1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara fitrah manusia dilengkapi dengan daya cipta, rasa, dan karsa dalam penciptaannya. Dari semua ini diperlukan adanya perlindungan sehingga terjaga eksistensinya. Negara mempunyai peranan penting sebagai institusi sosial untuk mengatur dan memberikan regulasi dalam relasi sosial didukung dengan struktur birokrasi penopangnya. Islam
memberikan
keleluasaan
kepada
umat
manusia
untuk
mengembangkan gairah kreatif dan semangat berkarya, termasuk pula hak cipta. Tuhan menciptakan bumi, langit, dan apa diantara keduanya semata untuk manusia yang diciptakan sebagai khalifah supaya manusia dapat memaksimalkan potensinya guna pengelolaan alam agar kesejahteraan dapat merata. Selain itu, dalam penguasaan harta terdapat hak orang lain yang harus diberikan. Islam merupakan agama yang komprehensif, universal dan rahmatan li al-’âlamin, termasuk kegiatan bermu’amalah di dalamnya. Semua itu terangkum dalam firman Allah SWT, QS. Al-Baqarah ayat 30, dan QS. AlHadîd ayat 7, serta QS. Al-Anbiyâ’ayat 107:
=ً >َ ?ْ @ِA َ ض ِ ْ اْ; َر6 ِ . ٌ02 ِ 3َ5 678ِا Artinya: ”Sungguh Aku jadikan manusia sebagai khalifah”1
Eِ ?ْ .ِ F َ ?ْ >ِ @َG ْ Hَ I ْ KJ ْLNُ @َOَ 5 َ 3PQKِ ْاRSُ >ِ 8ْ َوَا 1
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 6.
1
2
Artinya: ”Berinfaklah dari sebagian dari harta yang Allah telah membuatmu menguasainya”2
F َ ?ْ Qِ \َ3َO@ْ \ِ =ً Qَ ] ْ ^ َر P ك ِإ َ 3َa@ْ b َ َْار3َKَو Artinya: ”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”3 Pengembangan kreatifitas melalui berkarya cipta, permasalahannya semakin hari terus berkembang, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari obyek yang dilindungi oleh hak cipta. Islam dapat
berhadapan
dengan
masyarakat
modern
dengan
tantangan
modernitasnya, Islam dituntut dapat menghadapi tantangan modernitas4, sebagaimana dapat berhadapan dengan masyarakat bersahaja. Konsekuensi ini tentunya menuntut agar hukum hak cipta sebagai instrumen dalam upaya memberikan perlindungan hak cipta akan senantiasa disesuaikan dengan perkembangan tersebut.5 Satu dari beberapa isinya adalah jangan mencuri atau jangan mengambil apa yang bukan hakmu. Hal ini juga ditegaskan dalam ajaran Islam, firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah ayat 188 dan QS. AnNisâ’ ayat 29:
0 ِh ِ 3َi\ْ 3ِj ْLNُ aَ ?ْ jَ ْLNُ \ََاRKْ َأlْR@ُْ ُآnoَ ^ َ َو Artinya: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.”6
ن َ ْRNُ oَ ْ َأنqP ِإ0 ِh ِ 3َi\ْ 3ِj ْLNُ aَ ?ْ jَ ْLNُ \ََاRKْ ْا َأR@ُْ ُآnoَ ^ َ ْاRaُ Kَ l F َ rْ sِ @P\ ا3َtrJَاuَr ْLNُ aْ Kِ ض ٍ َاwoَ ْF2 َ َر ًة3َyoِ 2
Depag RI, Al-Qur’an, 786. Ibid., 461. 4 Amir Mualim dan Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam (Yogyakarta: UII, Press, 2001), 1. 5 Budi Agus Riswandi dan Siti Sumartiah, Masalah-masalah HAKI Kontemporer (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2006), 150. 6 Depag, Al-Qur’an, 36. 3
3
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”7 Pengaturan hukum hak cipta di Indonesia didasarkan pada ketentuan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Secara normatif di dalam UU Hak Cipta diatur sejumlah permasalahan hukum yang berhubungan dengan masalah karya cipta. Termasuk didalamnya mulai dari ruang lingkup hak cipta, objek hak cipta, pembatasan hak cipta, hingga penyelesaian terhadap pelanggaran hak cipta. Hukum hak cipta merupakan salah satu bagian dari hukum dalam bidang hak kekayaan intelektual.8 Hukum hak cipta adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang mengatur dan melindungi kreasi manusia dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Menurut Muhammad Djumhana, bahwa ide dasar sistem hak cipta adalah untuk melindungi wujud hasil karya manusia yang lahir karena kemampuan intelektualnya. Perlindungan hukum ini hanya berlaku kepada ciptaan yang telah mewujud secara khas sehingga dapat dilihat, didengar atau dibaca.9 Pemberlakuan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta pada dasarnya merupakan hasil penyempurnaan dari ketentuan hak cipta sebelumnya. UU No.6 Tahun 1982 berupaya melakukan perbaikan atas sistem
7
Depag RI, Al-Qur’an, 107-108. Di dalam standar The Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS Agreement) disebutkan bahwa bagian HKI tersebut terdiri dari:1.Copyrights and related rights, including computer programs and databases; 2.Trademarks; 3.Geographical indications; 4.Industrial designs; 5.Patents; 6.Integrated circuits, and; 7.Undisclosed information. 9 Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 55. 8
4
hak cipta dalam upaya mengefektifkan perlindungan hak cipta.10 Menurut Budi Agus Riswandi, hukum hak cipta yang kini salah satunya terrepresentasikan dalam UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta merupakan hukum yang berada pada lingkup bidang ekonomi. Kebutuhan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dapat ditelusuri sejak sebelum mesin cetak ditemukan. Misalnya, pelaggaran hak cipta dengan alasan moral seorang biarawan diam-diam menyalin kitab Mazmur ciptaan gurunya tanpa ijin, dan pada zaman Romawi terjadi plagium dengan membacakan syairnya Martial tanpa ijin.11 Sepanjang ciptaan masih dalam bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan, maka hal itu tetap dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, sebagai wujud perkembangan ciptaan atas dampak dari perkembangan teknologi. 12 Kepemilikan dalam Islam adalah berupa benda, artinya hak milik terhadap sesuatu yang berwujud sehingga dapat diambil manfaat darinya. Benda adalah segala sesuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan dapat diambil manfaatnya dengan jalan biasa.13 Milik yang dimaksud disini adalah penguasaan terhadap sesuatu, pengusaanya dapat melakukan sendiri tindakantindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.14 Namun para ulama memperluas 10
http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=46110/ diaks. 12 Juni 2009. Damian Eddy, Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, UndangUndang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitan (Jakarta: Alumni, 2000) hlm 47. 12 Riswandi dan Sumartiah, Masalah-masalah HAKI (Yogyakarta: Rineka Cipta, 2006) hal 25. 13 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat Hukum Perdata Islam (Yogyakarta: UII Press, 2000), 41. 14 Ibid., 45. 11
5
pengertian harta kekayaan, sehingga didalamnya termasuk al-haq (hak tertentu) sehingga masuk ke dalamnya hak kepemilikan.15 Sedangkan dalam UUHC No.19 Tahun 2002, hak cipta merupakan hasil kekayaan intelektual, mencakup segala sesuatu dalam lingkup seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Kekayaan dalam Islam adalah kebaikan bukan suatu keburukan dan harta tidaklah tercela sehingga Allah SWT memberikan harta itu kepada hambaNya.16 Adapun hubungan antara manusia (pemilik) dan benda (yang dimiliki) adalah hubungan malikiyah ditinjau dari orangnya, dan hubungan mamlukiyah ditinjau dari bendanya. Islam mengajarkan bahwa hak milik berfungsi sosial. Kepentingan orang lain harus menjadi perhatian setiap pemilik benda. Kebebasan pemilik benda bertindak terhadap benda-benda miliknya tidak mutlak. Orang tidak mempunyai hak mutlak bertindak terhadap benda miliknya dengan mengabaikan kepentingan orang lain.. lebih dari itu, penguasa dapat mencabut milik individu dengan penggantian yang seimbang.17 Tidak ada batasan secara eksplisit menjelaskan tentang kepemilikan, tetapi ditegaskan dalam Islam bahwa dalam kepemilikan terdapat hak orang lain. Sedangkan dalam UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, disana dijelaskan secara eksplisit tentang batasan hak cipta, yaitu selama 50 tahun semasa hidup pencipta sejak ciptaan diumumkan hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
15
M. Faruq an-Nababan, Sistem Ekonomi Islam Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, Terj. Muhadi Zainuddin & A. Bahauddin Noersalim (Yogyakarta: UII Press, 2002), 27-28. 16 Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam Terj. Abdulfatah Idris (Jakarta: Kalam Mulia, 1989), 5-9. 17 Ibid.
6
Upaya penyelesaian suatu sengketa dalam Islam selalu mengutamakan adanya perdamaian (shulh) untuk tetap menjaga hubungan baik diantara sesama, dan ketika hal itu tidak terjadi selanjutnya ditempuh jalur peradilan. Pengarahan al-Qur’an bukan hanya bersifat moralitas tetapi juga bersifat aktif positif. Sehingga dibutuhkan aturan formal yang siap memberikan jerat sanksi hukum kepada para pelanggar.18 Dalam perlindungan UUHC diatur tentang sanksi terhadap pelanggaran hak cipta berupa pidana dan sekaligus perdata. Sebenarnya pemerintah tidak mentolelir pelanggaran dibidang hak cipta sebab perbuatan demikian itu bukan saja melanggar hukum tetapi juga mempunyai dampak
merugikan
terhadap
kreativitas
masyarakat
dibidang
ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra serta mengurangi pendapatan negara berupa pajak.19 Penulis sangat tertarik mengambil tema ini karena penulis terketuk dari permasalahan aktual di negeri ini, dimana kebudayaan dari karya cipta anak bangsa telah ada sekian lama harus menjadi sarana keretakan hubungan berbangsa dan bernegara dengan Negara tertangga. Hal ini terjadi sebab masih sangat kurangnya perhatian dan perlindung terhadap karya cipta intelektual. Sehingga berdampak tidak baik bagi Negara sendiri, misalnya pengklaiman budaya Reog Ponorogo oleh Negara Malaysia, pengklaiman bathik, tari pendet juga pegakuan lagu-lagu kebangsaan dan lain sebagainya, pengambilan lisensi hak cipta tempe oleh Jepang padahal tempe jauh lebih lama sudah ada sebagai karya anak bangsa, dan diduga masih banyak lagi karya cipta anak bangsa 18 19
Nababan, Sistem., 30. Ismail Saleh, Hukum dan Ekonomi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), 70.
7
diambang pengakuan orang atau negara lain. Sehingga perlu adanya penyadaran dari semua pihak terhadap permasalahan serius ini untuk menyelesaikannya. Berangkat dari latar belakang tentang ruang lingkup objek hak cipta, pembatasan jangka waktu, dan penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisa hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002 dengan ketentuan kepemilikan dalam Islam. Untuk memahami analisa ini, penulis menggunakan judul ”Analisa Fiqh Terhadap UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002”.
B. Penegasan Istilah Fiqh
: adalah faham, menurut bahasa. Menurut istilah adalah mengetahui hukum-hukum agama Islam dengan cara atau jalannya ijtihad.20
Hak
: adalah milik, kepunyaan, kepemilikan atas sesuatu dan diakui secara hukum.21
Hak Cipta
: adalah hak seseorang atas hasil penemuannya atau hasil karyanya yang dilindungi oleh undang-undang.22
20
Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), 8. M. Dahlan al-Barry dan L. Lya Sofyan Yacub, Kamus Induk Istilah Ilmiah (Surabaya: Target Press, 2003), 257. 22 Ibid. 21
8
C. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah analisa fiqh terhadap objek hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002? 2. Bagaimanakah analisa fiqh terhadap pembatasan jangka waktu hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002? 3. Bagaimanakah analisa fiqh terhadap penyelesaian sengketa hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002? D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mendeskripsikan analisa fiqh terhadap objek hak cipta sesuai UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. 2. Untuk mendeskripsikan analisa fiqh terhadap pembatasan hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002. 3. Untuk mendeskripsikan analisa fiqh terhadap penyelesaian sengketa hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002 dan mengetahui kesesuaian dengan tinjauan fiqih terhadap kepemilikan dalam Islam. E. Manfaat Penelitian Dalam setiap penelitian yang didasari dengan analisa dan ketekunan yang tinggi akan mendatangkan manfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis. Penelitian ini secara teoritis adalah memberikan penjelasan dan pemahaman tentang perlindungan hukum menurut UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta sesuai dengan tinjauan fiqih terhadap kepemilikan dalam Islam. Kajian ini dapat dijadikan salah satu khazanah keilmuan terkait dengan perundang-undangan dan perekonomian, dengan penelitian ini akan menunjukkan bahwa betapa pentingnya perlindungan hukum terhadap hak cipta sesuai dengan konsep kepemilikan dalam fiqh.
9
2. Manfaat Praktis. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada negara, lembaga, organisasi masyarakat, dan lingkungan sekitar akan pentingnya karya cipta
untuk mendapatkan pengakuan sebagaimana
ketentuan kepemilikan dalam Islam serta sebagai bentuk sosialisasi perlindungan hukum menurut UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta di Indonesia. F. Telaah Pustaka Terkait penelitian mengenai Analisa Fiqh Terhadap UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002 ini, sejauh sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti lebih lanjut terutama tentang ruang lingkup objek, pembatasan jangka waktu, dan penyelesaian sengketa terhadap hak cipta, jika ada diluar kemampuan penulis. Adapun penulis menemukan beberapa referensi penelitian terhadap kekayaan intelektual secara umum, diantaranya dalam bentuk karya ilmiah berupa skripsi dan dalam bentuk buku terkait, sehingga data ini penulis gunakan sebagai pendukung sumber data utama. Karya ilmiah berupa skripsi, penulis temukan keduanya dalam skripsi di tahun 2005 pada Jurusan Syari’ah Mu’amalah Jinayah STAIN Ponorogo, yaitu: 1. Nama Judul
: Ruhul Hasanah : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sanksi Tindak Pidana Kejahatan Hak Cipta Dalam Hukum Positif (Ps.44 UUHC No.7 TH.1987)
Pembimbing : Djaswadi Ahmad, SH. Kesimpulan : Menurut pandangan Islam bahwa kedudukan hak cipta dalam pembuatan atau penciptaan suatu karya cipta adalah tetap pada pemiliknya atau penciptanya. Dan, pengenaan sanksi terhadap pelaku kejahatan hak cipta yang diterapkan
10
dalam hukum positif menurut hukum Islam adalah dibenarkan yang gunanya untuk menghindari kerusakan dan supaya tercapainya kemaslahatan bersama. 2. Nama Judul
: Tabingah : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemalsuan Merek Dalam Hukum Positif
Pembimbing : Drs. Ansor M. Rusydi Kesimpulan : Perdagangan atau jual beli barang dengan menggunakan merek palsu mengandung unsure gharar, hal ini tidak memenuhi rukun jual beli maka hukum Islam melarangnya. Ganti rugi pemalsuan merek melalui penghentian perdagangan dengan merek palsu dan penarikan barangbarang-barang yang memakai merek palsu dibenarkan menurut hukum Islam. Dan, pengenaan sanksi terhadap pelaku kejahatan pemalsuan merek yang diterapkan dalam hukum positif menurut hukum Islam adalah dibenarkan yang gunanya untuk menghindari kerusakan dan supaya tercapainya kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, menurut penulis penelitian mengenai analisa fiqh terhadap UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002 tersebut layak untuk diteliti dan dijadikan skripsi.
G. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif normatif yaitu berusaha memahami secara mendalam dari apa yang menjadi pembahasan pada penelitian ini.
Penulis mencoba mengkaji
tentang konsep dasar perlindungan hukum terhadap hak cipta, khususnya tentang objek hak cipta, pembatasan hak cipta, dan penyelesaian sengketa hak cipta menurut UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan konsep dasar tinjauan fiqih terhadap perlindungan kepemilikan dalam Islam.
11
b. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah literer atau penelitian pustaka (Library Research). Artinya, penelitian yang objek penelitian utamanya adalah buku-buku atau sumber kepustakaan lain.23 Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menelusuri atau mengkaji berbagai buku atau karya ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi.24 Dalam hal ini yang akan penulis teliti adalah analisa fiqh terhadap UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002. 2. Sumber Data Sumber data yang dijadikan rujukan oleh penulis dalam membuat kajian ini merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang bisa dikategorikan menjadi dua sumber data, yaitu: a. Sumber Data Primer Sumber data primer, yang dimaksud sumber data primer adalah bahan atau rujukan utama dalam mengadakan suatu penelitian untuk mengungkapkan dan menganalisa suatu pernyataan dari suatu penelitian tersebut. Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU No.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta dan kajian Kitab-Kitab Fiqh terhadap kepemilikan dalam Islam. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder disini adalah buku-buku yang penulis rujuk untuk melengkapi data-data yang tersedia dalam sumber data primer yang ditulis oleh tokoh-tokoh lain yang berkaitan dengan masalah dalam kajian ini.
23
Hadari Nawawi, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers,
1994), 23.
24
Sutrisno Hadi, Metodologi Risearch (Yogyakarta: Gajah Mada, 1990), 3.
12
3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini termasuk kategori penelitian kepustakaan (Library Research). Oleh karena itu teknik yang digunakan adalah pengumpulan data literer yaitu penggalian bahan-bahan pustaka yang koheren dengan obyek pembahasan yang dimaksud25, atau proses penghimpunan data dari literatur-literatur yang sesuai dengan obyek pembahasan.26 4. Analisis Data Pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan secara bertahap27, yaitu dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang telah diperoleh terutama
dari
segi
kelengkapan,
keterbatasan,
kejelasan
arti,
kesesuaian dan keselarasan serta keseragaman satuan kelompok data.. b. Organizing atau Penyajian data, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan-bahan untuk menyusun skripsi. c. Penemuan hasil data dan menarik kesimpulan, yaitu menganalisa lebih lanjut terhadap pengorganisasian data dengan kaidah-kaidah, dalil dan teori sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan dalam rumusan masalah.
25
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 234. 26 Sugiyono, Memenuhi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2005), 60. 27 Nova Sudjana, Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah (Bandung: Sinar Baru al-Gesindo, 2003), 75.
13
Adapun metode analisa data yang digunakan adalah metode Deduktif yaitu pembahasan yang dimulai dengan menggunakan teori-teori, dalil-dalil yang bersifat umum kemudian disimpulkan dalam pengertian yang bersifat khusus.28 Metode Induktif yaitu analisa data yang berpedoman pada cara berfikir induktif dan berangkat dari dalil-dalil yang konkrit ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.29
H. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan pembahasan dalam penyusunan sekripsi ini, maka penulis membagi menjadi beberapa bab, dimana setiap bab terdiri dari sub bab dan diantara masing-masing bab terdapat korelasi dan keterkaitan sangat erat sehingga merupakan kesatuan utuh. Untuk lebih jelasnya, maka sistematika pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab Satu adalah pendahuluan. Dalam bab ini merupakan pola atau deskripsi global dari keseluruhan isi skripsi, kemudian dibahas pada bab-bab berikutnya meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teori dan telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan. Bab Dua merupakan gambaran umum konsep hak milik dalam Islam yang menjadi landasan teoritik tentang konsepsi hukum Islam terhadap kepemilikan, yang meliputi: pengertian hak milik, macam kepemilikan dalam Islam, perlindungan hak milik dalam Islam.
28 29
Syaifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 40. Sudarto, Metode Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 57.
14
Bab Tiga mendeskripsikan gambaran umum konsep Hak Cipta dalam UU No.19 Tahun 2002, yang meliputi: pengertian hak cipta, ruang lingkup hak cipta, perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, dan penyelesaian sengketa hak cipta. Bab Empat menguraikan pemahaman penulis dalam pembahasan ini tentang analisa hukum Islam terhadap UU Hak Cipta No.19 Tahun 2002, yang berisi telaah tentang persamaan dan perbedaan antara hak cipta dengan tinjauan fiqih terhadap kepemilikan dalam Islam serta kesenjangankesenjangan dari keduanya, khususnya membahas tentang objek, pembatasan, dan penyelesaian pelanggaran dalam hak cipta. Bab Kelima merupakan kesimpulan dari pembahasan skripsi ini yang berisi kesimpulan, jawaban, saran-saran, dan penutup.
15
BAB II KONSEP HAK MILIK DALAM FIQH A. Pengertian Hak Milik 1. Hak Dalam bahasa Arab terdapat banyak arti dari kata hak, seperti: ketetapan yang pasti, penjelasan, kebenaran, jatah atau bagian, hakikat, dan kewajiban.30 Hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau pada keduanya yang diakui oleh syara’.31 Menurut pengertian umum, hak adalah:32
3ً>?ْ @ِNْ oَ ْ ً= َأو َ @ْ b ُ ع ُ ْw َ \ اEِ jِ ُرw7 Sَ rُ ٌص3 َ Hِ A ْ ِإ Artinya: ”Suatu ketentuan yang digunakan oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum” Dalam hak seseorang terdapat kewajiban orang lain untuk menghormatinya. Hak dan kewajiban merupakan dua sisi dari sesuatu hal. Dimana hukum Islam dalam mengatur pergaulan hidup manusia memberikan ketentuan tentang hak dan kewajiban agar ketertiban hidup masyarakat benar-benar dapat tercapai. Setiap manusia hidup bermasyarakat saling tolong menolong dalam menghadapi berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan lainnya. Ketergantungan seseorang kepada
30
Majma’ al-Lughat al-‘Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasîth (Kairo: Majma’ al-Lughat al‘Arabiyah, 1972), 188. 31 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat Hukum Perdata Islam (Yogyakarta : UII Press, 2004), 19. 32 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), 32.
15
16
selainnya dirasakan ada ketika manusia itu lahir.33 Pada setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan kehendak Macam hak dalam Islam dikenal ada tiga hal pokok34, yaitu: a. Hak Allah SWT Hak Allah adalah hal-hal yang bertujuan untuk kemanfaatan umat manusia pada umumnya dan tidak dikhususkan pada orang-orang tertentu. Hak Allah SWT ini meliputi: ibadah murni diwajibkan kepada seluruh umat manusia, hukuman terhadap pelanggaran larangan, hukuman yang hanya berupa hilangnya hak tanpa menimpa diri maupun harta benda terhukum, ibadah dan dalam waktu sama juga merupakan hukuman, ibadah murni tetapi langsung dinikmati juga oleh orang lain, pembelaan keselamatan agama Islam, dan perihal yang menyangkut aturan hubungan keluarga. b. Hak manusia Hak manusia adalah segala hal yang berhubungan dengan kepentingan perorangan yang tidak secara langsung menyangkut juga kepentingan masyarakat. c. Gabungan hak Allah SWT dan manusia Hak Allah dan hak manusia mempunyai dua kemungkinan, yaitu hak Allah SWT lebih menonjol daripada hak manusia atau sebaliknya hak manusia lebih menonjol daripada hak Allah SWT.
33 34
Suhendi, Fiqh, 31. Basyir, Asas-Asas, 20-23.
17
Dalam hak dikenal adanya pendukung hak sebagai subjek atau pelaku pemilik berbagai macam hak kodrati atas pemberian Allah SWT, yaitu manusia dengan berbagai kecakapannya. Dalam fikih kecakapan disebut dengan ahliyah, kecakapan mendukung hak disebut ahliyatul wujub, dan kecakapan menggunakan hak terhadap orang lain disebut ahliyatul ‘ada.35 Dalam fiqh Islam terdapat lima hal berkaitan dengan hak36, yaitu: a. Pemilik suatu hak memiliki otoritas untuk menuntut pemenuhan haknya sesuai hukum b. Hak dilindungi oleh syara’ c. Penggunaan hak harus dengan cara yang sesuai hukum syara’ d. Hak dapat berpindah tangan dengan sebab tertentu e. Hak dapat berakhir karena sebab yang sudah diatur syara’ Alasan larangan penggunaan hak adalah adanya penggunaan hak secara semena-mena sekaligus menjadi syarat terhadap penggunaan hak secara umum, mengingat hak milik sebagai hak terpenting,37 yaitu: a. Pemilik suatu hak tidak mempunyai kebebasan mutlak dalam menggunakan haknya tetapi terikat untuk tidak membuat kerugian atau bahaya bagi orang lain. b. Adanya teori hak publik, yaitu bahwa manfaat suatu kepemilikan tidak terbatas pada individu tetapi juga untuk masyarakat karena kekayaan 35
Basyir, Asas-Asas, 27. Muhammad, Etika dan Perlindungan Konsumem Dalam Ekonomi Islam (Yogyakarta: BPFE, 2004), 138-139. 37 Ahmad Zaki Yamani, Syari’at Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini (Jakarta: Intermasa, 1977), 48-51. 36
18
merupakan bagian dari harta umat secara normal dan pada kondisi darurat akan menjadi sandaran bagi publik. Selain itu, terdapat prinsip umum larangan penggunaan hak secara semena-mena, yaitu: a. Adanya maksud atau tujuan berbuat sesuatu yang membahayakan atau merugikan pihak lain b. Timbulnya bahaya atau kerugian yang lebih besar terhadap individu atau publik daripada maslahat penggunaan hak tersebut c. Pemakaian hak secara tidak wajar, tidak sesuai kebiasaan, sehingga menimbulkan gangguan, bahaya atau kerugian terhadap orang lain d. Penggunaan hak secara tidak hati-hati Penggunaan hak secara semena-mena menimbulkan akibat hukum sebagai berikut: a. Menghapus kerugian atau bahaya yang ditimbulkan b. Kewajiban membayar ganti rugi apabila penggunaan hak semena-mena itu merusak atau melenyapkan nyawa, anggota badan atau harta. 2. Milik Istilah milik berasal dari bahasa Arab yaitu milk. Dalam kamus Munjid dikemukakan bahwa kata-kata yang bersamaan artinya dengan milk (yang berakar dari kata kerja malaka) adalah malkan, milkan, malakatan, mamlikatan, dan mamlukatan. Milkiyah berasal dari kata milk
19
dan malakiyah yang berasal dari kata malakah.38 Milik secara bahasa adalah:
Eِ jِ َا ِدiْ Hِ b ْ ِا6َ@2 َ ْ َر ُةSُ \ْ ِء َواP\َا ُء اRHِ ] ْ ِا Artinya: ”Memiliki sesuatu dan sanggup bertindak semau hati terhadapnya.” Sedangkan pengertian milik secara istilah adalah:
ِ 8ِ 3Qَ \ِ ^ P ف ِا َ wJ َ HP\ اEُ iَ ] ِ 3َ غ ُ R7 I َ rُ 3ً2ْw َ ٌِ3َ] ٌص3َHِ A ْ ِا Artinya: ”Suatu ikhtishas yang menghalangi yang lain menurut syara’ yang membenarkan sipemilik ikhtishas itu bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya, kecuali ada penghalang.” Dikehendaki dengan kata hâizun (menghalangi) dalam pengertian ini adalah menghalangi. Menghalangi disini adalah sesuatu yang mencegah orang lain untuk mempergunakan atau memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya.39 Adapun dikehendaki dengan mâni’ (penghalang) adalah sesuatu yang mencegah si pemilik sendiri bertindak terhadap harta miliknya.40 Pengertian milik dalam buku Pokok Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan dalam Islam, didefinisikan sebagai berikut:
ع ِ 3َ>Hِ 8ْ ^ ِ ف وَا ِ wJ َ HP\3ِj P iِ Hَ I ْ rَ ْ َان3ً2ْwَ Eُ iُ ] ِ 3َ F ُ Nِ Qْ rُ ٌص3َHِ A ْ ِإ 72 ِ ْw P \ ِ ا8ِ 3َQ\ْ َ ِم ا2 َ َ aْ 2 ِ Artinya: ”Kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i” Pengertian milik menurut Ahmad Azhar Basyir adalah penguasaan terhadap 38
sesuatu, penguasaanya dapat melakukan sendiri tindakan-
T.M. hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqih Mu’amalah (Jakarta: Bulan Bintang,
1974), 18.
39 40
Suhrawardi K. Lubis, Hukum EkonomiIslam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 5. Ash Shiddieqy, Pengantar, 19.
20
tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada penghalang syara’.41 3. Hak Milik Pengertian hak milik menurut pasal 570 KUH Perdata, bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, semuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi. Artinya, bahwa dengan dikuasainya suatu benda berdasarkan hak milik maka seorang pemegang hak milik diberikan wewenang untuk menguasainya secara tenteram dan mempertahankannya terhadap siapapun yang mengganggu ketentraman dalam menguasai, memanfaatkan, dan mempergunakan benda tersebut. Dari definisi hak dan milik sebenarnya dapat dibedakan antara hak dan milik. Tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan tidak semua yang mempunyai hak penggunaan dapat memiliki.42 Para fukaha berpendapat bahwa hak merupakan imbangan dari benda (a’yân), sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa hak bukan termasuk harta (inna al-haqqa laisa bi al-mâl). 41 42
Basyir, Asas-Asas, 45. Suhendi, Fiqh, 34.
21
Hak milik dikaruniakan Allah SWT kepada manusia telah digambarkan dalam al-Qur’an, dari manusia pertama kemudian turuntemurun kepada generasi berikutnya. Sehingga sejarah kepemilikan sama dengan awal manusia itu sendiri.43 Manusia tidak pernah lepas dari kepemilikan,
karena
dengannya
manusia
dapat
menyambung
kelangsungan hidupnya. Seiring dengan pemikiran filosof Yunani Aristoteles tentang kebutuhan manusia akan rasa memiliki, ia berpendapat bahwa pribadi yang memiliki adalah faktor utama terwujudnya masyarakat ideal.44 Dengan memiliki manusia bergairah berkreasi, dan kebahagiaan masyarakat tergantung kepada individu yang bahagia. Seseorang dalam masyarakat tidak bahagia tanpa rasa memiliki, sebab dengan memiliki manusia bergairah untuk berkarya. Hak milik berbeda dengan harta. Sebagaimana pandangan Hanafiyah membedakan antara mâl dengan milk sehingga mengeluarkan manfaat dari definisi mal.45 Milik adalah suatu yang dapat kita bertasaruf padanya secara ikthishash tidak dicampuri oleh orang lain dan karenanya manfaat masuk dalam bagian milik. Sedangkan harta adalah segala yang dapat disimpan untuk dimanfaatkan diwaktu diperlukan. Hubungan antara manusia dan benda miliknya adalah hubungan antara pemilik dan yang
43
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta,
2004),102. 44
Ibid., 103. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), 153-154. 45
22
dimiliki, dalam fikih disebut hubungan malikiyah ditinjau dari orangnya dan hubungan mamlukiyah ditinjau dari bendanya.46 Hak milik diberi gambaran nyata dan sifat syari’at Islam sebagai berikut: a. Tabiat dan sifat syari’at Islam adalah merdeka (bebas). b. Syari’at Islam dalam menghadapi berbagai kemusykilan senantiasa bersandar kepada maslahat (kepentingan umum) sebagai salah satu sumber dari sumber sumber pembentukan hukum Islam c. Corak ekonomi Islam berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits, yaitu corak yang mengakui adanya hak.47 Apa yang dimiliki seseorang adalah hak dalam semua hal. Hak dapat membawa kemurnian ketika hak itu tidak digunakan untuk kepentingan pemilik semata tetapi juga untuk kepentingan masyarakat.48 Dengan demikian karena hak milik berada ditangan seseorang, maka dia tidak bisa dicabut dari haknya. Konsep hak milik dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang digunakan suatu negara untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Konsep hak milik dalam Islam bersifat tetap, artinya sistem ekonomi Islam mempunyai keunggulan dengan memenuhi kriteria ideal yang diperlukan oleh sebuah sistem ekonomi apabila dibandingkan dengan sistem ekonomi lainnya, namun keungggulan tersebut harus diiringi dengan keunggulan
46
Basyir, Asas-Asas, 46. Suhendi, Fiqh, 32. 48 Muhammad Muslehuddin, Wacana Baru Manajemen dan Ekonomi Islam (Jakarta: Ircisod, 2004), 188. 47
23
kompetitif yaitu melalui aktualisasi konsep di lapangan. Hak milik dalam Islam dibahas secara lengkap, komprehensif, akomodatif dan menjalin keseimbangan antara hak milik individu dan kolektif. Sehingga, Islam memiliki konsep hukum yang dinamis dan komprehensif tentang hak milik.
B. Kepemilikan Dalam Islam 1. Perlindungan hak milik Allah SWT telah menciptakan alam semesta dan manusia sebagai penguasanya,49 sebagai khalifah di bumi,50 menjadi amanat untuk memakmurkan bumi. Manusia diciptakan dengan bekal kesempurnaan indera dan akal pikiran, sehingga memungkinkan manusia dapat memanfaatkan kekayaan terkandung oleh alam semesta.51 Tujuan utama amanah khalifah kepada manusia adalah supaya dapat memanfaatkan isi bumi dan mengingat akan nikmat Allah SWT, sehingga akhirnya harus dengan pertanggungjawaban kelak. Hal ini, mengajarkan umat Islam untuk bekerja keras dan berkarya cipta mencari karunia Allah SWT, cara ini paling utama untuk mencari rezki.52 Dalam hal ini kaidah-kaidah syari’at memberikan konsekuensi terhadap pemeliharaan kepemilikan, dan
49
Muhammad, Ekonomi, 219. QS. Al-Baqarah: 30, al-An’am: 165, an-Naml: 62. 51 QS. Al-Baqarah: 30, Lukman: 20. 52 Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam terj. Imam Saefudin (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), 139. 50
24
kepemilikan bisa berpindah dengan mediator yang dapat memindahkan kepemilikan.53 Kepemilikan merupakan motivasi untuk merangsang upaya terbaik manusia dalam rangka memperluas kekayaan masyarakat. Kepemilikan dalam esensinya merupakan kepemilikan Tuhan54, sementara hanya sebagiannya saja dengan syarat-syarat tertentu menjadi milik manusia, sehingga dia bisa memenuhi tujuan Tuhan, yaitu tujuan sosial kemasyarakatan dengan cara bertindak sebagai wali bagi mereka yang membutuhkan. Kepemilikan dalam Islam dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Milik yang sempurna (milkut tam) Milik sempurna adalah hak memiliki dengan kepemilikannya meliputi penguasaan terhadap bendanya dan manfaatnya secara keseluruhan, artinya pemilik menguasai zat benda (raqabah) dan manfaatnya sekaligus. Ciri-ciri milik sempurna, yaitu: 1) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu 2) Pemilik mempunyai kebebasan, memungut hasil dan dan melakukan tindakan-tindakan terhadap benda miliknya, sesuai dengan keinginannya.
53
Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta: Darul Haq, 2004), 320. 54 Muslehuddin, Wacana, 187-188.
25
Milik
sempurna
tidak
terbatas
waktu,
artinya
selama
kepemilikan seseorang terhadap sesuatu zat dan manfaatnya masih ada, maka tetap menjadi miliknya, selagi tidak dipindahkan kepada pihak lain. Pemilik sempurna bebas bertindak terhadap miliknya. Tetapi dilihat dari fungsinya, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak sebagaimana yang harus dijamin keselamatan dan kebebasan pemilik dalam bertindak terhadap miliknya. Dalam Islam kepemilikan berfungsi sosial, artinya kepentingan orang lain harus menjadi perhatian setiap pemilik.55 Orang tidak mempunyai hak mutlak terhadap miliknya dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Bahkan apabila kepentingan umum memerlukan, penguasa dapat melakukan pencabutan terhadap milik perorangan dengan penggantian yang seimbang. b. Milik tidak sempurna (milkun naqish) Milik tidak sempurna adalah kepemilikan yang hanya meliputi salah satu bendanya saja atau manfaatnya saja. Adapun milik tidak sempurna ada tiga macam, yaitu: 1) Milik atas zat benda saja (raqabah), tanpa manfaatnya 2) Milik atas manfaat atau hak mengambil manfaat benda saja, disebut milik manfaat atau hak guna pakai56 3) Hak mengambil manfaat benda dalam sifat kebendaannya, yang disebut dengan hak-hak kebendaan57 55 56
Basyir, Asas-Asas, 49. Suhendi, Fiqh, 40.
26
Setiap kepemilikan apabila telah mencapai nishab dan haulnya (jatuh tempo) maka terdapat ketentuan wajib zakat sesuai dengan syari’at. Kewajiban zakat atas kepemilikan itu berdasarkan dalil syar’i yang jelas, sebagaimana QS. Al-Baqarah ayat 267 dan QS. At-Taubah ayat 103, dan QS. Al-Hasyr ayat 7:
Νä3s9 $oΨô_t÷zr& !$£ϑÏΒuρ óΟçFö;|¡Ÿ2 $tΒ ÏM≈t6ÍhŠsÛ ÏΒ (#θà)ÏΡr& (#þθãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ ( ÇÚö‘F{$# zÏiΒ Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” 58
öΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκÏj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{ Artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.” 59
öΝä3ΖÏΒ Ï!$uŠÏΨøîF{$# t÷t/ P's!ρߊ tβθä3tƒ Ÿω ö’s1 Artinya: ”supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. ” 60 Harta berdasarkan sifatnya dapat dimiliki oleh manusia, sehingga manusia dapat memiliki suatu benda. Adapun sebab kepemilikan menurut hukum Islam adalah: a. Ihraj al mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki/menguasai benda mubah/belum dimiliki oleh seseorang61)
57
Basyir, Asas-Asas, 50-52. Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 56. 59 Ibid., 273. 60 Ibid., 797. 61 Suhendi, Fiqh, 38. 58
27
Ihraj al mubahat adalah memiliki sesuatu benda yang memang dapat atau boleh dijadikan sebagai objek kepemilikan. Menguasai benda mubah dapat terjadi dengan menghidupkan tanah mati, berburu dan menguasai tambang dan harta karun. Ini merupakan cara yang orisinil dalam mengakuisisi segala sesuatu.62 b. Al-Uqud (akad/pemindahan milik) Al-Uqud adalah perbuatan seseorang atau lebih dalam mengikatkan dirinya terhadap orang lain.63 c. Al-Khalafiyah (pewarisan/penggantian milik dari orang yang telah meninggal) Al-Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat lama yang telah hilang pada berbagai macam rupa hak.64 Artinya, bahwa seseorang memperoleh hak milik disebabkan karena menempati tempat orang lain. d. Attawalludu minal mamluk (beranak pinak65) Yang dimaksud attawalludu minal mamluk adalah segala yang lahir atau terjadi dari benda yang dimiliki merupakan hak bagi pemilik barang atau benda tersebut.66 e. Syuf’ah Hak syuf’ah adalah hak membeli dengan paksa oleh para anggota persekutuan terhadap salah satu anggota persekutuan yang telah 62
Muslehuddin, Wacana, 191. Yan Pramudya Puspa. Kamus Hukum (Semarang: Aneka, 1977). 64 Shiddieqy, Pengantar, 22. 65 Ibid., 8-9. 66 Lubis, Hukum, 11. 63
28
menjual haknya atas harta persekutuan kepada orang lain tanpa seijin anggota persekutuan lainnya. Syarat-syarat diperbolehkannya suatu kepemilikan adalah67: a. Harus diperoleh dari jalan sah dan jujur. Sesuatu yang dihalalkan adalah sesuatu yang baik-baik (QS. Al-Maidah: 4).68 Dan penafkahan bagi orang beriman adalah sebagian dari usaha yang baik (QS. AlBaqarah: 267).69 Kata ”baik dan halal” juga frase ”hasil usaha yang baik-baik”, merupakan syarat melalui jalan yang sah dan jujur tidak mencakup semua cara yang tidak sah dan tidak jujur seperti judi, mencuri, menipu, merampas, pemalsuan, dan lain sebagainya. b. Harus dikualifikasikan untuk membentuk subject matter kontrak yang berada dibawah hukum Islam yang melarang segala sesuatu yang dilarang Islam. Sebagaimana dalam QS. Al-Maidah ayat 3 tentang daging bangkai juga darah dan ayat 90 tentang minuman keras. c. Bahwa zakat harus dibayarkan sebagaimana ditetapkan hukum Islam dan dalam proporsinya dari kekayaan yang dimiliki d. Bahwa penggunaan kekayaan itu tidak membahayakan orang lain dan manfaatnya juga diberikan kepada orang lain jika tidak ada akibat yang membahayakan dari kekayaan itu.
67
Muslehuddin, Wacana, 188-190. ْ ت3َi?7 J \ اLُ Nُ \َ 0 P] ِ ْ ُأ0ُ 69 LHiI آ3K ت3iّ?h FK اRS>8ا أRaK ءاFrsّ\ ا3tّrnr 68
29
Milkiyah dalam segala bentuk dan coraknya mempunyai beberapa khususiyah dan dengan khususiyah itu membedakan dari sebagian lainnya.70 Khususiyah tersebut adalah: a. Memiliki benda mengharuskan sejak semula memiliki manfaatnya dan tidak sebaliknya. b. Permulaan milkiyah yang diterangkan atas sesuatu yang sebelumnya belum menjadi harta milik merupakan milkiyah sempurna. c. Milkiyah benda tidak dapat diwaktukan dan milkiyah manfaat pada asalnya diwaktukan. d. Milkiyah benda tidak dapat digugurkan tetapi dapat dipindahkan. e. Milkiyah yang berkembang pada benda pada asalnya sama dengan milkiyah tertentu yang berbeda dari selainnya dan dapat menerima tasaruf kecuali ada sesuatu penghalang. f. Milkiyah yang berkembang pada hutang yang diperserikatkan dan berpautan dengan tanggung jawab tidak dapat dibagi. Fiqh mengenal adanya hak milik bukan benda saja tetapi juga manfaat, termasuk ilmu. Al-Qur’an menegaskan bahwa orang berilmu wajib
menyampaikan
menyembunyikan
ilmunya
ilmu
kepada
pengetahuan,
orang
lain
ajaran
dan
dilarang
agama,
dan
mengkomersialkan agama untuk kepentingan duniawi, seperti QS. Ali Imran ayat 167 dan QS. Al-Baqarah ayat 159:
70
Ash Shiddieqy, Pengantar, 26-29.
30
tβθßϑçFõ3tƒ $oÿÏ3 ãΝn=÷ær& ª!$#uρ Artinya: ”Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.” 71
çµ≈¨Ψ¨t/ $tΒ Ï‰÷èt/ .ÏΒ 3“y‰çλù;$#uρ ÏM≈uΖÉit7ø9$# zÏΒ $uΖø9t“Ρr& !$tΒ tβθßϑçFõ3tƒ tÏ%©!$# ¨βÎ) šχθãΖÏè≈‾=9$# ãΝåκß]yèù=tƒuρ ª!$# ãΝåκß]yèù=tƒ y7Í×‾≈s9'ρé& É=≈tGÅ3ø9$# ’Îû Ĩ$¨Ζ=Ï9 Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati.” 72 Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW sebagai sumber hukum fiqh hanya memberikan norma-norma bukan sistem hukum, sehingga dengan norma tersebut menjadi ukuran untuk seluruh hukum yang berlaku dalam masyarakat, termasuk hukum positif, asalkan tidak melanggar perintah dan larangan didalamnya.73 Konsep hak milik dalam Islam bahwa legitimasi hak milik tergantung pada moral dengan norma-norma didalamnya yang dikaitkan padanya. Islam berbeda dari kapitalisme dan komunisme, karena dari keduanya tidak bisa menempatkan individu selaras dalam suatu mosaik
sosial.74
Hak
milik
merupakan
dasar
kapitalisme
dan
penghapusannya merupakan pokok sosialisme. Sementara itu Islam memelihara keseimbangan, selain mengakui adanya hak milik juga menjamin pembagian kekayaan seluas-luasnya dan paling bermanfaat melalui lembaga-lembaganya serta melalui peringatan-peringatan moral. 71
RI, Al-Qur’an, 91. Ibid., 30. 73 Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary, Problematika Hukum Islam Kontemporer (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), 132. 74 M.Abdul mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 63-65. 72
31
Secara riil dapat dijelaskan, bahwa dalam kepemilikan terdapat manfaat atau nilai (qimah). Nilai dalam kepemilikan itu adalah termasuk harta, atau menjadi sumber adanya harta. Hal ini sesuai dengan pendapat Jumhur bahwa manfaat dan hak adalah harta, sebab maksud dari sesuatu adalah manfaatnya bukan semata-mata bendanya.75 Sehingga perlindungan terhadap harta merupakan salah satu dari perlindungan terhadap hak asasi manusia. 2. Objek Hak Milik Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya disyahkan syari’ah, berarti pula hak khusus didapatkan pemilik sehingga ia mempunyai hak menggunakan sejauh tidak melanggar syari’ah.76 Sesuatu yang dipelihara manusia, dimilikinya, dapat diberi atau tidak dapat diberi, tetapi tidak bersifat benda, seperti manfaat dari suatu rumah, atau dari suatu benda tidak dipandang harta tetapi disebut milik atau hak.77 Segala sesuatu yang telah menjadi milik seseorang termasuk benda,
karena
pengertian
benda
adalah
segala
sesuatu
yang
memungkinkan dimiliki seseorang dan dapat diambil manfaatnya dengan jalan biasa.78 Dengan demikian, segala sesuatu yang belum secara riil menjadi milik seseorang tetapi ada kemungkinan dimiliki dan akan dapat diambil manfaatnya dengan cara biasa dan bukan karena darurat, maka temasuk benda. Mengenai pemanfaatan saja atas suatu benda, terdapat
75
Wahhab al-Zahili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1985), 42. Muhammad, Ekonomi, 101. 77 Ibid., 101. 78 Basyir, Asas-Asas, 41. 76
32
khilafiyah para ulama, ulama Hanafiyah tidak memandangnya sebagai benda, sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hambaliyah memandangnya sebagai
benda
sebab
sumber
manfaat
itu
adalah
benda
yang
memungkinkan dimiliki secara nyata. Terkait dengan kepemilikan, pasal 584 KUH Perdata menegaskan bahwa pemilik suatu benda berhak untuk mengalihkan hak milik yang ada padanya kepada pihak lain. Fiqh mengenal adanya manfaat bukan benda. Amal saleh dan ilmu yang bermanfaat pahalanya terus menerus bagi manusia walaupun seseorang telah meninggal dunia, sebagaimana dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dari Abu Hurairah r.a.:
Lٍ @ْ 2 ِ ْ ٍ= َأوrَ ِر3َ5 =ٍ َ َ َ ث ٍ £ َ ¤َ ْFKِ ^ P ِإEُ @ُQَ 2 َ َ َ Sَ 8ْ ن ِا ُ 3َI8ْ ¥ِ \ْ ت ا َ 3َK ِإذَا Eُ \َ ع ُ ْrَ § ٍ \ِ3َ ٍ \َ َأوْ َوEِ jِ ُ >َ Hَ aْ rُ Artinya: ”Apabila manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga, ialah: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akan dia.”79 Hadits tersebut memberikan pengertian bahwa ilmu adalah amal perbuatan sekaligus
sumber
manfaat
secara
syar’i,
abadi
walaupun
yang
bersangkutan telah meninggal dunia. Suatu hak milik atas manfaat kedudukannya dalam waris juga termasuk tirkah sama dengan harta benda lainnya demikian pula dengan zakatnya, sebagaimana keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 28 di Krapyak Yogyakarta tahun 1989
79
HR. Bukhari dari Abu Hurairah.
33
masalah nomor 389,80 dalam Kitab I’ânatu al-Tâlibîn Juz III halaman 223 juga dalam Kitab al-Qulyubi Juz III halaman 135:
F?i\3\= ا832 )ا. © ¨] َ ْل َأو ٍ 3َK ْFKِ « ُ ?7Qَ \ْ اEُ >َ @َA َ 3َK =ُ ْ َآwH7\ا (٢٢٣/٣ Artinya: ”Harta pusaka adalah apa saja yang ditinggalkan oleh mayit baik dalam bentuk harta ataupun hak.”
ل ٍ 3َK wِ ?ْ ®َ jِ ْ¯ َأو ٍ iَ I َ jِ Rَ\« َو ِ ?7Qَ \ْ F ِ2 َ َ°@PG َ oَ 3َK َ ِهEُ َآwَ oَ Eُ \ُْRَ (١٣٥/٣) . ص ٍ 3َHِ A ْ 3َآ Artinya: ”Harta pusaka adalah yang ditinggalkan oleh mayit walaupun dengan sebab atau bukan berupa harta seperti sesuatu keahlian.” Jumhur dalam hal ini menyatakan bahwa manfaat dan hak sebagai harta, sebab maksud dari sesuatu adalah manfaatnya. Setiap yang mempunyai nilai mempunyai manfaat, dan sesuatu yang tidak mempunyai nilai dipandang tidak memberi manfaat.81 Dapat dipahami bahwa sandaran sesuatu dipandang harta karena memberikan nilai, dan nilai dasarnya manfaat. Sehingga manfaat adalah asal dalam memberi nilai dan memandang sesuatu. Ditegaskan oleh al-‘Iz ibn Abd al-Salam, dan bersesuaian dengan pendapat Ibn Arafah:
ل ِ َاRKْ ; َ ْ? ِ اQِ 5 َ ْFKِ wُ tَ ´ ْ ; َ ْ ُد اR ُ Sْ Qَ \ْ ا َ َ ِه.ِ 3َaQَ \ْ ن ا ّ ِإ Artinya: ”Sesungguhnya manfaat adalah maksud yang nyata dari semua benda”
ض َ ْwOِ \ْ وَاF َ ?ْ Oَ \ْ ا0 ُ Qَ ْ rَ ل ِ 3َQ\ْ اwُ ِه3َ´ Artinya: ”Harta secara lahir mencakup benda yang bisa diindera dan benda yang tidak bisa diindera (manfaat)”
80 Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 (Surabaya: Diantama, 2004), 460. 81 Anshary, Problematika, 122.
34
Sesuatu yang asalnya belum termasuk harta apabila dikemudian hari tampak manfaatnya, ia akan menjadi harta selama memberikan manfaat bagi manusia secara umum.82 Apabila manfaat dikategorikan sebagai harta sebagaimana sifat kehartaan terhadap benda, maka terhadap manfaat
berlaku
juga
hak
milik
sebagaimana
benda,
selama
pemanfaatannya mubah secara syar’i. 3. Batasan Kepemilikan Dalam Islam, seluruh harta benda itu adalah milik Allah SWT. Beberapa ungkapan ayat al-Qur’an menegaskan segala sesuatu adalah milik Allah SWT, antara lain: QS. Yûnus ayat 55, QS. An-Nûr ayat 33, QS. Al-Baqarah ayat 29:
£Å3≈s9uρ A,ym «!$# y‰ôãuρ ¨βÎ) Iωr& 3 ÇÚö‘F{$#uρ ÏN≡uθ≈yϑ¡¡9$# ’Îû $tΒ ¬! ¨βÎ) Iωr& tβθßϑn=ôètƒ Ÿω öΝèδusYø.r& Artinya: ”Ingatlah, Sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan di bumi. Ingatlah, Sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya.” 83
öΝä38s?#u ü“Ï%©!$# «!$# ÉΑ$¨Β ÏiΒ Νèδθè?#uuρ Artinya: ”berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu.” 84
Ï!$yϑ¡¡9$# ’n<Î) #“uθtGó™$# §ΝèO $YèŠÏϑy_ ÇÚö‘F{$# ’Îû $¨Β Νä3s9 šYn=y{ “Ï%©!$# uθèδ ×ΛÎ=tæ >óx« Èe≅ä3Î/ uθèδuρ 4 ;N≡uθ≈yϑy™ yìö7y™ £ßγ1§θ|¡sù 82
Anshary, Problematika, 123. RI, Al-Qur’an, 288. 84 Ibid., 494. 83
35
Artinya: ”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikanNya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” 85 Dari ayat tersebut mengandung pengertian bahwa segala di permukaan bumi dijadikan untuk kegunaan umat manusia, dan masingmasing orang mempunyai hak yang cukup guna memenuhi kebutuhannya dan menyejahterakan hidupnya dalam batas-batas yang ditetapkan oleh pokok umum syari’at, serta tidak ada seorang pun yang diistimewakan untuk melebihi yang lain. Sementara itu, fungsi hak hukum kita atas segala yang diciptakan untuk kita itu telah diterangkan dalam QS. Al-Hadîd ayat 7:
öΝçλm; (#θà)xΡr&uρ óΟä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$$sù ( ϵŠÏù tÏn=ø⇐tGó¡•Β /ä3n=yèy_ $£ϑÏΒ (#θà)ÏΡr&uρ ×Î7x. Öô_r& Artinya: ”Nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah Telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.” 86 Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan yang bukan secara mutlak. Hak milik pada hakikatnya adalah pada Allah, sedangakan manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukumhukum yang telah disyariatkan Allah SWT. Karena itu tidaklah boleh kikir dan boros. Harta pada hak milik sebenarnya bukan milik pemiliknya tetapi hanya sebatas pelimpahan wewenang dari Allah sebagai pemilik mutlak 85 86
RI, Al-Qur’an, 6. Ibid., 786.
36
atas segala sesuatu kepada manusia untuk menguasai, menikmati, dan mengelolanya. Kedudukan manusia sebagai juru kuasa atau wakil.87 Islam dalam melindungi hak milik melakukan sebanyak mungkin apa yang dapat dilakukan dan apa yang dapat diusahakan untuk kepentingan jamaah. Islam menetapkan haram atas gangguan terhadap hak milik orang lain.88 Pemilik
dilengkapi
dengan
segala
alat
membela
diri
terhadap
pemilikannya temasuk berkelahi atau berperang sebagai hak berdasar hukum untuk membela diri, dan bila harus mati dalam pembelaan itu temasuk dalam mati syahid. Memaksakan hak orang lain untuk pemanfaatan akan terkena kutukan dari Allah SWT. Prinsip dasar dalam al-Qur’an dan al-Hadits sangat memperhatikan masalah perilaku ekonomi manusia terhadap sumber material ciptaan Allah SWT untuk manusia. Islam mengakui hak manusia untuk memiliki, untuk konsumsi, dan untuk produksi, namun tidak memberikan hak itu secara absolut (mutlak).89 Pembatasan hak milik absolut dalam ayat-ayat al-Qur’an
menunjukkan
pada
masalah
penciptaan
sumber-sumber
ekonomi.90 Disamping itu, al-Qur’an juga mengakui kepemilikan bagi manusia atas sumber daya ekonomi, sering disampaikan dengan frase sebagai kekayaan91, kekayaan mereka92, kekayaanmu93, hak milik orang lain94, dan harta anak yatim95.
87
Ahmad Zaki Yamani, Syari’at Islam Yang Kekal dan Persoalan Masa Kini (Jakarta: PT Intermasa, 1977), 45. 88 Ibid., 46. 89 Muhammad, Ekonomi, 100. 90 QS. 13:13, 14:32-34, 67:15, 3:180, 4:5, 35:29, 35:30, 28:77, 42:36. 91 QS. 2:264.
37
Usaha manusia untuk memperoleh kekayaan merupakan hal insani dan fitri bahkan merupakan keharusan, hanya saja dalam mencarinya tidak boleh diserahkan begitu saja kepada manusia, karena akan menyebabkan gejolak, kekacauan, dan kerusakan. Membatasi kepemilikan merupakan pelanggaran terhadap fitrah manusia, tetapi Islam membatasi dengan mekanisme tertentu sesuai dengan fitrah, bukan dengan cara perampasan.96 Dalam kepemilikan zat bukanlah semata-mata dari zat itu sendiri ataupun dari karakter dasarnya, tetapi berasal dari adanya ijin oleh syar’i serta dari sebab diperbolehkannya oleh syar’i untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibat yaitu pemilikan atas zat tersebut syah secara syar’i. Adapun kepemilikan sesuai syari’at memiliki beberapa syarat, yaitu: a. Pengelolaan pemilikan harus mengikuti ketentuan untuk tidak melepaskan begitu saja dari kepentingan kelompok, serta individu bagian dari kelompok. b. Individu selalu hidup dalam suatu masyarakat tertentu c. Pemanfaatan zat tertentu harus dilaksanakan sesuai dengan syar’i Dasar dilarangnya pelanggaran terhadap hak milik, antara lain QS. Al-Baqarah ayat 188 dan hadits Nabi diriwayatkan oleh al-Darruquthni dari Anas (hadits marfu’):
92
QS. 2:261-262, 4:2&6, 9:103, 5:19, 59:8. QS. 2: 188, 4:2&24, 61:11. 94 QS. 2:188. 95 QS. 4:10. 96 Muhammad, Ekonomi, 107-108. 93
38
...0 ِh ِ 3َi\ْ 3ِj ْLNُ aَ ?ْ jَ ْLNُ \ََاRKْ ْا َاR@ُْ ُآnoَ َ^َو Artinya: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.”97
Eِ I ِ >ْ 8َ ْFKِ ¯ ٍ ?ْ ِ jِ ^ P ِاLٍ @ِI ْ Kُ ئ ٍ wِ Kْ ل ا ُ 3َK 0 J· ِ rَ ^ َ Artinya: ”Tidak halal harta milik seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.”98 Ayat dan hadits tersebut ditersebut mengingatkan umat Islam agar tidak memakai atau menggunakan hak orang lain, dan tidak pula memakan harta orang lain, kecuali dengan persetujuannya. Dalam syari’at Islam terdapat sistem perundang-undangan yang dikenal karena telah meletakkan batas-batas tertentu untuk menggunakan hak milik, yang dapat mecegah timbulnya kerugian untuk orang lain serta membatasi wewenang pemilik hak. Banyak ayat al-Qur’an melarang terhadap penyalahgunaan wewenang. Khalifah Umar Ibn Khattab menetapkan dua dasar dalam penggunaan hak milik99, yaitu: a. Mencegah kerugian orang lain b. Memberi manfaaf kepada orang lain, jika tidak ada sesuatu kerugian yang mengenai pemilik lain. Bertolak dari prinsip tidak boleh merugikan atau dirugikan, tetapi memilih penggantinya yang lebih kecil kerusakannya dan dengan pertimbangan bahwa kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Dapat dikatakan bahwa pemkiran dari segi hukum modern belum tentu dapat menjangkau asas kesewenang wenangan. 97
RI, Al-Qur’an, 36. HR. Darruquthni dari Anas 99 Yamani, Syari’at, 48. 98
39
Menurut ulama Hanafi dan Maliki yang didukung oleh ulama Hambali mengemukakan bahwa hak menurut mereka adalah tindakan untuk mewujudkan tujuan, kecuali apabila pemiliknya menyeleweng dari tujuan dan menggunakannya untuk merugikan orang lain, maka hal ini dianggap sebagai tindakan sewenang wenang dan gugurlah pengenaan hukum terhadapnya. Sementara itu menurut ulama Syafi’i, bahwa hak adalah mutlak dimana pemiliknya berhak menggunakan sekehendak hatinya walaupun penggunaan itu tidak memberikan manfaat kepada diri sendiri, bahkan mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang selaras dengan nilai keadilan adalah pendapat Hanafi, Maliki yang didukung oleh Hambali, sehingga melahirkan gagasan kesewenang wenangan dalam penggunaan hak. Mengingat hak milik sebagai hak terpenting, terdapat tiga syarat dalam penggunaan pemilikan pada umumnya100, yaitu: a. Penggunaan hak hanya dibolehkan untuk mewujudkan maksud yang dituju sesuai dengan adanya hak itu (tujuan asal). b. Penggunaan hak dapat dianggap tidak menurut syari’at bila menimbulkan kerugian luar biasa. c. Penggunaan hak tidak dibenarkan kecuali untuk mendapat sesuatu faedah dan bukan untuk merugikan orang lain. Batas-batas
yang
diatur
dalam
fiqh
untuk
membatasi
penyalahgunaan dan untuk memiliki sendiri dilaksanakan dalam keadaan
100
Yamani, Syari’at, 448-49.
40
biasa dan dalam suasana kemasyarakatan biasa.101 Tetapi ketika suasana darurat maka kepemilikan banyak mengalami kegoyahan karena kepentingan bersama harus didahulukan dan diutamakan. Konsepsi kepemilikan bisa muncul pada segala sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain jika kepemilikannya diperoleh secara sah. Hal ini menunjukkan luasnya lingkup memperoleh kepemilikan kekayaan. 4. Penyelesaian Sengketa Segala sesuatu yang dapat mengakibatkan kerugian orang lain dianggap haram melakukannya,102 hal ini termasuk kedalam bentuk kejahatan dan pelanggaran. Pelanggaran terhadap hak orang lain juga tidak dibenarkan dalam syari’at Islam, sebagaimana QS. As-Syu’arâ ayat 183:
tωšøãΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû (#öθsW÷ès? Ÿωuρ óΟèδu!$u‹ô©r& }¨$¨Ζ9$# (#θÝ¡y‚ö7s? Ÿωuρ Artinya: ”Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”103 Pelanggaran dalam kepemilikan penyelesaiannya dapat ditempuh melalui jalur pidana dan dapat pula ditempuh dengan jalur perdata. Memepertahankan hak milik dengan seluruh kekuatan dan kemampuannya apabila terbunuh dalam memepertahankannya maka dianggap sebagai mati syahid104, sedangkan pencuri yang mencuri kepemilikan lazimnya mendapatkan hukuman berat berupa potong tangan, karena dianggap telah
101
Yamani, Syari’at, 52. Luthfi Assyaukanie, Politik, Ham, dan Isu-isu Teknologi dalam fikih Kontemporer (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), 30. 103 RI, Al-Qur’an, 526. 104 Muslehuddin, Wacana, 188. 102
41
melakukan kejahatan melawan seluruh masyarakat. Dalam QS. An-Nisa’ ayat 32, bahwa
memperoleh harta kekayaan untuk dimiliki didapat
melalui tiga cara yaitu warisan, hibah dan usaha.
$£ϑÏiΒ Ò=ŠÅÁtΡ ÉΑ%y`Ìh=Ïj9 4 <Ù÷èt/ 4’n?tã öΝä3ŸÒ÷èt/ ϵÎ/ ª!$# Ÿ≅āÒsù $tΒ (#öθ¨ΨyϑtGs? Ÿωuρ ©!$# ¨βÎ) 3 ÿÏ&Î#ôÒsù ÏΒ ©!$# (#θè=t↔ó™uρ 4 t÷|¡tGø.$# $®ÿÊeΕ Ò=ŠÅÁtΡ Ï!$|¡ÏiΨ=Ï9uρ ( (#θç6|¡oKò2$# $VϑŠÎ=tã >ó_x« Èe≅ä3Î/ šχ%Ÿ2 Artinya: ”Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”105 Adapun dengan cara usaha merupakan cara yang paling luas. Dalam prakteknya pintu usaha dengan cara haram juga terbuka luas, misalnya mencuri, merampok, menipu, merampas, menggelapkan, menyuap, dan mengadu nasib.106 Memanfaatkan atau memperjualbelikan kepemilikan orang lain dianggap sebagai jenis usaha memperoleh harta untuk dimiliki dengan cara terlarang atau haram dan termasuk kedalam tindak kejahatan. Keharaman usaha ini karena kepemilikan juga merupakan harta kekayaan hak milik yang dihasilkan dari kemampuan berusaha yang menghasilkan uang.
105
RI, Al-Qur’an, 108. 106 Assyaukanie, Politik, 30.
42
Pembajakan
terhadap
kepemilikan
diqiyaskan
dengan
pengambilalihan barang orang lain secara haram.107 Dalam hal manfaat, usaha ini sama dengan perbuatan mencuri, yaitu mencuri hak milik orang lain berbentuk produk pemikiran dan hak kekayaan intelektual bernilai (qimah) serta dapat diperjualbelikan. Pelanggaran
kepemilikan
secara
tidak
lansung
dapat
mengeleminasi kebebasan.108 Kebebasan merupakan hal sangat penting dalam Islam, karena kehidupan penuh makna ketika itu sebagai kehidupan yang bebas. Hal ini dikuatkan dalam Islam dengan aturan halal. Sehingga seorang individu memiliki kebebasan untuk memaksimalkan apa yang dimilikinya, tetapi maksimalisasi dalam Islam sangat berbeda dengan sistem lainnya, karena adanya sistem keseimbangan antara hubungan horizontal dan vertikal serta pertanggungjawaban. a. Jarimah Pengertian jarimah menurut Imam Nawardi adalah:
wٍ rْ ِ ®ْ oَ ْ· ٍّ َاو َ jِ 3َtaْ 2 َ ¸ ُ اwَ 5 َ ? ٌ= َزP2 ِ ْw َ ٌْرَاتRº ُ· ْ Kَ Artinya: ”Segala larangan syara’ yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir” Jarimah memiliki unsur umum dan unsur khusus.109 Unsur umum jarimah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah, dengan ketiga unsur formalnya yaitu: ada aturannya, telah ada perbuatannya, dan ada pelakunya. Sedangkan unsur khusus jariamah 107 Assyaukanie, Politik, 31. 108 Muhammad, Ekonomi, 103. 109 A. Djazuli, Fiqh Jinayah Upaya menanggulangi Kejahatan Dalam Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), 12.
43
adalah unsur yang hanya terdapat pada jenis jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jarimah lain. Jarimah dibagi menjadi: 1) Jarimah hudud Meliputi:
perzinaan,
qadzaf,
minum
khamr,
pencurian,
perampokan, pemberontakan, dan murtad. 2) Jarimah qishas (diyat) Meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan karena kesalahan. 3) Jarimah ta’zir a) Jarimah hudud atau qishas (diyat) yang tidak memenuhi syarat, namun merupakan maksiat. Misalnya, percobaan pencurian, percobaan
pembunuhan,
pencurian
dikalangan
keluarga,
pencurian aliran listrik. b) Jarimah yang ditentukan oleh al-Qur’an dan Hadits, namun tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak melaksnakan amanah, dan menghina agama. c) Jarimah yang ditentukan oleh ulul amri untuk kemaslahatan umum. Dimana nilai ajaran Islam sebagai bahan pertimbangan penentuan kemaslahatan umum. b. Hukuman Maksud pokok hukuman adalah untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari kerusakan, karena Islam sebagai rahmatan lil’alamin, untuk memberi
44
petunjuk dan pelajaran kepada manusia.110 Ketetapan hukuman bertujuan untuk memperbaiki individu menjaga masyarakat dan ketertiban sosial. Sebenarnya bagi Allah SWT sendiri tidak ada madharat apabila manusia berbuat kejahatan dan tidak memberi manfaat apabila manusia taat kepada-Nya. Hukuman sendiri harus mempunyai dasar, baik dari al-Qur’an, hadits, atau lembaga legeslatif yang mempunyai kewenangan menetapkan hukuman untuk kasus ta’zir. Hukuman harus memiliki sifat umum dan haru memiliki sifat pribadi, artinya umum adalah berlaku bagi semua orang karena semua manusia sam dihadapan hukum dan sifat pribadi adalah hukum hanya dijatuhkan kepada yang melakukan kejahatan saja (hal ini sesuai dengan ”seseorang tidak menanggung dosa orang lain”). Hukuman harus diterapkan meskipun tidak disenangi demi tercapainya kemaslahatan bagi individu dan masyarakat.111 Adapun hukuman yang baik adalah: 1) Harus mampu mencegah seseorang dari berbuat maksiat. Ibn Hammam menyatakan bahwa hukuman itu untuk mencegah sebelum terjadinya perbuatan (preventif) dan menjerakan setelah terjadinya perbuatan (represif) 2) Batas tertinggi dan terendah suatu hukuman sangat tergantung kepada 110 111
Djazuli, Fiqh, 25. Ibid., 26.
kebutuhan
kemaslahatan
masyarakat.
Apabila
45
kemaslahatan menghendaki beratnya hukuman, maka diperberat. Demikian pula sebaliknya, apabila kebutuhan kemaslahatan masyarakat menghendaki ringannya hukuman, maka hukuman diperingan. 3) Memberikan hukuan kepada orang yang melakukan kejahatan itu bukan berarti membalas dendam, melainkan sesungguhnya untuk kemaslahatan.
Ibn
Taimiyah
berpendapat bahwa
hukuman
disyari’atkan sebagai rahmat Allah SWT bagi hamba-Nya dan sebagai cerminan dari keinginan Allah SWT untuk ihsan kepda hamba-Nya. Oleh karena itu, sewajarnya bagi orang yang memberikan hukuman kepada orang lain atas kesalahannya harus bermaksud melakukan ihsan dan memberi rahmat kepadanya, seperti seorang bapak yang memberi pelajaran kepada anaknya, dan seperti seorang dokter yang mengobati pasiennya. 4) Hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga sesseorang supaya tidak jatuh kedalam suatu maksiat. Pembagian macam macam hukuman sesuai dengan tindak pidananya: 1) Ditinjau dari segi ada tidaknya nash dalam al-Qur’an dan Hadits: a) Hukuman yang tidak ada nashnya, yaitu hudud, qishas, dan kafarat.
Misalnya,
hukuman
bagi
pezina,
pencuri,
perampok,pemberontak, pembunuh, dan orang yang mendzihar istrinya.
46
b) Hukuman yang tidak ada nashnya (hukuman ta’zir). Misalnya, percobaan melakukan tindak pidana, tidak melaksanakan amanah, saksi palsu, dan melanggar aturan lalu lintas. 2) Ditinjau dari segi hubungan satu hukuman dengan hukuman lainnya: a) Hukuman pokok, yaitu hukuman asal bagi suatu kejahatan. Misalnya hukuman mati bagi pembunuh dan hukuman jilid 100 kali bagi pezina ghayr muhshan. b) Hukuman pengganti, yaitu hukuman yang menempati hukuman pokok apabila hukuman pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan hukum. Misalnya, hukuman diyat atau denda baggi pembunuh sengaja yang dimaafkan qishasnya oleh keluarga korban atau hukuman ta’zir apabila karena suatu alasan hukum pokok berupa had tidak dapat dilaksanakan. c) Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku atas dasar mengikuti hukuman pokok. Misalnya, terhalangnya seorang pembunuh untuk mendapat waris dari harta terbunuh. d) Hukuman pelengkap, yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang telah dijatuhkan. Hukuman ini harus berdasarkan keputusan hakim tersendiri, berbeda dengan hukuman pengganti tidak perlu memerlukan keputusan
47
hakim tersendiri. Misalnya, mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong di lehernya. 3) Ditinjau dari segi kekuasaan hakim yang menjatuhkan hukuman: a) Hukuman yang mempunyai batas waktu tertentu, dimana hakim tidak dapat menambah atau mengurangi batas itu, semisal hukuman had. b) Hukuman yang memiliki dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah. Hakim dapat memilih hukuman yang paling adil dijatuhkan kepada terdakwa, sebagaimana dalam kasus maksiat dengan ancaman ta’zir. 4) Ditinjau dari segi sasaran hukum: a) Hukuman badan, yaitu hukuman yang dikenakan kepada badan manusia, seperti hukuman jilid. b) Hukuman yang dikenakan kepada jiwa, yaitu hukuman mati. c) Hukuman yang dikenakan kepada kemerdekaan manusia, seperti hukuman penjara atau pengasingan. d) Hukuman harta, yaitu hukuman yang dikenakan kepada harta, seperti diyat, denda, dan perampasan. Hal-hal yang dapat mempengaruhi hukuman adalah: 1) Pelaku meninggal dunia, kecali untuk hukuman yang berupa denda, diyat, dan perampasan harta. 2) Hilangnya anggota badan yang harus dikenai hukuman, maka hukumannya berpindah kepada diyat dalam kasus jarimah qishas.
48
3) Taubat dalam kasus jarimah hirabah, meskipun ulil amri menjatuhkan
hukuman
ta’zir
bila
kemaslahatan
umum
menghendakinya. 4) Perdamaian dalam kasus jarimah qishas dan diyat. Dalam hal ini ulil amri juga bisa menjatuhkan hukuman ta’zir bila kemaslahatan umum menghendakinya. 5) Pemaafan dalam kasus diyat serta dalam kasus jarimah ta’zir yang berkaitan dengan dengan hak adami. 6) Diwarisinya qishas. Hal inipun ulil amri dapat menjatuhkan hukuman ta’zir seperti ayah membunuh anaknya. 7) Kadaluwarsa. Walaupun menurut Imam Malik, Syafi’i, dan Ahmad di dalam hudud tidak ada kadaluwarsa. Dalam jarimah ta’zir para Imam membolehkan dan menerima adanya
kadaluwarsa
apabila
ulil
amri
menganggap
adanya
kemaslahatan umum. Sedangkan dalam jarimah qishas, diyat, dan jarimah
qadzaf
tidak
diterima
adanya
kadaluwarsa.
Adapun
diterimanya kadaluwarsa dalam jarimah ta’zir apabila pembuktiannya melalui persaksian dan para saksinya tidak memberikan persaksiannya dalam waktu enam bulan setelah kasus itu terjadi. Sehingga dalam menjatuhkan hukuman, kepentingan korban kejahatan dan kepentingan pelaku kejahatan harus dipertimbangkan secara seimbang.
49
c. Perdamaian (al-shulh) Perdamaian adalah suatu kesepakatan untuk menyelesaikan pertikaian secara damai dan saling memaafkan. Kata shulh merupakan istilah denotatif dan istilah ini berkonotasi perdamaian dalam lapangan kehartabendaan,
perdamaian
dalam
lapangan
khusumat
dan
permusuhan, perdamaian dalam urusan rumah tangga, perdamaian antara sesama muslim dan non muslim, dan lain sebagainya.112 Agama Islam dengan jelas mengungkapkan bahwa perdamaian adalah suatu perbuatan terpuji, sebagaimana QS. an-Nisa’ ayat 128:
£x’±9$# Ú[àΡF{$# ÏNuÅØômé&uρ 3 ×öyz Èßxù=÷Á9$#uρ Artinya: ”Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir”.113 Perdamaian adalah suatu hukum yang sangat tinggi nilainya, sehingga dalam hukum pidana juga diperbolehkan melakukan perdamaian dalam batas-batas berkaitan dengan hak hamba. Pemberian maaf atas kesalahan seseorang merupakan bentuk perdamaian sangat mulia yang diajarkan oleh agama. Dalam kehidupan berumah tangga pun, perdamaian sangat dianjurkan. Perselisihan paham dan pertikaian dalam kehidupan keluarga tidak akan berakhir tanpa adanya perdamaian dan salaing memaafkan. Disamping itu, Islam juga mengatur tatacara bergaul muslim dengan non muslim, yang intinya melarang adanya sifat saling bermusuhan.
112 113
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997), 49. RI, Al-Qur’an, 129-130.
50
Islam sangat menekankan adanya perdamaian, dan Islam juga memuji terjadinya perdamaian. Bahkan lebih dianjurkan lagi perdamaian
dalam
lapangan
keperdataan
dan
kememilikan
kehartabendaan. Dalam hal ini, Sayyid Sabiq menyatakan bahwa kaum muslimin telah sepakat perdamaian antara pihak-pihak bertikai itu disyari’atkan oleh agama.
51
BAB III KONSEP HAK CIPTA MENURUT UU NO.19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA A. Pengertian Hak Cipta 1. Hak Dalam bahasa Indonesia terdapat berbagai sinonim dengan kata hak, seperti: milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh undang-undang atau aturan, dan lain sebagainya.114 Sedangkan menurut istilah hukum umum, hak adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatau karena telah ditentukan oleh undang-undang atau peraturan lain.115 Hak atau wewenang dalam bahasa Latin digunakan istilah ius dalam bahasa Belanda dipakai istilah recht atau droit dan right dalam bahasa Inggris. Menyalahgunakan hak dalam bahasa Belanda disebut misbruik van recht atau abus de droit. Ijin atau kekuasaan yang diberikan hukum disebut hak atau wewenang. Hak adalah hukum yang dihubungkan dengan seorang manusia atau subjek hukum tertentu dan dengan demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak.116
114
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 334. 115 Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1991), 154. 116 C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), 87.
51
52
Menurut C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, pokok pokok hak dibedakan menjadi hak mutlak (absolut) dan hak nisbi (relatif)117: a. Hak mutlak adalah hak yang memberikan wewenang kepada seorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, hak mana dapat dipertahankan terhadap
siapapun,
dan
sebaliknya
setiap
orang
juga
harus
menghormati hak tersebut. b. Hak nisbi adalah hak yang memberikan wewanang kepada seorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Pengertian hak milik menurut pasal 570 KUH Perdata, bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaaan yang berhak menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, semuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi. Artinya, bahwa dengan dikuasainya suatu benda berdasarkan hak milik maka seorang pemegang hak milik diberikan wewenang untuk menguasainya secara tenteram dan mempertankannya terhadap siapapun
117
Kansil, Pengantar, 88.
53
yang mengganggu ketentraman dalam menguasai, memanfaatkan, dan mempergunakan benda tersebut. 2. Cipta Dalam Kamus Ilmiah Populer, kata cipta berarti akal, daya pikir, imajinasi.118 Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra (Pasal 1 ayat 3). Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal 1 ayat 2). Pasal 1 ayat 2: Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.119 Pasal 1 ayat 3: Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.120 Menciptakan dalam kamus Bahasa Indonedia karangan W.J.S. Purwadaminta terbitan tahun 1976 mendefinisikan sebagai berikut: a. Menjadikan (membuat sesuatu tidak dengan bahan) b. Membuat atau mengadakan sesuatu dengan kekuatan batin c. Membuat sesuatu yang baru (belum pernah ada, luar bisaa, lain dari yang lain) 118
Pius A Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,
1994), 89.
119
Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 rentang Hak Cipta (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), 7. 120 Ibid., 8.
54
d. Membuat sesuatu hasil kesenian Kepada pencipta menghendaki adanya imbalan atas jasa jasanya. Saat
kebudayaan
istana
sentries
dahulu,
pencipta
memperoleh
perlindungan dari dirinya sendiri, karena para pencipta itu itu adalah abdi dalem. Adanya kesenian dan teknologi dari mulut ke mulut, turun temurun, secara tradisional dan tidak dapat diselidiki siapa penciptanya sehingga dianggap milik rakyat, berbeda dengan sekarang bahwa sesuatu yang tidak dikenal penciptanya menjadi meilik Negara. Manusia dikaruniai dari waktu lahhir oleh Tuhan berbagai naluri, bakat,nilai dan kemampuan untuk hidup menurut pola tertentu yang dapat berubah tergantung situasi dan kondisi pada suatu waktu dan sutau tempat tertentu.121 Hal ini mendorong manusia untuk mencurahkan isi pikiran dan hatinya dalam bentuk ciptaan tertentu.ciptaan ini berupa tiga hal, yaitu kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian yang pada tempatnya mengiringi adanya lapangan teknologi. 3. Hak Cipta Dalam UUHC Bab 1 tentang ketentuan umum pasal 1 menjelaskan bahwa pengertian hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta,
121
M. Hutauruk, Peraturan Hak Cipta Indonesia (Jakarta: Erlangga, 1982), 142.
55
atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut. Pasal 1 ayat 1: Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.122 Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin. Sekilas tentang perbedaan hak cipta dengan hak lainnya sebagai berikut. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak merek adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada seseorang atau beberapa
122
Hak Cipta, Undang-Undang, 7.
56
orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.123 Dan hak paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya.124 Perbedaan lainnya antara hak cipta dengan hak merek dan hak paten yang bersifat konstitutif, adalah hak cipta bersifat deklaratif. Artinya, pencipta atau penerima hak mendapatkan perlindungan hukum seketika setelah suatu ciptaan dilahirkan. Dengan kata lain, hak cipta tidak perlu didaftarkan ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Namun, ciptaan dapat didaftarkan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan di Ditjen HKI tanpa dikenakan biaya sama sekali.125 Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya. Sebagai tambahan dan pertimbangan, secara garis besar terdapat beberapa perubahan bersifat pembaharuan dalam sejarah perkembangan hak cipta di tanah air. Berikut ilustrasi perbandingan sekaligus yang membedakan
110) 109)
123
Pasal 1 UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No.
124
Pasal 1 UU No.14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 No.
125
http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=61&Itemid=50 diakses 10 Desember 2009.
57
antara materi UU No.6 Tahun 1982, UU No.7 Tahun 1987, UU No.12 Tahun 1997, dan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
UU No.6 Tahun 1982 1.Objek hak cipta adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas apapun juga dalam lapangan ilmu, seni, dan sastra dan dianggap sebagai benda bergerak (Ps 1b, Ps 3:1) 2.Masa berlaku hak cipta selama hidup dan 25 tahun setelah pencipta meninggal (Ps 26:1)
UU No.7 Tahun UU No.12 Tahun UU No.19 Tahun 2987 1997 2002 1. Objek hak cipta 1. Objek hak cipta 1. Objek hak cipta adalah hasil setiap adalah hasil setiap adalah hasil setiap karya pencipta dalam karya pencipta dalam karya pencipta dalam bentuk khas apapun bentuk khas apapun bentuk khas apapun juga dalam lapangan juga dalam lapangan juga dalam lapangan ilmu, seni, dan sastra ilmu, seni, dan sastra ilmu, seni, dan sastra dan dianggap sebagai dan dianggap sebagai dan dianggap sebagai benda bergerak (Ps 1 benda bergerak (Ps 1 benda bergerak (Ps dan Ps 3) dan Ps 3) 1:3 dan Ps 3:1) 2.Masa berlaku hak 2. Masa berlaku hak 2. Masa berlaku hak cipta ada yang selama cipta ada yang selama cipta ada yang selama hidup dan 25 tahun hidup dan 25 tahun hidup dan 50 tahun setelah pencipta setelah pencipta setelah pencipta meninggal, ada yang meninggal, ada yang meninggal, ada yang selama 50 tahun selama 50 tahun berlaku tanpa batas setelah ia meninggal setelah meninggal, waktu (Ps 29:1, Ps (Ps 26:1,2 dan Ps dan ada yang berlaku 31:1a, Ps 33:a) 27:1,2) tanpa batas waktu (Ps 26:1;2, Ps 27:1;2, Ps 27A 1a) 3.Pelanggaran hak 2.Pelanggaran hak 3. Pelanggaran hak 3. Pelanggaran hak cipta diancam cipta diancam cipta diancam cipta diancam hukuman dengan hukuman dengan hukuman dengan hukuman pidana pidana penjara paling pidana penjara paling pidana penjara paling penjara paling lama lama 3 tahun atau lama 7 tahun dan atau lama 7 tahun dan atau 7 atau denda paling denda setinggidenda paling banyak denda paling banyak banyak lima miliar tingginya lima juta seratus juta rupiah (Ps seratus juta rupiah rupiah (Ps 72:1) rupiah (Ps 44) 44:1) 4.Tindak pidana 4.Tindak pidana 4.Tindak pidana 4. Tindak pidana pelanggaran hak cipta pelanggaran hak cipta pelanggaran hak cipta pelanggaran hak cipta dipandang sebagai dipandang sebagai dipandang sebagai dipandang sebagai delik aduan (Ps 45) delik biasa, sebab delik gugatan (Ps 41, delik gugatan (Ps 55) ketentuan Ps 45 UU 42:1, 43,43B) No.6/1982 dihapus
58
B. Ruang Lingkup Objek Hak Cipta Menurut UU NO.19 Tahun 2002 Objek hak cipta sekaligus menjadi objek hukum. Yang dimaksud objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi objek sesuatu perhubungan hukum.126 Objek hukum bisanya disebut benda. Sedangkan benda menurut hukum perdata adalah segala barang-barang dan hak-hak yang dapat dimiliki orang.127 Benda menurut Kitab UndangUndang Hukum Sipil dibagi menjadi beberapa bagian128, yaitu benda yang berwujud, benda yang tidak berwujud, benda bergerak dan benda tidak bergerak. Dalam hukum, seseorang yang mempunyai hak milik atau wewenang atas sesuatu benda kepadanya diijinkan untuk menikmati hasil dari benda miliknya itu, dengan berbuat apa saja selama tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.129 Dalam hukum perdata, hukum kekayaan mengatur perihal hubungan-hubungan yang dapat dinilaikan dengan uang. Berbicara kekayaan yang dimaksudkan adalah termasuk dari segala hak dan kewajiban yang dinilaikan dengan uang. Terkait dengan hak dan kewajiban tersebut biasanya dapat dipindahkan kepada orang atau pihak lain. Menurut Subekti, hak-hak kekakyaan terbagi atas hak mutlak sebagai hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang, dan hak perseorangan sebagai hak-hak yang berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja.130 Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda dapat terlihat disebut hak kebendaan. Sedangkan 126
Kansil, Pengantar, 87. Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Sipil 128 Pasal 503 KUHS 129 Kansil, Pengantar, 86. 130 Subekti, Hukum Perdata (Jakarta: P.T. Intermasa, 1975), 15. 127
59
hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat di dalamnya meliputi hak cipta, hak merek dan hak paten disebut sebagai hak mutlak saja. Objek hak cipta adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia. Ciptaan itu dibidang ilmu, seni dan sastra, adapun teknologi termasuk dalam ilmu itu.131 Sesuai dengan pasal 3 ayat 1 UU hak cipta No.19 Tahun 2002, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak, sehingga dapat diperlakukan sebagaimana benda lainnya, dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian. Tetapi hak cipta sifatnya berbeda dari benda atau barang lainnya, hak cipta tidak dapat disita (Pasal 4 ayat 1 dan 2) karena biar bagaimanapun ciptaan tidak bisa terpisah dari penciptanya.132 Terdapat kemanunggalan antara pencipta dan ciptaannya, kalau ciptaan itu disita maka yang disita sebenarnya adalah badan dan rohani penciptanya133 dan demikian itu tidak mungkin dan tidak masuk akal. Pasal 3 ayat 1: Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.134 Pasal 4 ayat 1 dan 2: (1) Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum. (2) Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.135
131
Hutauruk, Peraturan, 3. Ibid., 18. 133 Ibid., 19. 134 Hak Cipta, Undang-Undang, 11. 135 Ibid., 11-12. 132
60
Pengertian benda secara luas adalah segala sesuatu yang dapat dihaki oleh orang. Benda disini mengandung pengertian objek sebagai lawan dari orang sebagai subjek dalam hukum. Adapaun benda dalam arti sempit adalah sebagai barang yang dapat terlihat saja136, sering juga dipakai dengan maksud sebagai kekayaan seseorang. Apabila benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang maka meliputi sesuatu yang tidak terlihat yaitu hak-hak.137 Sebagaimana seseorang dapat menjual atau mengalihkan barang terlihak miliknya, maka juga dapat menjual dan mengalihkan hak-haknya. Undang undang membagi benda dalam beberapa macam, yaitu benda dapat diganti dan benda tidak dapat diganti, benda dapat diperdagangkan dan benda tidak dapat diperdagangkan, benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi, serta benda bergerak dan benda tidak bergerak. Adapun pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak menempati posisi terpenting karena mempunyai akibat penting dalam hukum. Sesuatu benda termasuk benda tidak bergerak karena sifatnya, karena tujuan pemakaiannya, dan karena ditentukan demikian oleh undang undang. Sedangkan suatu benda termasuk benda bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan demikian oleh undang undang. Suatu benda bergerak karena sifatnya adalah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau
136 137
Subekti, Hukum, 50. Ibid.,
61
bangunan. Hak dari suatu karangan tulisan, hak atas suatu pendapatan dalam ilmu pengetahuan atau karya dalam hak cipta adalah benda yang bergerak.138 Dalam undang undang terdapat pembagian hak manusia atas hak-hak kebendaan dan hak-hak perorangan. Suatu hak kebendaan memberikan kekuasaan atas suatu benda dan hak perorangan memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap seseorang. Suatu hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap setiap orang yang melanggarnya dan suatu hak perorangan hanya dapat dipertahankan terhadap seseorang atau pihak tertentu saja. Berbagai faktor misalnya penjajahan menjadikan negara-negara berkembang tertinggal dalam berbagai bidang ilmu. Seharusnya ilmu mendapatkan perhatian lebih. Adapun seni itu luas dan beraneka ragam.139 Seni mencerminkan kehidupan dan kepribadian suatu bangsa pada suatu masa. Situasi dan kondisi hidup menentukan seni seni bersama dengan segenap totalitas pencipta. Lahirnya kemampuan dan ketrampilan menulis, tumbuh berkembang sastra tiap bangsa. Bermula bersifat agamasentries dan istanasentris sehingga meluas dikalangan rakyat. Sementara itu sastra dalam arti luas mengandung pengertian semua tulisan dan bacaan.140 Dalam hak cipta terdapat hak khusus pencipta dan dialah satu-satunya pemilik hasil ciptaan, yaitu: 1. Hak eksklusif, adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta. 138
Subekti, Hukum ,51. Hutauruk, Peraturan, 3. 140 Ibid., 3. 139
62
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis.141 Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu.142 2. Hak ekonomi, adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan 3. Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak lain. 4. Hak moral143, adalah hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Biar bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditanggalkan daripadanya, sebagaimana diatur dalam ungan-undang.144 Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut. Jika suatu ciptaan diselesaikan oleh sekelompok orang maka undangundang menetapkan salah satu orang diantara mereka sebagai perancang, pemimpin, dan pengawas pembutan karya itu sebagai penciptanya dengan ketentuan tiga syarat sebagai berikut: 1. Ciptaan itu menurut rancangannya 2. Ciptaan itu dibuat dalam pimpinannya 3. Ciptaan itu diselesaikan dalam pengawasannya.
141
Pasal 3 dan 4 Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Bab V Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 143 M. Hutauruk, Tentang dan Sekitar Hak Cipta Nasional (Jakarta: Erlangga, 1982), 148. 144 Pasal 24-26 Undang-Undang No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. 142
63
Sehingga kedudukan kuat seseorang pemimpin dan pengawas suatu kelompok pencipta. Menurut Paul Katzenberger seorang penyelidik tentang hak cipta dari Belanda, bahwa dalam era teknologi serba modern dan serba cepat ini hak cipta harus terus dihormati dan dipertahankan.145 Dalam perikatan (verbintenis) tertera balas jasa atau royalti yang akan diterima pencipta sebagai gaji pencipta itu.146 Dengan gaji dan perlindungan hukum atas karyanya, pencipta dapat bekerja terus dengan membuat ciptaan-ciptaan lainnya, sehingga dapat memperkaya kebudayaan dan mengharumkan nama baik serta kehormatan bangsa. Pencipta dapat mengalihkan haknya kepada seseorang atau kepada suatu
lembaga,
badan
atau
perusahaan
untuk
memanfaatkannya
(mengumumkan, memperbanyak atau menyiarkannya), dan inilah yang disebut sebagai pemegang atau pemakai hak cipta. Semua itu dilakukan setelah melalui musyawarah dan tercapai sepakat, lalu diharuskan membuat akta perjanjian mengenai hak dan kewajiban masing-masing. Di dalamnya terdapat balas jasa, honorarium atau royalti akan diterima pencipta itu dan bagaimana tahap pembayarannya, maka honorarium itu sebenarnya gaji pencipta tersebut.147 Dengan gaji dan perlindungan hukum atas karyanya, pencipta dapat bekerja terus dengan membuat ciptaan lainnya. Sehingga dapat memberikan sumbangan memperkaya budaya bangasa, kehormatan dan nama baik bangsa pencipta tersebut. 145
Hutauruk, Peraturan, 14. Ibid., 12. 147 Ibid., 148. 146
64
Dikatakan bahwa teknologi termasuk dalam ilmu dalam hak cipta dan selalu mengiringi. Alat dan pesawat hasil teknologi dengan mudah dan murah dapat memperbanyak secara mekanik suatu ciptaan: 1. Percetakan paling sederhana mencapai offset, produksinya ribuan lembar per jam dibantu mesin lipat, mesin jilid, dan mesin potong. 2. Mesin fotocopy 3. Mesin untuk reprografi (pemancaran kembali suatu tulisan), bisa berupa pesawat yang bekerja jarak jauh, atau mengubah barang cetakan menjadi tanda-tanda elektronik dikirim melalui kabel ke tempat lainnya lalu dalam pesawat penerima diubah kembali menjadi cetakan seperti aslinya, dan atau membuat microfilm atau microfiche. 4. Televisi 5. Komputer elektonik 6. Alat-alat reproduksi dengan tape dan kaset.
C. Pembatasan Jangka Waktu Hak Cipta Menurut UU No.19 Tahun 2002 UU Hak Cipta yang diatur dalam UU No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan UU No.7 Tahun 1987 dan kemudian diubah dengan UU No.12 Tahun 1997 dan terakhir diubah dengan UU No.19 Tahun 2002. Dengan mengacu pada ketentuan umum dan analogi pada ketentuan pemberian lisensi diatur dalam UU mengenai perlindungan hak atas kekayaan intelektual, bahwa lisensi hak cipta tetap diperbolehkan selama dan
65
sepanjang syarat-syarat lahirnya lisensi sebagai suatu perjanjian terpenuhi secara sah.148 Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda.149 Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta. Di Indonesia, jangka waktu pembatasan hak cipta secara umum diatur dalam undang-undang hak cipta bab III pasal 29 sampai 34 mengenai masa berlaku hak cipta. Masa berlaku hak cipta sesuai dalam undang-undang hak cipta adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun 148 149
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Lisensi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), 63. http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta diakses 10 Desember 2009.
66
setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama. Pasal 34: Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi: a. selama 50 (lima puluh) tahun; b. selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.150 Sudah sewajarnya nama dan hak pencipta untuk tidak dilupakan dan lenyap begitu saja. Dapat dipahami bahwa hasil finansial dari karya cipta dapat menolong bagi ahli warisnya untuk mempertahankan hidup dan menuntut ilmu.151 Terlebih apabila janda pencipta tersebut tidak mempunyai penghasilan tetap begitu juga ahli warisnya, maka tidak selayaknya mereka tidak menerima penghasilan dari sepeninggal pencipta. Milik keluarga adalah karya ciptanya pencipta. Melahirkan pencipta merupakan keuntungan dan kehormatan serta penghargaan bagi keluarga terkait. Adapun untuk penetapan lama berlakunya hak cipta diserahkan kepada setiap negar untuk menetapkannya melalui produk perundang-undangannya. Perkembangan hak cipta di negeri ini dipengaruhi oleh ilmu dan kemajuan teknologi. Walaupun demikian tetapi landasan dasar filosofis 150 151
Hak Cipta, Undang-Undang, 29. Hutauruk, Peraturan, 162.
67
berpijaknya tetap tidak berubah.152 Hak cipta apabila kita lihat sepintas adalah merupakan hak cipta mutlak dari pencipta atau pemegang hak, tetapi sifat kemutlakannya itu berkurang setelah adanya pembatasan jangka waktu terhadap pemilikan hak cipta. Pembatasan jangka waktu hak cipta dimaksudkan sebagaimana konsepsi hak milik dalam sistem perundangundangan di Indonesia adalah, bahwa fungsi sosial diletakkan di atas fungsi individual. Ditentukannya pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta diharapkan hak cipta itu tidak tertahan lama di tangan pencipta sekaligus sebagai pemiliknya, sehingga dapat dinikmati oleh rakyat masyarakat luas. Walaupun dalam lapangan kenyataanya tidak sepenuhnya demikian. Kalau kita lihat selama ini hak cipta yang telah berakhir masa berlaku hanya menguntungkan pihak tertentu saja, khususnya pihak produser dalam hal karya cipta lagu dan pihak penerbit dalam karya cipta buku. Hasil karya cipta pada suatu ketika harus dapat dinikmati oleh semua orang dan tidak hanya oleh penciptanya dengan tanpa pembatasan.153 Dengan berakhirnya batasan waktu tertentu oleh perundang-undangan maka orang lain dapat menikmati hak tersebut secara bebas. Artinya seseorang lainnya dapat mengumumkan atau memperbanyak tanpa harus meminta ijin kepada pencipta atau pemegang hak. Demikian ini tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Karena berakhirnya jangka waktu pemilikan hak cipta, maka karya cipta menjadi milik umum (public domein). 152
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
1997), 69.
153
Ibid., 72.
68
Bagi
Indonesia
yang
menganut
Falsafah
Pancasila
berusaha
menempatkan kepentingan perseorangan (milik individu) dengan kepentingan sosial (milik umum) dalam suatu keseimbangan. Dua kepentingan ini tidak dapat dipisahkan, karena antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan dwi tunggal. Bahkan dewasa ini, Negara yang masyarakatnya individualistis materialis serta kapitalis juga mengadakan pembatasan mengenai pemilikan hak cipta dalam perundang-undangannya. Jangka waktu hak cipta merupakan penjelmaan dari hakikat kepemilikan. Terkait dengan kedudukan manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk bermasyarakat, dan pada hak milik dianggap mempunyai fungsi sosial. Sehingga hal ini merupakan pertimbangan keseimbangan atas milik umum dan milik individu.
D. Penyelesaian Sengketa Hak Cipta Menurut UU No.19 Tahun 2002 Pencipta dapat mengalihkan haknya kepada seseorang atau kepada suatu lembaga, badan atau perusahaan (pemegang/pemakai hak cipta) untuk memanfaatkannya (mengumumkan, memperbanyak, atau menyiarkannya)154 dengan membuat akta otentik dibawah notaris. Sehingga timbul ikatan hukum yang menuntut kedua belah pihak (goede trouw) kesetiaan serta kejujuran satu sama lain dalam pelaksanaanya. Untuk mencegah terjadinya persengketaan dikemudian hari maka pembentuk undang-undang mengharapkan terdaftarnya suatu ciptaan beserta penciptanya.
154
Hutauruk, Peraturan, 11.
69
Dalam undang-undang hak cipta, penyelesaian sengketa atas pelanggaran hak cipta harus melalui adanya gugatan dari pihak yang dirugikan, yaitu bagi pencipta atau pemegang hak cipta. Gugatan itu ditujukan kepada Pengadilan Niaga. Dari undang-undang ini memberikan pengertian bahwa penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta menuntut penyelesaian secara perdata. Pasal 55: Penyerahan hak cipta atas seluruh ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya: a. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu; b. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya; c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan; atau d. mengubah isi Ciptaan.155 Pasal 56: (1) Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu. (2) Pemegang hak cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta. (3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.156 Setiap penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan hak cipta sebaiknya diselesaikan dalam kerangka pranata alternatif penyelesaian sengketa dan bisa ditempuh dengan arbitrase.157 Yang dimaksud dengan 155
Hak Cipta, Undang-Undang, 39. Ibid., 40. 157 Widjaja, Seri, 121. 156
70
alternatif penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku. Artinya, penyelesaian secara damai menjadi alternatif bagi pelanggaran hak cipta apabila pihak yang dirugikan dapat menerima. Hal ini dapat dilakukan sebelum sengketa dibawa ke meja pengadilan. Pasal 65: Para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.158 Penyelesaian sengketa merupakan persoalan penting dalam bidang kekayaan intelektual, khususnya hak cipta. Penyelesaian sengketa melalui forum peradilan ditekankan dalam sidang tertutup untuk menghindari pihak yang beritikad tidak baik. Penyidangan pelanggar hak cipta ke depan meja hijau hendaknya selalu dijalankan untuk tetap melindungi hak dan karya cipta. Semakin banyak pelanggaran hak cipta diadili maka kesadaran masyarakat untuk menghormati hak cipta akan semakin tebal.159 Selain itu, penyiaran oleh media masa dan asosiasi bersangkutan bahwa pelanggar hak cipta diadili akan memberikan manfaat yang cukup besar. Dalam undang-undang hak cipta No.19 Tahun 2002 ini juga menuntut adanya ketentuan pidana terhadap pelanggaran hak cipta. Dengan demikian, selain penyelesaian secara perdata, melalui alternatif penyelesaian sengketa, juga memberikan keleluasaan penyelesaian dengan ketentuan pidana. Jadi, penyelesaian sengketa dalam undang-undang positif sekarang sebagai pembaharu 158 159
dari
perundang-undangan
Hak Cipta, Undang-Undang, 45. Hutauruk, Peraturan, 165.
sebelumnya
tentang
hak
cipta
71
menunjukkan adanya kemajuan dalam memberikan perlindungan terhadap hak cipta. Pasal 72: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)160 atau Pasal 49 ayat (1)161 dan ayat (2)162 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).163 Sebagai warga negara yang baik, warga negara hukum harus menyampaikan laporan kepada pencipta atau pemegang hak cipta apabila penyiar atau penjual mengetahui bahwa barang dagangannya adalah hasil pelanggaran hak cipta maka tidak boleh menyiarkan atau menjualnya. Karena perbuatan itu termasuk dalam delik pidana sama halnya dengan penadah barang curian atau penyelundupan.164 Sehingga harus dibawa ke meja hijau pengadilan. Dalam hal ini bukan hukumannya saja yang penting, tetapi juga hal dikenalnya oleh masyarakat bahwa pelanggaran hak cipta merupakan suatu bentuk kejahatan.
160 Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 161 Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. 162 Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi. 163 Hak Cipta, Undang-Undang, 49. 164 Hutauruk, Peraturan, 165.
72
BAB IV ANALISA FIQH TERHADAP KONSEP HAK CIPTA MENURUT UU NO.19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA E. Analisa Tinjauan Fiqh Terhadap Objek Hak Cipta Menurut UU No.19 Tahun 2002 Permasalahan hak cipta tidak pernah muncul ditengah masyarakat Islam pada masa dahulu meskipun berbagai karya cipta bermunculan karena para penulis biasanya hanya mengharapkan pahala dari Allah SWT saja dari apa yang mereka tulis, misalnya demikian berkembangnya berbagai jenis tulisan dalam segala bidang165, sehingga kita kenal Darul Ilmi di Baghdad dengan reputasi penulis terbesar pada masanya. Peninggalan ulama terdahulu belum dapat memenuhi hajat masyarakat modern, tetapi mereka meninggalkan kebudayaan Islam (tsaqafah Islamiyah) baik berupa ushul maupun furu’nya.166 Hak cipta sebagai produk modern, belum mendapatkan pembahasan dalam fiqh klasik, tetapi dasar-dasarnya dapat ditemukan dalam uraian mengenai benda. Dalam perkembangannya para ulama kontemporer membolehkan mengganti rugi hak cipta, karena pencipta memiliki hak tertentu. Dengan demikian kepemilikan hak cipta bisa berpindah kepada orang lain dengan mediator yang berfungsi memindahkan kepemilikan. Upaya pemecahan dalam masalah ini merupakan jalan menuju ijtihad baru dan diharapkan dapat bermanfaat.
165
320.
Adiwarman A. Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta: Darul Haq, 2004),
166
T.M. Hasbi Ash-shiddieqy, Fiqh Islam Mempunyai Daya Elastis, Lengkap, Bulat, dan Tuntas (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 150.
72
73
Dari pengertian hak milik secara istilah menurut Hasbi Ash Shiddieqy, kata menghalangi mengandung maksud sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik sesuatu barang untuk mempergunakan atau memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pemiliknya.167 Sedangkan kata penghalang mengandung maksud sesuatu kekuatan yang mencegah pemilik untuk bertindak terhadap harta miliknya. Kepemilikan menurut fiqh mempunyai dimensi sosial, artinya pemilikan atas segala sesuatu dalam pandangan Islam sebenarnya hanya bersifat pemilikan hak pembelanjaan dan pemanfaatan168 saja dan bukan pemilik mutlak karena hak secara mutlak adalah milik Allah SWT. Hal ini bersesuaian dengan QS. Al-Hadîd ayat 7:
ϵŠÏù tÏn=ø⇐tGó¡•Β /ä3n=yèy_ $£ϑÏΒ (#θà)ÏΡr&uρ Ï&Î!θß™u‘uρ «!$$Î/ (#θãΖÏΒ#u Artinya: ”Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.”169 Islam menetapkan pemilikan hanya bisa ada dengan wewenang dari pembuat syari’at yang diserahi urusan masyarakat. Pada hakikatnya pembuat syariat itulah yang memberikan harta milik kepada manusia dengan pengaturannya melalui syariat.170 Muhammad Abu Zahrah menyatakan bahwa pemilikan hanya bisa ada dengan ketetapan dari pembuat syari’at adalah sesuatu yang telah disepakati oleh para ulama fiqh. Semua hak, termasuk kepemilikan tidak bisa ada kecuali dengan adanya pengukuhan atasnya dari 167
Suhrawardi K. Lubis, Hukum EkonomiIslam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 5. Ibid., 6. 169 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabaya: Mekar Surabaya, 2004), 786. 170 Ibid., 7. 168
74
pembuat syari’at. Berarti hak tidaklah timbul dari sifat benda itu sendiri tetapi dari ijin pembuat syari’at yang menjadikannya memerlukan dasar-dasar syari’at. Penciptaan manusia dikaruniai oleh Allah SWT naluri, bakat, nilai, dan kemampuan untuk mengekspresikan kehendak hatinya ketika terdorong untuk mencurahkan isi pikiran hati nuraninya dalam bentuk tertentu berupa ciptaan. Karya cipta sebagaimana diatur dalam undang-undang hak cipta timbul dalam lapangan ilmu, seni, dan sastra. Pengertian pencipta dan ciptaan menurut undang-undang hak cipta pasal 1 ayat (2) dan (3) mengandung unsur bahwa ciptaan adalah buah pikiran (bukan bendanya karena benda merupakan sarana mendapatkan manfaat) dan ciptaan berarti sesuatu yang baru (bukan pengulangan atau tiruan bentuk lain). Karya cipta yang bersumber dari hasil pemikiran manusia merupakan jalan bagi perkembangan dan kemajuan manusia serta kebudayaannya. Menurut Yusuf al-Qardhawi, berkarya cipta termasuk seni didalamnya diperbolehkan
dengan
ketentuan
tidak
bermaksud
untuk
disucikan,
diagungkan, atau untuk menandingi ciptaan Allah SWT. Pendapat alQardhawi tersebut perlu direnungkan dengan baik, bahwa dalam lapangan kehidupan tidak sedikit masyarakat dengan penghasilan utamanya bertumpu dari karya yang telah diciptakannya untuk menghidupi keluarganya, tanpa ada maksud lain. Pelanggaran terhadap hak orang lain juga tidak dibenarkan dalam syari’at Islam, sebagaimana QS. As-Syu’arâ ayat 183:
75
tωšøãΒ ÇÚö‘F{$# ’Îû (#öθsW÷ès? Ÿωuρ óΟèδu!$u‹ô©r& }¨$¨Ζ9$# (#θÝ¡y‚ö7s? Ÿωuρ Artinya: ”Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” 171
Pengertian hak cipta sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Hak Cipta Pasal 1. Hak cipta berhubungan erat dengan kepemilikan seperti halnya pemilikan benda lainnya. Pemerolehan kepemilikan hak cipta melalui usaha keras dan kemampuan berfikir yang bersungguh-sungguh sehingga kepemilikannya juga harus dilindungi. Suatu karya cipta dapat diketahui bahwa semua itu diperoleh dengan kemampuan berfikir, berimajinasi, kecekatan serta keahlian dalam bentuk yang khas. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pihak lain dengan mudah mencontohnya. Oleh karena itu hukumnya bagi kepemilikan hak cipta tetap pada pemiliknya atau pencipta aslinya. Hak cipta merupakan keistimewaan yang bisa dihargai dengan uang, baik
berupa hak abstrak,
kepemilikan seni dan sastra,
atau hak
intelektualitas172, hak cipta merupakan harta dalam pemilikan seseorang karena
mempunyai
nilai
(qimah)
sehingga
membutuhkan
adanya
perlindungan. Kalangan ulama kontemporer tergabung dalam Lembaga Pengkajian Fiqih Islam yang lahir dari Organisasi Muktamar Islam pada pertemuan kelima di Kuwait tahun 1409H bertepatan dengan tahun 1988M sepakat bahwa hak-hak cipta menurut syari’at terpelihara.173
171 172
319.
173
RI, Al-Qur’an, 526. Adiwarman A. Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam (Jakarta: Darul Haq, 2004), Ibid., 320.
76
Pemilik hak cipta bebas memperlakukan hak cipta sekehendaknya dengan ketentuan tidak melanggar syari’at Islam, misalnya seorang penulis berhak memberikan atau tidak memberikan hak cetak dan juga berhak membatasi jumlah pencetakan. Sementara penerbit yang mencetak dan memasarkan hanya berfungsi sebagai wakil dari penulis untuk memenuhi hak haknya dari pihak yang berhak mengambil keuntungan.174 Mengenai hak cipta seperti karya tulis, menurut pandangan Islam tetap pada penulisnya, sebab karya tulis itu merupakan hasil usaha yang halal melalui kemampuan berpikir dan menulis, sehingga karya tulis itu menjadi hak milik pribadi. Karena itu karya tulis itu dilindungi hukum, sehingga bisa dikenakan sanksi hukuman terhadap siapa saja yang berani melanggar hak cipta seseorang. Misalnya dengan cara pencurian, pembajakan, plagiat, dan sebagainya. Karya cipta yang bersumber dari hasilpemikiran manusia merupakan jalan bagi perkembangan dan kemajuan manusia serta kebudayaannya. Dalam fiqh, hasil pemikiran dapat dimasukkan kepada manfaat bukan benda. Ilmu adalah amal sebagai sumber manfaat secara syar’i dan abadi meskipun penciptanya telah meninggal. Islam sangat menghargai karya tulis yang bermanfaat untuk kepentingan agama dan umat, sebab termasuk dalam amal saleh dan pahalanya terus menerus bagi penulisnya, sekalipun ia telah meninggal dunia, sebagaimana dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lainnya dari Abu Hurairah r.a.:
174
Karim, Fikih, 320.
77
Lٍ @ْ 2 ِ ْ ٍ= َأوrَ ِر3َ5 =ٍ َ َ َ ث ٍ £ َ ¤َ ْFKِ ^ P ِإEُ @ُQَ 2 َ َ َ Sَ 8ْ ن ِا ُ 3َI8ْ ¥ِ \ْ ت ا َ 3َK ِإذَا Eُ \َ ع ُ ْrَ § ٍ \ِ3َ ٍ \َ َأوْ َوEِ jِ ُ >َ Hَ aْ rُ Artinya: ”Apabila manusia telah meninggal dunia, terputuslah amalnya, kecuali tiga, ialah: sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akan dia.”175 Karena hak cipta itu merupakan hak milik pribadi maka agama melarang orang yang tidak berhak (bukan pemilik hak cipta) memfotokopi, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan bisnis. Demikian menterjemahkannya kedalam bahasa lain dan sebagainya dilarang, kecuali dengan
izin
penulisnya
atau
penerbitnya
yang
diberi
hak
untuk
menerbitkannya. Perbuatan memfotokopi, mencetak, menterjemahkan, membaca dan sebagainya terhadap karya tulis seseorang tanpa izin penulis sebagai pemilik hak cipta atau ahli warisnya yang sah atau penerbit yang diberi wewenang oleh penulisnya, adalah perbuatan tidak etis dan dilarang oleh Islam. Sebab perbuatan semacam itu bisa termasuk kategori pencurian kalau dilakukan dengan sembunyi-sembunyi dan diambil dari tempat penyimpanan karya tulis itu, disebut perampasan (perampokan) kalau dilakukan dengan terangterangan dan kekerasan, pencopetan kalau dilakukan dengan sembunyisembunyi dan di luar tempat penyimpanan yang semestinya, penggelapan (khianat) kalau dilakukan dengan melanggar amanat (perjanjiannya), dan disebut ghasab kalau dilakukan dengan cara motif selainnya.
175
H.R. Bukhari dari Abu Hurairah.
78
Adapun dalil syar’i sebagai dasar dilarangnya pelanggaran terhadap hak cipta, antara lain QS. Al-Baqarah ayat 188 dan hadits Nabi diriwayatkan oleh al-Darruquthni dari Anas (hadits marfu’):
...0 ِh ِ 3َi\ْ 3ِj ْLNُ aَ ?ْ jَ ْLNُ \ََاRKْ ْا َاR@ُْ ُآnoَ َ^َو Artinya: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil.”176
Eِ I ِ >ْ 8َ ْFKِ ¯ ٍ ?ْ ِ jِ ^ P ِاLٍ @ِI ْ Kُ ئ ٍ wِ Kْ ل ا ُ 3َK 0 J· ِ rَ ^ َ Artinya: ”Tidak halal harta milik seorang Muslim kecuali dengan kerelaan hatinya.”177 Ayat dan hadits tersebut ditersebut mengingatkan umat Islam agar tidak memakai atau menggunakan hak orang lain, dan tidak pula memakan harta orang lain, kecuali dengan persetujuannya. Pelanggaran terhadap hak orang lain termasuk hak cipta bisa tergolong kedalam katergori muflis yakni orang yang bangkrut amalnya nanti di akhirat. Islam menhormati hak milik pribadi, tetapi hak milik pribadi itu bersifat sosial, karena hak milik pribadi pada hakikatnya adalah hak milik Allah SWT diamanatkan kepada orang yang kebetulan memilikinya. Oleh karena itu, karya cipta harus bisa dimanfaatkan oleh umat, tidak boleh dirusak, dibakar atau disembunyikan oleh penciptanya.178 Penulis atau penerbit tidak dilarang oleh agama mencantumkan katakata: ”Dilarang mengutip dan atau memperbanyak dalam bentuk apa pun bila tidak ada izin tertulis dari penulis atau penerbit”, sebab pernyataan tersebut
176
RI, Al-Qur’an, 36. HR. Darruquthni dari Anas. 178 Masjfuk Zuhdi, Studi Islam, vol. III (Jakarta: Rajawali Pers, 1988), 85-89. 177
79
dilakukan hanya bertujuan untuk melindungi hak ciptanya dari usaha pembajakan, plagiat, dan sebagainya yang menurut peraturan UU di negara Indonesia juga dilindungi dalam UUHC No.19 Tahun 2002. Jadi pernyataan tersebut jelas bukan bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya, sebab siapapun
dapat
memperbanyak,
mencetak,
dan
sebagainya
setelah
mendapatkan izin dari atau mengadakan perjanjian dengan penulis atau ahli waris atau juga penerbitnya. Menggandakan atau menjual hak cipta orang lain dianggap sebagai jenis usaha memperoleh harta untuk dimiliki dengan cara terlarang atau haram. Keharaman usaha ini karena karya cipta juga merupakan harta kekayaan hak milik yang dihasilkan dari kemampuan intelektual, produk pemikiran yang menghasilkan uang. Hak cipta dapat menghasilkan uang dan karya tulis ini termasuk kedalam profesi yang halal dan mulia, maka penghasilan yang diperoleh dari hak cipta atas karya tulisnya itu wajib dizakati apabila telah mencapai nishab dan haulnya (jatuh tempo). Kewajiban zakat atas hasil profesi itu berdasarkan dalil syar’i yang jelas, sebagaimana QS. Al-Baqarah ayat 267 dan QS. AtTaubah ayat 103, dan QS. Al-Hasyr ayat 7:
Νä3s9 $oΨô_t÷zr& !$£ϑÏΒuρ óΟçFö;|¡Ÿ2 $tΒ ÏM≈t6ÍhŠsÛ ÏΒ (#θà)ÏΡr& (#þθãΖtΒ#u tÏ%©!$# $y㕃r'‾≈tƒ ( ÇÚö‘F{$# zÏiΒ Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.”179 179
RI, Al-Qur’an, 56.
80
öΝÎγø‹n=tæ Èe≅|¹uρ $pκÍ5 ΝÍκÏj.t“è?uρ öΝèδãÎdγsÜè? Zπs%y‰|¹ öΝÏλÎ;≡uθøΒr& ôÏΒ õ‹è{ Artinya: ”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.”180
öΝä3ΖÏΒ Ï!$uŠÏΨøîF{$# t÷t/ P's!ρߊ tβθä3tƒ Ÿω ö’s1 Artinya: ”supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. ”181 Dalam hak milik, sesuatu yang memiliki nilai tersendiri, memiliki nilai seni, atau sesuatu yang kecil mempunyai nilai tersendiri, maka dapat dipandang harta bernilai.182 Misalnya, selembar foto kopi yang ditulis seorang ulama atau tokoh masyarakat kemudian dijadikan barang berharga, padahal selembar kertas dengan tulisan bisaa tidak bernilai. Sesuatu benda atau produk intelektual yang pada mulanya berupa hak milik belum merupakan harta, jika kemudian hari muncul manfaat dan bernilai (valued) maka menjadi harta selama nilainya itu bermanfaat bagi manusia.183 Dan bila hak cipta itu membawa kemudharatan bagi manusia maka harta itu sebagai harta haram secara esensial. Begitu juga kepemilikannya mengikuti kepada harta jenis lainnya. Jika hak cipta dipindahkan secara hibah atau pewarisan maka penerima atau ahli waris sebagai pemegang hak cipta itu. Dan ketika hak cipta itu dijual maka hak sepenuhnya berada pada pembelinya.
180
RI, Al-Qur’an, 273. Ibid., 797. 182 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1997), 156-157. 183 Luthfi Assyaukanie, Politik, Ham, dan Isu-Isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer (Bandung: Pustaka Hidayah, 1998), 31. 181
81
Walaupun kepemilikan hak cipta itu hanya dimiliki oleh penciptanya saja, bukan berarti pemilik itu boleh dengan seenaknya saja menggunakan ciptaan atau hasil karya itu dengan melawan hukum atau menyimpannya untuk dimiliki sendiri. Karena Islam menganjurkan, bahwa ilmu itu harus disebarluaskan kepada orang yang membutuhkan. Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mewajibkan penyebarluasan ilmu dan ajaran agama, seperti dalam QS. Al-Maidah ayat 67 dan QS. Yusuf ayat 108:
|Møó‾=t/ $yϑsù ö≅yèøs? óΟ©9 βÎ)uρ ( y7Îi/¢‘ ÏΒ šø‹s9Î) tΑÌ“Ρé& !$tΒ õ<Ïk=t/ ãΑθß™§9$# $pκš‰r'‾≈tƒ tÍÏ≈s3ø9$# tΠöθs)ø9$# “ωöκu‰ Ÿω ©!$# ¨βÎ) 3 Ĩ$¨Ζ9$# zÏΒ šßϑÅÁ÷ètƒ ª!$#uρ 4 …çµtGs9$y™Í‘ Artinya: ”Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”184
«!$# z≈ysö6ß™uρ ( Í_yèt6¨?$# ÇtΒuρ O$tΡr& >οuÅÁt/ 4’n?tã 4 «!$# ’n<Î) (#þθãã÷Šr& þ’Í?ŠÎ6y™ ÍνÉ‹≈yδ ö≅è% šÏ.Îô³ßϑø9$# zÏΒ O$tΡr& !$tΒuρ Artinya: "Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".185 Disamping itu terdapat pula beberapa ayat yang melarang (haram), mengutuk, dan mengancam dengan adzhab neraka pada hari kiamat nanti kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu, ajaran agama, dan
184 185
RI, Al-Qur’an, 158. Ibid., 334.
82
mengkomersilkan agama untuk kepentingan kehidupan duniawi, seperti dalam QS. Ali Imran ayat 167 dan ayat 187, QS al-Baqarah ayat 159-160 dan ayat 174-175:
tβθßϑçFõ3tƒ $oÿÏ3 ãΝn=÷ær& ª!$#uρ Artinya: ”Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan.”186
…çµtΡθßϑçGõ3s? Ÿωuρ Ĩ$¨Ζ=Ï9 …絨Ζä⊥ÍhŠu;çFs9 |=≈tGÅ3ø9$# (#θè?ρé& tÏ%©!$# t,≈sVŠÏΒ ª!$# x‹s{r& øŒÎ)uρ šχρçtIô±o„ $tΒ }§ø♥Î7sù ( WξŠÎ=s% $YΨoÿsS ϵÎ/ (#÷ρutIô©$#uρ öΝÏδÍ‘θßγàß u!#u‘uρ çνρä‹t7uΖsù Artinya: ”Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orangorang yang Telah diberi Kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya," lalu mereka melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima.”187
Ĩ$¨Ζ=Ï9 çµ≈¨Ψ¨t/ $tΒ Ï‰÷èt/ .ÏΒ 3“y‰çλù;$#uρ ÏM≈uΖÉit7ø9$# zÏΒ $uΖø9t“Ρr& !$tΒ tβθßϑçFõ3tƒ tÏ%©!$# ¨βÎ) šχθãΖÏè≈‾=9$# ãΝåκß]yèù=tƒuρ ª!$# ãΝåκß]yèù=tƒ y7Í×‾≈s9'ρé& É=≈tGÅ3ø9$# ’Îû Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati.”188
$YΨoÿsS ϵÎ/ šχρçtIô±o„uρ É=≈tGÅ6ø9$# zÏΒ ª!$# tΑt“Ρr& !$tΒ tβθßϑçFõ3tƒ šÏ%©!$# ¨βÎ) tΠöθtƒ ª!$# ÞΟßγßϑÏk=x6ムŸωuρ u‘$¨Ζ9$# āωÎ) óΟÎγÏΡθäÜç/ ’Îû šχθè=ä.ù'tƒ $tΒ y7Í×‾≈s9'ρé& ¸ξ‹Î=s%
186
RI, Al-Qur’an, 91. Ibid., 95-96. 188 Ibid., 30. 187
83
s's#≈n=āÒ9$# (#ãρutIô©$# tÏ%©!$# y7Í×‾≈s9'ρé& .íΟŠÏ9r& ë>#x‹tã óΟßγs9uρ ÷ΛÏι‹Åe2t“ムŸωuρ Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# Í‘$¨Ζ9$# ’n?tã öΝèδuy9ô¹r& !$yϑsù 4 ÍοtÏøóyϑø9$$Î/ z>#x‹yèø9$#uρ 3“y‰ßγø9$$Î/ Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Telah diturunkan Allah, yaitu Al Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu Sebenarnya tidak memakan (Tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih. Mereka Itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka.”189 Peringatan dan ketentuan hukum dari ayat al-Qur’an tersebut di atas berlaku bagi umat Islam, walaupun sebagian ayat diantaranya menurut historisnya memang berkenaan dengan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani). Namun sesuai dengan kaidah fiqh:
ب ِ 3َiI P \ص ا ِ ْR ُ · ُ jِ ^ َ ¿ ِ >ْ @P\ْ ِم اRQُ Oُ jِ ُةwَ iْ Oِ \ْ َا Artinya: ”Yang dijadikan pegangan adalah keumuman lafalnya (redaksi), bukan kekhususan sebabnya.” Berlaku disini artinya, umat Islam wajib menyampaikan ilmu dan ajaran agama
(da’wah
Islâmiyah)
kepada
masyarakat
dan
diharamkan
menyembunyikan ilmu dan ajaran agama, serta mengkomersialkan untuk kepentingan duniawi semata.190 Demikian pula terdapat beberapa hadits yang senada dengan ayat-ayat al-Qur’an tersebut, antara lain hadits Nabi riwayat Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Hakim dari Abu Hurairah r.a.:
ٍر3َ8 ْFKِ ٍم3َy@ِjِ =ِ Kَ 3َ?Sِ \ْ ْ َم اRrَ Lَ y ِ \ْ ُ ُأEQَ Hَ Nَ .َ Lٍ @ْ 2 ِ ْF2 َ 0 َ Àِ b ُ ْFKَ
189 190
RI, Al-Qur’an, 32-33. Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr, vol. II (Cairo: Dâr al-Manâr, 1367H), 51.
84
Artinya: ”Barang siapa ditanyai tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya maka ia akan diberi pakaian kendali pada mulutnya dari api neraka pada hari kiamat.” Yang dimaksud dengan ilmu yang wajib dipelajari dan wajib pula disebarluaskan, ialah pokok-pokok ajaran Islam tentang akidah, mu’amalah, dan akhlak. Diluar itu hukumnya bisa jadi fardu kifâyah, sunnah, atau mubah, tergantung pada urgensinya bagi setiap individu dan umat.191 Demikianlah Allah SWT menegaskan bahwa orang berilmu wajib menyampaikan ilmunya kepada orang-orang yang menyembunyikan ilmu pengetahuan, ajaran agama, dan mengkomersialkan agama untuk kepentingan duniawi. Hak cipta dilindungi oleh hukum Islam sebagai hak milik. Adapun kedudukan hak cipta dalam hukum waris adalah termasuk tirkah sekalipun harta almarhum lainnya sudah dibagi,192 hal ini juga sesuai dengan keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke 28 di Krapyak Yogyakarta tahun 1989, masalah nomor 389.193 Dan kaitannya dengan zakat adalah sama dengan harta biasa lainnya. Sebagaimana dalam Kitab I’ânatu al-Tâlibîn Juz III halaman 223 juga dalam Kitab al-Qulyubi Juz III halaman 135:
(٢٢٣/٣ F?i\3\= ا832 )ا. © ¨] َ ْل َأو ٍ 3َK ْFKِ « ُ ?7Qَ \ْ اEُ >َ @َA َ 3َK =ُ ْ َآwH7\ا Artinya: ”Harta pusaka adalah apa saja yang ditinggalkan oleh mayit baik dalam bentuk harta ataupun hak.”
ل ٍ 3َK wِ ?ْ ®َ jِ ْ¯ َأو ٍ iَ I َ jِ Rَ\« َو ِ ?7Qَ \ْ F ِ2 َ َ°@PG َ oَ 3َK َ ِهEُ َآwَ oَ Eُ \ُْRَ (١٣٥/٣) .ص ٍ 3َHِ A ْ 3َآ 191
Ibnu al-Diba’ al-Zabidi, Taisîru al-Wusûl ila Jamî’ al-Ushûl, vol. III (Cairo: Musthafa al-Babi al-halabi wa Auladuh, 1934), 153. 192 Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 (Surabaya: Diantama, 2004), 460. 193 Ibid., 536.
85
Artinya: ”Harta pusaka adalah yang ditinggalkan oleh mayit walaupun dengan sebab atau bukan berupa harta seperti sesuatu keahlian.” Sehingga dapat disimpulkan bahwa objek hak cipta adalah semua karya cipta manusia hasil dari kemampuan berfikir, berimajinasi, kecekatan serta keahlian dalam bentuk yang khas. Kepemilikannya disamakan dengan kepemilikan benda lainnya dan hukum kepemilikan tetap pada pemiliknya atau pencipta aslinya.
F. Analisa Tinjauan Fiqh Terhadap Pembatasan Jangka Waktu Hak Cipta Menurut UU No.19 Tahun 2002 Pengertian hak cipta dalam hukum positif dapat disimpulkan sebagai hak khusus yang dimiliki bagi pencipta sendiri atau orang lain yang diberi wewenang terhadap hak mengumumkan, memperbanyak hasil ciptaan yang dihasilkan
oleh
penciptanya
dengan
tidak
mengurangi
pembatasan-
pembatasan menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. Perbedaan pembatasan jangka waktu seiring perkembangan dan perubahan undang-undang hak cipta merupakan usaha untuk melindungi dan memberikan keseimbangan antara hak individu dengan hak sosial. Masa berlaku hak cipta sesuai dalam undang-undang hak cipta No.19 tahun 2002 adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun setelah meninggalnya, atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama.
86
Pembatasan jangka waktu yang dituangkan dalam undang-undang hak cipta tersebut bukan berarti perampasan terhadap hak berkarya cipta seseorang, tetapi justru merupakan kebijakan untuk menjaga terciptanya keseimbangan antara kepentingan individu pencipta dengan kepentingan bersama masyarakat. Dengan adanya pembatasan penentuan jangka waktu, diharapkan hak cipta tidak tertahan lama ditangan penciptanya sekaligus pemiliknya, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Dengan pembatasan jangka waktu pula hak cipta dapat mengurangi kemutlakan sifat hak cipta dari penciptanya atau pemegang hak cipta. Selain itu, hasil karya cipta pada suatu ketika harus dapat dinikmati oleh semua orang, bukan hanya penciptanya saja, dengan berakhirnya kepemilikan hak cipta maka orang lain dapat menikmati hak tersebut secara bebas karena karya cipta sudah menjadi milik umum. Fiqh dalam menyikapi hal ini lebih mengutamakan tujuan hukum yaitu terciptanya kesejahteraan masyarakat dan terwujudnya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan sosial. Kemaslahatan menjadi tujuan dan mencegah timbulnya kerusakan atau mafsadat yang lebih banyak. Pembatasan fiqh terhadap pemilikan adalah pembatasan kewenangan penggunaan hak milik, juga pembatasan untuk menghindari terjadinya kesewenang-wenangan terhadap kepemilikan. Dalam kepemilikan hak cipta, pemilik bebas melakukan atau berbuat apa saja terhadap benda hak miliknya atau barang dalam penguasaannya itu, asalkan tidak bertentangan dengan syara’. Hak cipta dalam Islam tidak dibahas
87
secara khusus tetapi dalam istilahnya hak cipta juga terdapat hak adabi, maksudnya penciptaan barang baru dibenarkan oleh syara’. Misalnya, hak cipta dalam menciptakan suatu benda, hak mengarang, hak membuat suatu macam obat. Semua itu hanya boleh dimiliki oleh pembuat atau orang yang diberi wewenang atas kepemilikan hak tersebut dan orang lain tidak boleh mencontohnya. Menurut para fuqaha, hak milik adalah hubungan manusia dengan benda yang ditetapkan baginya dan pemiliknya bebas berbuat apa saja tanpa ada seorangpun dapat menghalanginya selama tidak melangggar aturan ketetapan syara’. Pemilikan dalam fiqh tidak bersifat absolut atau mutlak (bebas tanpa kendali dan batas), sebab kepemilikan mutlak hanya milik Allah SWT. Dalam berbagai ketentuan hukum dijumpai beberapa batasan dan kendali yang tidak boleh diabaikan dalam pengelolaan dan pemanfaatanya.194 Sehingga prinsip dasar pemilikan dalam Islam adalah: 5. Individu hanyalah wakil dari masyarakat. 6. Kepemilikan tidak boleh hanya berada di tangan pribadi atau sekelompok masyarakat. Hak cipta bisa berpindah melalui pewarisan. Pandangan sebagian ulama fiqh menyatakan bahwa waktu terlama para ahli waris dapat menggunakan hak cipta adalah enam puluh tahun dari tanggal meninggalnya
194
Lubis, Hukum, 6.
88
pencipta yang memberikan warisan, hal ini diqiyaskan dengan batas terlama dari penggunaan manfaat yang dikenal dalam fiqh Islam.195 Mencetak dan menerbitkan hak cipta pihak lain hukumnya haram, kecuali ada ijin dari pemilik, ahli waris atau pemegang hak kuasa atas hak cipta.196 Dan apabila pemilik, ahli waris atau pemegang kuasa atas hak cipta sudah tidak ada, maka hak cipta tersebut menjadi hak kaum muslimin untuk kemaslahatan secara umum. Pembatasan jangka waktu hak cipta dalam Undang-undang hak cipta adalah dalam upaya menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dengan masyarakat. Hal ini bersesuaian dengan tujuan kepemilikan menurut fiqh, bahwa dalam hak milik terdapat fungsi sosial demi terwujudnya kesejahteraan dan kemaslahatan bersama masyarakat.
G. Analisa Tinjauan Fiqh Terhadap Penyelesaian Sengketa Hak Cipta Menurut UU No.19 Tahun 2002 Hak cipta dalam penciptaan suatu karya cipta mempunyai peran penting, yaitu memberikan hak kepada pemilik supaya orang lain tidak mencontoh karya tersebut. Hukum yang mengatur tentang hak cipta adalah undang-undang hak cipta No.19 tahun 2002 sebagai pembaharu undangundang hak cipta sebelumnya, yaitu UU No.12 tahun 1997 sebagai penyempurna UU No.7 tahun 1987, dan UU No.6 tahun 1982 sebagai awal undang-undang hak cipta di Indonesia. Dalam undang-undang hak cipta No.19
195
Karim, Fikih, 327. Lajnah Ta’lif Wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur, Ahkamul FuqahaSolusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-1999 (Surabaya: Diantama, 2004), 536. 196
89
tahun 2002 dijelaskan tentang pengertian hak cipta, bentuk-bentuk hak cipta, ciptaan-ciptaan yang dilindungi, serta penyelesaian sengketa hak cipta, mulai dari proses pidana, perdata, hingga alternatif penyelesaian sengketa bagi pelaku tindak pidana kejahatan terhadap hak cipta, dan semua itu dijelaskan secara rinci. Perbedaan dalam perubahan undang-undang hak cipta tentang ketentuan pelanggaran dan pidana merupakan upaya untuk mencegah terjadinya tingkat pelanggaran hak cipta dan untuk memberikan efek jera bagi pelaku pelanggaran hak cipta, sekaligus menjaga kemaslahatan bersama. Sanksi hukuman tindak pidana kejahatan hak cipta adalah dengan pidana penjara masing-masing paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun penjara atau denda paling sedikit satu juta rupiah atau denda paling banyak lima miliar rupiah. Semua itu merupakan produk dari penguasa atau ulil amri. Hal ini sesuai dengan perkataan As-syatibi, bahwa ”Dibuat hukum hanyalah untuk kemaslahatan hamba di dunia dan di akherat”.197 Undangundang memberikan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana kejahatan terhadap hak cipta adalah produk hukum dari penguasa hukum, ulil amri terpercaya sebagai pilihan dari sekian banyak masyarakat mereka bertempat tinggal. Mereka membuat undang-undang tanpa paksaan, tetapi mengambil keputusan dengan jalan musyawarah mufakat, bukan monopoli seorang atau beberapa orang saja.
197
Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah (Jakarta: Bulan Bintang, 1974).
90
Menurut Sudikno Mertokusumo, ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum acara juga sehingga hakim dapat menggali hukum acara perdata.198 Ilmu pengetahuan bukan hukum, melainkan sebagai sumber hukum.199 Adapun hak milik menurut pasal 574 KUHAP, bahwa tiap-tiap pemilik sesuatu benda berhak menuntut kepada siapa pun juga yang menguasainya akan pengembalian kebendaan itu dalam keberadaannya. Undang-undang hak cipta dalam penyelesaian sengketa atas pelanggaran hak cipta juga memberikan kebebasan penyelesaian secara perdata melalui gugatan dari pihak yang dirugikan, yaitu bagi pencipta atau pemegang hak cipta yang ditujukan kepada Pengadilan Niaga. Sebagaimana pasal 65 undang-undang hak cipta No.19 tahun 2002 bahwa penyelesaian sengketa hak cipta dapat diselesaikan dalam kerangka pranata alternatif penyelesaian sengketa serta bisa ditempuh dengan arbitrase. Fiqh jauh lebih banyak memberikan penekanan terhadap upaya perdamaian dalam penyelesaian suatu persengketaan, selama terkait kegiatan mu’amalah. Fiqh juga memberikan hukum yang jelas terkait dengan halal-haram dalam sesuatu hal dengan sumber yang jelas al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Adapun tujuan ditegakkannya hukum adalah untuk kemaslahatan umat manusia. Menurut fiqh, pengenaan sanksi terhadap tindak kejahatan pelanggaran hak cipta diperbolehkan selagi kebijaksanaan yang telah ditentukan tidak bertentangan dengan hukum dan selaras dengan kemaslahatan
198
8.
199
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Liberti, 1998),
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata diLingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 2000), 5-8.
91
umat. Karena sanksi hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana pelanggaran terhadap hak cipta, padahal dalam hukum belum menjelaskan secara rinci. Fiqh memberikan suatu ketentuan dalam memberi pengajaran kepada para pelaku suatu perbuatan kejahatan, dimana perbuatan tersebut tidak termasuk dalam jarimah yang ditentukan oleh syari’at Islam. Tetapi yang menentukan adalah penguasa atau pimpinan dengan pertimbangan bahwa perbuatan tersebut akan membawa kerusakan bagi kelompok masyarakat maupun bagi individu. Jarimah yang demikian disebut dengan ta’zir. Adanya sanksi jarimah yang ditetapkan terhadap pelaku kejahatan terhadap hak cipta berupa kebijaksanaan yang diputuskan dengan prosedur musyawarah para wakil-wakil rakyat dan selanjutnya disahkan oleh kepala Negara. Hal itu sesuai dengan jarimah ta’zir, yaitu jarimah yang baik bentuk dan macamnya begitupula hukumannya diserahkan kepada manusia (penguasa). Syara’ hanya memberikan ketentuan yang bersifat umum saja. Oleh karena itu, pemberian sanksi terhadap tindak pidana kejahatan hak cipta dapat ditentukan oleh penguasa maupun pimpinan yang sudah ditetapkan menurut aturan undang-undang maupun syara’. Karya cipta merupakan kemaslahatan umum yang hakiki. Para pencipta dari setiap karya cipta hendaknya dapat dilindungi dengan adanya undang-undang dalam rangka menjaga hak dan kepentingannya dan demi menegakkan keadilan. Hal ini sesuai dengan jiwa dan tujuan syari’at untuk mengambil maslahat dan menolak madharat.
92
Kesimpulannya, bahwa penyelesaian sengketa yang diterapkan dalam hukum positif terhadap pelanggaran hak cipta, dibenarkan menurut fiqh Islam selama tidak menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan atau ditentukan oleh yang berhak. Ketetapan undang-undang hak cipta No.19 tahun 2002 dalam penyelesaian sengketanya dapat ditempuh jalur pidana, perdata, serta alternatif penyelesaian sengketa (arbitrase didalamnya). Fiqh juga dapat menjembatani penyelesaian sengketa dengan jalur tersebut, pidana, perdata, terlebih penyelesaian sengketa dengan perdamaian sangat diutamakan dalam perkara yang mubah secara syari’at. Artinya, fiqh Islam mengutamakan adanya perdamaian dan saling memaafkan antara pihak bersengketa, dan ketika upaya tersebut tidak tercapai maka dapat menempuh jalur perdata, terlebih jika memang menuntut adanya sanksi pidana maka dapat ditempuh melalui jalur pidana. Demikianlah fiqh, elastis, komprehensif, universal tetapi tegas. Terciptanya kemaslahatan masyarakat adalah menjadi tujuan dari suatu aturan hukum.
93
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Objek hak cipta adalah hasil kreatifitas dan pemikiran manusia yang dimasukkan kedalam jenis benda bergerak sekaligus benda tidak berwujud (imateriil), hal ini dalam fiqh termasuk pemilikan yaitu hak memiliki terhadap kebendaan dan manfaatnya, sehingga hak cipta diakui sebagai hak milik. 2. Pembatasan jangka waktu hak cipta selama lima puluh tahun berfungsi sosial, sehingga dapat dinikmati bersama dengan berakhirnya masa itu sekaligus menjadi milik umum dan peluang bagi pencipta lainnya untuk berkarya, dalam fiqh sesuai dengan tujuan kepemilikan
untuk
mewujudkan kesejahteraan dan kemaslahatan umat, sehingga pembatasan jangka waktu pemilikan hak cipta dibenarkan demi terwujudnya tujuan hukum. 3. Penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran hak cipta merupakan pemberian efek jera guna penegakan hukum, baik dalam undang-undang hak cipta No.19 tahun 2002 maupun dalam fiqh dapat ditempuh melalui jalur pidana, perdata, dan juga melalui alternatif penyelesaian sengketa, hanya saja fiqh lebih menekankan perdamaian selama tidak bertentangan dengan syari’at daripada hukum positif tetapi tetap memberikan ketegasan terhadap setiap pelanggaran.
93
94
B. SARAN 1. Objek hak cipta dalam kepemilikannya harus ditetapkan dengan tegas dan dibuktikan dengan akta sehingga apabila terjadi persengketaan tentang kepemilikan atas hak cipta dapat dibuktikan kepemilikannya dan tidak ada yang dirugikan. 2. Pembatasan jangka waktu bagi pemilik atau pemegang hak cipta seharusnya mendapatkan perhatian yang lebih serius agar perlindungan hak cipta dapat terwujud. 3. Penerapan sanksi yang berat dalam penyelesaian sengketa dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mau memperhitungkan akibatnya, sehingga dapat mengurangi tingkat kejahatan.
95
DAFTAR PUSTAKA
Al Kaaf, Abdullah Zaky. Ekonomi Dalam Perspektif Islam Bandung: Pustaka Setia, 2002. Al-‘Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abdul Karim. Sistem Prinsip dan Tujuan Ekonomi Islam, Terjemahan Imam Saefudin Bandung: Pustaka Setia, 1999. Al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam Jakarta: Darul Haq, 2004. An-Nababan, M. Faruq. Sistem Ekonomi Islam Pilihan Setelah Kegagalan Sistem Kapitalis dan Sosialis, Terj. Muhadi Zainuddin dan A. Bahauddin Noersalim Yogyakarta: UII Press, 2002. An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam Surabaya: Risalah Gusti, 2000. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1996. Ash-Shawi, Abdullah al-Mushlih dan Shalah. Fikih Ekonomi Keuangan Islam Jakarta: Darul Haq, 2004. Assyaukanie, Luthfi. Politik,Ham, dan Isu-isau Teknologi dalam Fikih Kontemporer Bandung: Pustaka Hidayah, 1998. At-Tariqi, Abdullah Abdul Husain. Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan Terjemahan M. Irfan Shofwani Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004. Bably, Muhammad Mahmud. Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam Terj. Abdulfatah Idris Jakarta: Kalam Mulia, 1989. Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. Hukum Islam Menjawab Tantangan Zaman yang Terus Berkembang Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006. Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Muamalat Hukum Perdata Islam Yogyakarta: UII Press, 2000. Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta Menurut Beberapa Konvensi Internasional, Undang-Undang Hak Cipta 1997 dan Perlindungan Terhadap Buku serta Perjanjian Penerbitan. Jakarta: Alumni, 2000.
96
Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya: Mekar Surabaya, 2004. Djumhana, Muhamad dan R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual Sejarah Teori dan Prakteknya di Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997. Doi, A. Rahman I. Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. http://www.perfspot.com/docs/doc.asp?id=46110/ diaks. 12 Juni 2009. Hutauruk, M. Peraturan Hak Cipta Nasional Jakarta: Erlangga, 1982. Hutauruk, M. Tentang dan Sekitar Hak Cipta Nasional Jakarta: Erlangga, 1982. Jazuli. Fiqh Jinayah (Upaya Menaggulangi Kejahatan dalam Islam) Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997. Kansil, C.S.T. & Christine S.T. Kansil. Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. Karim, Helmi. Fiqh Muamalah Jakarta: PT RajaGrafindi Persada, 1997. Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam Jakarta: Sinar Grafika, 2000. Mualim, Amir dan Yusdani. Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam Yogyakarta: UII Press, 2001. Muhajir, Neong. Metodologi Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: Bayu Indra Grafika, 1998. Muhammad. Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam Yogyakarta: BPFE, 2004. Muhammad. Etika dan Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Islam Yogyakarta: BPFE, 2004. Naqvi, Syed Nawab Haider. Menggagas Ekonomi Islam Terj. M. Saiful Anam dan Muhammad Ufuqul Mubin Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Pasha, Musthafa Kamal. Fikih Islam Yogyakarta: Citra Karya Mandiri, 2003. Prodjodikoro, R. Wiryono. Asas-Asas Hukum Perdata Internasional Bandung: Bale Bandung, 1986. Rahman, Afzalur. Doktrin Ekonomi Islam Jilid I Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995.
97
Rasyid, M. Hamdan. Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, 2003 Riswandi, Budi Agus dan Siti Sumartiah. Masalah-masalah HAKI Kontemporer . Yogyakarta: Rineka Cipta, 2006. Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah terj. Moh. Nabhan Husein. Bandung: al-ma’arif, 1986. Saidin. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights) Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997. Saleh, Ismail. Hukum dan Ekonomi Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990. Soleh, Ach. Khudori. Fiqih Konstekstual (Perspektif Sufi-Salafi) Jakarta, 2000. Subekti. Pokok-Pokok dari Hukum Perdata Jakarta; PT. Intermasa, 1975. Sugiyono. Memenuhi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005. Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis Lisensi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003. Yamani, Ahmad Zaki. Syari’at Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini Jakarta: Intermasa, 1977. Yanggo, Chuzaimah T. dan Hafiz Anshary. Problematika Hukum Islam Kontemporer Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.