1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Fenomena Islam Liberal selalu hadir, datang silih berganti dan selalu mendapatkan tanggapan negatif oleh sebagian kelompok.1 Hal ini terjadi sejak tahun 1960-an, gagasan Islam liberal diusung oleh Harun Nasution, dalam bentuk Islam Rasional. Kemudian pada tahun 1970-an Nurcholish Madjid mengkampanyekan gagasan-gagasan Islam Liberal dalam bentuk Neo-Modernisme Islam.2 Pembaharuan pemikiran Islam memang tidak ada kata akhir. Setelah Cak Nur redup, kemudian muncul kembali dengan nama yang berbeda, namun esensinya sama, yakni Ulil Abshor Abdalla, dkk. dengan Jaringan Islam liberal (JIL)-nya pada tahun 2001.3 Tiga model Islam
1
Tanggapan atas Nasution, Cak Nur dan Zainun Kamal terekam dalam buku Daud Rasyid, Pembaharuan Islam dan Orientalisme dalam Sorotan; buku Prof Rasyidi, Koreksi terhadap Harun Nasution; Koreksi terhadap Nurcholish Madjid; Hartono Ahmad Jaiz, Ada Pemurtadan di IAIN; dan lain-lain. 2 Greg Berton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pemikiran Neomodernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid, ParamadinaIKAPI-The Ford Fondation, Jakarta, 1999. Berton menyebut gagasan-gagasan Islam Liberal Cak Nur, Effendi, Wahib, dan Gus Dur sebagai kelompok neomodernisme dalam Islam, setelah sebelumnya lahir tipologi Islam Modernis dan Islam Tradisional. Klasifikasi ini banyak ditentang oleh intelektual Indonesia. Ahmad Baso, salah satu contoh, mengkritik Berton yang menyamakan Cak Nur dan Gus Dur, padahal kedua pemikir itu ada perbedaan pemikiran dan basis sosialnya. Lihat Ahmad Baso, “PMII, dari Islam Liberal ke Pos-Tradisionalisme Islam”, dalam epilog buku Khanif Dakhiri dan Zaini Rahman, Post-Tradisionalisme Islam, Mediatama, Jakarta, 2000, hlm. 95-111 3 Penyebutan ini juga berasal dari Berton, yang menyebut gagasan-gagasan para tokoh neo-modernisme Cak Nur, dkk. itu merupakan gagasan-gagasan Islam Liberal; juga bisa dilacak dari gagasan-gagasan diusung oleh keduanya. Ada kesamaan. Hal ini dapat juga dilihat dalam buku Charles Kurzman, Wacana Islam Liberal : Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-Isu Global, Paramadina-IKAPI-The Ford Foundation, 2003, cet. II. Menurut Kurzman, tipologi Islam Liberal adalah mereka yang membuka pintu ijtihad seluas-luasnya; menghargai dan mengadopsi produk-produk modernitas; mereka yang bersikap oposan terhadap kelompok Islam Adat dan Revivalis; dan mereka yang berpikir lepas dari teks menuju kontekstualisasi teks.
2
Liberal di atas inilah menimbulkan banyak penafsiran tentang keterkaitan antara ketiganya, Nasution, Cak Nur dan Ulil. Sejak berdiri pada tanggal 08 Maret 2001,4 JIL menjadi fenomena di Indonesia. Ulil sebagai koordinator JIL mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun kontra. Hal itu bisa dilihat ketika ia menulis artikel di Kompas, 18 November 2002, dengan tema “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam”, sempat menggegerkan umat.5 Kampanye Islam Liberal kali ini lebih gencar sosialisasi gagasannya, dibandingkan di era Neo-Modernisme Cak Nur. Media massa, baik elektronik (internet, televisi, dan radio) maupun cetak (surat kabar, majalah, jurnal, buku, dan buletin) menjadi sasaran sebagai media kampanye gagasan-gagasan Islam Liberal.6 Karena menggunakan media massa, JIL cepat mendapat reaksi dari masyarakat dan hal tersebut menimbulkan kecurigaan-kecurigaan dan prasangka-prasangka buruk terhadap JIL. Anggapan JIL didanai oleh Barat untuk menghancurkan Islam dari dalam, serta tidak pernah luput dari tuduhan sebagai antek Zionisme Israel dan neo-Imperalisme Barat.7 Selain Kompas, Tempo, dan media lainnya, yang menjadi media sosialisasi gagasan-gagasan JIL, Jawa Pos juga tidak luput dari target mereka, karena mengingat Jawa Pos merupakan media berskala nasional
