BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan terus berkembangnya zaman dan pesatnya laju informasi dan teknologi seakan menuntut kehidupan masyarakat saat ini serba cepat dalam hal waktu dan hemat dalam hal biaya. Begitu pula dalam urusan pelayanan jasa publik, dimana masyarakat sebagai konsumen pada hakikatnya haruslah terlayani dengan baik oleh para aparatur negara sebagai pelayan publik. Keselarasan antara para pegawai pemerintah sebagai pelayan masyarakat dengan masyarakat sendiri sebagai pengguna jasa harus tetap terjaga keseimbangannya dalam hal jumlah yang melayani dengan yang dilayani, tingkat kemampuan yang melayani dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman orang yang dilayani, serta penguasaan informasi dan teknologi yang memudahkan pemberian pelayanan jasa publik secara optimal dimana didukung pula oleh sarana dan prasarana yang menunjang hal tersebut untuk terwujud. Tidak dipungkiri keprofesionalismean dari para aparatur negara akan sangat mempengaruhi tingkat kualitas pelayanan publik yang dihasilkannya. Profesionalisme kerja secara sederhana bisa berarti terwujudnya suatu pelaksanaan tugas dengan baik dan optimal, mengena pada sasaran atau tujuan dari suatu organisasi secara cepat dan tepat dengan berbagai sumber daya yang ada. Dimana tujuan organisasi itu bisa berupa laba (profit), komunikasi timbal balik, terpeliharanya disiplin kerja pegawai, peraturan yang berlaku, pemberian pelayanan (service), dan kepercayaan (trust) dari masyarakat. Di samping istilah profesionalisme, ada istilah yaitu profesi. Profesi sering kita artikan dengan “pekerjaan” atau “job” kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession tidak hanya terkandung pengertian “pekerjaan” saja. Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti “profession” terpaku juga suatu “panggilan”.
Dengan begitu, maka arti “profession” mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang “profesional” harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi “profesional” karena kedua-duanya harus menyatu. Selanjutnya untuk pelayanan publik sendiri bisa didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan BUMN atau BUMD, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Hal ini mengharuskan pihak pemerintah senantiasa mengadakan pembenahan menyangkut kualitas pelayanan yang dihasilkan. Dimana pelayanan yang berkualitas berate pelayanan yang mampu member kepuasan terhadap masyarakat dan mempu memenuhi harapan masyarakat.
Kemampuan dan akselerasi sistem pelayanan publik dalam melakukan respon terhadap dinamika yang terjadi dalam masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan persoalan pelayanan publik secara tepat dan efisien akan sangat ditentukan oleh standardisasi pelayanan publik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Tidak adanya standardisasi pelayanan publik menyebabkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat begitu beragam dan berbelit-belit sehingga seringkali menimbulkan in-efisiensi khususnya menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi masyarakat.
Dalam kenyataannya pelayanan yang diberikan pegawai belum sesuai dengan yang diharapkan. Adanya anggapan bahwa di era otonomi daerah kualitas pelayanan publik justru semakin buruk dari sebelumnya (sherwod 1997: 7 dalam Revida 2007:1) bahwa
profesionalisme pelayanan pemerintah di daerah sedang mengalami kemunduran. Oleh karena itu, jalan yang terbaik yang harus dilakukan adalah persamaan persepsi, langkah bagi aparat birokrasi dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat khususnya bidang investasi guna meningkatkan kinerja pelayanan investasi baik di tingkat pusat terlebih lagi di daerah.
Kantor pelayanan pajak yang merupakan salah satu institusi pelayanan teknis dari Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan lembaga birokrasi yang mempunyai kewenangan yang berkaitan dengan urusan kewajiban masyarakat sebagai warga negara Indonesia sekaligus pengawas terhadap jalannya pemungutan pajak demi pembangunan bangsa dan dengan balas jasa yang tidak secara langsung menjadi objek penelitian penulis. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berlokasi di kawasan Medan Kota memiliki amanah menangani setiap urusan kewajiban pajak yang menjadi naungan wilayah kerjanya seperti pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), penginformasian mengenai pajak, dan hal lain yang berkaitan. Keadaan Kantor Pelayanan Pajak Pratama saat ini bisa menjadi cerminan bagaimana keprofesionalismean pegawai mampu mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang mereka berikan. Dari jumlah personil sebanyak 11 orang memang kebanyakan pegawai memiliki tingkat pendidikan yang tinggi (S1) namun untuk keseimbangan terhadap masyarakat yang mereka layani, sudah selayaknya diadakan penambahan jumlah personil. Untuk fasilitas sarana dan prasarana kantor juga perlu diadakan pembenahan mengingat setiap harinya banyak masyarakat yang harus dilayani. Kemudian masalah sikap dan perilaku pegawai yang kurang ramah menurut masyarakat dimana hal ini sedikit diperparah dengan sedikit kurang optimalnya sosialisasi semisalnya untuk pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kepada masyarakat sehingga masih ada terdapat masyarakat yang bingung mengisi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) mereka.
Dalam hal kecepatan dan ketepatan produk pelayanan juga masih perlu diadakan peningkatan karena tidak semua masyarakat merasa terpuaskan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini adalah pemandangan yang lazim kita jumpai di setiap institusi pelayanan publik, dimana sikap arogan aparaturnya terkadang menghilangkan pemahaman kodrat terhadap siapa yang sebenarnya menjadi pelayan publik dan siapa yang dilayani. Pelayanan publik yang berkualitas akan diketahui dari respon masyarakat itu sendiri sebagai konsumen jasa publik. Rasa puas masyarakat dalam pelayanan publik akan terpenuhi ketika apa yang diberikan pegawai sesuai dengan apa yang mereka harapkan selama ini. Tingkat keprofesionalismean para pegawai Kantor Pajak Pratama Medan Kota pastinya akan berpengaruh dengan kualitas pelayanan yang dihasilkan namun tidak menutup kemungkinan ada hal-hal lain yang bisa mendukung peningkatan keprofesionalismean tadi yang juga pada akhirnya ikut mendukung peningkatan kualitas layanan publik yang lebih baik lagi. Dari beberapa permasalahan di atas akhirnya mendorong penulis untuk melakukan penelitian
mengenai
PENGARUH
PROFESIONALISME
KERJA
PEGAWAI
TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (Studi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota) dimana penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh profesionalisme kerja pegawai terhadap kualitas pelayanan publik. 1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah sangat penting agar diketahui arah jalannya suatu penelitian dan untuk lebih memudahkan penelitian nantinya. Hal ini senada dengan pendapat “ Agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka penulis merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa” (Arikunto, 1998: 17).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dalam melakukan penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : “ Bagaimanakah Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota? ” 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang di peroleh setelah penelitian selesai. Dengan demikian, pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan di peroleh setelah selesai melakukan penelitian (Hasan, 2002:44) Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana Profesionalisme Kerja Pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. 2. Untuk mengetahui bagaimana Kualitas Pelayanan Publik yang diberikan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. 3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pengaruh Profesionalisme Kerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Subjektif. Sebagai sarana untuk melatih dan mengembankan kemampuan berfikir dalam menulis karya ilmiah tentang profesionalisme kerja pegawai dan kualitas pelayanan publik.
2. Secara Praktis. Sebagai masukan/sumbangan pemikiran bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional. 3. Secara Akademis. Sebagai bahan masukan bagi pelengkap referensi maupun bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin mengadakan penelitian di bidang yang sama. 1.5 Kerangka Teori Untuk memudahkan penulis dalam rangka menyusun penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut kerangka teori. Menurut Sugiyono (2004 : 55) menyebutkan landasan teori perlu di tegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba. Dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah : 1.5.1
Profesionalisme Kerja Pegawai
1.5.1.1 Definisi Profesionalisme Kerja Profesionalisme sangat mencerminkan sikap seorang terhadap pekerjaan maupun jenis pekerjaannya/profesinya. Menurut Tanri Abeng (dalam Moeljono, 2003: 107) pengertian professional terdiri atas tiga unsur, yaitu knowledge, skill, integrity, dan selanjutnya ketiga unsur tersebut harus dilandasi dengan iman yang teguh, pandai bersyukur, serta kesediaan untuk belajar terus-menerus. Menurut Siagian (dalam Kurniawan, 2005:74), profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu yang baik, waktu yang tepat,
cermat dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan atau masyarakat. Menurut Kurniawan (2005:73), istilah professional itu berlaku untuk semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Professionalisme dapat diartikan sebagi suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness) antar kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan kebutuhan tugas (task requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakannn salah satu syarat terbentuknya pegawai pegawai yang professional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Seorang yang professional adalah seorang pegawai yang memiliki keterampilan, kemampuan atau keahlian untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik menurut bidangnya masing-masing sehingga memperoleh pengakuan atau penghargaan. Seorang pegawai yang professional juga hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Ada empat sifat yang dianggap mewakili sikap profesionalisme sebagai berikut : keterampilan yang tinggi yang di dasarkan pada pengetahuan teoritis dan sisitematis, pemberian jasa dan pelayanan yang altruitis artinya lebih berorientasi kepada kepentingan umum di bandingkan dengan kepentingan pribadi, adnya pengawasa yang ketat atas perilaku pekerja melalui kode-kode etik yang dihayati dalam proses sosialisasi pekerjaan dan suatu sistem balas jasa (berupa uang, promosi, jabatan dan kehormatan) yang merupakan lambang prestasi kerja (Harefa 2004:137).
