1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia selalu melakukan perubahan dalam kehidupannya, hal ini terlihat dari banyaknya perubahan yang terjadi, terutama dalam bidang teknologi transportasi. Manusia awalnya menggunakan alat transportasi tradisional yang memerlukan banyak tenaga dan juga waktu tempuh yang lama. Akan tetapi, dengan adanya perkembangan alat transportasi, manusia beralih menggunakan transportasi yang lebih modern seperti sepeda motor, mobil, bus, dan lain sebagainya. Dengan kemudahan yang disuguhkan oleh alat transportasi modern membantu manusia agar lebih efektif dan efisien dalam melakukan mobilitas terutama dalam hal waktu dan tenaga. Sepeda motor berkembang menjadi alat transportasi paling favorit saat ini sama dengan sepeda pada zamannya. Sepeda motor menjadi kendaraan yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia dikarenakan sepeda motor merupakan kendaraan kelas menengah, tidak terlalu tradisional seperti sepeda dan tidak terlalu mahal seperti mobil. Apalagi dengan munculnya sepeda motor yang otomatis dan beberapa tipe lainnya, semakin memperluas cakupan pengguna sepeda motor. Tua, muda, laki-laki, maupun perempuan mereka memanfaatkan alat transportasi tersebut dalam kesehariannya. Cara menggunakan sepeda motor tidak jauh berbeda dengan sepeda. Asalkan mampu menjaga keseimbangan dan mengatur gas, seseorang akan mampu mengoperasikan sepeda motor. Kemudahan yang ditawarkan oleh
2
sepeda motor tersebut membuat sebagian dari siswa SMP dan siswa SMA mampu mengemudikannya. Mereka bahkan memanfaatkan sepeda motor tersebut sebagai alat transportasi untuk pergi ke sekolah. Padahal siswa SMP dan SMA kebanyakan merupakan anak di bawah umur 17 tahun yang belum mendapatkan izin untuk mengendarai kendaraan bermotor. Secara faktual siswa SMP dan siswa SMA mampu mengemudikan sepeda motor, apalagi perkembangan fisik anak saat ini cukup baik. Namun, dari segi psikis mereka masih berada dalam proses pencarian identitas diri. Apabila mudah terprovokasi dengan hal-hal yang negatif dikhawatirkan akan memicu siswa SMP dan siswa SMA mengabaikan peraturan dan nilai-nilai di dalam masyarakat. Dewasa ini tidak jarang dijumpai siswa SMP dan SMA yang mengemudikan motor secara ugal-ugalan, tidak menggunakan helm, tidak membawa surat kelengkapan berkendara, dan bahkan satu sepeda motor dinaiki lebih dari dua orang. Fakta di lapangan juga menunjukkan banyaknya siswa yang mengendarai kendaraan bermotor mendapat ijin dari orang tua. Padahal orang tua mengetahui jika anak di bawah umur 17 atau belum memiliki SIM tidak diperbolehkan mengendarai kendaraan bermotor. Dalam hal ini keluarga merupakan lingkungan sosial terdekat untuk mendewasakan anak, dalam keluarga inilah anak mendapatkan pendidikan pertama dan utama. Seharusnya orang tua tidak memberikan kendaraan kepada anak sebelum umur 17 tahun. Apalagi kebanyakan anak diajarkan mengemudikan kendaraan bermotor terutama sepeda motor oleh orang tua pada usia yang
3
belum memadai. Selain itu orang tua tidak memberikan pengawasan yang ketat terhadap anak yang mampu mengendari sepeda motor. Pergaulan anak juga menjadi salah satu faktor pendukung anak di bawah umur 17 tahun mengemudikan kendaraan bermotor. Kebanyakan anak usia SMP dan SMA mengemudikan sepeda motor ke sekolah karena pengaruh dari teman-temannya. Hal ini berarti pergaulan anak menjadi salah satu faktor penyebab anak menjadi berani membawa kendaraan bermotor diusianya yang masih dini dan berpotensi membuat anak tersebut melakukan pelanggaran lalu lintas. Secara yuridis, siswa SMP dan siswa SMA di bawah umur 17 tahun yang mengemudikan kendaraan bermotor telah melanggar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Pasal 77 Ayat (1) Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa, setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan. Berdasarkan pasal di atas jelaslah bahwa untuk mengemudikan kendaraan bermotor seseorang harus memiliki SIM. Dengan demikian, seorang siswa SMA yang belum berumur 17 tahun tidak dibenarkan mengemudikan sepeda motor karena tidak memiliki SIM. Untuk siswa SMP sendiri sudah jelas tidak dibenarkan mengendarai sepeda motor. Terkait dengan kepemilikan SIM, sesuai dengan Pasal 81 Undangundang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa, seseorang harus
4
memenuhi persyaratan usia, administratif, kesehatan, dan lulus ujian. Syarat usia ditentukan paling rendah sebagai berikut: 1.
Usia 17 (tujuh belas) tahun untuk SIM A, SIM C, SIM D;
2.
Usia 20 (dua puluh) tahun untuk B I;
3.
Usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk SIM B II.
Syarat administratif sebagaimana dimaksud meliputi: 1.
Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP);
2.
Pengisian formulir permohonan;
3.
Rumusan sidik jari.
Syarat kesehatan meliputi: 1.
Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter;
2.
Sehat rohani dengan lulus tes psikologi. Dari pasal di atas, sudah jelas bahwa siswa SMA yang belum berumur
17 tahun serta siswa SMP belum memenuhi syarat. Apalagi dengan usia yang belum mencapai 17 tahun emosinya cenderung masih labil karena penguasaan atau reflek terhadap pengendalian motor saat terjadi insiden masih rendah. Hal tersebut dapat membahayakan keselamatan sendiri maupun pengguna jalan yang lain. Selain itu dalam Pasal 281 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dinyatakan bahwa: ”Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).”
5
Sanksi tersebut telah diberlakukan bagi siswa yang tertangkap tangan/ melanggar rambu lalu lintas atau saat dilakukan operasi (tilang) tidak memiliki SIM saat mengemudi. Akan tetapi biasanya sanksi yang diberikan jauh lebih rendah dari ancamannya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika masih ada kasus pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh siswa SMP dan siswa SMA di Kulon Progo. Berkaitan dengan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh siswa, seharusnya ada upaya untuk menanggulangi pelanggaran lalu lintas tersebut. Penanggulangan dapat dilakukan secara preventif dan represif. Penanggulangan secara preventif adalah tindakan yang bersifat pencegahan oleh petugas hukum agar tidak terjadi tindak pidana, sedangkan penanggulangan secara represif adalah tindakan petugas hukum terhadap perbuatan seseorang sesudah terjadi pelanggaran hukum (Bambang Purnomo, 1988: 90). Salah satu pihak yang berwenang menangani pelanggaran Undangundang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Polisi Lalu Lintas atau selanjutnya disebut dengan Polantas. Polantas memiliki tugas dan wewenang untuk menanggulangi pelanggaran Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor Pasal 59 Polantas bertugas melaksanakan Turjawali bidang lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas, pelayanan
6
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas. Oleh karena itu, Polantas memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan dan memberikan pendidikan kepada masyarakat di bidang lalu lintas. Selain itu juga melaksanakan penindakan terhadap adanya pelanggaran dalam rangka penegakan hukum. Berdasarkan kewenangan tersebut, polisi melakukan sosialisasi secara periodik di sekolah-sekolah di wilayah Kulon Progo untuk memberi pengetahuan dan pembinaan kepada siswa agar tidak melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berikut merupakan daftar sekolah yang menjadi sasaran dari program sosialisasi oleh kepolisian untuk mengurangi jumlah pelanggaran lalu lintas terutama yang dilakukan oleh siswa. Tabel 1. Daftar Nama Sekolah Sasaran Pelaksanaan Sosialisasi oleh Polres Kulon Progo. Tahun Jumlah Nama Sekolah SMK Negeri 1 Temon, MAN 2 Wates , SMK 2011 Muhammadiyah 1 Temon, SMK Ma’arif 1 Wates (kelas 5 X), SMK Ma’arif 1 Wates (kelas XI dan XII), dan SMK Negeri 2 Pengasih. SMK Ma’arif 3 Wates, SMK Negeri 1 Temon, SMK Ma’arif 1 Wates, MAN 2 Wates, SMK 1 Nanggulan, 2012 10 SMP N 2 Pengasih, SMK Taman Siswa Jatisarono Nanggulan, SMK Muhammadiyah 1 Temon, SMP N 2 Lendah, dan SMP N 1 Sentolo. Sumber: Data Sat Lantas Polres Kulon Progo Tahun 2011 dan 2012 yang diolah oleh Peneliti pada 01 Juli 2014. Dapat dilihat pada tabel 1 di atas bahwa terjadi penambahan jumlah sekolah yang menjadi sasaran dari program sosialisasi oleh kepolisian. Pada tahun 2011 hanya 5 sekolah saja yang menjadi sasaran program sosialisasi,
7
akan tetapi pada tahun 2012 jumlahnya meningkat menjadi 10 sekolah. Dengan adanya sosialisasi tersebut seharusnya dapat mengurangi jumlah pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Akan tetapi, meskipun sosialisasi telah dilakukan oleh pihak polisi dan juga adanya penambahan jumlah sekolah yang menjadi sasaran dari program sosialisasi, masih saja banyak terjadi pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh siswa. Bahkan jumlah pelanggaran tersebut terus meningkat tiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 2 yaitu data pelanggaran lalu lintas oleh siswa SMP dan siswa SMA di Kulon Progo. Tabel 2. Data Pelanggaran Lalu Lintas oleh siswa SMP dan siswa SMA di Kulon Progo. Tahun Bulan 2011 2012 2013 Januari 210 410 504 Februari 291 437 359 Maret 296 499 212 April 259 512 631 Mei 39 415 105 Juni 137 254 614 Juli 564 713 670 Agustus 116 95 508 September 221 342 614 Oktober 409 401 593 November 301 321 593 Desember 470 387 856 Total 3313 4786 6259 Sumber: Data Satlantas Polres Kulon Progo tahun 2011, 2012, dan 2013 yang diolah peneliti pada tanggal 01 April 2014. Dari data tersebut dapat dilihat masih tingginya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa SMP dan siswa SMA di Kulon Progo. Selain itu, data tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebanyak 1473 pelanggaran. Kemudian terjadi peningkatan lagi dari tahun 2012 ke tahun 2013 sebanyak 1473 pelanggaran yang dilakukan oleh siswa
8
SMP dan siswa SMA di Kulon Progo. Hal ini menunjukkan belum efektifnya sosialisasi mengenai lalu lintas yang dilakukan oleh polisi untuk mengurangi jumlah pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Tingginya angka pelanggaran terhadap Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh siswa SMP dan SMA di Kulon Progo dan adanya peningkatan jumlah pelanggaran yaitu dari tahun 2011 sampai tahun 2013, serta adanya faktor pendukung terjadinya pelanggaran ini, menuntut upaya dari Polantas Polres Kulon Progo untuk menanggulangi pelanggaran. Upaya Polantas Polres Kulon Progo diasumsikan sebagai langkah terakhir dalam mengurangi angka pelanggaran Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh siswa SMP dan SMA mengingat lingkungan keluarga dan sosial lebih banyak mendukung terjadinya pelanggaran.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan secara singkat tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang dapat diteliti, diantaranya adalah: 1.
Banyaknya siswa SMP dan siswa SMA di bawah 17 tahun yang mampu mengemudikan sepeda motor.
2.
Banyaknya siswa SMP dan siswa SMA di bawah umur 17 tahun yang mengendarai sepeda motor sebagai sarana transportasi ke sekolah, meskipun pihak sekolah sudah melarang.
9
3.
Masih tingginya angka pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh siswa siswa SMP dan siswa SMA di bawah umur 17 tahun di Kulon Progo.
4.
Adanya peningkatan jumlah pelanggaran dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 yang dilakukan oleh siswa SMP dan siswa SMA di Kulon Progo.
5.
Adanya faktor pendukung terjadinya pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan yang dilakukan oleh siswa SMA dan SMP di Kulon Progo.
6.
Polisi hanya menindak siswa SMA dan SMP yang tertangkap tangan pada saat melakukan operasi atau melanggar rambu lalu lintas.
7.
Sosialisasi tentang lalu lintas yang dilakukan oleh polisibelum efektif.
8.
Adanya kendala yang dapat menghambat Polantas dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan oleh siswa SMP dan siswa SMA di bawah umur 17 tahun di Kulon Progo.
C. Pembatasan Masalah Luasnya permasalahan yang ada berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti perlu melakukan pembatasan masalah agar lebih efektif dan efisien. Untuk pengkajian selanjutnya peneliti membatasi penelitian ini pada dua permasalahan pokok yaitu: 1.
Upaya Polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) oleh siswa di Kulon Progo
10
2.
Hambatan-hambatan yang dihadapi Polisi dalam upaya menanggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) yang dilakukan oleh siswa di Kulon Progo.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka peneliti dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah upaya Polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) oleh siswa di Kulon Progo?
2.
Apa sajakah hambatan-hambatan yang dihadapi Polisi dalam upaya menanggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) yang dilakukan oleh siswa di Kulon Progo?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui upaya Polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) oleh siswa di Kulon Progo.
2.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Polisi dalam upaya menaggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun
11
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) oleh siswa di Kulon Progo.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian yang berjudul Upaya Polisi dalam Menaggulangi Pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Siswa di Kulon Progo adalah: 1.
Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang mana merupakan salah satu rumpun keilmuan dari Pendidikan Kewarganegaraan, serta dapat dijadikan sebagai acuan dalam penelitian berikutnya yang sesuai dengan bidang penelitian terutama untuk pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan.
2.
Manfaat praktis Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, lembaga kepolisian, dan masyarakat. a.
Bagi Peneliti Penelitian ini untuk membentuk pola pikir yang dinamis, lebih mengembangkan penalaran sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam penerapan ilmu khususnya di bidang hukum yang diperoleh
selama
menempuh
perkuliahan
Pendidikan
12
Kewarganegaraan dan sebagai bekal peneliti untuk menjadi guru yang profesional. b.
Bagi Lembaga Kepolisian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pemikiran atau bahan pertimbangan bagi kepolisian dalam membuat kebijakan yang terkait dengan penanggulangan terhadap pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1).
c.
Bagi masyarakat Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatan kesadaran dan kepatuhan hukum masyarakat yang akan menciptakan ketertiban dalam berlalu lintas.
G. Batasan Istilah 1.
Polisi Polisi dalam penelitian ini adalah polisi lalu lintas, polisi lalu lintas merupakan unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas guna memelihara keamanan,
ketertiban
dan
kelancaran
lalu
lintas
13
(repository.usu.ac.id,2013). Polantas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Polantas yang bertugas menanggulangi pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2.
Menanggulangi Menanggulangi tindak pidana dapat dilakukan secara preventif dan represif. Penanggulangan secara preventif adalah tindakan yang bersifat pencegahan oleh petugas hukum agar tidak terjadi tindak pidana, sedangkan penanggulangan secara represif adalah tindakan petugas hukum terhadap perbuatan seseorang sesudah terjadi pelanggaran hukum (Bambang Purnomo, 1988: 90). Menanggulangi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara mencegah dan memberantas adanya pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terutama yang dilakukan oleh siswa di Kulon Progo.
3.
Pelanggaran Pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggar, tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan (KBBI, 2005: 1634). Pelanggaran merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP buku Ketiga. Peristiwa pelanggaran disebut juga dengan delik undang-undang karena perbuatan tersebut bertentangan dengan apa yang tercantum dalam undang-undang pidana. Pelanggaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
14
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) yang dilakukan oleh siswa di Kulon Progo. 4.
Siswa Siswa/Siswi merupakan istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peserta didik tingkat SMA di bawah umur 17 tahun dan siswa SMP di Kulon Progo. Dari batasan istilah di atas, maka penelitian yang berjudul “Upaya
Polisi dalam Menanggulangi Pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Siswa di Kulon Progo” adalah usaha polisi dalam hal ini adalah polisi lalu lintas untuk mencegah dan memberantas pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan khususnya Pasal 77 Ayat (1) yang dilakukan oleh peserta didik pada jenjang pendidikan SMP dan SMA. Dalam hal ini berkaitan dengan peserta didik pada jenjang SMA di bawah umur 17 tahun serta peserta didik pada jenjang SMP di Kulon Progo.