BAB I PENDAHULUAN I.1
Latar Belakang Masalah Sejak awal kedatangannya, perkembangan fotografi Indonesia selalu mengait dan
mengalir bersama momentum politik perjalanan bangsa ini. Momentum inilah yang menentukan perkembangan medium ini dalam masyarakatnya dan, pada titik tertentu, juga turut berperan menciptakan momentum bagi masyarakatnya. Mulai dari momentum perubahan kebijakan politik kolonial, revolusi kemerdekaan, ledakan ekonomi awal 1980-an, sampai Reformasi 1998 (http://fotografi. blog. gunadarma.ac.id/?p=1401). Fotografi kini berkembang dan mempengaruhi hampir segala aspek kehidupan manusia. Pengaruhnya paling banyak terasa pada perkembangan media massa. Jika pada awal munculnya media massa hanya berisikan tulisan-tulisan, sekarang hampir seluruh media massa khususnya cetak dihiasi oleh foto. Berita tak hanya dapat tersampaikan dari sebuah tulisan, fotopun dapat menyampaikan sebuah berita. Tak hanya penerapannya, teknologi fotografi juga berkembang pesat. Jika melihat peristiwanya, fotografi sendiri sudah ditemukan pada sekitar tahun 1000 M. Dikatakan Al Hazen-lah yang pertama kali menemukan konsep dari fotografi. Pelajar berkebangsaan arab ini menulis bahwa citra dapat dibentuk dari sebuah cahaya yang melewati sebuah lubang kecil. Pada sekitar 400 tahun kemudian, Leonardo Da Vinci menulis fenomena yang sama. Berdasarkan penemuan Da Vinci, Battista Della Porta mempublikasikan sebuah buku yang membahas tentang Camera Obscura. Istilah ini diambil dari bahasa latin yaitu camera yang berarti kamar dan obscura yang artinya gelap. Melalui karyanya itu ia dianggap sebagai penemu prinsip kerja kamera. Pada awal abad ke-17 muncul sebuah penemuan menarik. Jika pada awal penemuannya lebih pada konsep fotografi yaitu proyeksi sebuah image atau citra, pada awal
Universitas Sumatera Utara
abad ke-17 ini ditemukan cara untuk merekam citra tersebut. Angelo Sala, seorang ilmuwan Italia, menemukan bahwa jika serbuk perak nitrat terkena cahaya maka warnanya akan berubah menjadi hitam. Namun masalah yang dihadapi Angelo adalah meskipun dapat merekam gambar dengan menggunakan serbuk itu, gambar yang terekam tidak bertahan lama. Beberapa tahun berikutnya Johann Heinrich Schulze dan Thomas wedgewood juga melakukan percobaan yang sama namun dengan hasil yang kurang memuaskan pula. Bahkan percobaan yang dilakukan oleh Schuize sendiri tidak berhubungan dengan bidang fotografi karena ia merupakan profesor farmasi dari sebuah universitas di Jerman. Perkembangan teknologi fotografi kemudian merambah ke bidang kesehatan. Pada tahun 1901, Conrad Rontgen berhasil mengembangkan teknologi fotografi sinar X untuk pemotretan tembus pandang. Karena kontribusinya di bidang kesehatan, Rontgen kemudian mendapatkan hadiah nobel bidang kesehatan dan peralatan pemotretan itu kemudian dinamai dengan nama belakangnya. Media cetak merupakan salah satu komunikasi yang menggunakan foto sebagai daya tariknya. “A picture speaks a thousand words”. Kalimat ini amat terasa kebenarannya dalam pemakaian foto sebagai alat promosi, entah itu untuk iklan media cetak, poster, brosur ataupun juga website. Pesan atau image yang ingin Anda sampaikan kepada orang lain harus terlihat dalam foto tersebut. Foto yang ‘berbicara’ akan mengangkat ciri khas produk Anda, menonjolkan kelebihannya dan menambah nilai jual. . Media massa berperan sebagai penengah dan penguhubung dalam pengertian bahwa: media massa seringkali berada diantara kita; media massa dapat saja berada diantara kita dengan institusi lainnya yang ada kaitannya dengan kegiatan kita; media massa dapat menyediakan saluran penghubung bagi pelbagi institusi yang berbeda; media juga menyalurkan pihak lain untuk menghubungi kita, dan menyalurkan kita untuk menghubungi pihak lain; media massa seringkali menyediakan baham bagi kita untuk membentuk persepsi
Universitas Sumatera Utara
kita terhadap kelompok dan organisasi lain, serta peristiwa tertentu. Melalui pengalaman langsung kita hanya mampu memperoleh sedikit pengetahuan. Media juga menerima sejumlah tanggung jawab untuk ikut aktif melibatkan diri dalam interaksi sosial dan kadang kala menunjukkan arah atau memimpin, serta berperan serta dalam menciptkan hubungan dan integrasi. Konsep media sebagai penyaring telah diakui masyarakat, karena media seringkali melakukan seleksi dan penafsiran terhadap suatu masalah yang dianggap membingungkan. Pengembangan pemanfaatan cahaya buatan untuk kegiatan fotografi seperti yang dikembangkan oleh Rotgen, juga dilakukan oleh Dr. Harold Edgerton. Dibantu oleh Gjon Mili, ia menemukan lampu yang bisa menyala mati dalam hitungan sepersekian detik. Teknologi ini sekarang dikenal dengan sebutan lampu flash (blits). Pemanfaatan teknologi inframerah dalam fotografi juga banyak membantu dalam penelitian. Kabut yang semula tidak dapat ditembus cahaya, kini dapat ditembus dengan menggunakan teknologi inframerah. Sehingga pemotretan di daerah yang banyak diselimuti kabut menggunakan teknologi ini. Dikatakan bahwa perkembangan fotografi semakin pesat, seiring masuknya fotografi dalam dunia jurnalistik cetak. Pada mulanya sebuah foto hanya dapat disalin melalui lukisan tangan. Surat kabar pertama yang memuat gambar adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar yang dimuat adalah gambar sebuah peristiwa kebakaran. Dan kemudian foto pengeboran minyak Shantytown karya Henry J. Newton adalah foto pertama yang dimuat oleh media cetak. Foto ini dimuat di surat kabar New York Daily Graphic di Amerika pada 4 Maret 1880 (http://yudhim.blogspot.com/2008/01/sejarah-fotografi.html) Fotografi didatangkan sebagai bagian dari tradisi representasi visual baru yang dimungkinkan oleh teknologi kamera, dalam rangka lebih memperkenalkan tanah jajahan dan penghuninya: manusia, hewan dan tanaman. Tradisi ini kemudian berkembang sebagai dokumentasi visual yang secara sistematis mencatat properti dan wilayah pemerintah
Universitas Sumatera Utara
colonial, yang kemudian dipakai sebagai sertifikat keberhasilan Belanda memperadabkan tanah
jajahan
dan
dipamerkan
di
berbagai
ekspo
kolonial
dunia
((http://
yudhim.blogspot.com/2008/01/sejarah-fotografi.html) Fotografi menurut Amir Hamzah Sulaeman mengatakan bahwa fotografi berasal dari kata “foto” dan “grafi” yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut: foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya (1982: 94). Fotografi juga merupakan gambar, fotopun merupakan alat visual efektif yang dapat menvisualkan sesuatu lebih kongkrit dan akurat, dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di tempat lain dapat dilihat oleh orang jauh melalui foto setelah kejadian itu berlalu. Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antara fotografer dengan penikmatnya, yaitu fotografer sebagai pengatur atau perekam peristiwa untuk disajikan kehadapan khalayak ramai melalui media foto. Dari aspek teknik fotografi misalnya, yang dicermati adalah teknik pemotretan. Apakah cukup tajam dan fokus? Bagaimana pencahayaannya, bagaimana cropping, dan lain-lain. Dalam melakukan teknik fotografi, ada beberapa aspek yang harus dicermati, yang secara teknik sangat baik, namun lemah pada aspek aktualitas dan ekpresi, estetika dan kreativitas, sehingga kurang memberi greget pada penampilannya. Aspek-aspek tersebut antara lain (Agnes: 2007). Aspek aktualitas, karena ini adalah foto jurnalistik, maka aspek ini sangat penting. Apakah momen yang dipilih cukup aktual? Apakah peristiwa yang terjadi cukup baru? Apakah isu yang dipilih masih relevan? dan lainnya. Meskipun foto itu adalah foto lepas (stopper), harus selalau dapat dilihat “cantolan berita “ nya.
Universitas Sumatera Utara
1. Aspek ekspresi, yang dicermati adalah, antara lain, bagaimana foto tersebut berbicara dan mnembangkitkan emosi pembacanya. Foto yang bicara, terkadang tidak perlu lagi diberi judul. Foto itu sudah langsung menggugah perasaan yang melihatnya. Inipun memerlukan kesabaran, ketelatenan, dan upaya keras . 2. Aspek estetika, yang dicermati dan dinilai adalah bagaimana foto tersebut ditampilkan dan menunjukkan dan mampu bercerita tentang peristiwa yang terjadi. Bagaimana komposisinya dapat membangkitkan sisi keindahan sebuah foto. Mengemas sebuah peristiwa melalui lensa dan warna-warna, sehingga foto itu dapat menggambar sebuah kejadian secara lengkap. 3. Aspek kreativitas, yang dicermati adalah sikap kejelian dan kegigihan fotografernya dalam menangkap sebuah peristiwa. Bagaimana memilih angle atau sudut pemotretan sehingga
foto
yang
dihasilkan
sangat
unik
(http://www.merdeka.com/berita.php?act=full&id=30&kat=15). Biasanya media cetak punya fotografer sesuai bidang liputannya masing-masing. Bidang olahraga harus memotret event-event olahraga. Liputan kriminal mengambil gambar mereka yang terlibat kasus kejahatan. Bidang politik lain lagi harus meliput peristiwa politik. Semua tugas diberikan oleh atasan mereka yang disebut redaktur foto. Karena sekarang persaingan media begitu ketat maka keahlian seorang fotografer pun dituntut mampu mengambil berbagai peristiwa. Kadang seorang fotografer yang sedang bertugas di kepolisian tiba-tiba harus pindah ke gedung DPR, atau sedang berada di kantor kantor menteri harus segera ke lokasi bencana alam. Untuk meliput aktivitas presiden media cetak selalu menempatkan fotografernya sebagai wartawan istana. Sang fotografer berkantor di istana agar tak ada momen penting yang lewat, setelah seluruh kegiatan Presiden selesai sang fotografer baru boleh meninggalkan istana dan kembali ke kantor medianya.
Universitas Sumatera Utara
Adanya kegiatan fotografer dan hasilnya di media cetak, menimbulkan banyak apresiasi terhadap minat anak muda untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan fotografi ini. Sejak memasuki era digital, dunia fotografi telah mengalami revolusi yang sangat signifikan. Fotografi tidak lagi menjadi profesi yang hanya ditekuni oleh segelintir fotografer, namun telah menjadi salah satu profesi yang berkembang pesat, baik di dunia maupun tanah air. Fotografi telah menjadi bagian dari gaya hidup. Hal ini merupakan sebuah fenomena yang cukup unik. Tidak hanya itu, fotografi juga telah menjadi salah satu hobi yang paling bergengsi dan digemari saat ini. Komunitas fotografi bermunculan di mana-mana, sehingga anak-anak muda
tersebut tidak mau ketinggalan dalam kegiatan yang bergengsi dan
menyenangkan. Peristiwa itu bisa dilihat dari tingginya minat para pencinta fotografi dan makin cepatnya perkembangan teknologi (Suara Pembaruan Daily, 2009). Fotografi baru masuk dan berkembang di Indonesia, kira-kira setelah berkembang selama hampir satu abad di Barat, tepatnya pada seperempat akhir abad ke-19 sebagai alat dokumentasi. Dalam perjalanan perkembangan fotografi Indonesia, kini ada gejala menarik yang diperlihatkan oleh anak-anak muda di negeri ini. Semakin banyak dari mereka yang tertarik pada bidang fotografi dan berusaha mendalaminya. Kemudian semakin banyak pula sekolah atau pelatihan fotografi/kursus fotografi yang mengajarkan para muridnya tentang belajar fotografi, teknik-teknik fotografi, seperti penguasaan kamera, penataan cahaya dan proses cuci cetak foto. Saat ini, seiring dengan perkembangan fotografi digital dan sosial media seperti Facebook, Friendster, blog yang pesat, banyak sekali yang ingin belajar fotografi. Orangorang memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada yang ingin belajar untuk keperluan pribadi, seperti foto acara keluarga dan anak, ada juga yang untuk hobi dan sebagian lainnya untuk bekerja di bidang fotografi.
Universitas Sumatera Utara
Ada banyak sekolah seni bereputasi mengajar fotografi hari ini. Siswa tidak hanya belajar semua aspek teknis dari fotografi profesional, tapi juga akan belajar sejarah seni, sejarah fotografer, teori warna, dan komposisi. Kebanyakan sekolah seni dan fotografi sekolah juga termasuk kursus dalam praktik bisnis, dalam rangka untuk membuat siswanya bangun dan berjalan di karir baru sesegera mungkin. Siswa
juga akan menerima bantuan dalam membuat portofolio sendiri untuk
menunjukkan kepada calon pelanggan. Kebanyakan sekolah seni juga membantu mereka dalam penempatan kerja lulusannya dan konseling karier. Bagaimanapun, itu adalah untuk keuntungan mereka untuk membantu lulusannya mendapatkan pekerjaan, karena itu adalah titik program. Cara terbaik untuk mengejar karir di fotografi profesional adalah untuk mendaftar di sebuah sekolah fotografi. Salah satu sekolah fotografi terbaik yang ada di Kota Medan adalah sekolah fotografi Andi Lubis. Andi
Lubis seorang fotografer yang berbasic fotografi jurnalistik. Pekerjaannya
sebagai seorang redaktur di sebuah surat kabar di medan . Pengalaman sebagai seorang juru foto memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan di bidangnya. Sampai pada akhirnya beliau memutuskan untuk mendirikan sebuah kelas fotografi yang diberi nama Kelas Fotografi Andi Lubis. Kelas Fotografi Andi Lubis (KFAL) berdiri sejak 15 Des 2009. Sebenarnya kelas foto ini sudah ada sejak tahun 1998, tapi pada saat itu kelasnya berpindahpindah. Selain itu ketertarikan terhadapa fotografi itu masi minim. Saat ini ada 40 orang yang sudah lulus dari Basic Intensive Class KFAL. Niatan membuat kelas ini semata ingin membuat orang dapat belajar fotografi dengan biaya terjangkau. Selain itu, menyiapkan tenaga kerja fotografi ditengah berkembangnya Industri kreatif di Indonesia . Kelas Fotografi Andi Lubis (KFAL) berada di galeri cinta jalan Multatuli No. 15 Medan. Kelas fotografi ini terdiri dari Basic, jurnalistik, lighting, beautyshoot, sampai kelas advance. Materi di kelas Basic antara lain pengenalan fotografi
Universitas Sumatera Utara
secara umum, pengetahuan/teknis fotografi, bedah jenis kamera, pencahayaan, lensa dan karakternya, komposisi dan angle, praktek memotret kemudian diskusi dan evaluasi. Berdasarkan paparan di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan pembahasan masalah ini. Adapun judul yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah: ”Fotografi Dan Minat Siswa (Studi Korelasional Pengaruh Fotografi Di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan).”
I.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis merumuskan permasalahan
dari penelitian ini adalah: “Bagaimanakah pengaruh fotografi di media cetak terhadap minat siswa di Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan?”
I.3
Pembatasan Masalah Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, berikut ini penulis
merumuskan pembatasan masalah penelitian. Adapun maksudnya adalah agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah dan tidak terlalu luas sehingga dapat menghindari kesalahpahaman. Adapun pembatasan masalah pada penelitian ini adalah: 1.
Penelitian ini menggunakan metode korelasi, yaitu metode yang bertujuan merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
2.
Penelitian ini dibatasi pada fotografi yang ada di media cetak
Universitas Sumatera Utara
3.
Objek penelitian ini dibatasi pada siswa dan alumni di sekolah Fotografi Andi Lubis Medan jalan Multatuli No. 15 Medan
I.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
a.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fotografi di media cetak terhadap minat siswa.
b.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat siswa dalam bidang fotografi. I.4.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
a.
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian tentang minat siswa.
b.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam penerapan hobby fotografi pada anak muda.
c.
Secara praktis, penelitian ini diharapakan menjadi pengetahuan bagi masyarakat yang menjadi kelompok pencinta fotografi.
I.5
Kerangka Teori
Setiap penelitian memerlukan kejelasan ttitik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 2001:39). Kerlinger menyebutkan teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan
Universitas Sumatera Utara
relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 2004:6). Dalam penelitian ini, teori – teori yang dianggap relevan diantaranya adalah : 1.5.1
Komunikasi dan Komunikasi Massa
Menurut Widjaja (1997: 8) istilah komunikasi dalam bahasa inggrisnya disebut dengan communication atau dari kata communis yang berarti sama atau sama maknanya atau pengertian bersama, dengan maksud untuk mengubah pikiran, sikap, perilaku, penerima dan melaksanakan apa yang diinginkan oleh komunikator. Menurut Effendy (1992: 5) komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahukan atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media. Menurut Harold Laswell (dalam Effendy, 1995: 10), komunikasi adalah who says what in which channel to whom and with what effect. Jadi unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi menurut paradigma Laswell ada lima yaitu: 1. komunikator (communicator, source, sender) 2. pesan (message) 3. media (channel, media) 4. komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) 5. efek (effect, impact, influence). Berdasarkan paradigma Laswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Sedangkan Carl I. Hovland menjelaskan communication is the procces by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modifay the behavior of other individuals (communicate). Atau komunikasi adalah proses dengan mana seorang individu (komunikator) mengoperkan stimuli (biasanya lambang kata-kata) untuk merubah tingkah laku individu lainnya (komunikan).
Universitas Sumatera Utara
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Jadi komunikasi itu akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator tersebut menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan dengan tujuan untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku dari si komunikan. Proses ini terdiri dari unsur komunikasi prinsip komunikasi dan tahapan komunikasi. Unsur komunikasi terdiri dari: Sumber komunikasi yaitu pengirim pesan atau sering disebut komunikator yaitu orang yang menyampaikan atau menyiapkan pesan. Komunikator dalam penelitian ini adalah media cetak dan objeknya adalah para siswa pembaca media cetak. Komunikator memiliki peranan penting untuk menentukan keberhasilan dalam membentuk kesamaan persepsi dengan pihak lain. Kemampuan komunikator mencakup keahliaan atau kredibilitas daya tarik dan keterpercayaan merupakan faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan keberhasilan dalam melakukan komunikasi ( TAN, 1981:104). Unsur komunikasi
selain komunikator, yaitu pesan merupakan salah satu unsur
penting yang harus ada dalam proses komunikasi. Tanpakehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima komunikan. Moore dalam Rakhmat (1993:297) mengemukakan bahwa keberhasilan komunikasi sangat ditentukan oleh daya tarik pesan. Effendy (2000:41) mengatakan bahwa komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan memenuhi syarat sebagai berikut: a.
Pesan harus direncanakan
b.
Pesan menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak
Universitas Sumatera Utara
c.
Pesan itu harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
1.5.2
Media dan Media massa
Beberapa asumsi dasar yang melatarbelakangi kerangka teori tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, institusi media menyelenggarakan produksi, reproduksi dan distribusi pengetahuan dalam pengertian serangkaian simbol yang mengandung acuan bermakna tentang pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan tersebut membuat kita mampu untuk memetik pelajaran dari pengalaman, membentuk persepsi kita terhadap pengalaman itu, dan memperkaya khasanah pengetahuan masa lalu, serta menjamin kelangsungan perkembangan pengetahuan kita. Secara umum, dalam beberapa segi media massa berbeda dengan institusi pengetahuan lainnya (misalnya seni, agama, pendidikan, dan lain-lain): 1.
Media massa memiliki fungsi pengantar (pembawa) bagi segenap macam penetahuan. Jadi, media massa juga memainkan peran institusi lainnya.
2.
Media massa menyelenggarakan kegiatannya dalam lingkup publik; pada dasarnya media massa dapat dijangkau oleh segenap anggota masyarakat secara bebas, sukarela, umum dan murah.
3.
Pada dasarnya hubungan antara pengirim dan penerima seimbang dan sama. Dia menjangkau lebih banyak orang daripada institusi lainnya dan sudah sejak dahulu
”mengambil alih” peran sekolah, orang tua, agama, dan lain-lain. Peran media massa dalam kehidupan sosial, terutama masyarakat modern tidak ada yang menyangkal, menurut McQuail bukunya Mass Communication Theories (2000: 66), ada enam perspektif dalam hal melihat peran
media.