Selanjutnya dikemukakan oleh Oemar Hamalik (2000 : 7-8) dapat menambah pemahaman
mengenai
profesionalisme
kerja
pegawai
atau
tenaga
kerja.
Beliau
mengemukakan tenaga kerja pada hakekatnya mengandung aspek : 1. Aspek Potensial, bahwa setiap tenaga kerja memiliki potensi-potensi herediter yang bersifat dinamis yang terus berkembang dan dapat dikembangkan. Potensipotensi itu antara lain : daya mengingat, daya berfikir, bakat dan minat, motivasi, dan potensi-potensi lainnya. 2. Aspek profesionalisme atau vokasional, bahwa setiap tenaga kerja memiliki kemampuan dan keterampilan kerja atau kejujuran dalam bidang tertentu dengan kemampuan dan keterampilan itu dia dapat mengabdikan dirinya dalam lapangan kerja tertentu dan menciptakan hasil yang baik secara optimal. 3. Aspek fungsional, bahwa setiap tenaga kerja melaksanakan pekerjaannya secara tepat guna, artinya dia bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya dalam bidang yang sesuai pula. Misalnya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam bidang elektronik seharusnya bekerja dalam bidang pekerjaan elektronik bukan bekerja sebagai tukang kayu untuk bangunan. 4. Aspek Operasional, bahwa setiap tenaga kerja dapat mendayagunakan kemampuan dan keterampilannya dalam proses dan prosedur pelaksanaan kegiatan kerja yang sedang ditekuninya. 5. Aspek Personal, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki sifat-sifat kepribadian yang menunjang pekerjaannya, misalnya sikap mandiri dan tangguh, bertanggung jawab, tekun dan rajin, mencintai pekerjaannya, berdisiplin dan berdedikasi yang tinggi.
6. Aspek produktifitas, bahwa setiap tenaga kerja harus memiliki motif berprestasi, berupaya agar berhasil, dan memberikan hasil dari pekerjaanya baik kuantitas maupun kualitas. Jadi dapat dikatakan bahwa Profesionalisme Kerja adalah suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan bidang dan tingkatan masing-masing secara tepat waktu dan cermat. Profesionalisme menyangkut kecocokan antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi dengan kebutuhan tugas. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. 1.5.1.2 Ciri-Ciri Sikap Profesionalisme Kerja Dalam meningkatkan kualitas pelayanan organisasi tidak hanya mengajarkan ataupun memfasilitasi para pegawai sesuai dengan jabatan dan kemampuan yang ada sekarang. Akan tetapi seorang pegawai perlu memiliki ciri untuk mendukung sikap profesionalisme tersebut. Menurut Abdulrahim (dalam suhrawardi, 1994 :10) bahwa profesionalisme biasanya dipahami sebagai kualitas yang wajib dipunyai setiap eksekutif yang baik, dimana didalamnya terkandung beberapa ciri sebagai berikut : 1. Punya
keterampilan
tinggi
dalam
suatu
bidang,
serta
kemahiran
dalam
mempergunakan peralatan tertentu yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan bidang tadi. 2. Punya ilmu dan pengetahuan serta kecerdasan dalam menganalisa suatu masalah dan peka didalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan. 3. Punya sikap berorientasi ke hari depan, sehingga punya kemampuan mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terentang dihadapannya.
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi dirinya dan perkembangan pribadinya. Berdasarkan ciri diatas dapat diketahui bahwa profesionalisme pegawai sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan pegawai yang tercermin melalui sikap dan perilakunya sehari-hari di dalam organisasi. 1.5.1.3 Karakteristik Profesionalisme Menurut Martin Jr (dalam Kurniawan, 2005 : 75) karakteristik profesionalisme aparatur sesuai dengan tuntutan good governance, diantaranya :
1. Equality Perlakuan yang sama atas pelayanan yang diberikan. Hal ini didasarkan atas tipe perilaku birokrasi rasional yang secara konsisten memberikan pelayanan yang berkualitas kepada senua pihak tanpa memendang afilasi politik, status sosial dan sebagainya. 2. Equity Perlakuan yang sama kepada masyarakat tidak cukup, selain itu juga perlakuan yang adil. Untuk masyarakat yang pluralistic kadang-kdang diperlakukan yang adil dan perlakuan yang sama. 3. Loyality Kesetiaan diberikan kepada konstitusi hukum, pimpinan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai jenis kesetiaan tersebut terkait satu sama lain dan tidak ada kesetiaan yang
mutlak diberikan kepada satu jenis kesetiaan tertentu dengan mengabaikan yang lainnya. 4. Accountability Setiap aparat pemerintah harus siap menerima tanggung jawab atas apapun yang ia kerjakan. 1.5.1.4 Faktor-faktor yang mendukung sikap Profesionalisme Pegawai Faktor-faktor yang mendukung profesionalisme kerja pegawai yaitu sebagai berikut :
1. Keterampilan Menurut Nugroho (dalam Kurniawan 2005: 85) lebih cenderung mengunakan istilah kemampuan untuk keterampilan dalam diri pegawai, yaitu tersedianya modal kecakapan, ketangkasan atau modal lainnya yang memungkinkan anggota itu dapat berbuat banyak bagi organisasinya. 2. Kompetensi Atmosuprapto (dalam Kurniawan 2005: 74) menyebutkan bahwa profesionalisme merupakan
cermin
kemampuan
(competency),
yaitu
memiliki
pengetahuan
(knowedge), keterampilan bisa melakukan (ability), di tunjang dengan pengalaman (experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa perjalanan waktu. Oleh karena itu berkaitan dengan pelayanan publik maka kemampuan pegawai sangat diperlukan. 3. Loyalitas Menurut Hasibuan (dalam Kurniawan 2005: 75) Secara teoritik loyalitas berhubungan dengan tingkat kedisiplinan, terutama dalam hal ketaatan terhadap peratauran yang
berlaku. Kedisiplinan akan terwujud dengan baik jika pegawai atau aparatur mampu menaati peraturan-peraturan yang ada. Loyalitas juga berkaitan erat dengan kemampuan pertanggung jawaban tugas pekerjaan dan daya tanggap. Selain itu loyalitas tidak membeda-bedakan pemberian pelayanan atas dasar golongan tertentu. 4. Performansi (performance) dapat diartikan menjadi prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/penampilan kerja (LAN, 1992). Performance merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses yang lebih menekankan pada individu menurut Smith (dalam Kurniawan 2005 :75). Sedangkan menurut Gibson (dalam Kurniawan 2005:75) bahwa performance atau prestasi (kehandalan dan kecakapan) adalah hasil yang diinginkan dari perilaku. Prestasi kerja artinya sama dengan kinerja. Kinerja atau prestasi kerja adalah sebagai hasil kerja seseorang pada kesatuan waktu dan ukuran tertentu. 5. Budaya Organisasi. Menurut Moeljono (2003 : 9) budaya organisasi yang pada umumnya merupakan pernyataan filosofis, dapat difungsikan sebagai tuntutan yang mengikat para karyawan karena dapat diformulasikan secara formal kedalam berbagai peraturan dan ketentuan perusahaan. Dengan membakukan budaya organisasi sebagai acuan bagi ketentuan atau peraturan yang berlaku, maka pemimpin dan karyawan secara tidak langsung akan terikat sehingga dapat membentuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan visi dan misi serta strategi perusahaan. Proses pembentukan tersebut pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin dan pegawai professional yang mempunyai integritas yang tinggi. 1.5.1.5 Usaha- Usaha Pengembangan Profesionalisme Pegawai Dalam mengembangkan profesionalisme para birokrat di Indonesia oleh H. Sumitro Maskun (1997 : 7) perlu diperhatikan tiga aspek, yaitu :
1. Terdapat suatu pengetahuan dasar yang dapat dipelajari secara seksama dan terdapatnya sikap pada seseorang yang menguasai suatu teknik yang dapat dipakai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. 2. Keberhasilan yang dicapai oleh suatu profesi, diukur dari bagaimana kita menyelesaikan pelayanan cepat kepada masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadinya. 3. Dikembangkannya suatu sistem pengawasan atas usaha dan kegiatan praktis para professional dalam mengamalkan pengetahuan dan hasil pendidikannya dengan melalui didirikannya himpunan-himpunan atau asosiasi dan diciptakannya berbagai kode etik. 1.5.2
Kualitas Pelayanan Publik
1.5.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Publik Menurut kamus besar bahasa Indonesia kualias berarti “baik buruknya sesuatu atau mutu” (KBBI, 1995 :533). Dalam hal in istilah kualitas menunjuk pada suatu hasil berupa produk barang ataupun jasa yang memenuhi standar kerja. Kualitas tidak dapat dipisahkan dari produk dan jasa atau pelayanan. Fandi Tjiptono mengutip pendapat Groetsh dan davis bahwa : “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (Tjiptono, 2000:51) Menurut Tjiptono (2002 : 53) “ Kualitas adalah segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau sesuai dengan persyaratan atau kebutuhan”. Oleh karena itu, kualitas dapat diberi pengertian sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang dalam kemampuan memenuhi kebutuhan (Kurniawan (2005 : 53-54).
Kualitas pelayanan seharusnya menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Terkadang kualitas pelayanan dianggap pelanggan sebagai bentuk dari sebuah janji. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal konsep pelayanan prima Sinambela (2006 : 6-8). Menurut Dwiyanto (dalam Tangkilisan, 2005 : 223) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayan itu sendiri adalah : 1. Faktor internal antara lain kewenangan direksi, sikap yang berorientasi terhadap perubahan, budaya organisasi, etika organisasi, sistem internship maupun semangat kerja sama. 2. Faktor eksternal antara lain budaya politik, dinamika dan perkembangan politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial ekonomi dan kontrol yang dilakukan oleh masyarakat serta LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Berbicara tentang pelayanan yang diberikan pemerintah tentunya tidak terlepas dari pelayanan pemerintah pada sektor publik karena pada umumnya pelayanan yang diberikan pemerintah itu selalu bergerak pada sektor yang menyangkut kepentingan umum dan bertujuan untuk kesejahteraan umum. . Dalam pelayanan publik sebaiknya mendahulukan kepentingan umum, mempermudah urusan publik, mempersingkat waktu pelaksanaan urusan publik dan memberikan kepuasan kepada publik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.. Berdasarkan
keputusan
menteri
pendayagunaan
aparatur
negara
nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. ‘ Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun
pelakasanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah. Menurut Boediono (2003:63) hakikat dari pelayanan publik yang prima adalah: 1. Meningkatkan mutu dan produktifitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan publik. 2. Mendorong upaya mengefektifitaskan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan publik dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif). 3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta amsyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk barang atau jasa atas segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan, adapun komponen standar pelayanan publik sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut :
1. Dasar Hukum Setiap bentuk kebijakan pelayanan publik yang di keluarkan oleh instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan, harus memiliki dasar hukum yang disahkan oleh Peraturan Perundang untuk menandakan bahwa pelayanan yang diberikan merupakan pelayanan publik yang sah menurut hukum dan perundangan. 2. Sistem, Mekanisme dan Prosedur
Bentuk pelayanan publik yang diberikan oleh suatu instansi pemerintahan harus memiliki sistem yang jelas, mekanisme pelaksanaan yang mudah diimplementasikan oleh seluruh masyarakat serta memiliki prosedur atau tata laksana yang jelas dan diketahui oleh pengguna pelayanan publik. 3. Jangka Waktu Penyelesaian Pelayanan publik yang diberikan oleh instansi pemerintah dalam pelaksanaannya harus memiliki batas waktu penyelesaian kegiatan yang efisien. Pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat dilakukan dalam standart waktu yang singkat. 4. Biaya/Tarif Pelayanan publik pada hakekatnya adalah bentuk pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, biaya atau tarif yang diberikan harus memiliki standart harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan kata lain harga untuk pelayahgnan publik adalah harga yang murah. 5. Produk Pelayanan Pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi dapat dikatakan sebagai pelayanan publik apabila produk yang dihasilkan dapat berupa public good, public service dan administration service. 6. Sarana, Prasarana dan Fasilitas Keefektivan pelayanan publik yang diberikan oleh organisasi dapat dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana dalam proses pemberian pelayanan serta terdapat fasilitas yang memedai demi kenyamanan pelanggan atau masyarakat. 7. Kompetensi Pelaksana Petugas pemberi pelayanan publik harus memiliki keahlian, kreativitas serta kemampuan yang menyangkut sikap dan perilaku dalam memberikan pelayanan kepada atau masyarakat.
8. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan Setiap organisasi pemerintah harus memiliki sarana yang menampung aspirasi masyarakat yang berisi kritik, saran dan juga pengaduan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemberian pelayanan publik kepada masyarakat. 9. Jumlah pelaksana Organisasi pemerintahan memiliki pelaksana pelayanan yang memadai agar dalam pemberian pelayanan dapat berjalan efektif. 1.5.2.2 Asas dan Prinsip Pelayanan Publik Untuk
dapat
memberikan
pelayanan
yang
memuaskan
bagi
pengguna
jasa,
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63 Tahun 2003) : a. Transparansi, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. c. Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas. d. Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama, golongan, gender dan status ekonomi f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Berikut ini adalah prinsipprinsip Pelayanan publik : a. Kederhanaan, prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. kejelasan (1) persyaratan teknis dan administrative pelayanan public. (2) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan public. c. Kepastian Waktu, pelaksanaan pelayanan public dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Akurasi, produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggung Jawab, pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung
jawab
atas
penyelenggaraan
dan
penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). h. Kemudahan Akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan, pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan, dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. 1.5.2.3 Bentuk-Bentuk Pelayanan Publik Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, pelayanan publik dibagi berdasarkan tiga kelompok, yaitu : 1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu bentuk pelayanan yang menghasilkan berbagai macam dokumen resmi yang dibutuhkan oleh masyarakat atau publik. 2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/ jenis barang yang digunakan publik. 3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik. Menurut moenir (2002:190) bentuk pelayanan ada tiga macam, yaitu: 1. Pelayanan dengan lisan Pelayanan dengan lisan ini di lakukan oleh petugas-petugas bidang hubungan masyarakat, bidang ayanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan kejelasan dan keterangan kepada masyarakat mengenai berbagai fasilitas layanan yang tersedia. Agar layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku pelayanan, yaitu : a. Memahami benar masalah-maslah yang termasuk dalam bidang tugasnya. b. Mampu memberikan penjelasan apa saja yang perlu dan lancer.. c. Bertingkah laku sopan dan ramah tamah.
d. Meski dalam keadaan sepi tidak berbicara dengan pegawai lainnya karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas. 2. Pelayanan Melalui Tulisan Dalam bentuk tulisan, layanan yang diberikan dapat berupa pemberian penjelasan kepada masyarakat dengan penerapannya berupa tulisan suatu informasi mengenai hal atau masalah yang sering terjadi. Pelayanan tulisan ini terdiri dari : a. Layanan berupa petunjuk, informasi dan sejenis yang ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga. b. Pelayanan
berupa
reaksi
tertulis
atas
permohonan,
laporan,
keluhan,
pemberitahuan dan lain-lain. 3. Pelayanan Berbentuk Perbuatan Pelayanan dalam bentuk perbuatan adalah pelayanan yang diberikan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan sekedar kesanggupan dan penjelasan secara lisan. 1.5.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Publik Suatu pelayanan yang komprehensif yang di berikan oleh pegawai pemerintah dapat dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur dari pelayanan tersebut yaitu pada saat terjadinya suatu interaksi antara pegawai pemerintah sebagai pemberi pelayanan dengan masyarakat sebagai konsumen dari pelayanan yang diberikan. Menurut Moenir (2002 : 88) faktor-faktor yang mendukung pelayanan, sebagai berikut : 1. Faktor Kesadaran yaitu kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam kegiatan pelayanan. Kesadaran para pegawai pada segala tingkatan
terhadap tugas yang menjadi tanggung jawab dapat membawa dampak yang sangat positif terhadap organisasinya. 2. Faktor Aturan yaitu aturan dalam organisasi yang menjadi landasan kerja pelayanan. Aturan itu mutlak kebenarannya agar organisasi dan pekerja dapat berjalan teratur dan terarah. Oleh karena itu, harus dipahami oleh organisasi berkepentingan/bersangkutan. 3. Faktor Organisasi merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan dalam usaha pencapaian tujuan. 4. Faktor Pendapatan yaitu pendapatan pegawai yang berfungsi sebagai pendukung pelaksanaan pelayanan. Pendapatann yang cukup akan memotivasi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dengan baik. 5. Faktor Keterampilan Tugas yaitu kemampuan dan keterampilan petugas dalam melaksanakan pekerjaan. Ada tiga kemampuan yang harus dimiliki, yaitu: kemampuan manajerial, kemampuan teknis dan kemampuan untuk membuat konsep. 6. Faktor Sarana yaitu sarana yang di perlukan dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan layanan. Sarana ini meliputi peralatan, perlengkapan, alat bantu dan fasilitas lain yang melengkapi serta fasilitas komunikasi. 1.5.2.5 Tolok Ukur Pelayanan Publik Organisasi pelayanan publik mempunyai ciri public acuntability, dimana setiap warga negara mempunyai hak untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang mereka terima. Sangat sulit menilai kualitas suatu pelayanan tanpa mempertimbangkan peran masyarakat sebagai penerima pelayanan dan aparat pelaksana pelayanan itu. Evaluasi yang berasal dari pengguna
pelayanan, merupakan elemen pertama dalam analisis kualitas pelayanan publik. Elemen kedua dalam analisis adalah kemudahan suatu pelayanan dikenali baik sebelum dalam proses atau setelah pelayanan itu diberikan. Dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan berbeda. Apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Maka kesepakatan terhadap kualitas sangat sulit untuk dicapai. Dalam hal ini dapat dilihat pendapat ahli dalam mengukur mutu pelayanan. Menurut Zeitham dkk (dalam Boediono, 2003 : 114) ada lima dimensi yang dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan, yaitu : 1. Bukti Langsung (Tangibles), yang meliputi fasilitas fisik, pegawai, perlengkapan dan sarana komunikasi. Fasilitas fisik yang dimaksud disini adalah seperti gedung perkantoran, ruang tunggu untuk customer, telepon, computer dan lain-lain. 2. Daya tanggap (Responsiveness), suatu karakteristik kecocokan dalam pelayanan manusia, mampu yakni keinginan para staf untuk membantu masyarakat dan memberikan pelayanan dengan tanggapan. Keinginan itu seperti kemauan aparat birokrasi untuk memberikan informasi-informasi yang terkait dengan waktu pelayanan, syarat-syarat program langsung. 3. Keandalan (Reability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang menyajikan dengan segera dan memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan dan kecakapan aparat birokrasi dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan dan menjadi kewajibannya dengan cepat sesuai waktu yang dijanjikannya. 4. Jaminan (Assurance), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang miliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan. Yaitu seperti kepastian yang diberikan aparat birokrasi untuk membuat masyarakat
pengguna jasa merasa yakin bahwa tugas yang dilaksanakannya akan bebas dari kesalahan. 5. Empati (Emphaty), yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Hal seperti ini bagaimana
aparat
birokrasi
menciptakan
komunikasi
eksternal
untuk
meningkatkan kualitas pelayanannya. 1.5.2.6 Pengaruh Profesionalisme Kerja terhadap Kualitas Pelayanan Publik Dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, prioritas pembangunan bidang penyelenggaraan negara diarahkan pada upaya peningkatan kinerja birokrasi agar birokrasi mampu menciptakan kondisi yang kondusif bagi terpenuhinya kebutuhan masyarakat, meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dan menekan tingkat penyalahgunaan kewenangan di lingkungan pemerintahan. Kebijakan untuk mewujudkan birokrasi yang “netral” dalam penyelenggaraan administrasi dan pemerintahan, ternyata dalam praktik banyak mengalami tantangan. Dimana publik sangat mengaharapkan adanya pelayanan publik, yaitu birokrasi yang berorientasi kepada pengadaan keseimbangan antara kekuasaan (power) yang dimiliki dengan tanggung jawab (accountability) yang seharusnya diberikan kepada publik yang dilayani. Paradigma lama pemerintah haruslah mengalami perubahan secara menyeluruh seperti perilaku aparatur negara yang masih menempatkan dirinya untuk dilayani, padahal yang seharusnya dilakukan aparatur adalah melayani publik. Dalam era demokrasi dan desentralisasi saat ini, seharusnya perangkat birokrasi menyadari bahwa pelayanan berarti semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam pembangunan, yang dimanifestasikan kedalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya unuk segelintir orang”.
Profesionalisme aparatur sangat dibutuhkan dalam mewujudkan visi dan misi organisasi birokrasi publik, karena dengan organisasi yang prima, maka secara otomatis tujuan organisasi akan mudah dicapai. Professional itu berlaku untuk semua aparat pegawai mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah. Professionalisme dapat diartikan sebagi suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing. Profesionalisme menyangkut kecocokan (fitness) antar kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi (bureaucratic competence) dengan kebutuhan tugas (task requirement). Terpenuhinya kecocokan antara kemampuan dengan kebutuhan tugas merupakan salah satu syarat terbentuknya pegawai pegawai yang professional. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi Kurniawan (2005:73),. Selanjutnya menurut Tjokrowinoto (Tangkilisan, 2005: 231) yang menyatakan bahwa profesionalisme berkaitan dengan kemampuan aparat yang bekerja dengan memiliki inovasi dan mempunyai etos kerja yang tinggi. Hal ini tentu akan memeberikan kontribusi yang nyata terhadap kualitas layanan publik. Ini berarti aparat yang bertugas harus menguasai secara tepat mekanisme kerja dan metode kerja yang ada, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai melalui peningkatan kualitas pelayanan kepada para pengguna jasa atau masyarakat ketika mereka berhubungan dengan birokrasi. 1.6
Hipotesis
Hipotesa adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. (Sugiyono, 2005: 70). Adapun hipotesa yang dirumuskan peneliti dalam penelitian ini adalah: Ha :
Terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja terhadap kualitas pelayanan publik.
Ho :
Tidak terdapat pengaruh yang positif antara profesionalisme kerja terhadap kualitas pelayanan publik.
1.7
Definisi Konsep Menurut Singarimbun (2006 : 33), Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan
untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama lainnya. Maka berdasarkan judul yang dipilih oleh peneliti, yang menjadi konsep dari peneliti ini adalah : 1. Profesionalisme Kerja Pegawai adalah suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan bidang dan tingkatan masing-masing secara tepat waktu dan cermat. Profesionalisme menyangkut kecocokan antara kemampuan yang dimiliki oleh birokrasi dengan kebutuhan tugas. Artinya keahlian dan kemampuan aparat merefleksikan arah dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. 2. Kualitas Pelayanan Publik adalah totalitas dari karakteristik suatu produk barang atau jasa atas segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan. Sehingga kualitas pelayanan berhubungan erat dengan pelayanan yang sistematis dan komprehensif yang dikenal konsep pelayanan prima.
1.8
Definisi Operasional Definisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya
mengukur suatu variable. Dengan kata lain, definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variable (Singarimbun, 2006 : 46). Melalui pengukuran ini dapat diketahui indikator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisis dari variable – variable tersebut. Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator – indikator agar lebih memudahkan dalam operasional dari sudut penelitian. Adapun yang menjadi definisi operasional dalam penelitian ini yaitu : 1. Variable Bebas (X) Professional Kerja Pegawai diukur dengan mengunakan indikator-indikator sebagai berikut : a. Equality Pegawai i. Konsitensi dalam memberikan pelayanan ii. Perlakuan yang sama atas pelayanan publik yang diberikan b. Equity Pegawai i.
Tidak adanya pengaruh pangkat/jabatan terhadap kebebasan pegawai jika ingin menyampaikan pendapat
c. Loyality Pegawai i. Kesetiaan pada pimpinan ii. Kesetiaan pada institusi iii. Kesetiaan pada sesama pegawai
d. Akuntabilitas Pegawai i. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik : integritas (selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip yang ditetapkan), tingkat ketelitian, kelengkapann sarana dan prasarana, kejelasan peraturan dan kedisiplinan. ii. Akuntabilitas biaya pelayanan publik harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. iii. Akuntabilitas produk pelayanan publik 2. Variable Terkait (Y) Kualitas pelayanan publik di ukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut : a. Bukti langsung : meliputi tersediannya ruang tunggu, seragam, perlengkapan, dan sarana komunikasi b. Daya tanggap : meliputi dapat diakses, tidak lama menunggu, respon terhadap permintaan. c. Keandalan meliputi : penyelesaian pelayanan dengan cepat dan selesai pada waktu yang dijanjikan. d. Jaminan : meliputi terpercaya, reputasi yang baik dalam hal pelayanan, pegawai yang kompeten. e. Empati : meliputi pengenalan pelanggan, pendengar yang baik dan sabar.
1.9
Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional, dan sistematika penulisan.
BAB II
METODE PENELITIAN Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi, dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian.
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi dan struktur organisasi.
BAB IV
PENYAJIAN DATA Bab ini memuat penyajian data yang dilakukan dengan menguraikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan menganalisanya berdasarkan metode yang digunakan.
BAB V
ANALISA DATA Bab ini memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada bab-bab sebelumnya.
BAB VI
PENUTUP Bab ini memuat kesimpulan dari hasil – hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran – saran yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkannya.