BAB I PENDAHULUAN
I.A
Latar belakang Kebahagiaan adalah hal yang ingin dicapai manusia dalam hidup. Manusia
selalu berpikir bahwa kebahagiaan adalah segala-galanya. Padahal, yang terpenting bukanlah kebahagiaan itu sendiri melainkan alasan yang membuat mereka bahagia, ketika mereka telah berhasil menemukan alasan yang membuat mereka bahagia otomatis mereka akan merasakan kebahagiaan itu sendiri. Sama halnya dengan hidup, untuk membuat hidupnya bermakna, maka pertama kali manusia harus menemukan alasannya hidup di dunia. Alasan untuk hidup inilah yang disebut oleh Frankl (2004) sebagai makna hidup. Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (Bastaman, 2007). Makna hidup bermula dari adanya visi kehidupan, harapan dalam hidup, dan kenapa seseorang harus tetap bertahan hidup (Ancok dalam Bukhori, 2006). Makna tidak terletak di dalam diri kita, melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan makna atau memilihnya, melainkan harus menemukannya (Abidin, 2002). Makna hidup terdapat dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan (Bastaman, 2007), karena kehidupan manusia di dunia tidak
11
Universitas Sumatera Utara
selamanya dipenuhi dengan kesenangan namun juga dengan penderitaan (Frankl dalam Bastaman, 1996). Penderitaan adalah proses, perbuatan, cara menderita, dan penanggungan yang terkait dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti sakit, cacat, kesengsaraan, dan kesusahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Bastaman, 1996). Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) terdapat tiga hal yang dapat menimbulkan penderitaan ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut (death), salah (guilt), dan sakit (pain). Kematian, baik kematian sendiri maupun orang lain merupakan tragedi alami yang pasti terjadi dan setiap orang pasti akan mengalaminya. Salah (guilt) merupakan sejenis penderitaan yang berkaitan dengan perbuatan yang tak sesuai hati nurani. Sakit (pain) yaitu suatu keadaan mental atau fisik yang kurang baik atau kegelisahan mental dan fisik. Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Taylor (2003) mengatakan penyakit kronis seperti kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda (”Meaning”, 2007).
12
Universitas Sumatera Utara
Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tersebut. Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr. Setiawan Dalimartha dan majalah Sehat Plus ditemukan bahwa angka harapan hidup penderita kanker hanya 60 persen dibandingkan bukan penderita. (”Kanker,” 2005). Kanker adalah tumor seluler yang bersifat fatal (EGC, 1994). Kanker dikarakteristikkan sebagai suatu proses pertumbuhan dan penyebaran yang tidak terkontrol dari sel abnormal, yang mempunyai kecenderungan menyebar pada bagian tubuh lainnya (Sarafino, 2006). Oleh karena itu tidak mengherankan bila kanker dianggap penyakit mematikan. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia bertambah 6,25 juta orang. Ironisnya, dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Setiap tahunnya, tercatat 100 penderita kanker dari setiap 100.000 penduduk. Data Depkes menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai enam persen dari populasi dan menempatkan penyakit tersebut secara keseluruhan sebagai pembunuh nomor enam dibanding penyakit lainnya (Ant, 2007; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia, dan Ikatan Ahli Patologi Indonesia 64,4 persen penyakit kanker diderita oleh kaum perempuan, sementara sisanya 35,6 persen diderita oleh kaum laki-laki.
13
Universitas Sumatera Utara
Terdapat berbagai jenis kanker yang menyerang kaum perempuan, salah satu yang paling ditakuti adalah kanker serviks uteri atau kanker leher rahim. Di negara maju kanker leher rahim menempati urutan ke empat dari jenis kanker yang menyerang kaum perempuan dan setiap tahunnya terdapat kurang lebih 400 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 80 persennya terjadi pada perempuan yang hidup di negara berkembang, salah satunya di Indonesia (Pusat Data & Informasi – Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006). Data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa kanker leher rahim berada di urutan pertama yang menyerang kaum perempuan (Harianto, 2005). Hal ini juga dapat dilihat dari tabel 1.1 yang memperlihatkan tiga kasus besar dari jenis penyakit kanker yang diderita oleh kaum perempuan di Indonesia. Tabel 1.1 Tiga kasus besar penyakit kanker yang diderita kaum perempuan Tahun 1995
1996
1997
1998
1999
Jenis Kanker Leher Rahim Payudara Perempuan Kelenjar Limfe Leher Rahim Payudara Perempuan Kelenjar Limfe Leher Rahim Payudara Perempuan Kelenjar Limfe Leher Rahim Payudara Perempuan Kelenjar Limfe Leher Rahim Payudara Perempuan Kelenjar Limfe
Jumlah 4. 375 3. 049 2. 151 4. 283 2. 993 2. 118 3. 779 2. 642 1. 855 3. 768 2. 745 1. 742 3. 918 2. 750 1. 884
Persentase 17,6 12,2 8,66 17,94 12,53 8,87 17,92 12,53 8,80 17,59 12,81 8,13 17,93 12,59 8,62
Sumber : Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995-1999.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah perempuan yang menderita kanker leher rahim di Indonesia mulai tahun 1995 sampai dengan tahun 1999
14
Universitas Sumatera Utara
menempati urutan pertama diatas kanker payudara dan kanker kelenjar limfe yang merupakan bagian dari tiga kasus kanker yang paling banyak diderita kaum perempuan di Indonesia. Banyak dari penderita kanker baru mengetahui penyakitnya setelah berada di stadium lanjut. Pada stadium dini kanker leher rahim sering tidak menunjukkan gejala-gejala khusus, boleh jadi tidak ada gejala sama sekali, atau dapat keluar keputihan sampai pendarahan sesudah senggama (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2005). Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa banyak kasus kanker leher rahim baru diketahui setelah berada pada stadium lanjut. Jika sudah pada stadium lanjut, maka penyakit kanker akan lebih banyak menimbulkan komplikasi fisik dan kematian (Sarafino, 2006). Ancaman kematian yang ditimbulkan oleh kanker akan menimbulkan kecemasan pada penderitanya yaitu kecemasan kematian (death anxiety) (Sharma et al., 2003), selain ancaman kematian, diagnosa dan pengobatan dari penyakit kanker juga akan menimbulkan penderitaan lainnya. Diagnosa dan pengobatan penyakit kanker berkaitan dengan dampak fisik, psikis, sosial dan ekonomi penderitanya. Beberapa diantaranya adalah; hilang ingatan, sindrom sakit, mual, depresi, merasa kehilangan kontrol, stress keluarga dan keuangan (Sugerman, 2005). Terdapat tiga jenis pengobatan dasar dari penyakit kanker leher rahim yaitu operasi, radioterapi, dan kemoterapi, selain menyembuhkan, pengobatan dari penyakit kanker juga menimbulkan dampak negatif bagi fisik penderitanya antara lain : penurunan atau penambahan berat badan, rambut rontok, rasa mual dan
15
Universitas Sumatera Utara
muntah, keletihan, kulit terbakar, diare, masalah otot dan syaraf, dan simptom flu (Sarafino, 2006). Efek samping pengobatan penyakit kanker tersebut dapat menyebabkan penderitanya mengalami kerusakan tubuh, ketidakmampuan, ketergantungan, dan gangguan dalam hubungan (Massie & Holland dalam Sharma et al., 2003). Hal ini dapat dilihat dari penuturan salah seorang penderita kanker leher rahim : ”demam-demam terus setiap sore, terus kupanggilah anakku yang perempuan untuk ngurusin aku, soalnya udah gak bisa aku ngapa-ngapain nyuci pun tak bisa, lemas kali..Yah sekiranya lah aku besok kemo, tegeletak terus aku di tempat tidur, gak bisa bergerak aku, makan musti disuap , minum musti dipipet gak bisa begerak lah aku..Kalo udah di rumah bidan itu, mau kemana-mana pun aku tak bisa, mau kemana lah aku...tak sanggup aku..cepat capek aku, punggungku pun sakit...” (Komunikasi personal, 12 September 2007)
Untuk mencapai kesembuhan, seorang penderita kanker leher rahim tidak hanya memerlukan pengobatan tetapi juga dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wortman dan DunkelSchetter (dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial mempengaruhi bagaimana seseorang menghadapi penyakitnya dan proses penyembuhannya. Tidak adanya dukungan sosial akan menyebabkan penderitaan baru bagi penderita kanker leher rahim. Manne (dalam Sarafino, 2006) mengatakan bahwa pasien kanker yang sedikit menerima dukungan sosial dan menerima perlakuan negatif dari lingkungan terdekatnya cenderung mengalami masalah dalam penyesuaian diri terhadap penyakit dan penderitaan yang ditimbulkan.
16
Universitas Sumatera Utara
Penderitaan yang diakibatkan oleh kanker leher rahim tidak berhenti sampai disitu. Kebanyakan orang akan merasa shock pada saat mengetahui bahwa dirinya menderita kanker, tidak tahu harus berbuat apa, bingung, dan cemas (Siegel, 1999), selain itu dalam suatu penelitian juga ditemukan bahwa 25 persen dari penderita kanker leher rahim mengalami gangguan psikologi khususnya kecemasan dan 80 persennya mengalami gangguan seksual (Sharma dkk, 2003). Penelitian lain juga menemukan bahwa selain kecemasan, kasus depresi juga ditemukan pada penderita
kanker leher rahim (Sharma dkk, 2003).
Pada
beberapa kasus penderitaan yang disebabkan penyakit kanker leher rahim juga dapat menimbulkan beberapa prilaku khas yang tidak terjadi pada seluruh pasien penderita kanker leher rahim seperti : berteriak-teriak dan lari-lari selama berada di rumah sakit, prilaku percobaan bunuh diri, bahkan mengalami gangguan halusinasi. Hal ini diperoleh peneliti dari wawancara yang peneliti lakukan terhadap dokter Ririn yang merupakan seorang dokter residen bagian Obstetri dan Ginekologi yang sedang bertugas di Rumah Sakit Adam Malik : ”Oh ada tu, kalo gak salah pasienya masih dirawat, umurnya sekitar 20 something gitu lah, kalo abis di kemo dia pasti teriak-teriak gak jelas gitu di kamarnya, sampe buat satu rumah sakit tau lah, dokter-dokter pun pada bingung, pas awalnya dulu diperiksa gak adanya yang salah sama badannya tapi ya itu keknya dia mau diperhatiin lebih gitu sama suaminya, trus dia masih marah sama suaminya, karena kanker leher rahim itu kan kita dapat dari laki-laki, jadi dia masih marah kok dia yang kena kanker bukan suaminya.. paling kalo udah kayak gitu kami kasih obat penenang ajala. Dulu juga sampe ada yang mau bunuh diri, mau loncat gitu dia tapi sukurnya ketauan sama saudaranya jadi gak jadi bunuh diri dia” (Komunikasi Personal, 20 Desember 2007)
Dari pemaparan di atas dapat terlihat bahwa penderitaan yang dialami oleh penderita kanker leher rahim sangatlah berat, jadi tidak heran ketika seseorang
17
Universitas Sumatera Utara
berada dalam keadaan tersebut akan lebih memilih menyerah dan meninggal saja. Hal ini sejalan dengan penemuan yang dilakukan oleh Massie, Gognan, dan Holland (dalam Stiller & Wong, 2007) yang menemukan bahwa penderitaan psikis yang dialami oleh penderita kanker dapat memperburuk kondisi penderita tersebut secara keseluruhan dan hal ini dapat membuat penderita menyerah pada penyakitnya tanpa ada usaha dan akhirnya meninggal. Agar tetap bisa bertahan dan menghindari pemikiran seperti diatas seseorang harus mengetahui benar apa alasannya untuk hidup atau makna hidupnya, karena ketika seseorang mengetahui makna hidupnya hal tersebut dapat menjadi motivator utama yang dapat membuatnya bertahan dalam penderitaan yang berat sekalipun (Frankl dalam Bastaman 1996). Fife (dalam Stiller & Wong, 2007) menemukan bahwa penemuan makna hidup pada penderita kanker mempengaruhi bagaimana cara penderita tersebut menghadapi penyakit kanker dan efek samping dari penyakit itu sendiri. Hal ini juga dapat dilihat dari wawancara yang peneliti lakukan terhadap Ibu Khoiriah yang merupakan pasien kanker leher rahim stadium II yang dirawat di Rumah Sakit Adam Malik Medan : ”Gak pernah aku sedih-sedih dari awal, ngapai sedih-sedih nambah penyakit aja... dari awal aku kena penyakit ini yang ada di kepalaku ini pokoknya sembuh aja, mau kata orang nanti di kemo itu botak lah, ato gak kulit jadi rusaklah itu kan bisa balek semua, rambut bisa tumbuh, kulit ni pun kalo dikasih vitamin-vitamin gitu bisa berubah juga, yang aku pikirin pokoknya sembuh ajalah kasian nanti anak-anakku besar gak ada mamaknya, anakku banyak ada 6 orang” (Komunikasi Personal, 26 Desember 2007). Dari kasus ibu Khoiriah diatas dapat terlihat bahwa keluarga terutama anak-anak yang menjadi makna hidup ibu tersebut, dengan memikirkan bagaimana nasib anak-anaknya, ibu tersebut menjadi lebih semangat dalam menjalani semua
18
Universitas Sumatera Utara
pengobatan dari kanker leher rahim tersebut walaupun dengan berbagai dampak negatifnya. Dengan ditemukannya makna hidup, seseorang dapat menjalani hidupnya dengan lebih semangat walaupun dalam penderitaan yang berat sekalipun, tetapi penemuan makna hidup itu sendiri tidak segampang membalikkan telapak tangan, melainkan suatu proses yang panjang. Frankl (dalam Bastaman, 1996) mengatakan seseorang akan mengalami beberapa tahap sebelum menemukan dan memenuhi makna hidupnya. Pertama kali, seseorang harus melalui suatu tahap derita yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Kanker sendiri merupakan suatu peristiwa tragis yang banyak menimbulkan penderitaan. Penghayatan hidup tanpa makna ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup serba bosan dan apatis (Bastaman, 1996). Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengambil prakarsa (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah seorang pasien kanker leher rahim stadium III: ”kena kanker ganas, udah taunya aku kan kalo kanker ganas itu gak panjang umur, jadi daripada sia-sia mendinglah aku tahan-tahan aja gak usah diobati...kadang kalo aku mau tidur atau tinggal sendiri di kamar gini di kamar ini aku melamun aja, nangis sendiri, mau tidur aku gak bisa tidur” (Komunikasi personal, 12 September, 2007). Pada saat seseorang mengalami suatu peristiwa yang menimbulkan banyak penderitaan seperti kanker, maka mereka akan cenderung melakukan the why me reaction yaitu mereka seakan-akan bertanya mengapa nasib buruk itu menimpa mereka dan bukan orang lain (Travelbee dalam Bastaman, 1996). Beberapa
19
Universitas Sumatera Utara
penelitian juga menyatakan bahwa pada saat didiagnosa menderita kanker, beberapa dari pasien kanker akan mengalami kemarahan (White, 2002). Hal ini juga dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap salah seorang pasien kanker leher rahim stadium III: ”tapi, ntahlah, gak tau juga aku bilangnya kok bisa gini lah aku,bingung juga aku kadang-kadang, tapi ntahlah, gak tau aku maksud Tuhan ngasi aku cobaan kayak gini” (Komunikasi personal, 12 September 2007). Tahap selanjutnya adalah tahap penerimaan diri, dimana individu mulai menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap. Biasanya, munculnya kesadaran ini di dorong oleh anekaragam sebab misalnya karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat pandangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain, dan lainlain (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien kanker leher rahim stadium III: ”Pasrahkan aja hidupku sama Tuhan,gak takut aku mati, yang penting aku udah usaha semampuku, pasrah betul aku, bedoa ajalah aku ma Tuhan, kalo bisa aku ke gereja ke gereja aku, kalo gak bedoa aja aku di rumah” (Komunikasi personal, 12 September 2007). Bersamaan dengan itu disadarinya pula adanya nilai-nilai berharga yang sangat penting dalam hidup Hal-hal yang dianggap berharga, dan penting itu mungkin saja berupa nilai- nilai kreatif, misalnya bekerja dan berkarya, nilai-nilai penghayatan seperti menghayati keindahan, keimanan, keyakinan, kebenaran, dan cinta kasih, nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam menghadapi penderitaan dan pengalaman yang tragis yang tak dapat dielakkan lagi (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap pasien kanker leher rahim stadium III:
20
Universitas Sumatera Utara
”cuman cucu akulah sama keluargaku yang bisa bikin senang hidupku ini, kalo cucuku bilang, Opung jangan meninggal dulu ya, Opung umurnya panjang, kalo gak gara-gara Bapak yang nyemangati aku berobat ini macemnya gak tahan lagi aku” (Komunikasi personal, 12 September 2007). Dari wawancara diatas dapat terlihat bahwa keluarga memegang peranan penting dalam hal penyembuhan pasien kanker leher rahim diatas. Cinta kasih keluarga pasien lah yang membuat pasien tetap mau mengikuti dan menjalani dengan semangat semua proses pengobatan, jadi dapat disimpulkan bahwa melalui nilai penghayatan cinta kasih keluarga pasien menemukan makna hidupnya. Disadarinya semua hal-hal tersebut menandakan bahwa seseorang telah masuk ke dalam tahap selanjutnya yaitu tahap penemuan makna dan penentuan tujuan hidup atas dasar pemahaman dan penemuan makna hidup ini timbul perubahan dalam hidup seseorang (Bastaman, 1996). Pada pasien kanker leher rahim diatas dapat terlihat bahwa cinta kasih dari keluarganya yang menjadi makna hidupnya, alasan pasien tersebut tetap menjalani pengobatan adalah keluarganya. Hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (2007) pada pasien kanker payudara, ia menemukan bahwa hampir 50 persen penderita kanker mengalami peningkatan dalam hubungan dengan keluarga khususnya anak dan menjadi lebih dekat dengan orang yang dicintai. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sugerman (2005) juga menemukan bahwa pengalaman akan penyakit kanker mempengaruhi kepribadian pasiennya dan merubahnya ke arah yang lebih positif serta penyakit kanker juga membuat mereka lebih mengontrol hidupnya. Perubahan dalam hidup ini juga akan menimbulkan perubahan individu dalam menghadapi masalah, yakni dari
21
Universitas Sumatera Utara
kecenderung berontak, melarikan diri, atau serba bingung, dan tak berdaya berubah menjadi kesediaan untuk lebih berani dan realistis menghadapinya (Bastaman, 1996). Tahap selanjutnya yaitu tahap realisasi dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah guna memenuhi makna hidupnya. Selanjutnya individu akan memasuki tahap terakhir yaitu tahap kehidupan bermakna (Bastaman, 1996). Ketika makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (Bastaman,2007). Hal ini dapat dilihat dari penelitan yang dilakukan oleh Mitchell (2007) terhadap pasien kanker payudara. Seorang pasien yang diwawancarainya mengatakan : ”mendapatkan kanker pada waktu tertentu merupakan suatu berkat tambahan, dan itu memperkaya dan memperdalam hidupku, serta lebih dapat dikontrol,....,untuk aku ini adalah hadiah” Secara ringkas tahap-tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup tadi dapat dilihat dalam tabel 1.2 dibawah ini (Bastaman, 1996) : Tabel 1.2 Tahap-tahap proses penemuan dan pemenuhan makna hidup Tahap-tahap Tahap derita
Hal yang dialami Peristiwa tragis, penghayata hidup tanpa makna Pemahaman diri, pengubahan sikap Penemuan makna dan penentuan tujuan hidup Keikatan diri, kegiatan terarah, dan pemenuhan makna hidup Penghayatan bermakna, kebahagiaan
Tahap penerimaan diri Tahap penemuan makna hidup Tahap realisasi makna Tahap kehidupan bermakna
22
Universitas Sumatera Utara
Lamanya seorang penderita kanker leher rahim berada dalam setiap tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup bervariasi. Dalam menjalani setiap tahapnya, individu melakukannya dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan karakteristik makna hidup yang unik dan personal, yaitu tidak dapat diberikan oleh siapapun, melainkan harus ditemukan sendiri. Apa yang dianggap penting dan berharga bagi seseorang belum tentu penting dan berharga bagi orang lain (Bastaman, 1996). Berhasil atau tidaknya individu melalui setiap tahap juga berbeda. Schultz (1991) mengatakan makna hidup bisa berbeda-beda antara manusia yang satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam. Oleh karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Ada orang yang tidak dapat melihat adanya makna hidup mereka dalam keadaan mereka yang buruk, padahal makna hidup tetap ada. Dari permasalahan yang dikemukakan di atas peneliti ingin mengetahui bagaimana makna hidup pada penderita kanker leher rahim di Indonesia khususnya di kota Medan dan bagaimana proses dari penemuan dan pemenuhan makna hidup penderita kanker leher rahim dilihat berdasarkan tahap-tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup.
I.B. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah utama dari penelitian ini adalah :
23
Universitas Sumatera Utara
1.
Bagaimanakah makna hidup pada wanita penderita kanker leher rahim?
2.
Bagaimanakah proses pencarian makna hidup pada wanita penderita kanker leher rahim dilihat dari tahap-tahap menemukan makna hidup dalam penderitaan?
I.C. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap makna hidup pada wanita yang menderita kanker leher rahim dan menjelaskan bagaimana proses pencarian dan pemenuhan makna hidupnya dilihat dari tahap-tahap menemukan makna hidup dalam penderitaan.
I.D. Manfaat penelitian I.D.1 Manfaat Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk perkembangan ilmu psikologis, khususnya di bidang Psikologi Klinis dalam rangka perluasan teori, terutama yang berkenaan dengan makna hidup pada penderita kanker leher rahim dan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang penelitian lebih lanjut.
I.D.2 Manfaat Praktis Dapat memberikan sumbangan bagi wanita penderita kanker leher rahim lainnya yaitu sebagai media inspiratif, dimana diharapkan dengan membaca penelitian ini pasien kanker leher rahimnya tidak merasa sendiri dalam menjalani
24
Universitas Sumatera Utara
semua penderitaanya dan dapat membangkitkan semangat pasien tersebut dalam menjalani semua pendeitaan yang diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim. Diharapkan penelitian juga dapat memberikan sumbangan informasi bagi dokter, keluarga, masyarakat, dan lembaga-lembaga atau yayasan yang bergerak dalam masalah kanker leher rahim, untuk lebih memahami masalah-masalah psikologis yang dialami oleh penderita kanker leher rahim dan melakukan hal-hal yang dapat membantu penderita kanker leher rahim itu sendiri.
I.E. Sistematika penulisan Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
: Landasan Teori Berisikan teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu teori tentang makna hidup dan kanker leher rahim.
BAB III
: Metodologi Penelitian Berisikan pendekatan yang digunakan, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data penelitian, subjek penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.
25
Universitas Sumatera Utara