Pertama, melihat media massa seabagai window on event and
experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana. Atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Ketiga, memandang media massa sebagai filter, atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Di
sini khalayak
“dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan mendapt perhatian . Keempat, media massa acapkali pula dipandang sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternative yang beragam Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkin terjadinya tanggapan dan umpan balik. Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif. Menurut asumsi dasar di atas, lingkungan simbolik di sekitar (informasi, gagasan, keperayaan, dan lain-lain) seringkali kita ketahui melalui media massa, dan media pulalah yang dapat mengaitkan semua unsur lingkungan simbolik yang berbeda. Lingkungan simbolik itu semakin kita memiliki bersama jika kita semakin berorientasi pada sumber media yang sama. Meskipun setiap individu atau kelompok memang memiliki dunia persepsi dan pengalaman yang unik, namun mereka memerlukan kadar persepsi yang sama terhadap
Universitas Sumatera Utara
realitas tertentu sebagai prasyarat kehidupan sosial yang baik. Sehubungan dengan itu, sumbangan media massa dalam menciptakan persepsi demikian mungkin lebih besar daripada institusi lainnya. Peran media dalam kehidupan social bukan sekedar sarana diversion, pelepas ketegangan atau hiburan, tetapi isi dan informasi yang disajikan, mempunyai peran yang signifikan dalam proses sosial. Isi media massa merupakan konsumsi otak bagi khalayaknya, sehingga apa yang ada di media massa akan mempengaruhi realitas subjektif pelaku interaksi sosial. Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari respon dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi yang salah dari media massa akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial itu. Karenanya media massa dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral penyajian media massa (Afdjani: 2006). I.5.3
Fotografi
Adi Wicaksono dalam papernya "Realitas dalam makna fotografi" mengatakan bahwa foto adalah representasi ulang dunia obyek atau kenyataan, menampilkan, mempersembahkan utuh kenyataan (Kompas: 2001). Memang dalam segi proses karya foto dan karya seni rupa yang dihasilkan sang seniman sangat berbeda. Karya seni rupa benar-benar upaya dari sang seniman untuk dapat mentranformasikan apa yang ada baik itu abstrak (perasaan/emosi) atau kasat mata. Seniman seni rupa lebih berperan dalam proses penciptaan karyanya dari awal hingga akhir (bersinggungan langsung), ada intens kedekatan antara sang seniman dan karyanya. Seni rupa lebih bebas diekspresikan tanpa batasan-batasan, akhirnya karya seni rupapun berkembang, dari masa klasik, naturalis, ekspresionis, impresionis, dadais, suryalis, kubisme dan lain sebagainya. Sedangkan karya foto lebih kepada upaya menduplikasi
Universitas Sumatera Utara
kembali
keadaan
yang
nyata
ada
(reduplikasi
kenyataan)
atau
menyajikan
kembali/mempresentasikan kembali keadaan yang ada (realistis) kasat mata secara utuh, yang semua itu terjadi seketika. Maka karya fotogarfi seni lebih bersifat menyimbolkan apa yang diekspresikan oleh fotografer melalui subyek yang diabadikannya. Pada proses fotografi, kadang kala seorang fotografer tidak berperan penuh dari awal hingga terjadinya karya foto, kadang proses finishing seperti cuci dan cetak dikerjakan bukan oleh dirinya (kecuali apabila ia pun memahami proses darkroom). Hal inilah yang kadang membuat fotografi diangap telah merusak kesenian, fotografi telah mengancam seniman seni rupa, "Fotografi telah menodai kesucian kesenian dengan menghapus kesenimanan" seperti yang dikatakan Rama Surya dalam Fotomedia (1996), berjudul Yang Kuat Yang Kalah selanjutnya hal sama dikemukakan oleh C.R Badcock dalam bukunya "Kegilaan dan modernitas", penerbit Arcan, "sejak fotografi muncul .... pelukis secara efektif menjadi musuh kultur modern dan musuh teknologi yang, dalam bentuk kamera, mengancam dan menghancurkan raison d'etre artistik". Selanjutnya fotografer pun dimarjinalkan dengan sebutan seniman instanmatik, tukang. Dalam kamus bahasa Indonesia pengertian fotografi adalah seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film. Pendek kata, penjabaran dari fotografi itu tak lain berarti "menulis atau melukis dengan cahaya". Tentunya hal tersebut berasal dari arti kata fotografi itu sendiri yaitu berasal dari bahasa Yunani, photos (cahaya) dan graphos yang berarti tulisan. Melihat pengertian di atas, terlihat ada persamaan antara fotografi dan karya seni lukis atau menggambar. Yang jelas perbedaannya terletak pada media yang digunakannya. Bila dalam seni lukis yang dipakai gambar dengan menggunakan media warna (cat), kuas dan kanvas. Sedangkan dalam fotografi menggunakan cahaya yang dihasilkan lewat kamera.
Universitas Sumatera Utara
Tanpa adanya cahaya yang masuk dan terekam di dalam kamera, sebuah karya seni fotografi tidak akan tercipta. Selain itu, adanya film yang terletak di dalam kamera menjadi media penyimpan cahaya tersebut. Film yang berfungsi untuk merekam gambar tersebut terdiri dari sebuah lapisan tipis. Lapisan itu mengandung emulsi peka di atas dasar yang fleksibel dan transparan. Emulsi mengandung zat perak halida, yaitu suatu senyawa kimia yang peka cahaya yang menjadi gelap jika terekspos oleh cahaya. Ketika film secara selektif terkena cahaya yang cukup maka sebuah gambar tersembunyi akan terbentuk. Tentunya gambar tersebut akan terlihat jika film yang telah digulung ke dalam selongsongnya kemudian dicuci dengan proses khusus. Salah satu teknik yang digunakan dalam fotografi adalah fotografi digital. Fotografi digital memudahkan kita memahami dunia fotografi, hasil jepretan langsung bisa di review melalui jendela LCD, sehingga kita bisa mengevaluasi hasil jepretan, karena data teknis yg berkaitan dengan Jepretan tadi terlihat dan terekam, berbeda dengan Fotografi Konvensional, dimana kita harus mencetaknya dulu baru dapat melihat, me-review dan mengevaluasi hasil jeperetan, data teknis-nya pun kita harus mencatatnya terlebih dahulu, sehingga butuh banyak biaya dan waktu yg terbuang untuk bisa memperbaiki kemampuan fotografi kita (http://fotografi.blog.gunadarma.ac.id/?p=1760) Aktivitas berkreasi dengan cahaya tersebut tentunya sangat berhubungan dengan pelakunya (subjek) dan objek yang akan direkam. Setiap pemotret mempunyai cara pandang yang berbeda tentang kondisi cuaca, pemandangan alam, tumbuhan, kehidupan hewan serta aktivitas manusia ketika melihatnya di balik lensa kamera. Cara memandang atau persepsi inilah yang kemudian direfleksikan lewat bidikan kamera. Hasilnya sebuah karya foto yang merupakan hasil ide atau konsep dari si pembuat foto.
Universitas Sumatera Utara
Andreas Feininger (1955) pernah menyatakan bahwa "kamera hanyalah sebuah alat untuk menghasilkan "karya seni". Nilai lebih dari karya seni itu dapat tergantung dari orang yang mengoperasikan kamera tersebut. Setiap orang dapat saja menjeprat-jepret dengan kamera untuk menghasilkan sebuah objek foto. Tapi tidak semua orang yang mampu memotret itu menghasilkan karya imaji yang mengesankan, sebuah foto yang sarat akan nilai di balik guratan warna dan komposisi gambarnya. Bila sebuah karya foto adalah hasil kreativitas dari si pemotret, tentu saja ada respon dari orang yang memandangnya. Almarhum Kartono Ryadi, fotografer kawakan di negeri ini pernah berkomentar, bahwa foto yang bagus adalah foto yang mempunyai daya kejut dari yang lain. Menurut Ferry Ardianto (2008) foto yang bagus adalah foto yang informatif yang mencakup konteks, konten, dan komposisi (tata letak dan pencahayaan). Maksud dia, konteks berarti ada hal yang ingin divisualkan dengan jelas, misalnya tentang pemandangan. Di sisi lain, istilah content maksudnya apa yang ingin ditampilkan untuk memenuhi konteks gambar tersebut. Seiring dengan perkembangan era digital, media foto juga dilakukan dengan kamera digital. Berbeda dengan kamera konvensional, fotografi digital tidak lagi memerlukan film, kamar gelap dan aneka jenis bahan kimia untuk mencuci film. Sebagai pengganti film, di dalam kamera jenis ini dipakai alat berupa chip yang disebut charge couple device (CCD) untuk merekam gambar. Walaupun demikian, persepsi akan definisi dasar bahwa teknik fotografi adalah "melukis dengan cahaya" belum berubah. Pasalnya fotografi digital telah tercipta melalui proses kreatif manusia dengan bantuan kamera. Hukum-hukum fotografi yang mencakup pencahayaan, bukaan diagfragma, kecepatan (speed) dan ruang tajam (depth of field), tidak mengalami perubahan. Menurut Purwanto (2008) fotografi dalam kedudukannya adalah seni yang sejajar dengan senirupa lainnya di Indonesia. Hanya saja sudah semestinya fotografi
Universitas Sumatera Utara
dengan segala bentuk eksplorasinya tidak boleh keluar dari batasan-batasan fotografi itu sendiri. Dalam fotografi yang bermakna seni untuk melihat, menuntut sikap pemotret untuk selalu mengasah teknik-teknik dasar fotografi itu sendiri. Elemen dasar tersebut berupa bentuk, tekstur, garis serta pola yang sangat memengaruhi imaji yang akan diabadikan. Bila elemen tersebut dikombinasikan dengan unsur komposisi, bingkai, sudut bidik serta pencahayaan yang tepat, tentunya akan menghasilkan foto yang lebih bermakna. Hasil karya seni memang relatif, bagaimana cara orang memandang, dari sudut mana. Para pembuat foto tentunya ingin orang lain menikmati dan menghargai hasil bidikannya. I.5.4
Citra Fotografi
Ada cita rasa tertentu bila kita mengamati hasil sebuah potret.
Pertama, ia
membangunkan memori masa lalu kita. Kedua, kita dapat menelusuri angle atau sudut pandang si juru foto, karena sudut pandang peristiwa atau momen tertentu tentu berbeda bagi siapa saja, termasuk sudut pandang para fotografer ini. Pertimbangan ini tidak lepas dari cara seseorang memahami peristiwa, terutama dalam pameran ini adalah pada segi pertimbangan jurnalistik. Sebagai berita visual, fotografi juga konon mampu mewakili ribuan kata. Disinilah arti penting fotografi sebagai citra yang berpengaruh. Kekhasan bidang fotografi terletak pada alat bantu utamanya yaitu kamera berikut prosesnya. Sejak ditemukannya, camera obscura memang diharapkan untuk merekam realitas secara persis. Cikal kelahirannya antara lain dilatari keinginan pelukis untuk membuat gambar yang realis. Susan Sontag dalam In Plato’s Cave mengatakan bahwa fotografi seperti halnya lukisan, gambar dan tulisan adalah interpretasi dunia. Dulu kamera disambut baik oleh karena ketepatanya merekam realitas secara statis, namun pada perkembangan wacana, nampak ada debatan tentang realitas yang diabadikan. Kata kuncinya adalah fotografi bukan lagi mimetik atau tiruan dari realitas tapi hasil karya foto seperti yang dikatakan Susan
Universitas Sumatera Utara
Sontag adalah bentuk interpretasi dunia. Dilain hal, secara unik pameran ini memang hasil kreasi insan jurnalistik, berbeda dengan fotografi seni, yang tentunya ada pertimbangan segi estetik untuk mencapai kualitas karya yang personal. I.5.5
Teori AIDDA
Teori AIDDA disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Procedure. Teori AIDDA dalam Effendy (2003: 204) merupakan akronim dari : A : Attention (Perhatian) I : Interest (Minat) D : Disire (Hasrat/Keinginan) D : Decision (Keputusan) A : Action (Tindakan) Konsep AIDDA menjelaskan suatu proses psikologis yang terjadi pada diri khalayak (komunikasi) dalam menerima pesan komunikasi. Tahapan di atas mengandung pengertian bahwa setiap proses komunikasi (baik komunikasi tatap muka maupun komunikasi massa)
hendaknya dimulai dengan
membangkitkan perhatian. Dalam hal ini, sebuah pesan komunikasi harus dapat menimbulkan daya tarik tersendiri sehingga dapat memancing perhatian komunikannya. (Jeffkins, 1997: 120). Dalam membangkitkan perhatian yang berperan penting adalah komunikatornya. Dalam hal ini komunikator harus mampu menimbulkan suatu daya tarik pada dirinya (source attractiveness) yang selanjutnya dapat memancing perhatian komunikan terhadap pesan komunikasi yang disampaikannya. Namun yang harus diperhatikan juga bahwa dalam membangkitkan perhatiaan khalayak harus dihindari munculnya suatu himbauan yang negatif.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini komunikatornya adalah foto di media cetak, dan yang menjadi komunikan adalah masyarakat yang menikmati foto hasil seni fotografer di media cetak ini. Sebuah gambar di media cetak harus mampu membangkitkan perhatian pembacanya, dalam hal ini media cetak harus mampu membangkitkan perhatian pembaca sehingga akan muncul minat dalam diri khalayak untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang foto tersebut. Selanjutnya minat akan melahirkan rasa ingin/hasrat untuk melakukan seperti yang disampaikan oleh foto tersebut. Berdasarkan teori AIDDA, penelitian ini hanya sampai pada tahap Desire (hasrat/keinginan), tidak sampai pada tahap Decision (Keputusan) dan tahap Action (tindakan), karena hal yang diteliti dalam penelitian ini adalah minat untuk belajar fotografi. I.5.6
Minat
Seorang komunikator akan dapat melakukan perubahan sikap dan tingkah laku komunikan apabila antara mereka merasa adanya persamaan. Oleh karena itu, seorang komunikator harus dapat membangkitkan perhatian komunikan sehingga diantar mereka timbul persamaan makna akan suatu hal yang akan menjadi langkah awal suksesnya komunikasi. Apabila perhatian telah dibangkitkan, maka selanjutnya diikuti dengan upaya menumbuhkan minat. Minat adalah keinginan yang kuat, gairah, kecenderungan hati yang sangat kuat terhadap sesuatu. Minat adalah sikap yang menimbulkan perhatian, rasa ingin tahu lebih rinci dalam diri seseorang, dan adanya keinginan/ hasrat untuk melakukan sesuatu yang muncul akibat adanya objek tertentu. Minat adalah rasa suka/senang dan rasa tertarik pada suatu objek atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh dan biasanya ada kecenderungan untuk mencari objek yang disenangi itu (Pandji, 1995: 9).
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Hurlock (1978: 115), minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Menurut Andi (1982: 62), minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungankecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Menurut Effendi (2003: 103), minat merupakan kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak timbulnya hasrat untuk melakukan kegiatan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan sesuatu yang telah menarik perhatiannya.
I.6
Kerangka Konsep Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat
krtitis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 2001 : 40). Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Variabel Bebas, yaitu sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi, 2001: 56). Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah fotografi di media cetak 2. Variabel Terikat, yaitu sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas (Nawawi, 2001: 57). Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah minat siswa.
Universitas Sumatera Utara
3. Variabel Antara, berada diantara variabel bebas dan variabel terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat tersebut. Variabel Antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.
I.7
Model Teoritis Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk
menjadi suatu model teoritis sebagai berikut : Gambar I.1 Model Teoritis
Universitas Sumatera Utara
Variabel Bebas (X)
Variabel Terikat (Y)
Fotografi di Media Cetak
Minat siswa
Karakter Responden
Ciri khas responden
I.8
Variabel Operasional Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep diatas, maka dapat dibuat
operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yakni sebagai berikut:
Tabel I.1 Variabel Operasional Variabel Teoritis
Variabel Bebas (X) Fotografi di Media Cetak
Variabel Terikat (Y) Minat siswa
Variabel Operasional 1. 2. 3. 4. 5.
Pencahayaan Pemilihan Objek Komposisi gambar Ketajaman sekitar fokus Jarak ke objek
1. Perhatian 2. Minat
Universitas Sumatera Utara
3. Hasrat 4. Keputusan 5. Tindakan Karakteristik Responden
I.9
1. 2. 3. 4. 5.
Usia Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Uang saku/penghasilan
Defenisi Operasional Defenisi operasional merupakan suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara
untuk mengukur variabel-variabel. Defenisi operasional merupakan sutu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama. Defenisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 1.
Variabel Bebas (fotografi di media cetak), terdiri dari : a. Pencahayaan, yaitu Pencahayaan merupakan jumlah cahaya yang jatuh ke media fotografi (film atau sensor cahaya) selama proses pengambilan gambar. Pencahayaan dihitung dalam satuan lux detik, dan bisa dihitung dari nilai pencahayaan /exposure value (EV) dan luminansi latar. Pencahayaan merupakan kombinasi antara waktu dan terang cahaya yang diterima oleh material sensitif cahaya. Waktu dikendalikan oleh kecepatan rana dan terang cahaya dikendalikan oleh diafragma. Kecepatan rana yang lebih rendah (membiarkan medium terkena cahaya lebih lama) dan diafragma yang lebih lebar (membiarkan cahaya masuk lebih banyak) menghasilkan pencahayaan yang lebih besar. b. Pemilihan objek, yaitu pilihan-pilihan yang digunakan fotografer dalam melakukan pemilihan objek yang akan difoto. c. Komposisi gambar yaitu: keseimbangan dimensi-dimensi yang berhubungan dengan dimensi-dimensi fotografi. Aturan komposisi mengacu pada rule-of-thirds (garis dan area imajiner di bidang gambar) atau komposisi lainnya yang proporsional.
Universitas Sumatera Utara
Perhatikan juga keseimbangan penempatan objek dan kedalaman dimensi dengan adanya framing (bingkai) di bagian foreground (umumnya untuk landscape) dan memperhatikan penempatan horizon. Perhatikan juga aspek lain seperti Point-ofInterest (PoI) yang kerap membuat foto sederhana justru nampak bagus.
d. Ketajaman sekitar fokus Kedalaman fokus (bahasa Inggris:depth of focus) adalah suatu istilah optika yang mengukur toleransi ketajaman (bahasa Inggris:sharpness) subyek fotografi terhadap pergeseran bidang vokal (bahasa Inggris: focal plane) yang berkaitan dengan lensa. Kedalaman fokus terkadang disebut juga lens-to-film tolerance. Walaupun frasa kedalaman fokus dahulu, dan sampai sekarang masih digunakan untuk menjelaskan kedalaman ruang, pada era modern kedalaman fokus digunakan sebagai ukuran pergeseran (bahasa Inggris: displacement) bidang vokal dengan mempertahankan ketajaman fokus subyek pada bidang fokusnya. e. Jarak ke objek, yaitu jarak antar si fotografer dengan objek yang akan difotonya. Penentuan jarak ke objek menentukan ketajaman objek yang akan difoto. 2.
Variabel Terikat (Minat siswa), terdiri dari : a. Attention (perhatian) yaitu perhatian siswa terhadap fotografi yang dilihatnya di media cetak. b. Interest (kepentingan) yaitu kepentingan siswa yang berhubungan dengan hobinya dalam hal fotografi c. Desire (keinginan) yaitu keinginan siswa untuk mengikuti pendidikan setelah melihat fotografi di media cetak. d. Decision (keputusan) yaitu keputusan siswa untuk memilih jenis pendidikan yang didalaminya setelah melihat hasil fotografi yang ada di media cetak. e. Action (tindakan) yaitu tindakan yang diambil siswa dalam menentukan pilihan untuk masuk ke sekolah fotografi.
Universitas Sumatera Utara
3.
Variabel Antara (Karakteristik Responden) terdiri dari : a. Usia yaitu tingkatan umur para responden. b. Jenis kelamin yaitu jenis kelamin pria atau wanita yang dijadikan sampel. c. Pendidikan yaitu tingkatan sekolah terakhir yang dilalui oleh responden. d. Pekerjaan yaitu jenis mata pencaharian yang dilakukan oleh responden e. Uang saku / Penghasilan, yaitu faktor ekonomi yang ada pada mahasiswa berupa jumlah uang yang diterima perbulannya.
I.10
Hipotesis Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan
karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995: 43). Hipotesis adalah kesimpulan yang masih belum final, dalam arti masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya (Nawawi, 2001: 44). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebgai berikut : Ho
: Tidak terdapat pengaruh Fotografi Di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan.
Ha
: Terdapat pengaruh Fotografi Di Media Cetak Terhadap Minat Siswa di Sekolah Fotografi Andi Lubis Medan.
Universitas Sumatera Utara