BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat yang efektif dan efisien, data statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan
2011
memberikan kontribusi sekitar 35% hingga 45% dari total dana investasi masyarakat. Proyeksi tersebut tidak terlepas dari kontribusi perbankan syariah di Indonesia yang terus membaik (Mutamimah & Chasanah, 2012). Pemberian pinjaman atau hutang merupakan bisnis utama pada sektor perbankan, melalui penerimaan tabungan masyarakat yang selanjutnya digunakan untuk pemberian pinjaman atau investasi. Dalam industri perbankan kemampuan bank dalam mengelola dana nasabah merupakan hal yang sangat penting dan memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian lembaga keuangan bertanggung jawab dalam menjalankan semua perekonomian karena mereka memainkan peran penting untuk mengubah deposito ke dalam investasi yang produktif (Badar .dkk, 2013). Dalam ketatnya persaingan dunia perbankan menuntut masing-masing lembaga keuangan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi pengelolaan dengan cara peningkatan pelayanan dan penetapan tarif bunga yang bersaing. Dalam persaingan yang ketat keberadaan bank dengan sistem syariah memberikan
1
alternatif tersendiri bagi debitur dengan adanya sistem bagi hasil dan sistem penetapan bunga yang bisa dinegosiasikan antara debitur dan kreditur, hal tersebut menjadi salah satu daya tarik yang mampu meningkatkan minat masyarakat untuk beralih ke sistem perbankan syariah. Aset dan pembiayaan Bank Syariah mengalami pertumbuhan yang tinggi dari tahun ke tahun, pertumbuhan aset pertahun rata-rata 35,84%, dan pertumbuhan pembiayaan pertahun rata-rata 33,31%. Sedangkan pertumbuhan aset dari triwulan 1 tahun 2005 hingga triwulan 3 tahun 2010 sebesar 410,14%, dan pertumbuhan pembiayaannya sebesar 370,48%. Tumbuhnya pembiayaan perbankan syariah untuk sektor UMKM dapat dilihat dari peningkatan angka pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah, misalnya Bank Syariah Mandiri yang telah mengucurkan pembiayaan UMKM sebesar Rp15,97 triliun pada 2010. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan dua tahun sebelumnya, Pada 2009 dengan angka pembiayaan UMKM mencapai Rp 9,87 triliun dan tahun 2008 sebesar Rp7,51 triliun. Berdasarkan angka tersebut Direktur Bank Syariah Mandiri menyebutkan bahwa Pembiayaan UMKM sudah menggeser porsi pembiayaan korporasi (Bank Syariah Mandiri, 2013). Sektor perbankan masih tetap sebagai jenis lembaga perantara keuangan di wilayah Asia dan Pasifik sebagai sektor terbesar dalam mengerakkan roda ekonomi sebagai sumber biaya eksternal utama untuk perusahaan. Sebagai akibatnya, pengembangan sektor perbankan yang efisien sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi di suatu Negara (Hassan, 2010).
2
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh industri bank dewasa ini adalah kredit bermasalah atau kredit macet (Non Performing Loans). Pada tiga hingga empat dekade terakhir ini, pinjaman atau kredit bermasalah (NonPerforming Loans atau NPL) memperoleh perhatian besar dunia sejalan dengan bertambahnya kredit bermasalah yang menyebabkan krisis perbankan, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu bank. Permasalahan Non-Performing Loans merupakan permasalahan yang harus mendapatkan perhatian secara intensif, khususnya pada kredit atau pembiayaan mikro dikarenakan oleh karakteristik dari pembiayaan mikro yang memiliki orientasi pasar menengah kebawah yang memiliki resiko kredit yang lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pasar kredit yang bersifat komersil atau corporate. Pinjaman bermasalah
merupakan satu penyebab utama terhadap
