dibuat
berdasarkan
keputusan
Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu. Kode etik berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus. Kode etik merupakan seluruh kaedah moral yang menjadi pedoman dalam menjalankan jabatan notaris. Ruang lingkup kode etik berdasarkan Pasal 2 Kode Etik Notaris berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan notaris, baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia (INI) menyatakan bahwa kode etik berfungsi untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris. Perkumpulan mempunyai kode etik yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan. Kedudukan kode etik bagi notaris sangatlah penting, bukan hanya karena notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik, melainkan karena sifat dan hakikat dari pekerjaan notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama
4
tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa notaris tersebut.6 Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris dan Dewan Kehormatan. Pengawasan ini dilakukan bertujuan agar notaris menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Menurut Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa Majelis Pengawas Notaris atau Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Majelis Pengawas berwenang
untuk
mengawasi
tindakan-tindakan
notaris
sehari-hari,
sebagaimana diatur dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas. Pengawasan terhadap notaris selain dilakukan oleh Majelis Pengawas juga dilakukan oleh organisasi perkumpulan yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan menurut Pasal 1 Kode Etik adalah alat perlengkapan perkumpulan sebagai badan atau lembaga yang mandiri
dan
perkumpulan
bebas
dari
bertugas
keberpihakan.
untuk
Dewan
melakukan
kehormatan
pembinaan,
dalam
bimbingan,
pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik, memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan 6
Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum Bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 133.
5
kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan kepentingan dengan masyarakat secara langsung, memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris.7 Majelis Pengawas dan Dewan Kehormatan dibentuk untuk melakukan pengawasan terhadap tindakan notaris, meskipun lembaga pengawasan ini telah dibentuk tetapi masih ditemukan notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dari Kode Etik. Bab III Kode Etik Pasal 3 yang mengatur mengenai kewajiban notaris menyebutkan, salah satu kewajiban seorang notaris adalah memasang 1 (satu) buah papan nama didepan/ dilingkungan kantornya dengan pilihan ukurannya, yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm, atau 200 cm x 80 cm, yang memuat (a) Nama lengkap dan gelar yang sah; (b) Tanggal dan Nomor Surat Keputusan; (c) Tempat Kedudukan; (d) Alamat kantor dan Nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus jelas dan mudah dibaca, kecuali dilingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud. Pasal 4 ayat 2 Kode Etik yang memuat mengenai larangan notaris menyebutkan bahwa notaris dilarang memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi “Notaris/ Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor, kecuali notaris memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar warna putih, huruf
7
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2009, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang Dan Di Masa Akan Datang, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, hlm. 199-200.
6
berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor notaris. Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan oleh penulis, masih ditemukan notaris di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memasangan papan nama tidak sesuai dengan ketentuan Kode Etik Notaris. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah yang menjadi bahasan penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana pelaksanaan Kode Etik Notaris tentang pemasangan papan nama oleh notaris di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana bentuk-bentuk pelanggaran pemasangan papan nama oleh notaris yang termasuk pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris? 3. Bagaimana
proses
pengawasan
terhadap
notaris
yang melakukan
pelanggaran pemasangan papan nama? C. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang dilakukan oleh penulis, penelitian yang berjudul
“TINJAUAN
YURIDIS
TERHADAP
PELANGGARAN
PEMASANGAN PAPAN NAMA NOTARIS (STUDI DI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)” belum pernah dilakukan sebelumnya, namun demikian penulis dalam hal ini
7
menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang hendak penulis tulis, yaitu: 1. Penelitian tesis oleh Nurhera8 dari Program Studi Magister Kenotariatan yang berjudul “Pengawasan Terhadap Pelanggaran Kode Etik Notaris Dalam Pemakaian Media Cetak Untuk Promosi Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman”. Penelitian tersebut membahas mengenai pelaksanaan pengawasan terhadap pelanggaran pemakaian media cetak untuk promosi jabatan Notaris, sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran pemakaian media cetak untuk promosi jabatan Notaris serta kendala yang dihadapi dalam penegakkan terhadap pelanggaran pemakaian media cetak untuk promosi jabatan Notaris menurut kode etik Notaris di Kabupaten Sleman. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis. Perbedaannya terletak pada permasalahan yang diteliti, dimana penulis dalam hal ini melakukan penelitian mengenai pelanggaran pemasangan papan nama oleh
notaris, sedangkan pada penelitian
sebelumnya membahas mengenai pelanggaran pemakaian media cetak untuk promosi jabatan Notaris. 2. Penelitian tesis oleh Catur Yudi Heldency9 dari Program Studi Magister Kenotariatan yang berjudul “Pengawasan dan Penindakan Majelis
8
Nurhera, 2013, “Pengawasan Terhadap Pelanggaran Kode Etik Notaris Dalam Pemakaian Media Cetak Untuk Promosi Jabatan Notaris Di Kabupaten Sleman”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 13. 9 Catur Yudi Heldency, 2008, “Pengawasan dan Penindakan Majelis Pengawas Daerah Terhadap Perilaku Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Kode Etik Notaris di Kabupaten
8
Pengawas
Daerah
Terhadap
Perilaku
Notaris
Yang
Melakukan
Pelanggaran Kode Etik Notaris di Kabupaten Sleman”. Penelitian ini membahas mengenai tata cara Majelis Pengawas Daerah Kabupaten Sleman dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap perilaku notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik Notaris di daerah kewenangannya beserta dengan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Majelis Pengawas Daerah Sleman dalam melakukan tugasnya tersebut. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, perbedaannya terletak pada permasalahan yang diangkat oleh penulis sebelumnya dengan penelitian ini. Peneliti terdahulu meneliti mengenai kewenangan dari Majelis Pengawas Daerah dalam melakukan pengawasan dan penindakan terhadap notaris yang melakukan kode etik notaris. 3. Penelitian tesis oleh Bambang Susanto10 dari Program Studi Magister Kenotariatan yang berjudul “Peranan Kode Etik Notaris Dalam Menjunjung Tinggi Jabatan Notaris di kota Banjarmasin”. Penelitian tersebut membahas mengenai implementasi Kode Etik Profesi Notaris dan Kepatuhan Notaris setelah penegakkan Kode Etik di Kota Banjarmasin. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, perbedaannya terletak pada permasalahan yang Sleman”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 10. 10 Bambang Susanto, 2013, “Peranan Kode Etik Notaris Dalam Menjunjung Tinggi Jabatan Notaris di kota Banjarmasin”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 10.
9
diangkat oleh penulis sebelumnya dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu meneliti mengenai penegakkan kode etik notaris di kota Banjarmasin serta kepatuhan dari notaris yang berada di kota Banjarmasin terhadap kode etik notaris, sedangkan penulis meneliti mengenai pelanggaran pemasangan papan nama notaris. D. Tujuan Penelitian Pembuatan dari penelitian dan penulisan yang didasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis
pelaksanaan Kode Etik Notaris
tentang pemasangan papan nama oleh notaris di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2. Untuk
mengetahui
dan
menganalisis
bentuk-bentuk
pelanggaran
pemasangan papan nama oleh notaris yang termasuk pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris 3. Untuk mengetahui dan menganalisis proses pengawasan terhadap notaris yang melakukan pelanggaran pemasangan papan nama E. Manfaat Penelitian Manfaat yang hendak diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan pada khususnya, serta sebagai bahan kepustakaan bagi peneliti yang berhubungan dengan pelaksanaan atau penerapan kode etik notaris
10
2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi masyarakat khususnya bagi notaris untuk mendapat pemahaman yang lebih mengenai peraturan pemasangan papan nama oleh notaris sebagaimana telah diatur didalam Kode Etik Notaris