4
http//:www.islamlib.com/profil Ulil Abshor Abdalla “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam”, Kompas/18/11/2002. 6 lihat situs JIL www.islamlib.com/profil 7 Adian Husaini dan Nuim Hidayat, Islam Liberal : Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya. Jakarta, Gema Insani Press, 2002. hlm. 169-201. 5
3
dan memiliki suplemen khusus untuk berbagai daerah.8 Gagasan-gagasan JIL itu disosialisasikan melalui rubrik “Kajian Utan Kayu” (sekarang berubah menjadi rubrik “Kajian”) atas kerjasama JIL dengan Jawa Pos. 9 Ghozwul fikr antara pihak pro dan kontra menghiasi halaman media massa, dan melibatkan pihak kepolisian, saling menghujat, pentakfiran dan bahkan dikeluarkannya “fatwa mati” dan “penghalalan” darah Ulil. Fatwa itu dikeluarkan atas dasar Ulil dianggap telah menghina Islam, Allah dan Muhammad oleh Forum Ulama Islam Indonesia (FUII) yang dikoordinatori oleh KH Athian Ali M. Dai.10 Kemudian baru-baru ini menuyusul fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) tentang ajaran sesat dan keharaman mengikuti paham pluralisme, liberalisme dan sekularisme yang dikampanyekan oleh JIL.11 Hal itu bukan yang pertama bagi JIL, sebelumnya pada tanggal 04 Agustus 2002, iklan Islam Warna Warni di TV swasta (SCTV dan RCTI) sempat disomasi oleh Majlis Mujahidin Indonesia (MMI), karena dianggap telah memanipulasi Islam.12 Sebelumnya juga Sukidi, seorang kolumnis, juga salah satu kontributor JIL, diadukan ke polisi oleh MMI dengan alasan yang sama.13
8
Bambang Sadono. Profil Pers. PWI. t.th. hlm.46 Zuly Qodir. Islam Liberal: Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam Indonesia. Pustaka Pelajar.Yogyakarta. 2003. hlm.79 10 Ulil Abshor Abdalla, dkk. Islam Liberal dan Fundamental : Sebuah Pertarungan Wacana. Yogyakarta. Elsaq, 2003, cet.II. hlm. xi-xii 11 Berita Kompas, Sabtu/30/07/2005 12 Ulil Abshor Abdalla, “Islam Warna Warni,” Jawa Pos/22/09/2002 13 Ulil Abshor Abdalla, dkk. Op.cit. hlm. 36 9
4
Melihat realitas seperti itu, sebenarnya cita-cita JIL sangat mulia, seperti apa yang diungkapkan oleh Zuli Qodir, bahwa teks-teks wacana Islam Liberal mempunyai itu mempunyai visi-misi terciptanya masyarakat muslim yang modern (maju), toleran, terbuka, humanis, dialogis, dinamis, inklusif dan pluralis.14 Masih menurut Qodir, bahwa sosialisasi wacana keislaman JIL itu, saat ini, sangat dibutuhkan agar bangsa Indonesia bisa keluar dari krisis multidimensi, karena Islib menawarkan “produk-produk baru” tentang pemahaman keislaman, kaitannya dengan kehidupan sosial-agama, ekonomi, politik dan budaya.15 Meskipun demikian, dalam realitasnya, yang terjadi adalah sebaliknya, bukan terciptanya masyarakat modern, maju, adil, humanis, dan pluralis, tapi justru yang tercipta adalah masyarakat yang saling curiga, menghujat, membenci dan bahkan JIL mendapat tanggapan miring dan dianggap sesat-menyesatkan. Perdebatan menjadi tidak sehat, emosional dan tidak proporsional, misalnya JIL dituduh sebagai antek zionis, dan berselingkuh dengan kalangan Kristen.16 Melihat pernyataan Zuli Qodir di atas dan fakta yang terjadi di lapangan, terjadi sesuatu yang kontras antara cita dan fakta. Cita-cita JIL yang ideal itu ditanggapi “miring” oleh publik.
14
Zuly Qodir, Op.cit. hlm.139. lihat juga www.islamlib.com Ibid. hlm.140 16 Muhsin Jamil, Membongkar Mitos Menegakkan Nalar: Pergulatan Islam Liberal Versus Islam Literal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hlm. 137-8 15
5
Hal itu terjadi karena, dalam teori komunikasi kontemporer dan ilmu sosial kritis, media (pers) dan teks komunikasi (wacana), termasuk teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos---dalam teori Van Dijk17---tidak bebas nilai dan kepentingan.18 Pers dan wacana apa pun tidak bisa lepas dari bias-bias kepentingan, ideologi, politik, ekonomi, budaya, dan agama, baik untuk kepentingan positif maupun negatif. Tidak ada satu pun media dan wacana yang mempunyai independensi dan objektivitas absolut.19 Tidak jauh berbeda apa yang ditulis oleh Ulil tentang “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” di Kompas, dengan teks-teks yang ada di rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos. Tulisan-tulisannya menawarkan
ide-ide
liberal
dan
kontroversial,
bahkan
frekuensi
pemuatannya lebih gencar, setiap hari Minggu satu halaman penuh, dengan menghadirkan penulis-penulis handal dan tokoh-tokoh nasional, yang tentunya liberal juga. Teks-teks komunikasi, termasuk Kajian Utan Kayu Jawa Pos itu, dalam teori pos-kolonial dan teori sosial kritis tidak lepas dari kepentingan politik, ekonomi, budaya dan ideologi.20
17
Alex Sobur. Analisis Teks Media : Pendekatan Analisis Wacana, Semiotik dan Framing. Cet. II. Rosda Karya. Bandung. 2002. hlm.2-3 18 Agus Sudibyo. Politik Media dan Pertarungan Wacana. LKIS. Yogyakarta. 2001. hlm. 299-301. 19 Eriyanto. Analisis Framing, Konstruksi, Idologi, dan Politik Media. LKIS. Yogyakarta. 2004. Cet. II. hlm. V. 20 John B.Thompson, Analisis Ideologi: Kritik Wacana Ideologi-Ideologi Dunia, Yogyakarta, (terj. Haqqul Yakin). Ircisod. 2003, hlm. 192,205.
6
Di samping itu, menurut Ali Harb,21 suatu penelitian atas teks atau pemikiran bisa dikatakan layak diteliti apabila teks yang akan diteliti itu menjadi perbincangan dan perdebatan publik, menjadi referensi banyak orang dan kebenaran tunggal (dogmatisme), bahkan menjadi pusat kebenaran (logosentrisme) oleh sebagian orang (bagi pendukungnya). Atas kebekuan logosentrisme dan otoritas dogmatisme itulah diperlukan kajian ulang terhadap teks-teks (wacana) yang demikian itu.22 Dalam konteks pemikiran Ali Harb itu, Ulil sebagai representasi dari JIL telah menjadi tokoh publik yang diperdebatkan banyak orang, pendapatnya dikutip di sana-sini, ia dipuji dan dibela banyak kalangan intelektual, agamawan dan yang berkepentingan dengannya. Di sisi lain, ia dihujat, difitnah, dan dihalalkan darahnya untuk dibunuh. Di sinilah kajian terhadap teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos menjadi penting, mengingat teks-teks yang diwacanakan merupakan wacana-wacana Islam Liberal dan kontroversial. Di samping itu, di satu pihak, perdebatan publik tentang wacana Islam Liberal belum menjadi kepuasaan publik, karena tanggapan yang sangat sepihak dan cenderung apologis, serta tidak memadai. Di pihak yang lain (kontra), masih cenderung
menghakimi,
emosional
dan
membabi
buta,
tanpa
mengindahkan etika dan moral.23
21
Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis: Analisis Kritis Atas Pemikiran Pluralisme Cak Nur. Gerigi Pustaka. Yogyakarta. 2002. hlm. xii 22 Ilyas Supena dan Ahmad Fauzi. Dekonstruksi dan Rekonstruksi Hukum Islam. Gama Media dan Walisongo Press. Yogyakarta. 2003. hlm. 30-34 23 Ulil Abshor Abdalla, dkk. Op.cit, dan tanggapan yang ada di www.islamlib.com
7
Penelitian ini setidaknya bisa memberikan kontribusi pemahaman yang mencukupi bagi yang masih ragu dan berpransangka buruk terhadap JIL, atau kelompok lain yang selama ini getol menentangnya, dan bisa memberikan informasi yang imbang, tidak cenderung menyalahkan atau membelanya. Di samping itu juga bisa memberikan masukan kepada JIL sendiri agar lebih berhati-hati, simpatik, persuasif dan tidak terlalu provokatif dan dekonstruktif. Atas dasar itu, penelitian ini peneliti berikan judul “Studi Kritis terhadap Wacana Jaringan Islam Liberal (Pendekatan Critical Discourse Analysis atas Teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos)”.
1.2.
RUMUSAN MASALAH Kareana
banyak
persoalan
tersebut,
penelitian
ini
hanya
memfokuskan kajian tentang, pertama, apa makna teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos?. Makna teks yang dimaksud adalah gagasangagasan atau pemikiran-pemikiran Jaringan Islam Liberal (JIL) yang ada pada teks tersebut. Kedua, bagaimana ekspresi yang direpresentasikan oleh teks JIL itu?. Ekspresi yang maksud adalah ekspresi komunikasi yang ada pada teks tersebut. Ketiga, penelitian ini akan mengungkap daan membongkar ideologi latent yang ada pada teks, atau yang ada pada gagasan-gagasan itu, ideologi yang tak tersurat, ideologi “yang tak terbaca” oleh kasat mata,
8
ia ada dalam teks (wacana), ia ada “tanpa disadari”, ia bisa memanipulasi, ia didatangkan dengan penuh strategi dan kepentingan. Kaitannya dengan ideologi teks, lalu pertanyaannya siapa yang dibalik ideologi itu?, ideologi apa yang dimarjinalkan?. Keempat, penelitian ini akan membaca kepentingan yang tak terbaca dalam teks tersebut. Siapa yang diuntungkan? Siapa yang dirugikan? Untuk apa ia dihadirkan? Untuk membela siapa dan menindas siapa? Kelima, bagaimana teks tersebut dalam perspektif dakwah?. Maksud dakwah disini mencakup pertanyaan bagaimana teks tersebut sebagai pesan dakwah?, bagaimana komunikasi melalui media cetak merupakan dakwah bil-kitabah?, bagaimana penulis sebagai juru dakwah?, dan bagaimana ekspresi komunikasi sebagai pendekatan dakwah?.
1.3.
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Dari fokus penelitian atas, maka tujuan penilitian ini adalah: pertama, untuk mengetahui apa saja makna teks yang ada pada rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos, atau gagasan-gagasan dan pemikiran, isu-isu yang ada pada teks, atau pemikiran yang disampaikan oleh JIL. Kedua, mengetahui ekspresi teks. Ketiga, mengetahui ideologi yang terdapat dalam makna teks atau gagasan, pemikiran-pemikiran JIL. Mengetahui ideologi JIL secara tersirat, yakni ideologi latent, ideologi yang tak tersurat, ideologi yang tak terbaca. Keempat, untuk mengetahui siapa yang ada di balik ideologi itu, untuk kepentingan apa, siapa yang
9
untungkan, siapa yang dirugikan, untuk apa ia dihadirkan, siapa yang dibela dan untuk menindas siapa. Kelima, mengetahui posisi teks dalam perspektif dakwah. Adapun manfaat secara teoritis penelitian dapat menambah khazanah keilmuan dakwah, dan ilmu komunikasi. Sedangkan manfaat secara praktis pertama dapat bermanfaat bagi pemerintah secara umum, yaitu dapat mengetahui masalah yang sebenarnya kaitannya dengan berbagai perbedaan aliran dalam agama yang ada di Indonesia; dapat memberikan penerangan kepada umat beragama atas perbedaan tersebut; dapat memberikan kedewasaan dalam bertindak dan mengambil keputusan; dapat mengayomi, mendialogkan, mengkoordinasikan dan memfasilitasi berbagai perbedaan yang ada secara obyektif. Kedua, dapat bermanfaat bagi organisasi masyarakat (ormas), yaitu dapat memberikan pencerahan tentang arti keberbedaan dan pluralitas; dapat dijadikan sarana dialog dari berbagai perbedaan yang ada; dapat menciptakan suasana aman, damai dan penuh persahabatan; dapat menghindari klaim kebenaran; dan dapat terciptanya sikap saling menghargai dan menghormati. Ketiga, dapat bermanfaat bagi masyarakat secara umum, yaitu dapat mendorong umat untuk lebih bisa memanfaatkan media komunikasi modern dalam berdakwah; untuk melakukan dakwah bil-kitabah, dengan tulisan di media massa dalam rangka dakwah; menjadikan umat melek
10
media, bisa memilah dan memilih media mana yang baik serta informasi (teks) mana yang bermanfaat; dijadikan landasan bagi para da’i dalam berdakwah agar tidak asal menyampaikan materi-materi dakwah secara serampangan; dijadikan landasan bagi para penulis secara umum, agar tidak menyampaikan wacana yang bias dan berpotensi menimbulkan konflik; memberikan pemahaman yang jernih, objektif, tidak emosional dalam menjelaskan fenomena Jaringan Islam Liberal.
1.4.
METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah Kualitatif. Secara umum penelitian kualitatif digunakan untuk memahami makna realitas atau fakta dengan cara non-statistik, yang bersifat deskriptif, interpretatif, induktif, analitis, dan pengembangan teori.24 Pendekatan yang digunakan adalah Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis). Analisis ini membahas bahasa (teks dalam unit terkecilnya) dalam rangkaian kesatuan situasi penggunaan yang utuh, dimana wacana itu berada pada rangkaian konteks. Pendekatan ini melihat teks hadir tidak di dalam ruang sosial yang hampa, akan tetapi ada kekuatan lain diluar teks yang melingkupi kehadirannya.25
24
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2001, hlm. 123-125. 25 Baca buku Eriyanto, Alex Sobur, dan Kris Budiman, tentang analisis wacana kritis.
11
B. Sumber Data Data primer adalah data-data berasal dari rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos yang telah ditentukan dalam objek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data-data pendukung lainnya, misalnya buku, jurnal, majalah, surat kabar, makalah, dan internet. C. Unit Penelitian Untuk mempermudah penelitian, peneliti menentukan unit atau objek analisis penelitian sebagai berikut : 1. Ulil Abshor Abdalla : “Islam, Toleransi, dan Rekonsiliasi”; 2. Luthfi Assyaukanie : “Islam, Turisme, dan Toleransi”; 3. Hamid Basyaib : “Ke Turki, Kita Mengaji”;
D. Tehnik Pengumpulan Data Dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan
tehnik
pengumpulan data dokumentasi.26 Metode dokumentasi ini peneliti gunakan untuk mencari data tentang teks-teks JIL, yang merupakan data primer dan buku-buku atau referensi-referensi lain yang ada kaitannya dengan penelitian, sebagai data pendukung.
E. Tehnik Analisis Data Dalam penelitian ini, untuk meneliti isi teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos, tidak cukup hanya menggunakan pendekatan Analisis Wacana Kritis, namun diperlukan kerangka operasional yang lebih 26
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hlm. 260
12
praksis, atau bisa juga dikatakan sebagai alat bantu Analisis Wacana Kritis. Dalam keperluan itu, peneliti menggunakan tehnik analisis data Kognisi Sosial, Arkeologi dan Genealogi Wacana. Analisis Kognisi Sosial dipelopori oleh Teun A Van Dijk. Penelitian atas wacana tidak cukup pada teks semata, namun yang harus melihat proses suatu teks diproduksi, di mana proses itu melibatkan banyak komponen yang melingkupinya.27 Tehnik ini peneliti gunakan untuk menjawab pertanyaan tentang makna (gagasan atau pemikiran JIL) dan ekspresi teks Kajian Utan Kayu Jawa Pos. Analisis Kognisi Sosial28 terdiri dari tiga dimensi, yaitu dimensi teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Menurut Van Dijk, dimensi teks terdiri dari tiga struktur. Pertama, struktur makro merupakan makna global dari sebuat teks. Hal ini bisa dipahami dari topik atau tema teks (tematik). Kedua, super struktur merupakan kerangka teks (skematik) yang terdiri (bisa dilihat) dari bagian pendahuluan, isi dan penutup. Ketiga, struktur mikro, yang terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. Dimensi kognisi sosial dipelajari melalui proses produksi teks yang melibatkan kesadaran penulis. Kognisi sosial meliputi kesadaran, mental, pengetahuan, kepercayaan, ideologi, opini, prasangka,
27 28
Alex Sobur. Op. cit. hlm. 73 Eriyanto. Analisis Wacana : Op. cit. hlm. 225-259
13
pengalaman, pemahaman, penafsiran, proses dan strategi pembuatan teks, serta kepentingan penulis.29 Dimensi konteks sosial, bisa dilihat dari bagaimana wacana diproduksi dan reproduksi oleh masyarakat. Wacana yang berkembang di masyarakat itu sangat dipengaruhi oleh dua hal yaitu kekuasaan dan akses.30 Kekuasaan adalah upaya kontrol baik yang bersifat langsung (fisik) maupun tidak (non-fisik, seperti hegemoni, ideologi), misalnya dalam bentuk persuasif, tindakan seseorang secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental dengan sikap, kepercayaan dan pengetahuan. Kekuasaan bisa berupa status sosial, uang, ideologi, pengetahuan, dan hegemoni.31 Sedangkan akses memperhatikan bagaimana masing-masing kelompok masyarakat memiliki kesempatan menguasai media. Semakin suatu kelompok berkuasa semakin besar pula akses yang dimilikinya untuk mempengaruhi kesadaran khalayak, menentukan topik isi wacana, mengontrol atau bahkan menindas kelompok marjinal melalui media.32 Dalam proses analisa kognisi sosial, suatu teks dapat dilihat (dikaji) dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1. Tematik merupakan makna global dari sebuah teks, yang bisa dipahami dari tema atau topik teks secara global.
29
Ibid. hlm. 259-271 Ibid. hlm. 271 31 Ibid. hlm. 272 32 Ibid. 30
14
2. Skematik dapat dikaji dari skema teks yang terdiri dari dalam kategori pendahuluan, isi dan penutup. 3. Semantik (makna yang ditekankan dalam teks); 4. Sintaksis (bagaimana pendapat disampaikan); 5. Stilistik (pilihan kata yang dipakai); 6. Retoris (bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan); 7. Kognisi Sosial (totalitas penulis); dan 8. Konteks Sosial (akses dan kekuasaan).33 Untuk membedah sesuatu yang tak terbaca dalam pemikiran JIL, yaitu berkaitan dengan ideologi dan kepentingan dalam teks, peneliti menggunakan perangkat kerja analisis arkeologi dan genealogi wacana.34 Arkeologi merupakan metode pencarian “makna kebenaran” melalui sistem atau prosedur-prosedur yang teratur dalam produksi, pengaturan, strategi, distribusi, sirkulasi, dan operasional peryataanpernyataan (wacana). Arkeologi digunakan untuk meneliti sejarahsejarah 33
munculnya
pernyataan,
fundamen-fundamen
yang
Perangkat analisis kognisi sosial dan konteks sosial ini yang akan membantu (sama dengan) perangkat kerja analisis arkeologi dan genealogi, hanya saja kedua yang terakhir ini lebih lengkap dan aplikatif, ketimbang perangkat kognisi dan konteks sosial. Perangkat kerja analisis kognisi sosial sama dengan perangkat basis sosial dan posisi kelas dalam teori arkeologi, sementara perangkat konteks sosial sama dengan perangkat genealogi wacana (pertalian wacana, perkembangan dan relasi kuasanya). 34 Metode ini pernah digunakan oleh Mohamed Arkoun, dalam kitabnya Al-fikr al-Islam : Naqd Wa Ijtihad. Metode dalam kitab ini digunakan untuk menggali sejarah pemikiran Islam yang penuh dengan kepentingan politik dan ideologi. Lihat Luthfi Assyaukanie, “Islam dalam Konteks Pemikiran Pascamodernisme: Pendekatan Menuju Nalar Islam”, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, No. 01, Vol. V, Jakarta: 1994, hlm. 25. Metode ini juga pernah digunakan oleh Ahmad Baso dalam bukunya “Civil Society Versus Masyarakat Madani : Arkeologi Pemikiran Civil Society dalam Islam Indonesia”, tahun 1999, yang diterbitkan oleh Pustaka Hidayah, dan oleh Nur Kholik Ridwan dalam bukunya “Pluralisme Borjuis : Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak Nur”.
15
membentuknya, yang kemudian menjadi sebuah “kebenaran” dan ideologi. Tugas kedua arkeologi adalah membaca teks yang tak terbaca, yang ada pada teks, dan membongkar dokumen-dokumen yang telah dimonumenkan oleh sejarah (rejim kekuasaan, modal, media, intelektual, agama), serta berusaha membuat tafsir-tafsir baru atas monumen (dokumen) itu.35 Sedangkan genealogi berpusat pada bagaimana hubungan timbal balik antara sistem kebenaran, wacana, pengetahuan, dan sejarah, dengan mekanisme kuasa, rezim yang memproduksi dan menentukan suatu kebenaran wacana. Genealogi lebih luas dari arkeologi. Genealogi bertugas menganalisa awal mula wacana dan perkembangan
kebenaran
(wacana),
serta
menganalisis
akar
pengetahuan, wacana, dominasi, penaklukkan, hubungan kekuatan dan kekuasaan.36 Genealogi
tidak
hanya
menghubungkan
sistem-sistem
kebenaran dan strategi kuasa, tapi bagaimana mengkonseptualkan pemahaman strategi kuasa dan relasi-relasi sosial. 37 Arkeologi
dan
genealogi
bukanlah
teori
yang
saling
kontradiksi, melainkan saling melengkapi. Arkeologi konsentrasi pada persoalan praktek diskursif, aturan-aturan produksi wacana, dan argumen-argumen ilmiah, atau arkeologi berfokus pada persoalan wacana, teks yang bersifat teoritis-epistemologis. Misalnya meneliti 35
Petrus Sunu Hardiyanta, Op.cit, hlm. 10-13 Ibid, hlm. 14-15 37 Ibid, hlm. 16 36
16
proses-proses terbentuknya disiplin pengetahuan, lengkap dengan dalil-dalil epistemologisnya. Sedangkan genealogi berurusan dengan kekuatan-kekuatan dan relasi-relasi kuasa yang dikaitkan dengan praktek diskursif, atau genealogi berfokus pada persoalan power (kuasa) yang bersifat praktis-politis.38 Genealogi meneliti tentang bagaimana
keterkaitan
antara
kekeuasaan,
pengetahuan,
dan
objeknya.39 Dua metode ini digunakan untuk membongkar histografi tradisonal yang masih antropologis, dan humanistis.40 Singkatnya, arkeologi digunakan untuk melacak sejarah ide, gagasan,
pemikiran,
episteme
(pengetahuan),
apa
fundamen
(perspektif) yang membentuk ide-ide itu, siapa yang membentuknya, dimana posisi kelasnya, bagaimana basis sosialnya, apa ideologinya, dan bagaimana sistem sosialnya. Sedangkan genealogi digunakan untuk melacak perkembangan wacana, peneguhan wacana, dominasi, penyingkiran wacana lain, wacana digunakan untuk membela siapa, dan bagaimana relasi kuasa.41 Jadi kedua metode itu secara bersamaan digunakan untuk mengkritik epistemologi pengetahuan (system of knowledge), sejarah, dan pemikiran, serta relasi kuasa.42 Kedua metode inilah yang peneliti
38
Ahmad Baso, “Militerisme Islam”, dalam Justusia, edisi 20, X, 2002, hlm. 22-24 Ibid, hlm. 16 40 Ibid. 41 Nur Kholik Ridwan, Pluralisme Borjuis, Kritik Nalar atas Pluralisme Cak Nur, Yogyakarta: Galang Press, 2002, hlm.27-35 42 K. Bertens, Sejarah Filsafat Barat II, Jakarta: Gramedia, 1985, hlm. 409-412 39
17
gunakan untuk mencari ideologi dan kepentingan di balik teks atau gagasan-gagasan JIL.
F. Katagorisasi UNIT
MASALAH
ANALISIS
METODE
DIMENSI
ANALISIS Makna teks atau
Analisis
Tematik, skematik,
Teks-teks JIL
Gagasan JIL
Kognisi Sosial
semantik
Yang ada di
Ekspresi teks
-
Sintaksis, retoris,
rubrik Kajian
stilistik,
Utan Kayu
Ideologi teks
Arkeologi dan
Sejarah ide,
Jawa Pos
dan
Genealogi
Fundamen, dan
Kepentingan
wacana
Relasi kuasanya
Teks JIL dalam
Teori
Materi, media,
Perspektif
komunikasi dan
proses, pendekatan
Dakwah
dakwah
dakwah
teks JIL
1.5.
SISTEMATIKA PENULISAN Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut : bab pertama adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab kedua, telaah pustaka dan kerangka teoritik. Bab ketiga, kondisi sosial JIL dan unit analisis. Bab keempat, kerangka kerja analisis dan analisis datanya. Bab kelima, penutup yang terdiri dari kesimpulan, saran, daftar pustaka, lampiran dan biodata.