BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berbahasa merupakan pengalaman universal yang dimiliki oleh manusia. Bahasa adalah sistem bunyi ujar. Bunyi bahasa yang tidak sesuai diucapkan oleh seorang pengguna bahasa akan mengakibatkan bunyi itu tidak sesuai dengan bunyi yang sebenarnya. Pengguna bahasa perlu mempelajari bahasa lebih terinci guna menciptakan penggunaan bahasa yang lebih baik dan lebih tepat. Kesalahan berbahasa tidak hanya terjadi pada lafal tetapi juga sistem penulisan. Kebanyakan sistem penulisan tidak dapat menggambarkan bunyi yang diucapkan oleh manusia secara sempurna ketika berbicara. Sistem penulisan berfungsi sebagai pelestarian ujaran. Oleh karena itu, bunyi merupakan media bahasa yang terpenting dalam ujaran. Dalam linguistik dikenal dua cara yang terpisah untuk mengkaji bunyi bahasa, yaitu fonetik dan fonologi. Fonetik adalah kajian dan analisis yang berhubungan dengan artikulasi, transmisi, dan persepsi bunyi-bunyi tertentu. Fonologi merupakan suatu kajian dan analisis tentang pemanfaatan pelbagai macam bunyi bahasa oleh bahasa-bahasa dan pemanfaatan sistem-sistem untuk mengontraskan ciri-ciri bunyi (sistem fonologis) yang terdapat dalam bahasabahasa tersebut. Fonetik dan fonologi mempelajari pokok masalah atau aspek yang sama dalam bahasa, yaitu bunyi bahasa sebagai hasil artikulasi yang dapat didengar, tetapi keduanya mengadakan pendekatan dari sudut pandang yang berlainan.
Universitas Sumatera Utara
Fonetik itu umum (yaitu mempelajari bunyi bahasa tanpa mengacu kepada fungsi bunyi bahasa itu dalam bahasa tertentu), deskriptif dan dapat diklasifikasikan. Fonologi senantiasa memfokuskan sebuah bahasa sebagai sebuah sistem komunikasi dalam teori dan prosedur analisisnya. Setiap bahasa mempunyai ketentuan sendiri yang berkaitan dengan kaidah kebahasaannya, termasuk di dalamnya kaidah deretan fonem. Kaidah yang mengatur deretan fonem mana yang terdapat dalam bahasa dan mana yang tidak dinamakan fonotaktik. (Moeliono, 1993 : 52). Fonotaktik adalah bidang fonologi atau fonemik yang mengatur tentang penjejeran fonem dalam kata. Contohnya, kata batanding memiliki 8 fonem. Jejeran fonem dari kata tersebut adalah /b/, /a/, /t/, /a/, /n/, /d/, /i/, /ŋ/. Maka dapat disimpulkan bahwa fonotaktik ialah cabang fonologi yang berkenaan dengan urutan fonem yang dibenarkan dalam sebuah bahasa. Dalam bahasa lisan, kata umumnya terdiri atas rentetan bunyi yang satu mengikuti yang lain. Bunyi-bunyi itu mewakili rangkaian fonem serta alofonnya. Rangkaian fonem itu tidak bersifat acak, tetapi mengikuti kaidah tertentu. Kaidah yang mengatur penjejeran fonem dalam satu kata dinamakan kaidah fonotaktik (Alwi, 2003: 28). Rangkaian fonem yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai pola-pola fonotaktik pada suku kata dalam bahasa Pesisir Sibolga. Bahasa Pesisir Sibolga merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia tepatnya di Kota Sibolga, Sumatera Utara. Jadi penelitian tentang fonotaktik bahasa ini pun perlu dilakukan untuk mengembangkan kemahiran berbahasa Pesisir Sibolga. Untuk mengetahui bagaimana aturan tata bunyi dalam bahasa tersebut dapat dituliskan melalui simbol-simbol bunyi. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
kenyataannya di Sibolga bahasa yang paling banyak digunakan oleh masyarakatnya adalah bahasa Pesisir Sibolga, tetapi dalam dunia pendidikan bahasa ini tidak diajarkan seperti halnya bahasa Batak Toba yang dijadikan sebagai salah satu bahasa yang diajarkan dalam pelajaran muatan lokal. Mengingat hal itu maka perlu dilakukan penelitian tentang bahasa Pesisir Sibolga sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk dijadikannya bahasa ini menjadi sebuah pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah yang ada di kota Sibolga. Bahasa Pesisir Sibolga (BPS) ini unik karena mempunyai kemiripan dengan bahasa Minang, Batak, dan bahasa Melayu. Tentu saja berbeda dari segi bunyi. Sebagai contoh dalam bahasa Minang mengatakan [apo] yang artinya ‘apa’ bahasa Pesisir Sibolga juga mengatakan [apo] untuk mengungkapkan kata ‘apa’. Kata yang diungkapkan sama tapi tentu saja dari segi bunyinya sangat berbeda. Perbedaan itu sangat jelas kedengaran ketika seseorang melafalkan kata [apo] tersebut. Contoh yang lain adalah kata [mangapo] dalam bahasa Pesisir Sibolga, sedangkan dalam bahasa Minang dilafalkan dengan kata [manga], dan dalam bahasa Batak dilafalkan dengan kata [mahua]. Jadi dari contoh kata tersebut timbul sebuah keinginan untuk mengetahui bagaimana aturan atau kaidah yang digunakan dalam kata bahasa Pesisir Sibolga dirangkai dengan beberapa fonem sehingga membentuk sebuah kata dan menghasilkan bunyi yang dapat dimengerti oleh orang yang mendengarnya. Penelitian ini juga akan mencari tahu fonotaktik bahasa Pesisir Sibolga. Oleh karena itu dalam hal ini perlu dilakukan penelitian terhadap BPS ini untuk memperkaya pengetahuan dan informasi tentang bahasa
Universitas Sumatera Utara
daerah yang ada di Indonesia pada umumnya dan di Sumatera Utara pada khususnya. Tesis ini berjudul Fonotaktik Fonem dalam Bahasa Pesisir Sibolga dengan permasalahan pokok yang dianalisis adalah struktur fonem pada suku kata. Dalam Hasibuan (1996: 3-4) menyatakan bahwa fonotaktik sebagai ihwal distribusi fonem, Fudge (1990) memberikan penjelasan bahwa bahasa Inggris hanya membolehkan maksimal tiga fonem konsonan yang dapat berfungsi sebagai awal sukunya. Tidak semua kombinasi tiga fonem konsonan dapat diterima sebagai awal suku. Fonem konsonan yang dapat menjadi komponennya sudah tertentu dan dengan jumlah yang lebih terbatas. Sebagai contoh, kombinasi fonem konsonan /spl-, spr-, str-/, dan /skl-/ yang mungkin muncul sebagai awal suku. Dalam setiap contoh, posisi pertama pada urutan komponen fonemis awal suku berupa gugus konsonan berkomponen tiga fonem senantiasa ditempati oleh fonem /s/ saja. Posisi kedua ditempati oleh fonem hambat tansuara /p, t, k/, dan posisi ketiga oleh konsonan sonoran non-nasal /l, r, w, y/. Dari contoh awal suku berupa gugus konsonan berkomponen tiga fonem di atas, fonem tertentu yang dapat menempati posisi pertama pada urutan komponen fonemisnya hanya satu fonem. Jumlah ini merupakan bagian yang sangat terbatas dari seluruh fonem pada khazanah fonem bahasa Inggris. Begitu juga dengan jumlah konsonan yang dapat menjadi komponen kedua dan ketiganya, masing-masing hanya terdiri atas tiga dan empat fonem konsonan. Dan upaya menempatkan fonem yang benar di antara /s/ dan /l/ pada awal suku berupa gugus konsonan berkomponen tiga fonem di atas, misalnya, memerlukan pengetahuan tersendiri. Pengetahuan tentang kombinasi fonem, menurut Fudge, sangat membantu, mengerti kombinasi fonem
Universitas Sumatera Utara
akan membatasi pilihan pada salah satu dari konsonan /p/ atau /k/. Studi tentang kemungkinan kombinasi fonem dalam suatu bahasa oleh Fudge disebut fonotaktik. Penelitian fonotaktik bahasa-bahasa daerah cukup banyak dilakukan namun Fonotaktik Fonem dalam Bahasa Pesisir Sibolga (BPS) sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya. Bahasa Pesisir Sibolga ini dianggap perlu diteliti karena jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia mempunyai perbedaan seperti yang terdapat dalam kata berikut ini, yaitu: Bahasa Pesisir Sibolga
Bahasa Indonesia
‘makkan’
‘makan’
‘kakki’
‘kaki’
‘dakke?’
‘dekat’
Dari contoh kata di atas tampak jelas perbedaan susunan fonem dalam pembentukan kata. Dalam bahasa Pesisir Sibolga terdapat deret konsonan [k] di tengah kata, sedangkan bahasa Indonesia hanya memiliki konsonan tunggal [k] pada kata [makan]. Contoh tersebut mengindikasikan bahwa bahasa Pesisir Sibolga sangat unik dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini masih perlu dikaji lebih mendalam tentang bagaimana struktur fonotaktik fonem dalam BPS dan dalam penelitian ini akan meneliti kombinasi fonem konsonan dan vokal pada suku kata pertama, kedua, ketiga dan keempat dalam kata dasar BPS seperti penjelasan di atas. Kombinasi fonem konsonan seperti /spl-, spr-, str-/, dan /skl-/ dapat muncul di awal suku kata bahasa Pesisir Sibolga yang berasal dari bahasa Inggris.
Universitas Sumatera Utara
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk meneliti fonotaktik fonem dalam bahasa Pesisir Sibolga (BPS). Masalah pokok penelitian adalah 1.
Bagaimanakah struktur fonotaktik fonem di dalam deret vokal dan deret konsonan di dalam suku kata bahasa Pesisir Sibolga?
2.
Bagaimanakah struktur fonotaktik fonem di dalam suku kata bahasa Pesisir Sibolga?
3.
Bagaimanakah pola struktur fonotaktik fonem di dalam suku kata bahasa Pesisir Sibolga?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Mendeskripsikan struktur fonotaktik fonem di dalam deret dan deret konsonan bahasa Pesisir Sibolga.
2.
Mendeskripsikan struktur fonotaktik fonem di dalam suku kata bahasa Pesisir Sibolga.
3.
Mendeskripsikan pola struktur fonotaktik fonem di dalam suku kata bahasa Pesisir Sibolga.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan mengenai fonotaktik bahasa daerah guna memperkaya khazanah penelitian tentang bahasa-bahasa daerah di Indonesia. 1.4.2
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan penyusunan buku
pelajaran Bahasa Pesisir Sibolga (BPS) pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan sebagai mata pelajaran muatan lokal dalam menentukan struktur fonotaktik fonem dalam BPS. Fonotaktik fonem dalam bahasa Pesisir Sibolga dalam penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan sebagai sumbangan ilmiah kepada penulis lain
yang berminat menganalisis
fonotaktik bahasa tertentu yang ada di Nusantara dan tentunya juga sebagai sumbangan bagi khazanah perkembangan linguistik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara