BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang di seluruh dunia pasti mengenal etnis Cina atau Tionghoa, mengenal bagaimana budaya, pola kehidupan dan sistem mata pencaharian yang menjadi ciri khas dari etnis Tionghoa. Etnis Cina atau Tionghoa dapat kita jumpai di seluruh penjuru dunia, sebab mereka telah menyebar ke seluruh dunia sejak berabad-abad yang lalu. Dilihat dari sejarahnya, Orang Tionghoa menyebar dan bermigrasi keluar wilayah negara Tiongkok dengan berbagai alasan seperti ingin menghindari perang saudara, berkembangnya sistem pelayaran, keinginan untuk mencari daerah perdagangan yang baru, hingga alasan mencari penghidupan ekonomi yang lebih baik di luar negara mereka sehingga orang-orang Tionghoa mulai
menyebar
ke
seluruh
dunia,termasuk ke wilayah Asia Tenggara
(U,Liang.2012).Banyaknya jumlah orang Tionghoa yang bermigrasi ke suatu negara menyebabkan munculnya kawasan-kawasan tertentu di negara tempat mereka merantau yang dipadati oleh orang-orang cina yang disebut Pecinan atau dalam bahasa Inggris disebut Chinatown(Liem,Simon.2008).Munculnya Pecinan sebagai kawasan tempat tinggal yang dihuni oleh masyarakat etnis Tionghoa di suatu negara tidak
terlepas
dari
beberapa
faktor
diantaranya
faktor
politik.
Negara yang menjadi tujuan orang Tionghoa bermigrasi, ingin mempermudah dalam mengatur masyarakat etnis Tionghoa yang masuk dan bermukim dinegaranya.Selai n itu pada dasarnya orang Tionghoa lebih suka berkumpul atau berkelompok dengan sesama suku atau etnis Tionghoa (membangun in group)agar dapat saling menolon
7 Universitas Sumatera Utara
g dan merasa lebih aman(Tim UGM. 2014). Masyarakat Etnis Cina atau Tionghoa memiliki ciri khas dalam urusan mata pencaharian yaitu sebagian besar mereka memilih bekerja sebagai pedagang atau pengusaha, karena berdagang telah menjadi mata
pencaharian
utama
yang
diwariskan
oleh
nenek
moyang mereka(Ila,Fatahillah.2015)
Seiring dengan perkembangan zaman, Etnis Cina atau Tionghoa sangat besar dan memiliki pengaruh yang sangat kuat di dunia saat ini terutama di sektor perdagangan dan bidang ekonomi. Penguasaan perekonomian di Asia Tenggara termasuk di seluruh dunia kini didominasi oleh orang Cina. Etnis Cina atau Tionghoa sangat mampu bersaing dengan etnis dan suku lain di seluruh dunia dengan jaringan yang mereka bangun yang disebut dengan jaringan bambu (Bamboo Network). Jaringan Bambu merupakan istilah yang menggambarkan jaringan sosial orang Cina atau Tionghoa dalam usaha atau upaya untuk mencapai kepentingannya menguasai bidang perekonomian di dunia. Jaringan Bambu terdiri atas himpunan besar
keluarga
bangsa
Cina
yang
berniaga
di
negara-negara
Malaysia,Thailand,Indonesia, Vietnam, Singapura, Hongkong, dan Taiwan (Weiden baum dan Hughes,1996). Dilihat dari sejarahnya, orang-orang Cina atau Tionghoa tersebar di berbagai negara di dunia terutama di kawasan benua Asia memang sangat ahli dalam bidang perdagangan.Sistem mata pencaharian tersebut telah turun temurun dilakukan pada setiap keluarga etnis Tionghoa sehingga lama kelamaan kegiatan berdagang tersebut nyatanya sangat menguntungkan mereka dan mulai membentuk jaringan dengan sesama etnis Tionghoa yang tersebar di luar negara Tiongkok untuk menguasai dunia perdagangan lebih luas ke berbagai belahan
8 Universitas Sumatera Utara
dunia.Dalam hal ini keluarga menjadi pondasi yang menggerakkan roda perdagangan etnis Tionghoa.Mereka menganut prinsip leluhur dan turun temurun dari nenek moyang bahwa harus mempercayai orang-orang terdekat yaitu keluarga.Bisnis dan perdagangan sebaiknya dipegang oleh keluarga tanpa campur tangan orang yang bukan bagian dari keluarga mereka. Jikalau ada campur tangan yang dilakukan oleh seseorang yang merupakan orang yang bukan keluarga etnis Cina tersebut maka mereka hanya memiliki kedudukan yang tidak tinggi. Tipe perusahaan yang dimiliki oleh etnis Cina salah satunya adalah adanya pemisahan antara pemilik usaha dengan manajemen.Pemilik atau pendiri perusahaan Cina memiliki kekuasaan penuh untuk memberikan aktivitas inti perusahaan pada keluarga dan membuka kesempatan bagi anggota keluarga untuk bekerja di perusahaan tersebut.Gaya manajemen bisnis etnis Tionghoa yang mengandalkan keluarga memiliki sisi positif dan juga negatif. Sisi positifnya adalah bisnis yang dikontrol oleh keluarga memungkinkan struktur manajemen yang kurang birokratis sehingga dalam proses pengambilan keputusan lebih cepat tanpa ada prosedur yang rumit, selain itu keluarga biasanya memiliki loyalitas yang baik sehingga dapat meminimalisir pertikaian yang mungkin dapat terjadi. Sementara itu sisi negatif dari dominasi keluarga dalam bisnis etnis Tionghoa adalah kemungkinan anggota keluarga tidak memiliki bakat manajerial yang diperlukan bagi perusahaan untuk dapat kompetitif dalam perekonomian dunia. Selain itu terpusatnya kepemimpinan dalam sebuah perusahaan oleh anggota keluarga memungkinkan adanya struktur organisasi yang kurang kompleks dan kurang canggih dalam menghadapi persaingan dengan perusahaan lainnya (Weidenbaum dan Hughes,1996:12). Namun, terlepas dari adannya sisi positif maupun negatif dari keikutsertaan keluarga dalam
9 Universitas Sumatera Utara
bisnis yang perlu kita lihat bahwa ikatan kekeluargaan yang kuat memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat etnis Tionghoa di seluruh dunia termasuk di Asia Tenggara dan khususnya di Indonesia. Banyak pengusaha atau pebisnis etnis Tionghoa yang menguasai pasar ekonomi di dunia dengan memanfaatkan anggota keluarga sebagai pemegang perusahaan mereka dan menerapkan pola jaringan bambu.Beberapa pengusaha yang merajai bisnis di Asia, khususnya Asia Tenggara bersama-sama dengan keluarganya. Antara lain, perusahaan Charoen Pokphand Group asal Thailand yang awalnya didirikan oleh dua bersaudara yakni Chia Ekchor dan Chia Seow Nooy bergerak di bidang pertanian dan peternakan. Kemudian ada pengusaha Li ka-shing yang merupakan orang
Tionghoa namun berdomisili di Hongkong memiliki
beberapa usaha di bidang perbankan, perumahan, telekomunikasi, hingga industri energi.
Semua
usaha
tersebut
dipegang
dan
dikendalikan
oleh
keluarganya.Selanjutnya, adalah pengusaha bernama Ong Beng Seng dari Singapura yang memiliki usaha yang bergerak dibidang konstruksi, perhotelan dan restoran serta entertainment.Perusahaannya sudah dikenal dan berkembang hingga ke Australia, Eropa hingga Amerika dengan melakukan kerjasama dengan rekan-rekan dan saudara-saudaranya. Ada juga pengusaha besar yang mengembangkan perusahaannya ke kancah Asia Tenggara asal Indonesia yakni Sudono Salim yang mendirikan Salim Group dan cabang perusahaannya meliputi Asia Tenggara, Hongkong, China hingga Eropa. Pola pengembangan bisnis Salim Group mencerminkan pola jaringan bambu secara transnasional, sebab perusahaanperusahaan yang berdiri tidak hanya berada di Indonesia tetapi juga di luar Indonesia yakni di Hong Kong dan Singapura dan pengelolaannya bekerjasama
10 Universitas Sumatera Utara
dengan pengusaha-pengusaha etnis Tionghoa setempat (Weidenbaum dan Hughes,1996:30). Sebagai contoh, Grup Charoen Pokhpand (CP) memperluas operasional perusahaannya ke Indonesia, Taiwan, China, Turki, Portugal, dan Filipina.Faktanya, perusahaan-perusahaan dipegang atau dikendalikan oleh anggota keluarga sehingga agak sulit untuk dilihat apakah kekayaannya atau struktur yang mempengaruhi kemajuan perusahaan tersebut. Secara umum, tahun 1993 dilaporkan bahwa Grup Charoen Pokhpand memperoleh pendapatan sebesar 5 miliar dollar hanya dari perusahaan yang beroperasi di Thailand dan perusahaan ini dipimpin oleh anak bungsu Chia Ek Chor yakni Dhanin Chearavanont. Tahun 1995 kekayaan keluarga mereka diprediksi mencapai 5,5 milliar dollar. Ini bukanlah hal yang mengejutkan, sebab perusahaan Charoen Pokphand memperluas jaringan usahanya ke luar negeri dengan bekerja sama atau patungan dan telah beroperasi di 26 wilayah dari 30 provinsi yang ada di China.
11 Universitas Sumatera Utara
CP MERCHANDISING
99% CP NORTHEASTERN
57%
5%
3% BANGKOK AGROINDUSTRIAL
CP FEEDMILL
60% 33% 2%
5%
CP GROUP COMPANIES9% AND FAMILY MEMBERS
5%
CP INTERNATIONAL TRADING
51 % 29% 5%
BANGKOK PRODUCE MERCHANDISING
4% 1%
TELECOM ASIA
1%
Gambar (1) Skema Jalur Utama Pada Jaringan Grup Charoen Pokhpand Thailand
12 Universitas Sumatera Utara
Grup CP telah memegang 5 persen kebutuhan pangan di China.Alasannya mereka dapat sukses menurut presiden direktur bidang usaha agrobisnis adalah” kami memiliki keunggulan karena kami adalah asli orang Cina dan kami berbahasa dan memiliki kemiripan.” Demikian halnya dengan perusahaan lainnya yang dimiliki oleh pengusaha etnis Tionghoa seperti pengusaha yang berasal dari Tiongkok dan membangun bisnis di Indonesia yakni Sudono Salim atau Liem Sioe Liong yang merupakan pendiri dari Salim Group.Salim Group memegang kendali lebih dari 60 perusahaan yang tersebar di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan juga termasuk perusahaan-perusahaan di Indonesia seperti Indocement, Indosteel, Indomilk, Pabrik Kimia Unggul Indah, dan Pabrik Tepung Bogasari. Berdasarkan riwayat hidupnya, ia meninggalkan negara Tiongkok dan tinggal di Kudus, Jawa Tengah tahun 1938 dan beberapa tahun kemudian ia dan temannya membangun perusahaan yang memproduksi produk lokal. Selama tahun 1947-1949 pada masa perang kemerdekaan Indonesia ia memasok barang untuk para pemberontak dari pakaian dan juga makanan hingga Belanda keluar dari wilayah NKRI. Pasca Indonesia merdeka ia membangun perusahaan perdagangan segala jenis barang dan juga mengakuisisi Bank Central Asia. Beliau juga berteman dengan mantan Presiden RI ke 2 yakni Soeharto dan sejak Soeharto menjabat sebagai Presiden pada tahun 1965, Liem mengakuisisi izin kendali berbagai usaha pengolahan cengkeh, tepung, dan industri semen. Di Hong Kong Liem memiliki 2 perusahaan yakni First Pasific Company Ltd dan FPB Bank Holding Company dimana First Pasific Company beroperasi ke 25 negara di Asia, Amerika Utara, dan Eropa bergerak di bidang marketing, distribusi, pelayanan jasa keuangan. Di Singapura, jaringan Salim Group
