BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pola penyakit saat ini dapat dipahami dalam rangka transisi epidemiologis, suatu konsep mengenai perubahan pola kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut hendak mencoba menghubungkan hal-hal tersebut dengan morbiditas dan mortalitas pada beberapa golongan penduduk dan menghubungkannya dengan faktor sosioekonomi serta demografi masyarakat masing-masing. Dikenal 3 periode dalam transisi epidemiologis. Hal tersebut terjadi tidak saja di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain yang sedang berkembang. Salah satu diantara 3 periode tersebut adalah Periode III. Periode ini merupakan era penyakit degeneratif dan pencemaran. Karena komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat barat serta adopsi cara kehidupan barat, penyakit-penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus meningkat (Suyono, 2009). Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak menular yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Meningkatnya
prevalensi
diabetes
melitus
di
beberapa
negara
berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan lain-lain. Data epidemiologis di negara berkembang memang masih belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama berasal dari negara maju (Suyono, 2009). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Jika tidak diatasi, DM akan menimbulkan berbagai komplikasi penyakit serius lainnya seperti penyakit jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf. Oleh karena itu DM merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan manusia (Widyanto & Triwibowo, 2013). Menurut American Diabetes Association (ADA) (2009) dalam Suyono (2009), DM dibagikan menjadi empat klasifikasi yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan diabetes kehamilan. Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Suyono, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Lebih dari 171 juta penduduk dunia diperkirakan menderita DM. Pada tahun 2030, sebanyak 366 juta orang di dunia diproyeksikan akan menderita DM (Pontes et al, 2011 dalam Widyanto & Triwibowo, 2013). Tercatat 4 dari 5 negara di dunia dengan jumlah penderita diabetes yang terbesar ada di Asia, yaitu India (32,7 juta penderita), Cina (22,6 juta penderita), Pakistan (8,8 juta penderita), dan Jepang (7,1 juta penderita) (Widyanto & Triwibowo, 2013). Menurut Depkes (2011, dalam Widyanto & Triwibowo, 2013), peningkatan penderita DM juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 2007 penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan mencapai 14,7% dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta. Peningkatan kejadian kasus DM, dipengaruhi berbagai faktor seperti perubahan pola gaya hidup, perubahan struktur usia karena angka harapan hidup yang meningkat, dan kultur. Selain itu beberapa faktor risiko turut berperan dalam kejadian DM, yaitu usia lebih 45 tahun, berat badan lebih (obesitas), tekanan darah tinggi (hipertensi), gangguan metabolisme lemak, riwayat keturunan DM, riwayat keguguran berulang, dan melahirkan anak dengan berat badan lebih dari 4 kilogram (Misnadiarly, 2006, dalam Widyanto & Triwibowo, 2013). Mekanisme koping merupakan mekanisme yang muncul akibat terjadinya stres pada diri individu yang akan mempermudah terjadinya proses adaptasi. Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1998). Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah
Universitas Sumatera Utara
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu. Mekanisme koping dapat adaptif dan mal adaptif tergantung faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari individu tersebut, misalnya tahap perkembangan, pengalaman masa lalu dan tipe kepribadian. Faktor eksternal berasal dari stresor yang dapat dilihat dari jumlah, sifat dan lamanya. Faktor eksternal yang lain berupa dukungan orang terdekat (Stuart & Sundeen, 1995). Orang yang terdekat biasanya berasal dari anggota keluarganya. Menurut
Lazarus
(1985)
dukungan
keluarga
dapat
membantu
meningkatkan mekanisme koping individu dengan memberikan dukungan emosi dan saran-saran mengenai strategi alternatif yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus pada aspek-aspek yang lebih positif. Pernyataan ini didukung oleh Friedman (1998) yang menjelaskan bahwa dukungan keluarga akan menciptakan keluarga harmonis. Ia menjelaskan bahwa dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan. Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek penyangga (dukungan keluarga menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan keluarga secara langsung mempengaruhi kesehatan). Efek penyangga dan utama dari dukungan keluarga terhadap kesehatan berfungsi secara bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimana dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang? 1.2.2 Bagaimana mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang? 1.2.3 Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang?
1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dukungan keluarga yang diterima pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang. 2. Mengetahui mekanisme koping yang digunakan pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Peneliti Mengetahui tentang dukungan keluarga yang diterima pasien dan mekanisme koping yang digunakan
pasien diabetes melitus serta
menambah wawasan dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu yang didapat selama perkuliahan pendidikan keperawatan. 1.3.2 Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi perawat untuk membuat rencana keperawatan dengan melibatkan keluarga klien untuk memberikan perhatian dan dukungan bagi pasien diabetes melitus. 1.3.3 Institusi pendidikan Merupakan bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan selanjutnya. 1.3.4 Keluarga Sebagai bahan masukan bagi keluarga untuk dapat meningkatkan kemampuan keluarga dalam memberikan perhatian, bantuan, penghargaan, dan memberikan semangat kepada pasien diabetes melitus.
Universitas Sumatera Utara