ketidakmampuan lembaga pembiayaan atau bank dan pada akhirnya berpengaruh buruk terhadap ekonomi secara keseluruhan. Dengan pertimbangan tersebut maka dibutuhkan pengawasan terhadap pinjaman atau kredit bermasalah untuk pertumbuhan perekonomian suatu Negara. Untuk mengontrol pinjaman bermasalah tersebut perlu pemahaman mengenai penyebab utama dari beberapa pinjaman atau kredit bermasalah tersebut, khususnya pada sektor keuangan atau perbankan untuk pembiayaan mikro (Farhan .dkk, 2012). Di satu sisi, kredit bermasalah menjadi suatu fenomena yang selalu ada yang terdapat pada neraca bank dan lembaga pembiayaan lain, kenaikan yang signifikan pada kredit bermasalah dalam neraca bank dan munculnya pasar kredit
3
bermasalah merupakan fenomena yang bersifat temporer yang dipengaruhi kondisi perekonomian secara umum. Situasi perekonomian yang buruk merupakan pemicu utama timbulnya kredit bermasalah. Seperti kredit bermasalah yang terjadi di Amerika Serikat dari tahun 1989 hingga 1994. Siklus Kredit Bermasalah (NPL) di Jepang yang terjadi pada awal tahun 1997, dan kredit bermasalah di China dan wilayah Asia yang terjadi sejak tahun 1999. Dan krisis ekonomi Indonesia 1998 (Gentgen, 2008). Keberhasilan penyaluran kredit pada sektor perbankan tidak terlepas dari efektifitas pengendalian manajemen resiko yang merupakan Faktor mendasar dalam menentukan tingkat pengembalian kredit untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah. Efektifitas pengendalian resiko memberikan dampak positif terhadap likuiditas dan kinerja perbankan dalam penyaluran kredit. Analisis resiko kredit merupakan analisis teknis mengenai berbagai kemungkinan yang menimbulkan resiko kemacetan atas kredit yang disalurkan yang ditinjau dari berbagai aspek eksternal dan internal atas kredit yang disalurkan yang merupakan bentuk seleksi penilaian atas kredit yang layak dan tidak layak (Megeid, 2013). Institusi keuangan untuk kredit mikro harus mengembangkan kebijakan sistem operasi dalam penyaluran kredit sebagai sarana penilaian kelayakan kredit yang akan dikucurkan. Kesuksesan penyaluran kredit sangat dipengaruhi oleh proses evaluasi dan penilaian terhadap karakteristik dan kondisi pemohon kredit. Proses evaluasi pemberian kredit dilakukan dengan cara melakukan penilaian berbagai
aspek
dari
nasabah
dalam
meninjau
kemampuannya
untuk
mengembalikan kredit dengan lancar dan tepat waktu. Setiap institusi keuangan
4
memiliki metode dan cara tersendiri dalam melakukan penilaian kelayakan kredit, salah satu metode yang paling sering digunakan adalah dengan menggunakan metode 5C yang meliputi: Character, Capacity, Capital, Collateral and Condition (Moti et.al, 2012). Character, sifat dan watak dari nasabah (kejujuran, tanggungjawab, integritas dan konsistensi). Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, tercermin dari latar belakang debitur baik dari katar belakang pekerjaan, hobby, kebiasaan baik yang bersifat pribadi, itikad baik / kemauan debitur untuk memenuhi kewajibannya. Faktor karakter ini merupakan aspek individu yang paling menonjol dalam kontribusinya terhadap tingkat pengembalian kredit, karakter yang tidak baik dari debitur sering kali berupa kelalaian atau ketidak disiplinan untuk membayar angsuran secara tepat waktu yang menyebabkan munculnya pembiayaan bermasalah pada bank bersangkutan. Capacity,
kemampuan
seseorang
untuk
menjalankan
bisnis
dan
kemampuan untuk membayar kewajbannya di bank. Debitur perlu dianalisis apakah dia mampu memimpin dengan baik dan benar usahanya. Jika dia mampu memimpin usahanya, maka dia juga akan mampu untuk mengembalikan pinjamam sesuai dengan perjanjian dan perusahaannya tetap berjalan. Penilaian perbankan mengenai kapasitas ini merupakan penilaian atas kemampuan debitur dalam membayar pinjamannya disesuaikan dengan pendapatan usaha. Kegagalan pembayaran dapat terjadi apabila beban kredit yang harus dibayar melampaui kemampuan pendapatannya dalam operasi usaha yang dijalankan.
