BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional memiliki hakekat mewujudkan masyarakat aman, damai dan sejahtera. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus berupaya melakukan pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yaitu dengan meningkatkan stabilitas nasional. Salah satu cara menjaga stabilitas nasional yaitu menciptakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses pengelolaan sumber daya yang tersedia oleh pemerintah daerah dan masyarakat, serta kemitraan antara sektor swasta dan pemerintah daerah dalam penciptaan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan ekonomi suatu wilayah. Peningkatan jumlah lapangan kerja dan jenis peluang kerja bagi masyarakat daerah merupakan tujuan utama dalam setiap pembangunan ekonomi. Sedangkan lapangan pekerjaan yang lebih kecil dibanding angkatan kerja akan menyebabkan pengangguran. Pengangguran yang tinggi termasuk dalam masalah ekonomi dan sosial. Pengangguran akan menjadi persoalan ekonomi karena menyianyiakan sumberdaya yang berharga dan angka pengangguran yang tinggi berarti menyianyiakan produksi barang dan jasa yang sebenarnya mampu diproduksi oleh pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 2004).
1
2
Pengangguran merupakan salah satu sumber daya yang terbuang dengan percuma. Pengangguran mempunyai potensi untuk memberikan kontribusi pada pendapatan nasional dan daerah, tetapi mereka tidak melakukannya. Kehilangan pekerjaan membuat seseorang menjadi pengangguran. Seseorang yang kehilangan pekerjaan berarti mengalami penurunan standar kehidupan dan tekanan psikologis. Semakin banyak seseorang yang kehilangan pekerjaan, maka pengangguran menjadi tinggi. Akibat pengangguran tinggi, beban hidup menjadi kompleks (Mankiw, 2012). Sebagai negara berkembang, Negara Indonesia tak lepas dari masalah pengangguran. Kompleknya masalah pengangguran di Indonesia tak lepas dari banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang tinggi dan tidak diiringi dengan peningkatan kesempatan kerja adalah salah satu faktor penyebab masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membuat peningkatan angkatan kerja. Apabila jumlah kesempatan kerja lebih kecil daripada peningkatan angkatan kerja maka jumlah pengangguran akan meningkat. Apabila masalah pengangguran tidak segera diatasi maka akan menimbulkan dampak yang serius seperti kemiskinan. Salah satu faktor yang menentukan kemakmuran seseorang adalah tingkat pendapatannya. Dengan seseorang menganggur maka akan mengurangi tingkat pendapatan yang akhirnya akan mengurangi tingkat kemakmuran yang mereka capai (Sukirno, 2006). Tingkat pengangguran di Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2010 terus mengalami penurunan. Namun tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar
3
0,34%
dari tahun 2010 menjadi 7,48%. Dan pada tahun 2012 mengalami
penurunan sebesar 1,35% dari tahun 2011 menjadi 6,13%. Namun meningkat lagi sebesar 0,4% di tahun 2013 menjadi 6,17%. Setelah itu terjadi penurunan di tahun 2014 sebesar 0,23% dari tahun 2013 menjadi 5,94%. Namun pada tahun 2015 terjadi peningkatan sebesar 0,24% menjadi 6,18% Seperti yang terlihat pada Gambar I-1 yang menunjukkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 11,24% dan terendah terjadi pada tahun 2014 yaitu 5,94%. Tingkat pengangguran di Indonesia telah menunjukkan hal yang positif dimana setiap tahun terus mengalami penurunan. Penurunan ini menunjukkan keseriusan dan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi pengangguran di Indonesia. Gambar I-1 Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2005-2015 (dalam %)
TPT (%) 12,00%
11,24% 10,28%
10,00%
9,11%
8,39% 8,00%
7,87% 7,14%
7,48% 6,13% 6,17% 5,94% 6,18%
6,00% 4,00% 2,00% 0,00%
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS (diolah).
4
Jika dilihat dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari situasi yang didalamnya telah terjadi ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia, bahkan terus bertambah, antara lain karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah mencari kerja, kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar tenaga kerja dan kurang efektifnya informasi pasar tenaga kerja bagi pencari kerja. Selain itu, pengangguran juga dapat disebabkan oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi karena perusahaan menutup atau mengurangi bidang usahanya sebagai akibat dari krisis ekonomi, keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang menghambat investasi, dan lain-lain. Jumlah pengangguran yang tinggi akan saling
berkaitan
dengan
menurunnya
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
(Jamaludin, 2015). Masalah pengangguran masih menjadi salah satu titik berat dalam pembangunan di Jawa Timur. Untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan laju pengangguran, diperlukan indikator-indikator sebagai dasar perencanaan, monitoring, maupun evaluasi program. Informasi tersebut akan banyak memberikan manfaat bagi pemerintah daerah dalam membuat perencanaan atau kebijakan strategis dalam rangka perluasan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat mengurangi pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2015). Pada Gambar I-2 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Jawa Timur dan Kota-kota di Provinsi Jawa Timur. Penurunan tingkat
5
pengangguran di Provinsi Jawa Timur tahun 2010-2015
tidak diikuti oleh
beberapa Kota di Provinsi Jawa Timur. Tingkat Pengangguran yang cukup tinggi dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010, terjadi di Kota Malang dan Kota Madiun, namun pada tahun 2015 tingkat pengangguran tinggi terjadi hanya di Kota Kediri dan Kota Malang. Dibandingkan dengan tingkat pengangguran di Indonesia Provinsi Jawa Timur lebih rendah, namun jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur, Kota-kotanya termasuk yang tertinggi diantaranya Kota Malang, Kota Kediri, Kota Madiun, Kota Mojokerto, dan Kota Surabaya. Gambar I-2 Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Jawa Timur dan
8,46
7,01
7,28
2,43
2,30
3,00
Jawa Timur
4,47 3,80 4,01 5,57 4,88 5,10 4,29
7,66 5,71 7,22 5,16 6,09 4,42 6,93 5,82
4,19
4,48
5,41 5,73 6,57 5,32
7,29 7,73 4,30
6,17
7,32 6,71 5,07 3,41
7,85 7,68
4,00
5,12 4,34
5,00
4,12 3,55
6,00
4,16 4,93 4,20 5,19 4,66 4,92 5,86 5,15 5,15 4,57
7,00
5,55
8,00
4,25
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
9,00
7,39 6,66 8,68 6,85 7,23 7,52 9,52 6,84
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 (dalam %) 10,00
2,00 1,00
Kota Kediri Kota Blitar Kota Malang Kota Probolinggo Kota Pasuruan Kota Mojokerto Kota Madiun Kota Surabaya Kota Batu
0,00
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur, Sakernas 2010-2015 (data diolah)
Tingkat pengangguran terbuka di objek penelitian mengalami fluktuatif dari tahun 2010-2015. Tiga Kota (Kediri, Malang, dan Surabaya) dari sembilan Kota di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan pada tahun 2015.
6
Sedangkan Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Batu cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan Gambar I2 diatas, tingkat pengangguran Kota Kediri pada tahun 2015 sebesar 8,46%, meningkat dari tahun 2013 dengan nilai 7,66%. Pada tahun 2015 tingkat pengangguran di Kota Malang sebesar 7,28%, padahal tahun 2014 hanya sebesar 7,22%. Peningkatan pengangguran juga terjadi di Kota Surabaya, pada tahun 2014 sebesar 5,82% dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 7,01%. Pengangguran tertinggi pada tahun 2015 di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur adalah di Kota Kediri. Tentu pola ini disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran tersebut. Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Timur dapat diamati dari dua aspek, yaitu aspek ketersediaan (supply) dan aspek kebutuhan (demand). Idealnya kedua aspek tersebut berada pada posisi yang seimbang, yang berarti bahwa jumlah kebutuhan tenaga kerja dapat terpenuhi dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, sehingga tidak ada pengangguran. Namun hingga tahun 2015, kondisi normal yang diharapkan tersebut belum dapat tercapai. Jumlah pengangguran tiap tahunnya bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk. Persoalan menjadi lebih kompleks karena bukan hanya terjadinya ketidakseimbangan dari sisi jumlah, namun mencakup karakteristik ketenagakerjaan lainnya. Antara lain perubahan struktur umur penduduk usia kerja yang ditunjukkan dari angka beban ketergantungan, distribusi tenaga kerja menurut lapangan pekerjaan yang dominan pada kegiatan informal, besarnya rata-rata upah yang diterima buruh belum
7
mencapai standar upah minimum yang ditetapkan dan sebagainya (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut Badan Pusat Statistik (2015), Salah satu faktor penyebab ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan tenaga kerja adalah faktor pertumbuhan ekonomi yang belum sejalan dengan kemampuan menyerap tenaga kerja yang memadai. Sementara dari sisi persediaan juga memperlihatkan masih rendahnya kualitas pendidikan penduduk usia kerja sehingga sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai, serta adanya penduduk usia sekolah yang masuk kategori angkatan kerja. Pertumbuhan ekonomi daerah diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung maupun tidak langsung akan menciptakan lapangan kerja (Arsyad, 2000). PDRB memiliki pengaruh terhadap jumlah angkatan kerja yang bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai tambah barang dan jasa akhir dalam seluruh unit ekonomi di suatu wilayah akan meningkat. Fenomena tersebut akan menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Selain nilai PDRB suatu wilayah, tingkat Upah Minimum Kota (UMK) juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Upah merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit kerja yang berupa jumlah yang yang dibayarkan kepada pekerja. Jika dilihat dari pihak pemberi
8
pekerjaan upah adalah beban perusahaan dimana penambahan upah minimum dapat menyebabkan pengurangan dalam permintaan tenaga kerja. Menurut Mankiw (2000) upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan tenaga kerja yang akan menimbulkan pengangguran. Sedangkan dari pihak tenaga kerja upah adalah imbalan yang seharusnya diterima akibat balas jasa dari waktu dan tenaga kerja yang digunakan, akibat penambahan upah minimum dapat ditarik angkatan kerja untuk mau bekerja dan mencari pekerjaan. Sementara itu pembangunan suatu daerah juga dapat dilihat melalui besaran nilai indeks pembangunan manusia (IPM). Tinggi rendahnya nilai IPM juga menentukan kualitas dari sumber daya manusia di suatu wilayah. Menurut Todaro (2000) mengatakan bahwa pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Yang mana pembangunan manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara dalam menyerap teknologi modern untuk mengembangkan kapasitasnya agar tercipta kesempatan kerja untuk mengurangi jumlah pengangguran untuk melakukan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Dengan teratasinya jumlah pengangguran dan mendapatkan pendapatan yang tinggi maka akan berpengaruh terhadap peningkatan pambangunan manusia melalui peningkatan bagian pengeluaran rumah tangga yang dibelanjakan untuk makanan yang lebih bergizi dan pendidikannya yang lebih tinggi. Sehingga pengurangan pengangguran dapat kita lihat dari jumlah indeks pembangunan manusia yang mengalami peningkatan. Bertambahnya jumlah penduduk akan selalu diwarnai dengan munculnya masalah-masalah akibat kehidupan penduduk yang dinamis. Pertumbuhan
9
penduduk yang tinggi serta meningkatnya kegiatan di beberapa sektor menimbulkan berbagai masalah di wilayah-wilayah perkotaan misalnya permasalahan yang umum terjadi di Indonesia. Seperti yang telah dikemukakan oleh banyak pakar mengenai studi kota, bahwa penduduk akan bertempat tinggal di kota dan kawasan sekitar kota. Menurut Mulyadi (2003), jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja yang makin besar pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya mereka semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keingingan serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapanga-lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Menurut Todaro (2006) salah satu implikasi yang menonjol atas tingginya angka kelahiran di negara berkembang adalah hampir 40 persen penduduknya terdiri dari anak-anak yang berumur kurang dari 15 tahun. Jadi angkatan kerja produktif di negara-negara berkembang harus menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak yang proposional jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan (dependency burden). Artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktf sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (berumur 15-64 tahun). Menurut Arsyad (2010), Semakin tinggi persentase rasio beban tanggungan, semakin tinggi beban yang harus ditanggung
10
penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan rasio beban tanggungan yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, Upah Minimum Kota, Indeks Pembangunan Manusia, Jumlah Penduduk dan Beban/Tanggungan Penduduk Terhadao Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2010 terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ? 2. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Kota (UMK) terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 20102015 ? 3. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ?
11
4. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015 ? 5. Bagaimana pengaruh Beban/Tanggungan Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 20102015 ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2010 terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015. 2. Untuk menganalisis pengaruh Upah Minimum Kota (UMK) terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015. 3. Untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015. 4. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 20102015. 5. Untuk menganalisis pengaruh Beban/Tanggungan Penduduk terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2015.
12
D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan wawasan kepada : 1. Bagi Akademik Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi akademisi, penelitian ini akan menambah keragaman penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran. 2. Bagi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Dapat memberikan gambaran dan Informasi bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan dalam penanggulangan pengangguran dan sebagai evaluator pemerintah sejauh mana Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah berhasil mengurangi pengangguran dengan program-program yang telah dilakukan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam penelitian mengenai pengangguran berikutnya. Peneliti selanjutnya dapat menambahkan faktorfaktor yang mempengaruhi pengangguran di luar dari faktor yang tercantum di dalam penelitian ini. E. Metode Penelitian Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari perpustakaan, jurnal atau penelitian sebelumnya dan dari instansi yang terkait dalam penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah regresi
13
data panel. Data yang digunakan merupakan penggabungan dari data deret waktu (time series) selama 6 tahun yaitu dari tahun 2010 – 2015 dan silang tempat (cross section) sejumlah 9 Kota yang ada di Provinsi Jawa Timur yaitu Kota Kediri, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Surabaya, dan Kota Batu sehingga menghasilkan 54 observasi. Model regresi data panel yang digunakan adalah sebagai berikut1 : TPTit = α + β1 LOG(PDRB)it + β2 LOG(UMK)it + β3 IPMit + β4 LOG(POP)it + β5 BTPit + uit Dimana :
1
TPT
: Tingkat Pengangguran Terbuka (Persen)
LOG(PDRB)
: Produk Domestik Regional Bruto (Miliar Rupiah)
LOG(UMK)
: Upah Minimum Kota (Rupiah)
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia (Skala Indeks)
LOG(POP)
: Jumlah Penduduk (Jiwa)
BTP
: Beban/Tanggungan Penduduk (Persen)
i
: Menunjukkan data cross-section Kota-Kota di Jawa Timur
t
: Menunjukkan data time series tahun 2010-2015
Replikasi dari Jurnal Tyas Ayu Prasanti, Triastuti Wuryandari dan Agus Rusgiyono. “Aplikasi Regresi Data Panel Untuk Permodelan Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal Gaussian Universitas Diponegoro Semarang, Vol.4, No.3, Tahun 2015, Hlm: 687-696. ISSN: 2339-2541 dan Jurnal Tengkoe Sarimuda RB dan Soekarnoto. “Pengaruh PDRB, UMK, Inflasi, dan Investasi Terhadap Pengangguran Terbuka di Kab/Kota Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Surabaya, Tahun XXIV, No.2, Agustus 2014. Hlm: 106-119. Model Data Panel lihat Gujarati, Damodar N dan Dawn C. Porter. “Dasar-Dasar Ekonometrika”. Edisi 2 Buku 2 (Jakarta: Salemba Empat. 2015). Hlm: 235-267 dan Model Data Panel dari Juanda, Bambang dan Junaidi. “Ekonometrika Deret Waktu Teori dan Aplikasi”. Cetakan pertama Juni 2012. (Bogor: IPB Press. 2012). Hlm: 175-195.
14
α
: Koefisien konstanta
β
: Koefisien slope dan intersep
u
: Faktor gangguan atau tidak dapat diamati Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) di Kota-Kota Provinsi Jawa Timur 2010-2015, sedangkan variabel independen adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kota (UMK), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Jumlah Penduduk (POP), dan Beban/Tanggungan Penduduk (BTP). F. Sistematika Penulisan Penyusunan penelitian ini menggunakan sistematika sederhana dengan maksud agar lebih mudah dalam menerangkan segala permasalahan yang menjadi pokok pembahasan sehingga lebih terarah pada sasaran. Kerangka sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab di mana setiap bab terdiri dari sub-sub bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II : LANDASAN TEORI Dalam bab ini menguraikan tentang teori-teori yang relevan yang berhubungan
dengan
pengangguran
dan
faktor-faktor
mempengaruhi pengangguran, penelitian terdahulu, dan hipotesis.
yang
15
BAB III : METODE PENELITIAN Dalam bab ini menjelaskan mengenai objek penelitian, jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, metode pengumpulan data dan metode analisis data panel. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini menjelaskan tentang perkembangan variabel independen, pembahasan dari pengolahan data panel dan hasil analisis ekonomi. BAB V : PENUTUP Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari penelitian yang dilakukan.