BAB I PENDAHULUAN
2.
Latar Belakang Masalah Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan
pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi. Pengakuan negara atas kekhususan daerah Aceh ini terakhir diberikan melalui UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). 1 UUPA ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman MoU (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 18 Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten/kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 18B Ayat (1) dan Ayat (2) yang menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan 1
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Nanggroe Aceh Darussalam.
Universitas Sumatera Utara
istimewa,
serta
menghormati
satuan
masyarakat
hukum
adat
beserta
hak-hak
tradisionalnya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menjelaskan bahwa pengertian desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government 2, diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli. Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan Desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam posisi seperti
2
Sejauh ini ada tiga perspektif untuk menempatkan kedudukan desa di Indonesia dan di banyak Negara. Tiga bentuk tersebut adalah desa sebagai kesatuan masyarakat/ desa adat (self governing community), desa otonom (local self government) dan desa administratif (local state government) atau di Indonesia dikenal dengan nama kelurahan. Pada prinsipnya self-governing community adalah komunitas lokal diatas negara, yang mengelola hidupnya sendiri dengan menggunakan lembaga lokal. Self Government adalah suatu pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat terhadap pemerintahan daerah untuk mengatur pemerintah sendiri, kecuali menyangkut tiga kebijakan moneter atau keuangan, keamanan, serta kebijakan luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
ini, Desa dan Desa Adat mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 3 Oleh sebab itu, di masa depan Desa dan Desa Adat dapat melakukan perubahan wajah Desa dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di wilayahnya. Dalam status yang sama seperti itu, Desa dan Desa Adat diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh menyebutkan bahwa Gampong atau dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh keuchik atau dengan nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Dengan demikian gampong merupakan salah satu strata pemerintahan dalam susunan Pemerintahan Aceh yang berada diwilayah Kabupaten/Kota. Gampong dalam konteks Qanun 4 No. 5 Tahun 2003 merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan (terendah), mempunyai pimpinan pemerintahan dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Sebagai kesatuan masyarakat hukum dan merupakan bagian dari struktur pemerintahan, gampong memiliki hak dan kekuasaan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat dalam lingkungannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Gampong mempunyai tugas
3 4
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Qanun, adalah sejenis peraturan daerah (Perda) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota . Tujuannnya untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan syariat Islam. 5 Sebagai kesatuan wilayah adat terkecil di Aceh, gampong merupakan kumpulan hunian atau komunitas yang diikat oleh satu meunasah (madrasah). Gampong sendiri terdiri dari beberapa jurong, Tumpok (kumpulan rumah) atau ujong (ujung gampong). 6 Penanda dari wilayah suatu gampong bisa dilihat dari keadaan fisik atau topografi alam setempat untuk menandai wilayah gampong yang satu dengan yang lain digunakan batas alam (sungai, tanah, gunung dan bukit). Gampong memiliki karakteristik yang ditandai dengan pola pemukiman yang padat dan terpusat dengan arah bangunan menghadap ke kiblat. Terdapat bangunan rumah berbentuk rumah panggung dengan meunasah sebagai tempat beribadah yang terletak di tengah-tengah gampong. 7 Satuan komunitas tersebut merupakan entitas kolektif yang didasarkan pada hubungan saling mengenal dan saling membantu dalam ikatan geneologis maupun teritorial. Satuan komunitas ini membentuk kesatuan masyarakat hukum yang pada asalnya bersifat komunal. Pada mulanya satuan-satuan komunitas tersebut terbentuk atas kebutuhan anggotanya sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya mereka membuat lembaga yang diperlukan. Lembaga yang dibentuk mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan. Dengan demikian, lembaga yang 5
Abdurrahman, Reusam Gampong, Majalah Jeumala, Edisi No. XXVII Juli 2008, Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh, 2008, hal. 13. 6 M. Arief, Sanusi. Gampong dan Mukim di Aceh Menuju Rekronstruksi Pasca Tsunami, Bogor: Pustaka Latin, 2005, hal 11. 7 Hiraswari Gayatri, Irine dan Septi Satriani (ed). Dinamika Kelembagaan Gampong dan Kampung Aceh Era Otonomi Khusus. Jakarta:LIPI Press, 2007, hal 48
Universitas Sumatera Utara
terbentuk sangat beragam, tergantung pada pola-model tertentu berdasarkan adat-istiadat komunitas yang bersangkutan. Karena konsep kekuasaan di Aceh tidak memisakan antara adat dan agama, maka konsep kekuasaan ini dijabarkan dalam pemerintahan hingga ke tingkat gampong. Gampong sendiri memiliki struktur pemerintahan yang dinamakan pemerintahan gampong. Gampong sebagai kesatuan masyarakat hukum memiliki hak dan kekuasaan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat terutama dalam meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan masyarakat. Oleh karena itu, gampong memiliki peran dan fungsi yang strategis, yakni gampong memiliki susunan pemerintahan yang asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa, penyelenggaraan pemerintah gampong merupakan subsistem dari penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dan juga subsistem Pemerintahan Nasional, Gampong juga dapat melakukan penyusunan produk hukum, baik hukum publik, hukum perdata maupun hukum adat yang dirumuskan dalam bentuk qanun gampong, memiliki harta kekayaan, harta benda atau aset, bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Gampong sebagai perwujudan demokrasi. Di dalam gampong dibentuk lembaga Tuha peut atau dengan sebutan lain sebagai lembaga yang menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, menetapkan legislasi serta mengawasi jalannya pemerintahan gampong. Di Gampong juga dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat sesuai kebutuhan yang merupakan mitra kerja Pemerintah Gampong dan juga memiliki sumber pembiayaan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintahan gampong merupakan penyelenggara pemerintahan yang dilaksanakan oleh tiga pilar pemerintah gampong yaitu keuchik, Teungku imam meunasah, dan badan permusyawaratan gampong yang disebut Tuha peut (sekumpulan orang yang dituakan karena memiliki beberapa kelebihan). Tiga lembaga pemerintah gampong ini berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan gampong. Peranan masing-masing lembaga sudah diatur dimana keuchik mengurusi masalah pemerintahan, teungku imam meunasah dalam bidang keagamaan dan tuha peut sebagai perwakilan masyarakat gampong. 8 Kekuasaan eksekutif berada pada kepala desa atau Keuchik. Keuchik merupakan representatif dari masyarakat gampong yang diberi mandat dan kepercayaan untuk menjalankan roda pemerintahan, menetapkan berbagai kebijakan gampong dalan upaya mensejahterakan masyarakat gampong. Urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh Keuhchik lebih banyak berorientasi pada adat. Hal itu sebagai implikasi dari kehidupan keseharian masyarakat gampong yang masih patuh menjalankan serta melestarikan nilainilai adat-istiadat dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana kekuasaan yang dimiliki seorang keuchik, bagaimana ia menggunakan kekuasaannya untuk menjalankan sebuah pemerintahan gampong. Menarik bahwa disamping memimpin suatu gampong, seorang keuchik harus juga mengetahui secara mendalam tentang hukum Islam, menguasai adat-istiadat dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat gampong yang
8
Hurgronje, C Snouck, Aceh Rakyat dan Adat Istiadatnya. Jakarta: Indonesian–Netherlands Cooperation in Islamic Studies.1996 hal 53.
Universitas Sumatera Utara
dipimpinnya dalam tujuan menjaga keamanan, kenyamanan, kerukunan, dan ketertiban masyarakat gampong. 3.
Perumusan Masalah Penelitian ini membutuhkan suatu rumusan masalah yang merupakan penjelasan
mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah dan pembatasan masalah. 9 Keuchik dalam jabatannya sebagai kepala gampong, selain mengeluarkan peraturan atau kebijakan untuk mengatur pemerintahan gampong, namun juga mengurus segala hal dalam kaitannya menyangkut kesejahteraan gampong, antara lain sebagai hakim perdamaian antar penduduk, pemelihara kelestarian adat-istiadat dan syari’at Islam, dan lain-lain. Maka pada penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah “ Praktik kekuasaan elit lokal yang dimiliki keuchik dalam sebuah sistem pemerintahan gampong dalam hal ini Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda sakti Kota Lhokseumawe”
9
Usman, Husaini & Purnomo. 2004. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung:Bumi Aksara. Hal 26
Universitas Sumatera Utara
Dari masalah di atas, maka pertanyaan yang akan menjawab masalah pada penelitian ini adalah bagaimana praktik kekuasaan Keuchik Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ? 4.
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :
2. Mendeskripsikan
kekuasaan
praktik
yang
dimiliki
keuchik
dalam
sistem
pemerintahan gampong di Gampong Tumpok Teungoh , Kota Lhokseumawe. 3. Memahami dan menganalisis kekuasaan Keuchik dilihat dari Teori Kekuasaan.
5.
Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat terlebih lagi untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dan referensi tentang teori kekuasaan. 2. Secara akademis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang politik dan dapat menjadi referensi/kepustakaan bagi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosisal dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 3. Secara praktis, bagi penulis sendiri penelitian ini memiliki manfaat dalam mengembangkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk menulis karya ilmiah
Universitas Sumatera Utara
dan sebagai tahap akhir dalam penyelesaian program Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
5.
Kajian Teoritis Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu
kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari segi mana penelitian masalah yang akan diteliti. Teori Kekuasaan Kekuasaan (power) merupakan suatu kondisi yang memunculkan dua pemahaman. Pertama, pemahaman tentang orang yang memperoleh kekuasaan dan kedua, pemahaman tentang orang yang dikuasai atau tunduk pada kekuasaan. Pemahaman sentral yang berkenaan dengan ini berkisar pada sumber kekuasaan sebagai legitimasi atas kekuasaan itu pada satu sisi dan kemauan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan yang maknanya adalah pembatasan dan bahkan menerima tekanan pada sisi yang lain. 10 Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah lakunya seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah lakunya seseorang itu menjadi sesuai dengan keinginan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. 11 Gejala kekuasaan ini adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat yang hidup bersama. Ramlan Surbakti mendefinisikan kekuasaan 10 11
Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007, hal. 1 Miriam Budiarjo. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2008. Hal 35
Universitas Sumatera Utara
sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi perilaku pihak lain sehingga pihak lain berperilaku sesuai kehendak pihak yang mempengaruhi. Setiap manusia sekaligus merupakan subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Misalnya presiden membuat undang-undang (subjek dari kekuasaan), tetapi disamping itu dia harus tunduk pada undang-undang (objek dari kekuasaan). Hampir tidak ada seorangpun didunia ini yang tidak pernah memberi perintah ataupun menerima perintah. Hal ini kelihatan jelas dalam organisasi militer yang bersifat hirarkis dimana seorang prajurit diperintah oleh komandannya, sedangkan komandan ini diperintah pula oleh atasannya. Kekuasaan menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik, “kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berfikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi.” Kekuasaan dilihat sebagai interaksi antara pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi, atau yang satu mempengaruhi dan yang lain mematuhi. 12 Kekuasaan menurut Inu Kencana, kekuasaan adalah kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan terentu. Kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak
12
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 1992, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan jadi, kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang. 13 Kekuasaan adalah gejala yang selalu ada dalam proses politik. Politik tanpa kekuasaan bagaikan agama tanpa moral, karena begitu berkaitannya antara keduanya. Tujuan umum pemegang kekuasaan adalah untuk mendapatkan ketaatan atau penyesuaian diri dari pihak yang dipengaruhi. Tujuan umum ini dikelompokkan menjadi tujuan positif dan negatif. Kekuasaan positif ialah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dipandang penting dan diharuskan, sedangkan kekuasaan negatif ialah penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah pihak lain mencapai tujuannya yang tidak hanya dipandang tidak perlu, tetapi juga merugikan pihaknya. Dengan kata lain, kekuasaan yang dimaksud adalah kemampuan untuk bertindak, untuk memerintah dan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mengubah tingkah laku atau mengerjakan apa yang dikehendaki dari pelaku yang mempunyai kekuasaan. Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan atau kepercayaan. Kedudukan diperoleh dengan cara kekuasaan fisik, pewarisan, pengangkatan dan lain sebagainya. Kekayaan diperoleh dengan cara menguasai beberapa sumber-sumber ekonomi maupun warisan yang diberikan. Sedangkan kepercayaan dapat diperoleh dengan mendapatkan dukungan masyarakat atau seorang pemimpin yang dianggap mempunyai wibawa.
13
Inu kencana, Ilmu Politik, Jakarta: Rineke Cipta, 2000, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Max Weber, kekuasaan adalah kemampuan, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemampuan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apa pun dasar kemampuan ini. Sedangkan Laswell berpendapat bahwa kekuasaan itu adalah suatu hubungan dimana seseorang atau kelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama. 14 Menurut pandangan Wahidin bahwa dalam perspektif yang lebih teknis, rincian dari sumber daya kekuasaan secara formal administratif ada 6 sumber kekuasaan, yaitu: 15 1) Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power) Yakni kekuasaan yang legitimasinya bersumber dari sejumlah balas jasa yang sifatnya positif ( uang perlidungan, perkembangan karier, janji positif dan sebagainya) yang diberikan kepada pihak penerima guna melaksanakan sejumlah perintah dan persyaratan lain. Faktor ketundukan seseorang atas kekuasaan dimotivasi oleh hal itu dengan harapan jika telah melakukan sesuatu akan memperoleh seperti yang dijanjikan. 2) Kekuasaan Paksaan (Coercive Power) Berasal dari perkiraan yang dirasakan orang bahwa hukuman (dipecat, ditegur, didenda, dijatuhi hukuman fisik dan sebagainya) akan diterima jika mereka tidak melaksanakan perintah pimpinan. Kekuasaan akan menjadi suatu motivasi yang bersifat repressif terhadap kejiwaan seseorang untuk tunduk pada kekuasaan pimpinan itu dan
14 15
Miriam Budiarjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hal 60 Samsul Wahidin, Dimensi Kekuasaan Negara Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007, hal. 3-5
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan seperti apa yang dikehendaki. Jika tidak paksaan yang diperkirakan akan dijatuhkan. 3) Kekuasaan Legitimasi (Legitimate Power) Kekuasaan yang berkembang atas dasar nilai-nilai internal yang mengemuka dan sering bersifat kontroversial bahwa seorang pimpinan mempunyai hak yang sah untuk mempengaruhi bawahannya. Sementara itu dalam sisi yang lain, seseorang mempunyai kewajiban untuk menerima pengaruh tersebut karena seorang lainnya ditentukan sebagai pimpinannya atau petinggi sementara dirinya seorang bawahan. Legitimasi yang demikian dapat diperoleh atas dasar aturan formal akan tetapi bisa juga bersumber pada kekuasaan muncul karena kekuatan alamiah dan kekuatan akses dalam pergaulan bersama yang mendudukan seseorang beruntung memperoleh legitimasi suatu keputusan.