5
Capital, kondisi keuangan dari nasabah (neraca, laporan laba rugi, rasiorasio dan permodalan serta pendapatan bersihnya). Modal yang besar maka menunjukkan besarnya
kemampuan debitur untuk melunasi kewajiban-
kewajibannya. Capital merupakan gambaran kemampuan secara keseluruhan yang menjelaskan semua modal usaha yang digunakan sebagai gambaran kemampuan debitur dalam melunasi utangnya. Permodalan yang kecil memiliki resiko yang tinggi akan terjadinya kegagalan usaha dalam persaingan yang ketat, sehingga dengan rendahnya capital dari debitor akan memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya kredit bermasalah apabila terjadi kegagalan oprasi bisnis yang dikelolanya. Collateral, kekayaan yang dijanjikan untuk keamanan dalam transaksi kredit/anggunan. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jika terjadi kredit macet, maka agunan inilah yang digunakan untuk membayar kredit tersebut. Collateral adalah jaminan yang merupakan alternatif pelunasan utang apabila debitor tidak mampu membayar utangnya. Koleteral merupakan jaminan resiko kegagalan kredit untuk menghindari kerugian dari kreditur yang disebabkan oleh piutang yang tidak tertagih. Condition, faktor luar berupa kondisi ekonomi yang dapat mempengaruhi atau mengontrol perusahaan. Kondisi ekonomi ini dapat berupa faktor politik, perundang-undangan dan bencana alam. Menilai kredit hendakya juga dinilai kondisi ekonomi sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masingmasing, serta prospek usaha dari sektor yang dijalankan debitur. Penilaian kondisi ini merupakan penyesuaian antara bisnis yang dikelola oleh debitur dengan
6
kondisi ekonomi secara umum untuk melakukan penilaian terhadap kelayakan usaha yang dijalankan. Sistem evaluasi kelayakan kredit merupakan serangkaian prosedur evaluasi atas kelayakan calon debitur untuk diberikan pinjaman, dengan pemenuhan berbagai criteria yang telah ditentukan maka resiko penyaluran kredit berupa kredit bermasalah dapat dihindari sejak dini. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian tentang ” Analisis Efektifitas Sistem Evaluasi Kredit Pada Pembiayaan Mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta Barat” B. Rumusan Masalah Masalah kredit macet atau pembiayaan bermasalah (Non-Performing Loan atau Non-Performing Financing) merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh sektor atau lembaga pembiayaan dewasa ini, khususnya pada pembiayaan mikro di bank-bank syariah, yang lebih menekankan pemberian pinjaman dengan pasar usaha kecil dan mikro serta kredit konsumsi untuk masyarakat kalangan menengah kebawah dengan likuiditas yang rendah menyebabkan tingginya resiko kegagalan kredit yang berdampak pada terjadinya pembiayaan bermasalah(Non-Performing Loan atau Non- Performing Financing). Terdapat beberapa faktor yang menimbulkan terjadinya kemacetan atau ketidak lancaran dalam pembayaran kredit, faktor ini bisa disebabkan oleh faktor internal berupa lemahnya sistem pengendalian kredit dan produk kredit yang tidak bisa bersaing atau faktor eksternal yang berasal dari debitur dan situasi
7
perekonomian yang berjalan. Faktor dominan yang menyebabkan timbulnya pembiayaan bermasalah adalah faktor debitur yang tidak bisa dikendalikan secara langsung oleh lembaga keuangan bersangkutan. Dalam upaya untuk meminimalisir pembiayaan bermasalah (NonPerforming Financing), Bank Syariah Mandiri berupaya untuk mengantisipasi dengan cara menetapkan standar kelayakan pemberian kredit yang dilakukan melalui sistem evaluasi kelayakan kredit. Evaluasi penilaian kelayakan kredit untuk calon debitur dilakukan melalui proses
penilaian 5C yang meliputi:
Character, Capacity, Capital, Collateral and Condition. Evaluasi kelayakan kredit yang efektif mampu menyaring calon debitur yang memiliki prospek yang baik dan kegagalan kredit dapat diantisipasi secara dini, sehingga hasil evaluasi kelayakan kredit mampu menyaring debitur yang tidak layak sehingga kegagalan pembiayaan dalam bentuk pembiayaan bermasalah dapat dihindari. Berdasarkan hal tersebut seharusnya masalah Non-Performing Financing sudah dapat diantisipasi melalui proses penyaringan pada tahapan evaluasi kelayakan kredit yang merupakan tahapan evaluasi dan uji kelayakan untuk memilih debitur yang layak mendapat pembiayaan, namun pada kenyataanya masalah Non-Performing Financing masih menjadi masalah utama dalam penyaluran pembiayaan, hal ini menunjukan lemahnya sistem evaluasi kelayakan kredit yang berjalan, olah sebab itu melalui penelitian ini mencoba untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kelayakan kredit dan pengaruhnya terhadap Non-Performing Financing pada Bank Syariah Mandiri.
8
C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan Latar Belakang dan Rumusan Masalah yang diuraikan di atas, peneliti mengajukan enam pertanyaan utama yang akan dianalisis dan dijawab dalam penelitian ini, yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan pada hasil penilaian Character pada proses evaluasi kredit antara debitur yang lancar dengan debitur yang bermasalah? 2. Apakah terdapat perbedaan pada hasil penilaian Capacity pada proses evaluasi kredit antara debitur yang lancar dengan debitur yang bermasalah? 3. Apakah terdapat perbedaan pada hasil penilaian Capital pada proses evaluasi kredit antara debitur yang lancar dengan debitur yang bermasalah? 4. Apakah terdapat perbedaan pada hasil penilaian Collateral pada proses evaluasi kredit antara debitur yang lancar dengan debitur yang bermasalah? 5. Apakah terdapat perbedaan pada hasil penilaian Condition pada proses evaluasi kredit antara debitur yang lancar dengan debitur yang bermasalah? 6. Apakah terdapat perbedaan pada hasil penilaian 5C secara keseluruhan pada proses evaluasi kredit antara debitur yang lancar dengan debitur yang bermasalah?
D. Tujuan Penelitian Berangkat dari pertanyaan penelitian yang diajukan di atas, maka penelitian ini memuat enam tujuan utama, yaitu:
9
1. Untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kredit mengenai penilaian Character debitur pada penyaluran pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta. 2. Untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kredit mengenai penilaian Capacity debitur pada penyaluran pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta. 3. Untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kredit mengenai penilaian Collateral debitur pada penyaluran pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta. 4. Untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kredit mengenai penilaian Capital debitur pada penyaluran pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta. 5. Untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kredit mengenai penilaian Condition debitur pada penyaluran pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta. 6. Untuk menganalisis efektifitas sistem evaluasi kredit mengenai penilaian 5C secara keseluruhan debitur pada penyaluran pembiayaan mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: Pertama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk informasi mengenai efektifitas sistem
10
appraisal untuk menghindari terjadinya pembiayaan bermasalah (Non-Performing Financing) pada Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta. Kedua, penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi manajemen penyaluran pembiayaan mikro pada Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta dalam membuat keputusan atau strategi dalam pembuatan keputusan pemberian pinjaman dan dapat memahami faktor-faktor yang berkaitan dengan pembiayaan bermasalah
(Non-Performing Financing) yang bertujuan
untuk mengurangi pembiayaan bermasalah dan untuk memaksimalkan laba (profitabilitas), yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Ketiga, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiyaan bermasalah (Non-Performing Financing).
F. Batasan Penelitian Mengingat luasnya ruang lingkup penelitian yang berkaitan dengan aspekaspek manajemen resiko kredit yang
berpengaruh terhadap pembiayaan
bermasalah (Non-Performing Financing) pada pembiayaan mikro. Maka untuk memfokuskan masalah penelitian agar terhindar dari bias, penelitian ini akan dibatasi pada beberapa faktor resiko kredit yang berpengaruh pada pembiayaan bermasalah yaitu dengan melakukan penilaian terhadap: Character, Capacity, Capital, Collateral and Condition yang merupakan faktor yang berhubungan secara langsung dengan munculnya pembiayaan bermasalah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk Jakarta Barat.
11
G. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian yang disajikan dalam penelitian ini, maka peneliti akan membagi penulisan thesis ini dalam lima bab dengan Sistematika pembahasan sebagai berikut: BAB I :
Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, maafaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika pembahasan
yang memuat tentang
sistematika
penulisan hasil penelitian. BAB II :
Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan dan dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan variabel penelitian . Kemudian dilanjutkan dengan memaparkan kerangka pemikiran yang digunakan dalam melakukan
penelitian
dan
pengembangan
hipotesis
yang
dirumuskan berdasarkan teori dan hsil penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian . BAB III :
Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang rancangan penelitian, penjelasan variabel dan teknik pengukuran dengan menggunakan instrument penelitian, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian.
12
BAB IV :
Hasil Dan Pembahasan Bab ini berisi tentang deskripsi data, analisis data yang merupakan hasil penelitian, dan pembahasan penelitian yang dianlisis secara kuantitatif sebagai upaya pemecahan masalah yang diteliti.
BAB V :
Kesimpulan, Implikasi Managerial, Keterbatasan Dan Saran Untuk Penelitian Selanjutnya Pada bab terakhir ini berisikan kesimpulan dari hasil analisis dan pembahasan yang selanjutnya menjadi dasar dalam menyampaikan saran yang sekiranya dapat bermanfaat. Implikasi manajerial dan keterbatasan penelitian yang menguraikan kelemahan penelitian untuk kemudian disarankan kepada peneliti selanjutnya.
13