13 Universitas Sumatera Utara
memiliki saham di United Industrial Corporation yang bergerak di bidang pengembangan properti sampai perdagangan. Perusahaan juga mengendalikan akitivitas properti dan pengembangan bisnis di China, Inggris, Kanada, Thailand dan Turki.Perusahaan-perusahaan tersebut dikendalikan atas bantuan anak-anak Liem Sioe Liong yang terjun ke dunia bisnis juga.Anak-anak Liem Sioe Liong memiliki kemampuan yang sudah mumpuni untuk memimpin perusahaan dengan bakat sebagai pebisnis.Tahun 1994, bisnis Liem kembali diperluas dengan menjalin kerjasama dengan pengusaha yang juga berasal dari etnis Cina asal Malaysia yakni Robert Kuok yang memiliki perusahaan yang bergerak dalam bisnis pabrik gula. Selain pengusaha Liem Sioe Liong, ada juga warga negara Indonesia yang merupakan keturunan etnis Tionghoa yang memiliki jaringan perusahaan yang luas yakni Mochtar Riady yang memiliki Lippo Group. Lippo Group di kendalikan oleh seluruh keluarga Riady dengan landasan kepercayaan pribadi. Di Indonesia keluarga Riady mengendalikan sekitar 7 perusahaan, di Hong Kong ada sekitar 6 perusahaan yang berada dibawah bendera Lippo Limited yang berkonsentrasi pada perbankan. Mochtar Riady telah membangun bisnis globalnya dengan memanfaatkan jaringan yang selama ini ia kumpulkan. Riady pernah belajar tentang perbankan di Tiongkok dan semakin menambah jaringan pertemanan dan kenalannya.Dalam pengendalian bisnisnya, Riady telah memberikan kewenangan yang cukup kepada kedua anaknya.Anak tertuanya, James, menjalankan bisnis di Indonesia dan Stephen anak keduanya seperti ayahnya memimpin perusahaan di Hong Kong.Stephen sendiri merupakan lulusan dari perguruan tinggi di Amerika yakni University of Southern California. Jadi sudah diyakini bahwa ia mampu menjalankan jaringan bisnis keluarganya tersebut. Berikut adalah kerangka jaringan perusahaan Salim Group.
14 Universitas Sumatera Utara
HONG KONG Pasific Link Communications NETHERLANDS
ASIA
Hagemeyer (Trading Company)
PHILIPPINES
First Pasific Co.
LISTED ON HONG KONG STOCK EXCHANGE
Smart Communication (Cellular System)
INDONESIA
Davies (Real Estate)
THAILAND Berli Jucker (Glass Bottle)
PHILIPPINES
Darya-Varia Laboratoria (Pharmaceutical Distributor)
Metro Pasific (Real Estate Development)
Gambar (2) Skema Jaringan Perusahaan Publik Salim Group (Sumber: Buku “The Bamboo Network Karya Murray Weidenbaum dan Samuel Hughes hal 45)
Dari berbagai kisah tentang pengusaha-pengusaha etnis Tionghoa yang mengembangkan bisnis di luar negara asal nenek moyang mereka (Tiongkok), menunjukkan kekuatan jaringan bambu yang dibentuk oleh orang-orang beretnis Tionghoa dalam dunia bisnis sangat kuat dan erat sebab didorong oleh kesamaan sebagai sesama etnis Tionghoa atau Tionghoa asli. Namun, seiring berjalannya waktu generasi etnis Tionghoa terus bermunculan dan berkembang dengan pesat sehingga banyak yang berasimilasi dengan masyarakat dan bangsa setempat berupa
15 Universitas Sumatera Utara
perkawinan sehingga melahirkan generasi-generasi yang tidak 100% berdarah Cina atau Tionghoa yang biasa disebut “Cina Peranakan”. Sementara itu, seseorang yang memang 100% berdarah Cina walaupun tidak lahir di negara asal mereka tetapi lahir di negara tempat tinggal mereka biasa disebut “Cina Totok”.Walaupun demikian, perbedaan antara Cina Peranakan dan Cina Totok tidak terlalu menonjol dan mereka tetap membaur. Pembahasan tentang etnis Cina atau Tionghoa juga tidak terlepas dari berbagai penilaian dan tanggapan dari masyarakat yang dapat bersifat positif maupun negatif baik mengenai budaya, hingga kehidupan sosial ekonomi mereka yang bermigrasi dan telah menetap di luar negara Tiongkok secara turun temurun sejak berabad-abad yang lalu. Walaupun mereka telah beranak pinak dan telah menjadi warga negara dan penduduk suatu daerah tetapi pandangan negatif terhadap orang Cina atau Tionghoa tetap berlaku.Masyarakat etnis Tionghoa di negara-negara Asia Tenggara sangat banyak jumlahnya dan ada beberapa peristiwa yang pernah terpublikasi mengenai perselisihan atau permasalahan antara orang Cina dengan suku asli suatu negara di Asia Tenggara. Di Malaysia pada tahun 1963 hingga 1969 terjadi peristiwa kekerasan terhadap masyarakat Malaysia yang beretnis Tionghoa. Peristiwa ini terjadi akibat ketimpangan kekayaan antara golongan keturunan Tionghoa yang umumnya pedagang, yang menguasai sebagian besar ekonomi Malaysia, dengan golongan miskin (penduduk Melayu).Selain itu, orang Tionghoa juga menguasai sebagian besar kekayaan negara.Selain ketimpangan sosial, masalah lainnya yang muncul adalah masalah Pemilu yang diadakan di negara tersebut pada tahun 1969. Isu-isu rasial sangat menghantui perjalanan dan proses pelaksanaan Pemilu hingga akhirnya terjadilah kerusuhan massal yang dilakukan oleh
16 Universitas Sumatera Utara
masyarakat etnis Tionghoa dan juga masyarakat etnis Melayu. Korban yang meninggal tidak hanya berasal dari masyarakat etnis Tionghoa tetapi etnis Melayu juga menjadi korban dan peristiwa ini dikenal dengan Peristiwa 13 Mei. (Darmayana, Hiski.2013). Di Indonesia sendiri pernah terjadi peristiwa kelam yang menyangkut etnis Cina atau Tionghoa.Pada bulan Mei tahun 1998 terjadi kerusuhan massal di seluruh Indonesia yang akhirnya menggulingkan kekuasaan Presiden RI ke -2 yakni Soeharto.Saat itu seolah menjadi masa-masa kelam bagi masyarakat etnis Tionghoa dimana mereka menjadi sasaran kemarahan masyarakat Indonesia lainnya (kaum pribumi) dengan pemicunya yang diketahui adalah akibat peristiwa penembakan terhadap empat orang mahasiswa Universitas Trisakti dan kerusuhan paling besar terjadi di Ibukota Jakarta.Akibatnya kerusuhan berbuntut pada aksi penjarahan, pembakaran, hingga pelecehan seksual dan pemerkosaan terhadap warga etnis Tionghoa. Bangunan rusak, fasilitas umum dan pribadi hancur, toko-toko milik etnis Tionghoa habis dijarah dan yang memilukan juga hilangnya harga diri, martabat, dan masa depan kaum perempuan warga etnis Tionghoa yang mendapat pelecehan seksual dan pemerkosaan secara brutal (Zein,2000:24). Peristiwa tersebut mengundang perhatian dunia internasional dan menjadi catatan sejarah hitam perjalanan bangsa Indonesia.Sebelum peristiwa Mei 1998 sebenarnya konflik dan disharmoni antara masyarakat etnis Tionghoa (disebut non pribumi) dengan masyarakat etnis lainnya di Indonesia (disebut pribumi) sudah muncul sejak zaman penjajahan kolonial Belanda.Masyarakat etnis Cina atau Tionghoa memang mendapat keistimewaan dibandingkan dengan masyarakat kelas pribumi. Selain itu pada masa orde Lama juga terjadi ketegangan politik akibat peristiwa G30S/PKI
17 Universitas Sumatera Utara
yang membuat masyarakat berdarah Tionghoa diasingkan dan dicurigai terlibat dengan gerakan Partai Komunis Indonesia. Akibat peristiwa-peristiwa tersebut warga keturunan Tionghoa mendapatkan berbagai diskriminasi secara ekonomi, pendidikan, sosial dan politik dan hal tersebut semakin mengukuhkan etnis Cina atau Tionghoa sebagai warga minoritas (Wibowo,I.2000).
Selain sejarah kelam tentang etnis Tionghoa di Indonesia, budaya dan sifat mereka juga dapat menjadi faktor eksklusifitas kehidupan mereka hingga ke masa modern saat ini, misalnya dalam segi interaksi sosial dengan masyarakat etnis non Tionghoa yang dianggap masih kurang membaur dan cenderung memilah-milih teman pergaulan hanya sesama etnis mereka, lalu dari segi tempat tinggal mereka cenderung membuat rumah yang tertutup dari sekeliling lingkungan rumah mereka dan juga tinggal di lingkungan yang mayoritas ditinggali oleh masyarakat etnis Tionghoa. Begitu juga dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi sehari-hari, masyarakat etnis Tionghoa juga lebih suka berbicara dalam bahasa hokkien atau mandarin dalam pergaulan dengan sesama etnis Tionghoa dan ini semakin memperkuat pergaulan dikalangan etnis Tionghoa namun walau demikian dengan masyarakat etnis lainnya tetap menggunakan bahasa Indonesia agar masyarakat etnis lain dapat memahami dalam proses komunikasi mereka. Tak
luput
juga
tentang
pendidikan
pada
masyarakat
etnis
Tionghoa.Pendidikan dari pandangan etnis Tionghoa sebagai sesuatu yang penting dan ini mereka yakini sejak lama dan nenek-nenek moyang mereka juga sangat menjunjung tinggi arti pendidikan.Dalam sejarah orang-orang Cina, pendidikan secara formal telah dijalankan masyarakat sejak berabad-abad yang lalu dan salah
18 Universitas Sumatera Utara
satu tokoh yang menginspirasi rakyat Cina dalam hal pendidikan adalah Konfusius.Ia adalah seorang negarawan, pemikir besar dan juga seorang pendidik. Di mata masyarakat China kecendekiawanan Konfusius tidak diragukan lagi.Mereka menghormatinya sebagai pelindung dan teladan bagi semua golongan sarjana birokrat.Pendidikan di China mendapatkan posisi yang sangat penting sejak berabad-abad sebelum masehi hingga sesudahnya.Konfusius merupakan orang pertama dalam sejarah Cina yang memberi pelajaran kepada murid dalam jumlah yang besar.Kelompok pendidikan Konfusius merupakan sekolah swasta pertama yang dipakai sebagai sarana pendidikan tinggi dalam sejarah Cina.Konfusius tidak hanya melatih orang-orang yang dipercayakan kepadanya tetapi juga mendidik mereka dalam pengertian untuk mengembangkan serta meningkatkan taraf pemikiran serta kesusilaan, memperluas, memperkuat, serta menertibkannya. Dalam menyampaikan ajaran-ajarannya, Konfusius senantiasa menekankan nilai moral yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian ia bukan sekedar penyiar ajaran melainkan juga menciptakan sesuatu yang baru. Ia selalu menganjurkan agar manusia berpikir sendiri. Ia bersedia membantu dan mengajar tentang bagaimana cara berpikir tetapi jawabannya harus ditemukan sendiri. Konfusius menerima murid-murid dari lapisan masyarakat yang tertinggi maupun dari lapisan yang terendah karena Konfusius yakin bahwa setiap orang dapat menjadi chun tzu (manusia ideal yang telah sampai pada puncak kebijakan) tanpa memperhatikan masalah keturunan. Menurutnya di bidang pendidikan tidak boleh terjadi adanya pembedaan menurut kelas-kelas masyarakat dan dengan pendidikan pula diharapkan dapat menghapuskan perbedaan kelas tersebut.(Fung Yu Lan dalam Darini,2006).
19 Universitas Sumatera Utara
Prinsip bahwa pendidikan harus dengan mudah tersedia untuk semua orang yang mencarinya, sebenarnya mengikuti gagasan bahwa semua manusia dilahirkan sama, dalam arti bahwa setiap manusia mempunyai kemampuan bawaan untuk berkembang menjadi orang pandai. Konfusius diyakini sebagai orang pertama di Cina yang menerima prinsip ini.Ia lebih tertarik pada hasrat muridnya untuk belajar daripada status sosial mereka, dan kebanyakan muridnya berasal dari latar belakang kelas bawah. Apa yang dilakukan Konfusius menunjukkan bahwa pemikiran suatu sistem pendidikan nasional sudah dibuat bagi bangsa Cina sebelum bangsa-bangsa lain memiliki konsep seperti itu. Konfusius sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi manusia, karena baginya pendidikan dapat mengubah serta menghapuskan kebodohan yang terdapat dalam masyarakat. Pendidikan baginya adalah jalan yang akan mengantarkan suatu negeri mencapai kemakmuran. Melalui jalur pendidikan Konfusius berusaha memengaruhi orang-orang muda yang diharapkan akan menjadi penguasa. Ia berpendapat bahwa pemerintah harus dibangun dalam rangka mewujudkan kesejahteraan serta kebahagiaan seluruh rakyat. Hal itu hanya dapat terwujud bila dipegang oleh orang-orang yang cakap dan pandai.Konfusius secara tegas menekankan perlunya diselenggarakan pendidikan semesta karena warga negara yang berpengetahuan atau terdidik merupakan landasan yang sangat diperlukan bagi suatu negara. Bagi Konfusius pendidikan tidak hanya berarti mengajar dalam pengertian sempit, melainkan segala hal yang dapat melatih karakter dan tingkah laku individu atau meningkatkan pengetahuan dan keahlian seseorang adalah juga bentuk dari pendidikan (Darini,2005:03).
20 Universitas Sumatera Utara
Dari sejarah pendidikan di Cina yang telah disebutkan dapat kita ketahui bahwa sejak peradaban awal manusia, bangsa Cina sudah memahami tentang pentingnya pendidikan bagi seseorang dan hal ini lah yang menjadi ajaran yang turun temurun di berikan bagi semua keturunan etnis Cina hingga memasuki peradaban modern dan meliputi seluruh masyarakat etnis Cina atau Tionghoa yang ada di berbagai belahan dunia. Seperti ajaran Konfusius , di zaman modern saat ini prinsip dan keyakinan tentang pentingnya pendidikan tetap dijiwai oleh setiap etnis Tionghoa. Bagi masyarakat etnis Tionghoa saat ini, pendidikan sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam hidup sesuai dengan cita-cita dan harapan mereka sehingga mereka berusaha untuk menjalani pendidikan
seperti pendidikan formal yang
dimulai dari pendidikan dasar di sekolah sampai ke tahap pendidikan tinggi yakni melalui Perguruan Tinggi. Dalam memilih sarana Perguruan Tinggi yang tepat dengan bidang atau jurusan yang cocok dengan visi dan misi mereka, masyarakat etnis Tionghoa sangat teliti dan berhati-hati. Tak jarang para orang tua etnis Tionghoa sampai menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke luar negeri dengan alasan demi memperoleh ilmu dan gelar yang bernilai tinggi untuk masa depan anak-anak mereka.(Fung Yu Lan, dalam Darini,2006).Tak hanya soal kualitas dari sekolah atau perguruan tinggi yang dilihat oleh para orangtua etnis Tionghoa, mereka juga melihat kondisi pergaulan di lingkungan sekolah atau perguruan tinggi untuk menjamin bahwa anak-anak yang bersekolah disana terutama etnis Tionghoa merasa aman dan nyaman dalam menuntut ilmu.Ini memperlihatkan adanya kekhawatiran dari masyarakat etnis Tionghoa ketika terjun kedalam lingkungan masyarakat yang multikultural. Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan
21 Universitas Sumatera Utara
penelitian terhadap pola dan bentuk jaringan bambu yang dapat mempengaruhi pemilihan pendidikan tinggi yang dijalani oleh masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia, dan khususnya di Kota Medan,Provinsi Sumatera Utara. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara periode tahun 2013/2014 mencatatkan jumlah perguruan tinggi swasta secara keseluruhan berjumlah 253 Perguruan Tinggi Swasta terdiri atas 31 Universitas, 86 Sekolah Tinggi, 4 Institut, 118 Akademi, dan 14 Politeknik dan seluruhnya tersebar di wilayah Sumatera Utara (Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara tahun 2013/2014).
Dari segi pemilihan perguruan tinggi maka penulis melihat banyaknya perguruan tinggi swasta yang diisi oleh mahasiswa-mahasiswi etnis Tionghoa di Medan.Di kota Medan sendiri terdapat banyak perguruan tinggi swasta yang diminati oleh masyarakat etnis Tionghoa seperti Universitas Sutomo,Universitas Prima Indonesia, Universitas Harapan, STIE IBBI, IT&B, STBA-PIA, Mikroskill, dan lain sebagainya. Akan tetapi peneliti akan memilih 2 perguruan tinggi swasta untuk di jadikan lokasi penelitian yaitu Universitas Prima Indonesia Medan dan STIE & STMIK IBBI Medan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.2.1
Bagaimana bentuk jaringan sosial, alasan, dan faktor-faktor masyarakat etnis Tionghoa di kota Medan dalam memilih perguruan tinggi ?
22 Universitas Sumatera Utara
1.2.2
Apakah Pendidikan Tinggi yang dipilih oleh mahasiswa etnis Tionghoa memiliki keterkaitan dengan jaringan bambu dunia usaha di kalangan etnis Tionghoa kota Medan ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai. Berdasarkan adanya keinginan peneliti untuk memperoleh data, guna menjawab pertanyaan pada perumusan masalah penelitian, maka yang menjadi tujuan dari penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah: 1.3.1
Untuk mengetahui bagaimana bentuk jaringan sosial, alasan, dan faktorfaktor masyarakat etnis Tionghoa di kota Medan dalam memilih perguruan tinggi.
1.3.2
Untuk melihat apakah pendidikan tinggi yang dipilih oleh mahasiswa Etnis Tionghoa memiliki keterkaitan dengan jaringan bambu dunia usaha.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian sudah selesai ditulis. Adapun manfaat penelitian ini adalah: (1) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan untuk menambah bahan referensi dalam wawasan dan pembelajaran dibidang ilmu Sosiologi dan tentang kehidupan sosial Etnis Tionghoa di Indonesia
23 Universitas Sumatera Utara
khususnya di Kota Medan serta penggambaran jaringan sosial atau jaringan bambu yang ada dalam kehidupan masyarakat etnis Tionghoa secara nyata dan jelas.Seperti di ketahui bahwa pembahasan tentang multikulturalisme di Indonesia selalu menarik untuk di bahas dan di telaah termasuk tentang etnis Tionghoa yang memiliki sejarah panjang dalam kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Sudah cukup banyak literatur yang membahas tentang etnis Tionghoa kan tetapi harus diperbanyak lagi sehingga akan semakin menambah informasi dan pengetahuan yang lebih dalam tentang etnis Tionghoa. (2) Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan jaringan sosial atau jaringan bambu pada masyarakat etnis Tionghoa yang ada di Indonesia khususnya di Kota Medan,Sumatera Utara.Jaringan bambu memiliki kemiripan dengan jaringan sosial sehingga dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang makna jaringan bambu.
24 Universitas Sumatera Utara