1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak normal, usia 6 tahun merupakan masa yang paling sensitif dan akan menentukan perkembangan otak untuk kehidupan dimasa mendatang. Bayi baru lahir (0 tahun), meskipun belum bisa berbicara perlu diberi stimulasi bahasa. Fungsi berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara seluruh fase perkembangan. Fungsi berbahasa dan fungsi perkembangan pemecahan masalah visual-motor merupakan indikator yang paling baik dari ada tidaknya gangguan perkembangan intelek. Menurut Nida dan Harris (dalam Tarigan, 2008: 1) keterampilan berbahasa (atau language arts, language skill) dalam bahasa Indonesia meliputi empat segi, yaitu: (1) keterampilan menyimak (listening Skills) adalah keterampilan untuk memahami bahasa lisan yang besifat reseptif. Dengan demikian, menyimak tidak sekedar kegiatan mendengarkan tetapi juga memahami apa yang didengarkan. Seperti pada saat orang sedang melakukan percakapan di telepon, mengobrol, melihat televisi, mendengarkan radio. (2) keterampilan berbicara (speaking Skills) sebuah kemampuan menguangkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan secara lisan kepada seseorang ataupun kelompok, dengan menggunakan bahasa yang baik dan mudah dipahami. (3) keterampilan membaca (reading skills) yaitu keterampilan dalam memproses informasi dari sebuah tulisan untuk mengetahui informasi yang ingin disampaikan oleh penulis. Misalnya seseorang yang sedang membaca sebuah novel dapat menggambarkan suasana atau alur cerita sesuai dengan isi pada novel terbut. (4) 1 PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
2
keterampilan menulis (writing Skills) merupakan sebuah keterampilan yang bersifat produktif. Dengan cara mengembangkan dan mengungkapkan pikian-pikiran kedalam sebuah tulisan menggunakan struktur yang benar dan dapat dipahami. Contohnya penulis novel, buku, wartawan, dan lain-lain. Keempat keterampilan ini merupakan keterampilan berbahasa yang dimiliki kehidupan normal pada umumnya. Jika dilihat dari kehidupan anak non-formal, kemungkinan keempat keterampilan berbahasa sulit untuk dipenuhi akibat dari gangguan bahasa yang dimilikinya. Tunagrahita merupakan nama bagi anak memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata (Soemantri, 2007:103). Tunagrahita adalah kata lain dari retardasi mental (mental retardatin, MR). Tingkat IQ yang cukup rendah, menyebabkan penderita tunagrahita dalam berpikir dan bertindak sederajat dengan Taman KanakKanak (TK) tingkat nol kecil di kehidupan normal. Begitu juga dalam hal keterampilan bahasa mereka masih perlu untuk di latih, karena mengalami gangguan berbahasa. Adanya permasalahan tersebut peneliti mefokuskan pada keterampilan berbicara, yaitu kata-kata yang diucapkan saat pembelajaran atau bermain di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Banjarnegara. Mayoritas anak yang bersekolah di SLB mengalami keterbatasan dalam berbicara dan hanya orang tertentu saja dapat mengerti apa yang bicarakan dan inginkan mereka. Pembelajaran temantik sudah diterapkan di SLB Negeri Banjarnegara sehingga setiap hari Senin hingga Kamis sebagai tolok ukur dalam keterampilan berbahasa. Sedangkan pada hari Jumat khusus digunakan untuk terapi wicara atau speech therapy, dan hari Sabtu sebagai hari libur sekolah karena SLB Negeri Banjarnegara menggunakan kurikulum 2013. Terapi wicara di SLB Negeri Banjarnegara bertujuan untuk mengajarkan atau memperbaiki kemampuan berkomunikasi seperti bahasa
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
3
reseptif dan bahasa ekspresi, menyebutkan kata benda dan kata kerja, belajar memulai pembicaraan, serta membantu untuk meningkatkan kecerdasan kognitif. Keterampilan menyimak yang dimiliki penderita tunagrahita hanya pada kalimat sederhana. Seperti ketika pembelajaran berlangsung, guru menjelaskan materi atau tugas, namun tidak semua mengerti apa yang di perintahkan. Contohnya, guru memberi tugas untuk mewarnai gambar buah seperti anggur, salak, dan pepaya menggunakan pensil warna, hasilnya anak-anak tunagrahita mewarnai semua lembar kertas secara penuh. Sedangkan dalam keterampilan berbicara, mereka hanya mampu menyebutkan beberapa kata dan kalimat sederhana yang sering mereka dengar secara berulangulang, baik di rumah atau sekolah saat pelajaran berlangsung. Kata dan kalimat sederhana yang mereka ucapkan menggunakan bahasa daerah masing-masing dan nada yang khas. Banyak kata yang diucapkan tidak jelas ataupun salah dalam pengucapan. Bahkan jawaban mereka juga sering tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh lawan bicara. Dari segi berbicara, banyak kesalahan bahasa yang diucapkan, contoh kalimat yang diucapkan “Teyun, nasi, sayun-sayunnya belum gak ada udah abis.” Dari kalimat tersebut, dapat kita analisis bahwa terdapat kesalahan dari segi fonologi, morfologi, dan semantik. Kemudian, dalam keterampilan membaca mereka hanya dapat mengulang apa yang diejakan oleh guru saat kegiatan pembelajaran berlangsung, seperti kata “budi” mereka membacanya dengan mengeja satu persatu (b-u-d-i) secara pelan. Kemampuan mengingat yang lemah membuat banyak hal yang telah diajarkan sulit untuk diingat kembali, terutama saat proses membaca berlangsung. Salah satunya adalah karena mereka tidak mampu menghafalkan huruf sehingga mereka sulit dalam membaca atau mengeja bacaan. Guru harus membantu siswa dalam mengucapkan huruf-huruf saat
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
4
proses belajar membaca. Selain itu, para penderita tunagrahita tersebut juga mengalami kesulitan dalam menghafal angka-angka terutama angka yang mempunyai nominal puluhan. Dalam keterampilan menulis para penderita tunagrahita di SLB Banjarnegara hanya mampu menulis dengan bantuan garis yang membentuk huruf atau meniru huruf yang dicontohkan oleh guru di papan tulis. Meski begitu mereka tetap memerlukan bantuan dari guru saat menulis. Selain permasalahan tersebut, hal lain yang terjadi dalam persoalan pembelajaran yaitu mereka mudah lupa dengan apa yang diajarkan. Saat pagi mereka ingat apa yang diajarkan oleh guru, namun ketika siang hari mereka lupa pelajaran sebelumnya. Guru harus selalu mengulang apa yang telah diajarkan kepada siswa tunagrahita pada setiap pertemuan. Pemerolehan bahasa pada anak usia 6 tahun akan berkembang sangat aktif dan pesat. Oleh karena itu, keterlambatan bahasa pada periode ini dapat menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di sekolah. Permasalahan yang dialami yaitu kesulitan belajar, kesulitan membaca, dan menulis serta menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh. Padahal situasi tersebut dapat berlanjut hingga usia dewasa. Seseorang dengan pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku dan penyesuaian psikososial. Pemerolehan bahasa telah didapat sejak pertama anak lahir di dunia. Bahasa pertama yang diperoleh seorang anak disebut dengan bahasa ibu. Selain bahasa ibu, anak diusia 6 tahun yang sudah bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD), sudah mulai memperoleh bahasa yang banyak dari buku, guru, keluarga, teman, dan lingkungannya. Tidak berbeda dengan anak usia 6 tahun lainnya, para penderita
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
5
tunagrahita yang bersekolah di SLB khususnya siswa tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), juga memperoleh bahasa pertama yaitu bahasa ibu, meski yang mereka dapat tidak sebanyak anak normal pada umumnya. Proses belajar menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu saat masa anak-anak disebut dengan pemerolehan. Sedangkan proses belajar di ruang kelas bersama dengan orang dewasa untuk menuntut ilmu disebut dengan pembelajaran. Anak yang duduk di kelas satu Sekolah Dasar (SD) mulai belajar suku kata atau belajar membaca, oleh karena itu anak mulai mengetahui arti dari suku kata yang dipelajarinya. Selain membaca, bergaul dan bermain juga meningkatkan pemerolehan bahasa anak. Kemudian bahasa tersebut mereka aplikasikan dalam kehidupan, namun bahasa yang diproduksi anak tersebut masih perlu diperhatikan oleh orang tua dalam pembentukan arti pada suatu kata. Masalah berbicara dan berbahasa sebenarnya berbeda, tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih. Gangguan berbicara dan berbahasa terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan berbicara dan berbahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti gangguan fungsi otot mulut dan gangguan fungsi pendengaran. Gangguan berbahasa biasanya terjadi karena beberapa faktor, diantaranya: (1) faktor medis yang diakibatkan kesalahan dalam dunia kesehatan, seperti kesalahan dalam memeriksa pasien saat sakit dengan menggunakan alat medis, kesalahan ketika pemberian dosis pada pasien dan lain-lain, (2) faktor keturunan atau genetik, ini
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
6
disebabkan keturunan awal dari orang tua atau akibat dari pernikahan sedarah (masih dalam anggota keluarga), dan (3) faktor lingkungan, faktor ini sangat berpengaruh bagi manusia karena lingkungan merupakan suatu pembentuk karakter pada manusia. Jika seorang anak lahir dan dibesarkan pada lingkungan keraton maka anak tersebut kemungkinan bersikap sopan dan memiliki tutur kata yang halus dan lemah lembut. Seperti yang dialami oleh anak bungsu dari bibi dalam keluarga peneliti, di usia balita orang tuanya kurang menyadari pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak di kemudian hari dan bahayanya peningkatan suhu tubuh yang berlebih (badan panas) bagi kesehatan. Sehingga anaknya menderita berbagai kecacatan dalam hal fisik dan non-fisik (tidak suka berhubungan dengan orang lain). Sejak usia balita hingga usia 4 tahun ia tidak dapat berbicara, usia 5 tahun perkembanganya sangat lambat baik proses berjalan yang tidak normal, kemudian dalam berbicara mengalami keterlambatan yang berlangsung hingga sekarang. Di usia 13 tahun ia masih belum jelas mengucapkan kata atau kalimat dengan baik dan benar, serta arti dalam kata yang diucapkan belum tentu sesuai dengan arti kata sebenarnya. Akibat dari gangguan tersebut artikulasi atau pengucapan menjadi kurang sempurna. Banyak kata-kata yang diucapkan tidak sesuai dengan kaidahnya seperti penghilangan huruf pada kata, contoh kata „usap‟ menjadi „sap‟, [r] dan [l] fonem-fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia „rayap‟ dan „layap‟. Kata „akal‟ berarti pikiran, namun menurutnya kata „akal‟ berarti nakal. Prasetyono dalam tulisannya (2008:209) menjelaskan bahwa kesulitan artikulasi atau pengucapan pada penderita gangguan berbahasa dapat dibagi menjadi: (a) Subsitution (penggantian) yaitu penggantian huruf pada suatu kata yang diucapkan oleh penderita gangguan misalnya “rumah” menjadi “lumah”, (b) Ommission
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
7
(penghilangan) pada kata yang diucapkan terdapat huruf yang hilang saat pengucapan berlangsung contohnya “sapu” menjadi “apu”, (c) Distortion (pengucapan untuk konsonan terdistorsi), (d) Indistinct (tidak jelas), (e) Addition (penambahan). Adanya permasalahan IQ yang dimiliki dan alat bicara serta bahasa yang dimiliki membuat peneliti merasa tertarik serta ingin mempelajari permasalahan tersebut. Secara tidak langsung antara IQ dengan bahasa saling mempengaruhi sehingga terjadi kesalahan yang ada pada penderita tunagrahita yang memiliki klasifikasi sendiri. Hal ini memotivasi peneliti untuk lebih mengenal dekat penderita tunagrahita. Permasalah yang dimiliki oleh penderita tunagrahita tersebut membuat peneliti melakukan penelitian kepada anak-anak luar biasa yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) pada penderita tunagrahita. Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dipilih oleh peneliti terletak di kota Banjarnegara yaitu bernama SLB Negeri Banjarnegara berada di Jalan Raya Klenteng Desa Rejasa Kecamatan Madukara Kabupaten Banjarnegara, memiliki jumlah keseluruhan 132 siswa dan 28 guru. Terdiri dari empat tingkatan sekolah diantaranya Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB). Memiliki kebutuhan khusus diantaranya : Tuna Netra, Tuna Rungu Wicara, Tuna Grahita, Tuna Daksa, Autis, dan Tuna Ganda. Peneliti mengambil objek usia 6 tahun, namun pada usia tersebut para penderita tunagrahita di SLB Negeri Banjarnegara masih berada di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), dan masih belum jelas gangguan yang dimilikinya serta kata yang diperoleh masih sangat sedikit atau minim.
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
8
Pengklasifikasian disesuaikan dengan jenis gangguan yang dimiliki oleh penderita tunagrahita pada tingkat SDLB yang berusia 9 tahun. Peneliti mengambil objek siswa SDLB kelas 1C yang berjumlah 6 siswa,terdiri dari 4 siswa perempuan dan 2 siswa laki-laki. Para siswa tersebut memiliki gangguan tunagrahita ringan, berat, dan sedang. Dengan 2 guru pendamping yaitu guru kelas 1C dan guru dari tingkat TKLB sebagai guru bantu mengajar. Hal-hal yang dikemukakan di atas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang menfokuskan pada pemerolehan bahasa penderita tunagrahita, siswa SD kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas timbul permasalahanpermasalahan yang akan dikaji dalam pembahasan. Adapun permasalahan tersebut antara lain : 1.
Bagaimana pemerolehan bahasa dalam perubahan fonem yang dilafalkan oleh siswa kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara?
2.
Bagaimana pemerolehan bahasa dalam proses morfem yang telah dilafalkan oleh siswa kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara?
3.
Bagaimana pemerolehan bahasa dari segi makna kata yang diucapkan oleh siswa kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang masalah dalam perumusan masalah tersebut di atas, maka peneliti memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa dalam perubahan fonem yang dilafalkan
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.
9
oleh siswa kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara. 2. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa dalam proses morfem yang telah dilafalkan oleh siswa kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara. 3. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa dari segi makna kata yang diucapkan oleh siswa kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara.
D. Manfaat penelitian Penelitian terhadap perkembangan bahasa pada penderita tunagrahita kelas 1C di SLB Negeri Banjarnegara mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1.
Manfaat teoritis Hasil
penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan masukan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan terutama bagi guru Sekolah Luar Biasa (SLB) dan memberikan apresiasi dalam perkembangan bahasa anak di SLB yang mengalami gangguan tunagrahita dalam berbahasa. Serta dapat sebagai bukti peningkatan atau perkembangan bahasa yang dimiliki oleh penderita tunagrahita dari segi pengucapan dan kalimat yang di milikinya.
2.
Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya
dan sebagai media untuk membantu menambah pengetahuan mengenai penderita tunagrahita, pemerolehan bahasa penderita tunagrahita dan juga sebagai terapi waca untuk penderita gangguan bahasa.
PEMEROLEHAN BAHASA PENDERITA ...,AVITA YUGA WARDIANA, PBSI FKIP, UMP 2017.