4) Kekuasaan Pengendalian atas Informasi (Control of Information Power) Kekuasaan ini ada dan berasal dari kelebihan atas suatu pengetahuan dimana orang lain tidak mempunyai. Cara ini dipergunakan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan oleh orang lain maka mau tidak mau harus tunduk (secara terbatas) pada kekuasaan pemilik informasi. Pemilik informasi dapat mengatur sesuatu yang berkenaan dengan peredaran informasi, atas legitimasi kekuasaan yang dimilikinya. 5) Kekuasaan Panutan (Referent Power) Kekuasaan ini muncul dengan didasarkan atas pemahaman secara kultural dari orangorang dngan berstatus sebagai pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin itu sebagai panutan simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul dari
Universitas Sumatera Utara
pemahaman religiositas direfleksikan pada kharisma pribadi, keberanian, sifat simpatik dan sifat-sifat lain yang tidak ada pada kebanyakan orang. Hal itu menjadikan orang lain tunduk pada kekuasaannya. 6) Kekuasaan Keahlian (Expert Power) Kekuasaan ini ada dan merupakan hasil dari tempahan yang lama muncul karena suatu keahlian atau ilmu pengetahuan. Kelebihan ini menjadikan seorang pemimpin dan secara alamiah berkedudukan sebagai pemimpin dalam bidang keahliannya itu. Seorang pemimpin merefleksikan kekuasaan dalam batas-batas keahliannya itu dan secara terbatas pula orang lain tunduk pada kekuasaan yang bersumber dari keahlian yang dimilikinya karena ada kepentingan terhadap keahlian sang pemimpin. Menurut Charles F. Andrian ilmuan politik pada umumnya menggambarkan distribusi kekuasaan itu ke dalam tiga bentuk, yakni model elite yang memerintah, model pluralis dan model populis. Model yang pertama, melukiskan kekuasan sebagai yang dimiliki oleh sekelompok kecil orang yang disebut elite. Sedangkan model pluralis, yang menggambarkan kekuasaan sebagai yang dimiliki oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat dan berbagai lembaga-lembaga dalam pemerintahan. Dan kelompok populis, yang melukiskan kekuasaan sebagai yang dipegang oleh setiap individu warga Negara atau rakyat secara kolektif. 16 Teori Elit
16
Ibid., hal 56
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kehidupan bermasyarakat dapat ditemukan adanya perbedaan di antara umat manusia satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu tidak hanya sebatas perbedaan yang bersifat fisik, tetapi juga perbedaan lainnya seperti bakat keterampilan dan kekayaan. Perbedaan tersebut dapat dinyatakan sebagai titik awal bagi munculnya kelompokkelompok yang mempunyai keunggulan apabila dibandingkan dengan kelompok lainnya dalam suatu masyarakat yang sama. Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang lebih dikenal dengan sebutan elit. Secara etimologi kata elite berasal bahasa Latin ‘‘Eligere’’ yang berarti terpilih. Kata itu juga di gunakan di francis pada abad ke XIV yang mengandung pengertian yakni memilih. 17 Terminologi elit, sebagaimana diungkapkan oleh Vilfredo Pareto, Gaetano Mosca, Suzanne Keller pemikir yang tergolong dalam elite theoritis memang menunjukan pada kelompok atau golongan yang ada di suatu masyarakat yang memiliki keunggulan atau superioritas apabila dibandingkan dengan kelompok atau golongan yang lainnya. 18 Kata elite pada abad XVII digunakan untuk menggambarkan barang-barang dengan kualitas sempurna, penggunaan kata itu kemudian diperluas untuk merujuk kelompokkelompok sosial yang unggul, misalnya unit-unit militer kelas satu atau tingkatan
17
Suzanne Keller. Penguasa dan Kelompok elit Peranan Elit dalam Masyarakat Modem. terjemahan Zahara D Noer .Jakarta: Rajawali Press.1995.hal.3 18 SP Varma. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo, Persada.2001. hal 200
Universitas Sumatera Utara
bangsawan yang tinggi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka teori elit memandang bahwa setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori yang luas yaitu sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya menduduki posisi untuk memerintah dan sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah. 19 Elit sering diartikan sebagai sekumpulan orang sebagai individu yang superior, yang berada dengan massa yang menguasai jaringan-jaringan kekuasaan adalah kelompok yang berada di lingkaran kekuasaan maupun yang sedang berkuasa. Mosca dan Pareto dalam membagi stratifikasi masyarakat ke dalam dua kategori yaitu: 20 1. Elit yang memerintah (governing elite). Kelas ini terdiri dari individu-individu yang secara langsung atau tak langsung mengendalikan dan memainkan peranan yang besar dalam pemerintahan. 2. Elit yang tidak memerintah (non-elite). Kelas ini terdiri dari individu-individu di luar sirkulasi pemerintahan. Elit berdasarkan kajian teoritis yang dibangun awal-awalnya oleh Mosca dalam The Rulling Class, Pareto dan Michels mempunyai beberapa prinsip umum yaitu : 21 1. Adanya kekuasaan politik, seperti juga barang-barang sosial lainnya di distribusikan dengan tidak merata. Gagasan Pareto tentang orang berdasarkan pemilikan akan barang yang berwujud kekayaan, kecakapan atau kekuasaan politik merupakan hal yang menunjukkan prinsip itu. 19
T.B. Bottomore. Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Institute, 2006 hal. 1 SP Varma. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo, Persada.2001. hal 202 21 Mas’oed Mohtar dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik.Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1986. Hal 78-79 20
Universitas Sumatera Utara
2. Secara umum masyarakat dikategorikan ke dalam dua kelompok, mereka yang memiliki kekuasaan politik penting dan mereka yang tidak memilikinya. 3. Elit bersifat homogen, bersatu, dan memiliki kesadaran kelompok. Elit itu bukan merupakan penjumlahan orang saja tetapi individu yang berada dalam komunitas elit itu saling mengenal satu dengan yang lainnya, memiliki latar belakang yang sama (walaupun memiliki pandangan yang berbeda), memiliki nila-nilai yang sama dan kepentingan yang sama. dan anggotanya berasal dari satu lapisan masyarakat yang sangat terbatas 4. Elit mengatur sendiri kelangsungan hidupnya dan anggotanya berasal dari satu lapisan masyarakat yang sangat terbatas 5. Elit besifat otonom dan kebal akan gugatan dari siapapun yang diluar kelompoknya mengenai keputusan-keputusan yang dibuatnya. Semua persoalan politik penting diselesaikan menurut kepentingan atau tindakan kelompok. Secara universal, Pareto dan Mosca memberikan konsep-konsep mengenai elit bahwa dalam setiap masyarakat senantiasa ada dan harus ada suatu kelompok minoritas yang memerintah masyarakat itu. Kelompok kecil itu merupakan kelas politik elit yang menduduki jabatan komando yang memerintah dan memegang kendali atas pemegang keputusan politik. 22 Perbedaan antara konsepsi Pareto dan Mosca ialah bahwa elit politik itu dibedakan dari elit-elit lain yang kurang dekat dihubungkan dengan penggunaan kekuasaan, meskipun 22
T.B. Bottomore. Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Institute, 2006 hal. 8
Universitas Sumatera Utara
mereka mungkin memiliki pengaruh sosial yang besar. Seperti halnya yang dapat kita lihat dengan seketika, gagasan tentang elit pada mulanya dipertentangkan dengan gagasan tentang sosial. Elit sering diartikan sebagai individu-individu yang superior, yang berbeda dengan massa yang menguasai struktur dan jaringan-jaringan kekuasaan atau kelompok-kelompok sosial yang berada dalam lingkaran kekuasaan maupun yang sedang melaksanakan kekuasaan. Menurut Pareto menyebutkan bahwa elit politik terdiri dari dua komponen yaitu : 1. Elit Politik Lokal merupakan individu-individu yang menduduki jabatan politik (kekuasaan) di eksekutif dan legislatif yang dipilih melalui pemilu dan dipilih dalam proses yang demokratis di tingkat lokal. Mereka yang menduduki jabatan politik tinggi di tingkat lokal yang membuat kebijakan-kebijakan politik. Elit politik itu seperti: Gubernur, Bupati dan Walikota, Pimpinan DPRD, para anggota DPRD, dan pemimpin-pemimpin partai politik. 2. Elit Non-Politik Lokal adalah seseorang atau individu yang menduduki jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non-politik ini seperti: elit keagamanaan, elit organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan serta profesi dan lain sebagainya. Menurut Pareto dan Mosca secara prinsip mereka menyatakan pendapat bahwa disetiap sistem masyarakat baik struktur masyarakat yang masih bersifat tradisional ataupun
Universitas Sumatera Utara
tatanan masyarakat modern, pasti ditemukan sekelompok kecil minoritas individu yang memerintah anggota masyarakat lainnya. Elit politik yang dimaksud adalah individu atau kelompok elit yang memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan politik. Pertama, ahli yang beranggapan bahwa golongan elite itu adalah tunggal yang biasa disebut elit politik (Aristoteles, Gaetano Mosca dan Pareto). Kedua, ahli yang beranggapan bahwa ada sejumlah kaum elit yang berkoeksistensi, berbagi kekuasaan, tanggung jawab, dan hak-hak atau imbalan. (ahlinya adalah Saint Simon, Karl Mainnheim, dan Raymond Aron). 23 Menurut Aristoteles, elit adalah sejumlah kecil individu yang memikul semua atau hampir semua tanggung jawab kemasyarakatan. Definisi elit yang dikemukakan oleh Aristoteles merupakan penegasan lebih lanjut dari pernyataan Plato tentang dalil inti teori demokrasi elitis klasik bahwa di setiap masyarakat, suatu minoritas membuat keputusankeputusan besar. Konsep teoritis yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles kemudian diperluas kajiannya oleh dua sosiolog politik Italias, yakni Vilpredo Pareto dan Gaetano Mosca. 24 Pareto menyatakan bahwa setiap masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas yang diperlukan dalam kehidupan sosial dan politik. Kelompok kessil itu disebut dengan elit, yang mampu menjangkau pusat kekuasaan. Elit
23 24
Lihat Jayadi Nas, Konflik Elit Di Sulawesi Selatan Analisis Pemerintahan dan Politik Lokal, Hal. 33. Ibid. Hal. 34
Universitas Sumatera Utara
adalah orang-orang berhasil yang mampu menduduki jabatan tinggi dalam lapisan masyarakat. Pandangan yang lebih luwes dikemukakan oleh Dwaine Marvick. Menurutnya ada dua tradisi akademik tentang elit. Pertama, dalam tradisi yang lebih tua, elit diperlukan sebagai sosok khusus yang menjalankan misi historis, memenuhi kebutuhan mendesak, melahirkan bakat-bakat unggul, atau menampilkan kualitas tersendiri. Elit dipandang sebagai kelompok pencipta tatanan yang kemudian dianut oleh semua pihak. Ke dua, dalam tradisi yang lebih baru, elit dilihat sebagai kelompok, baik kelompok yang menghimpun yang menghimpun para petinggi pemerintahan atau penguasa di berbagai sektor dan tempat. Pengertian elit dipadankan dengan pemimpin, pembuat keputusan, atau pihak berpengaruh yang selalu menjadi figur sentral. Lipset dan Solari menunjukkan bahwa elit adalah mereka yang menempati posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi tinggi di dalam ekonomi pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan pekerjaan-pekerjaan. Pernyataan seiring dikemukakan oleh Czudnowski bahwa elit adalah mereka yang mengatur segala sesuatunya, ataua aktor-aktor kunci yang memainkan peran utama yang fungsional dan terstruktur dalam berbagai lingkup institusional, keagamaan, militer, akademis, industri, komunikasi dan sebagainya. 25
25
Ibid. Hal. 36
Universitas Sumatera Utara
Schrool menyatakan bahwa elit menjadi golongan utama dalam masyarakat yang didasarkan pada posisi mereka yang tinggi dalam struktur masyarakat. Posisi yang tinggi tersebut terdapat pada puncak struktur masyarakat, yaitu posisi tinggi dalam bidang ekonomi, pemerintahan, kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan pekerjaan bebas. 26 Pandangan ilmuwan sosial di atas menunjukkan bahwa elit memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh yang
memiliki/bersumber dari
penghargaan masyarakat terhadap kelebihan elit yang dikatakan sebagai sumber kekuasaan. Menurut Miriam Budiardjo, sumber-sumber kekuasaan itu bisa berupa keududukan, status kekayaan, kepercayaan, agama, kekerabatan, kepandaian dan keterampilan. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Charles F. Andrain yang menyebutnya sebagai sumber daya kekuasaan, yakni : sumber daya fisik, ekonomi, normatif, personal dan keahlian. 27 6. Metode Penelitian Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks dan rinci. Penelitian yang menggunakan pendekatan induksi yang mempunyai tujuan penyusunan teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta. 28 Aplikasi penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Bogdan dan Taylor
26
Ibid Ibid. 38 28 Erlina, Metodologi Penelitian, Medan: USU Press, 2011, hal 14 27
Universitas Sumatera Utara
mengungkapkan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 29 6.1 Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian seseorang, lembaga maupun masyarakat dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana
adanya. 30
Penelitian
deskriptif
adalah
penelitian
yang
berusahan
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada masa sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada pemecahan masalah-maslaah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan. 6.2 Lokasi dan Objek Penelitian Untuk mendapatkan informasi dan data-data yang diperlukan, penelitian ini mengambil lokasi penelitian di wilayah Gampong Tumpok Teungoh , Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. Sedangkan objek penelitian adalah pejabat Gampong Tumpok Teungoh dan warga Gampong Tumpok Teungoh .
29 30
Lecy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994, hal 3 Hadawari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1987, hal 63
Universitas Sumatera Utara
6.3 Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan, adalah penelitian atau kajian lapangan (field research), seperti wawancara dan observasi. 31 Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Untuk memperoleh data primer peneliti menggunakan daftar pertanyaan wawancara dalam pengumpulan data, maka sumber data disebut informan, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui sumber seperti buku, laporan, jurnal dan lain-lain. 6.4 Teknik Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan lebih banyak bersifat uraian dari hasil wawancara dan studi dokumentasi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif. Menurut Patton, analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”. 32 Definisi tersebut memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari data.Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin, yaitu sebagai berikut: 33
31
Tatang M. Arimin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal 130 Lecy J. Moleong, op.cit., hal 103 33 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press. 2001, hal 70 32
Universitas Sumatera Utara
1. Pengumpulan Data (Data Collection) Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara dan studi dokumentasi. 2. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan. 3. Display Data Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan bagan. 4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and Verification) Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah disajikan. Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang ada. Masalah reduksi data,
Universitas Sumatera Utara
penyajian data dan penarikan kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja. Berdasarkan keterangan di atas, maka setiap tahap dalam proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data dengan menelaah seluruh data yang ada dari berbagai sumber yang telah didapat dari lapangan dan dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya melalui metode wawancara yang didukung dengan studi dokumentasi. 7.
Sistematika Penulisan Untuk memperoleh gambaran yang terperinci dari skripsi ini, maka penulis membagi
sistematika penulisan ke dalam 4 bab, yaitu : BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, masalah penelitian, kerangka teori, dan metodologi penelitian.
BAB II
:
SISTEM
PEMERINTAHAN
GAMPONG
TUMPOK
TEUNGOH
KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE Bab ini berisi pembahasan tentang profil gampong dan deskripsi dari sistem pemerintahan gampong, serta deskripsi dari elit lokal yang ada di sistem pemerintahan gampong, Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang
Universitas Sumatera Utara
teori kekuasaan dalam elit lokal, dalam hal ini sistem pemerintahan gampong. BAB III
:
KEKUASAAN KEUCHIK DI GAMPONG TUMPOK TEUNGOH
KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE Bab ini akan menyajikan hasil analisa dari wawancara mengenai bagaimana seorang keuchik menggunakan kekuasaannya dalam sistem pemerintahan gampong, dan analisa kekuasaan keuchik menggunakan teori kekuasaan dan teori pembagian kekuasaan. BAB IV
: PENUTUP Dalam bab terakhir ini akan berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan, dan juga terdapat saran-saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara