BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ir. Basuki Tjahaja Purnama, M.M., yang biasa disapa Ahok adalah seorang politisi yang memiliki fungsi dan kedudukan khusus di DKI Jakarta. Ahok dikenal sebagai seorang politisi yang menggunakan bahasa lisan dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Ahok bukan warga masyarakat biasa melainkan seseorang yang mempunyai kemampuan sekaligus kekuasaan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat biasa, sebagai orang yang berkedudukan nomor satu di DKI Jakarta Ahok memang sudah seharusnya dapat mengomunikasikan gagasan dan pemikiran dengan jelas. Di samping itu, sebagai seorang politisi yang berpendidikan, sudah selayaknya menggunakan bahasa yang baik dan benar, mampu menanggapi serta memberikan respon yang baik terhadap segala masukan, kritik, dan sanggahan dari hasil kinerjanya. Namun, kenyataannya Ahok tidak mengindahkan perilaku bahasa yang digunakan saat berkomunikasi dengan rekan kerja, bahkan saat diwawancarai di televisi secara langsung (live). Ahok sering muncul di televisi dengan bahasa yang kasar dan tidak layak diucapkan seorang pemimpin dan seorang yang berpendidikan. Ahok lebih sering mempertontonkan perilaku berbahasa yang tidak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Saat diwawancarai secara langsung, Ahok
1
2
sering marah-marah, kasar, dan emosional dalam menanggapi pertanyaan dan pernyataan dari pewawancara. Seperti yang dikutip dari Tempo.com edisi Selasa, 24 Maret 2015 Ahok ditegur oleh wakil presiden Jusuf Kalla karena bahasa yang digunakan terkhusus bahasa “bahasa toilet”. Jusuf Kalla berpendapat bahwa Ahok boleh saja bersikap keras dan tegas tapi jangan kasar, dan bukan hanya wakil presiden saja yang menegur atau mengomentari bahasa yang digunakan Ahok, melainkan Seorang politisi Partai Golkar Tantowi Yahya juga menyesalkan gaya komunikasi Ahok yang demikian mudah melontarkan kata-kata kasar dan sumpah-serapah di hadapan publik. Padahal, sebagai kepala daerah sudah seharusnya mengedepankan etika dalam berbahasa. Gaya komunikasi Ahok yang cenderung kasar, emosional, dan tidak mengindahkan tata karma dinilai buruk bagi publik. Ahok seharusnya bisa mengendalikan diri dalam kapasitasnya sebagai aparatur negara dan pemimpin masyarakat. Bermula dari perselisihan Ahok dengan DPRD mengenai APBD DKI Jakarta, akhirnya Ahok semakin sering muncul di televisi dan menjadi pusat perhatian masyarakat umum karena penggunaan bahasa Ahok yang dianggap tidak sopan dan tidak layak digunakan oleh seorang politisi yang menjadi bahan perhatian masyarakat Indonesia. Dampak penggunaan bahasa tersebut adalah (1) permasalahan semakin luas dan sulit diselesaikan, (2) tindak berbahasa Ahok menyebabkan tim angket memanggil pakar komunikasi politik pada 26 Maret 2015 untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut, (3) banyaknya masyarakat yang memaksa Ahok untuk minta maaf secara langsung kepada masyarakat terkait dengan bahasa
3
yang digunakan khususnya “bahasa toilet” yang digunakan saat berdebat dengan DPRD. Beberapa pengamat politik beranggapan, bahwa konflik Ahok dengan DPRD tidak rumit.
Kesalahannya terletak dalam penggunaan bahasa Ahok yang tidak
pantas diucapkan oleh seorang politisi yang mengakibatkan kekecewaan atau ketersinggungan mitra tuturnya. Di pihak lain, pakar komunikasi berargumentasi bahwa hal yang paling ditakutkan adalah perilaku berbahasa anak-anak Indonesia yang nantinya akan dipengaruhi oleh perilaku berbahasa Ahok atau bahkan akan menggunakan bahasa tersebut. Munculnya masalah penggunaan bahasa Ahok yang tidak layak digunakan seorang politisi menarik untuk dijadikan objek penelitian. Penelitian tentang tindak tutur memang sudah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang “Perilaku Berbahasa Ahok: Kajian Tindak Tutur” belum ditemukan sampai saat ini.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas terdapat dua permasalahan dalam penelitian ini. Masalah tersebut adalah sebagai berikut. 1. Jenis tindak tutur apa sajakah yang digunakan Ahok? 2. Bagaimanakah perilaku berbahasa Ahok dikaitkan dengan konsep muka?
4
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki dua tujuan yang hendak dicapai, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk lebih jelasnya, kedua tujuan tersebut diuraikan sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran umum tentang kesantunan berbahasa politisi. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui jenis tuturan yang sopan dan tidak sopan, khususnya dalam bidang politik.
1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini berdasarkan rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut. 1. Memahami jenis-jenis tindak tutur yang digunakan Ahok saat mengutarakan gagasannya. 2. Mengetahui tindak tutur Ahok yang dikaitkan dengan teori konsep muka.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, baik manfaat teoretis maupun manfaat praktis. Kedua manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut.
5
1.4.1 Manfaat Teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya penelitian yang sudah ada khususnya mengenai pragmatik. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan pengajar dan pembelajar dengan mengedepankan kesantunan dalam berbahasa dan mengurangi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengajar bahasa Indonesia dalam memperkaya bahan pengajaran bahasa khususnya kesantunan dalam berbahasa. Selain itu, juga bermanfaat untuk mendorong minat untuk melakukan penelitian pragmatik dengan menggunakan objek yang berbeda.
1.5 Kajian Pustaka, Konsep, dan Landasan Teori 1.5.1 Kajian Pustaka Penelitian serupa yang mengangkat objek penelitian tentang tindak tutur berbahasa Ahok belum ditemukan khususnya di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Namun, penelitian-penelitian yang terkait sebelumnya akan dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian ini. Beberapa penelitian yang membahas tindak tutur dapat diuraikan di bawah ini.
6
Clara Ayu Sasmita (2015) dengan skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur dalam Iklan Layanan Masyarakat di Kabupaten Banyuwangi” membahas jenis-jenis tindak tutur dalam iklan layanan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi. Dalam penelitian itu diterapkan teori pragmatik, teori tindak tutur yang digunakan untuk mengkaji jenis-jenis tindak tutur dan fungsi-fungsi tindak tutur. Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut. Pertama jenis-jenis tindak tutur yang digunakan dalam iklan layanan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi adalah tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, dan tindak tutur literal. Kedua, fungsi tindak tutur yang ditemukan dalam iklan layanan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi adalah fungsi deklaratif, fungsi representatif, fungsi ekspresif, fungsi direktif, dan fungsi komisif. Relevansi penelitian yang dilakukan Clara dengan penelitian ini adalah sama-sama melakukan kajian pada prinsip kesopanan dan tindak tutur. Namun, penelitian ini memfokuskan tindak tutur lokusi yang terbagi dalam empat kelompok, yakni asertif, direktif, komisif, dan ekspresif. Pada penelitian ini fokus pada jenis-jenis tindak tutur dan konsep tentang muka. Penelitian sebelumya dengan penelitian yang akan dilaksanakan memiliki objek penelitian yang berbeda. Putu Prameisti Kusuma Ratih (2011) dengan skripsinya yang berjudul “Wacana Pojok “Mr. Pecut” Harian Jawa Post: Sebuah Kajian Pragmatik”. Membahas pelanggaran prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan beserta implikatur percakapan yang ditimbulkan dalam “Wacana Pojok “Mr. Pecut” Harian Jawa Post.” Hasil penelitian tersebut, yaitu pelanggaran prinsip kerja sama dan kesantunan beserta implikatur percakapan. Pelanggaran prinsip kerja samadyang terdapat dalam wacana
7
tersebut adalah pelanggaran maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara dengan implikatur asertif, direktif, dan ekspretif. Kemudian, pelanggaran prinsip kesantunan yang terdapat dalam “Wacana Pojok “Mr. Pecut” Harian Jawa Post” adalah maksim kearifan, kesepakatan, pujian, dan kesimpatian dengan implikatur percakapannya asertif, komisif, impositif, dan ekspresif. Penelitian yang dilakukan Ratih memiliki relevansi dengan penelitian ini karena sama-sama melakukan kajian pragmatik, tetapi memiliki objek yang berbeda. I Gusti Ayu Gde Sosiowati (2013) dengan disertasinya berjudul “Kesantunan Bahasa Politisi dalam Talk Show di Metro Tv”. Disertasi ini membahas: (1) tingkat kesantunan politisi, (2) ciri-ciri satuan verbal yang digunakan, (3) faktor-faktor yang melatarbelakangi pelanggaran dan ketaatan kesantunan dan (4) ideologi yang tersirat di balik perilaku berbahasa mereka. Data penelitian ini diambil dari tayangan mingguan talk show “Today’s Dialogue”, periode Januari – Maret 2011 di Metro TV. Salah satu landasan teori yang digunakan untuk menganalisis data adalah teori pragmatik yaitu pengancaman muka atau teori tentang konsep muka. Relevansi penelitian yang dilakukan I Gusti Ayu Gde Sosiowati dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti bahasa yang digunakan politisi. Teori yang digunakan yaitu tentang konsep muka, sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan adalah objek yang berbeda, dimana penelitian yang dilakukan ini objeknya adalah Perilaku Berbahasa Ahok: Kajian Tindak Tutur. Berdasarkan penelitian-penelitian serupa terdahulu, peneliti membahas perilaku berbahasa Ahok kajian tindak tutur. Hingga saat ini belum ditemukan
8
penelitian tindak tutur berbahasa Ahok sehingga penelitian ini layak untuk dilakukan. Layaknya penelitian dilakukan karena penelitian ini mengkaji dan meneliti perilaku berbahasa Ahok dan memberikan gambaran tentang kesopanan berbahasa seorang politisi
1.5.2 Konsep Pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu bahasa memiliki banyak hal yang dapat dikaji melalui penelitian. Salah satu diantaranya adalah tentang kajian tindak tutur. Sehubungan dengan hal tersebut, pada bagian ini dipaparkan beberapa konsep mengenai perilaku berbahasa dan tindak tutur.
1.5.2.1 Perilaku Berbahasa Perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004) Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipakai oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengindentifikasikan diri. Berbahasa
9
berarti menggunakan suatu bahasa (KBBI, 2011: 116—117). Bahasa merupakan sebuah kunci utama dalam hal berkomunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan sesama di sekitar lingkungan hidupnya. Bahasa yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi dengan lingkungannya adalah melalui sebuah tuturan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku berbahasa ialah respons atau reaksi seseorang terhadap bahasa yang digunakan.
1.5.2.2 Tindak Tutur Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L. Austin, seorang guru besar di Universitas Harvard pada tahun 1956, kemudian teori yang berasal dari materi kuliah itu dibukukan oleh J.O. Urmson (1962) dengan judul How to do Thing with Word. Lalu teori tersebut menjadi terkenal setelah Searle menerbikan buku berjudul Speech Act: An Essay in the Philosophy of Language (1969). Sebelum Austin memperkenalkan teori tindak tutur ini para filsuf dan para tata bahasawan tradisional berpendapat bahwa berbahasa itu hanyalah aktivitas mengatakan sesuatu saja karena bahasa itu tidak lain daripada alat untuk menyampaikan informasi belaka. Dari sejumlah literatur pragmatik dapat disimpulkan bahwa pengertian tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturannya itu. Serangkaian tindak tutur akan membentuk suatu peristiwa tutur (speech even). Lalu tindak tutur dan peristiwa tutur dan peristiwa tutur ini menjadi dua gejala yang terdapat pada satu proses, yakni proses komunikasi.
10
1.5.3 Landasan Teori Teori mempunyai peranan penting dalam proses penelitian karena teori merupakan pedoman atau sebuah pegangan dalam penelitian tersebut. Penelitian ini menggunakan teori pragmatik yang dikemukakan oleh Searle dalam buku Geoffrey Leech dengan Prinsip-Prinsip Pragmatik yang mengklasifikasikan tindak tutur yang akan digunakan dalam menjawab rumusan masalah nomor satu, Nadar (2009) dalam buku Pragmatik dan Penelitian Pragmatik menjelaskan konsep tentang muka dan pelanggaran muka, teori tersebut akan digunakan dalam menjawab rumusan masalah nomor dua, untuk lebih memahami teori-teori tersebut dijelaskan di bawah ini.
1.5.3.1 Klasifikasi Tindak Tutur Searle (dalam Geoffrey Leech, 1993: 164—165) mengklasifikasikan tindakan ilokusi didasarkan pada berbagai kriteria yaitu sebagai berikut. (1) asertif (assertives): pada ilokusi ini terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan,
mengusulkan,
membual,
mengeluh,
mengemukakan
pendapat,
melaporkan. Dari segi sopan santun ilokusi ini cenderung netral, yakni, mereka termasuk kategori bekerja sama. Tetapi ada beberapa perkecualian: misalnya membual biasanya dianggap tidak sopan. Dari segi semantik ilokusi asertif bersifat proposisional. (2) direktif (directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh petutur; ilokusi ini, misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. Jenis ilokusi ini sering dapat dimasukkan ke dalam kategori kompetitif karena itu mencakup juga kategori-kategori
11
ilokusi yang membutuhkan sopan santun negatif. Namun di pihak lain terdapat juga beberapa ilokusi direktif (seperti, mengundang) yang secara intrinsik memang sopan. (3) komisif (commissives): pada ilokusi ini terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya, menjanjikan menawarkan, berkaul. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tapi pada kepentingan petutur. (4) ekspresif (expressives): fungsi ilokusi ini ialah mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan
selamat,
memberi
maaf,
mengecam,
memuji,
mengucapkan
belasungkawa. Sebagaimana juga dengan ilokusi komisif, ilokusi ekspresif cenderung menyenangkan, karena itu secara instrinsik ilokusi ini sopan, kecuali ilokusi-ilokusi ekpresif seperti mengecam dan menuduh. (5) deklarasi (declarations): berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian an4ara isi proposisi dengan realitas, misalnya, mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat. Searle mengatakan bahwa tindakan-tindakan ini merupakan kategori tindak ujar yang sangat khusus.
1.5.3.2 Konsep tentang Muka dan Pelanggaran Muka Menurut Yule (dalam Nadar, 2009: 32—35) strategi kesopanan berbahasa adalah konsep face ”muka”. Konsep tentang muka penting dalam kajian penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi. Ada dua tipe muka, yaitu muka negatif dan muka positif. Tindakan yang mengancam muka (pelanggaran muka) ada dua yaitu tindakan
12
yang mengancam muka positif lawan tutur, dan tindakan yang mengancam muka negatif lawan tutur. Tindakan yang melanggar muka negatif meliputi hal-hal berikut. a. Ungkapan mengenai perintah dan permintaan. b. Ungkapan mengenai tawaran, janji. c. Ungkapan mengenai kebencian dan kemarahan terhadap lawan tutur. Tindakan yang mengancam muka positif lawan tutur meliputi hal-hal berikut. a. Ungkapan
mengenai
ketidaksetujuan,
kritik,
tindakan
merendahkan,
kemarahan, menghina, serta mempermalukan. b. Ungkapan mengenai emosi yang tidak terkendalikan c. Ungkapan yang tidak sopan dan tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur. d. Ungkapan yang tidak koorperatif dari penutur terhadap lawan tutur.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian Setiap penelitian, peneliti memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu perbedaan peneliti tersebut adalah keterbatasan dalam melakukan suatu penelitian sehingga perlu adanya ruang lingkup penelitian. Demikian halnya dengan penelitian ini data penelitian ini difokuskan pada tindak tutur Ahok dalam youtube dengan topik yang sama, yaitu perdebatan Ahok dengan DPRD mengenai APBD DKI yang terjadi selama kurun waktu Maret — April 2015.
13
1.7 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber yang jelas dan pasti. Sumber data ini berupa video Ahok yang diunduh dari situs youtube dengan topik yang sama, yaitu perdebatan Ahok dengan DPRD mengenai APBD DKI Jakarta yang terjadi selama kurun waktu sekitar Maret —
April 2015,
yang
berjumlah tujuh video. Ketujuh video tersebut diseleksi melalui teknik pengambilan sampel nonprobabilita yaitu purposive sampling (pengambilan sampel secara sengaja) sehingga diperoleh tiga video yang digunakan dalam penelitian ini. Data penelitian diunduh pada Juli 2015.
1.8 Metode dan Teknik Penelitian Metode dan teknik merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan dua konsep yang berbeda, tetapi berhubungan langsung satu sama lain (Sudaryanto 1993:9). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini bersifat deskriptif karena tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan topik penelitian ini adalah untuk memaparkan atau memberikan gambaran mengenai perilaku berbahasa Ahok. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik
14
analisis data, dan metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Ketiga metode tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
1.8.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak. Metode simak
dilakukan
dengan
menyimak
penggunaan
bahasa
Ahok
tersebut
(Sudaryanto,1993:133). Penelitian ini dilakukan dengan menonton dan menyimak keseluruhan video Ahok yang membahas masalah APBD DKI Jakarta. Metode simak selanjutnya dilengkapi dengan teknik pencatatan dan pemilahan. Tindak tutur Ahok yang sudah diunduh kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk tulisan. Setelah pendataan selesai, kemudian diklasifikasikan tuturan yang ada dalam perilaku berbahasa Ahok sesuai dengan jenis tindak tutur, konsep muka ke dalam kartu data. Contoh sebagai berikut. No/Vid.1 Tuturan
Jenis
Konsep Muka
Tindak Tutur 1
Lu buktiin aja, ga apa- Ilokusi direktif
Melanggar muka
apa gue juga jadi keki
negatif
gitu loh. Jadi orang santun ga ada guna kalau hanya fitnah.
15
1.8.2 Metode dan Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul dan terklasifikasi berdasarkan kriterianya, tahapan selanjutnya adalah penganalisisan data. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta, yaitu tindak tutur dan pelanggaran muka, kemudian disusul dengan analisis data.
1.8.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Metode terakhir dari sebuah penelitian adalah metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Data yang telah terkumpul, diolah dan akhirnya disajikan. Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode formal dan informal. Penyajian secara formal dengan merumuskan hasil analisis data dalam bentuk tabel, tanda, dan angka, sedangkan penyajian secara informal dilakukan dengan perumusan analisis dengan deskriptif, yakni perumusan menggunakan kalimat-kalimat (Sudaryanto, 1993:45).