BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pasar modal dalam perekonomian mempunyai peranan yang penting yakni
sebagai sarana pendanaan usaha bagi perusahaan go public. Dana ini digunakan untuk ekspansi, pengembangan usaha, maupun penambahan modal. Pasar modal juga menjadi sarana bagi masyarakat dalam berinvestasi. Investasi merupakan salah satu sumber dana utama dalam suatu bisnis. Salah satu bentuk investasi yang paling populer dan diminati oleh para investor adalah saham. Saham diterbitkan oleh perusahaan yang sudah go public untuk dapat dimiliki oleh masyarakat. Pengaturan perdagangan saham ini dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) di bawah pengawasan BAPEPAMLK. Pergerakan harga saham digambarkan oleh indeks harga saham yang merupakan indikator dan pedoman utama sebagai trend pasar. Perubahan harga pasar setiap hari serta adanya saham tambahan yang beredar karena masuknya emiten baru yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebabkan indeks harga saham selalu berubah setiap harinya. Berdasarkan data historis indeks harga saham, investor dapat mengetahui pergerakan harga saham saat ini apakah mengalami kenaikan, penurunan, ataukah dalam keadaan stabil. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan salah satu indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks ini menggambarkan keadaan harga-harga saham dari semua perusahaan di Indonesia yang tercatat. Perusahaan
1 http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
- perusahaan yang masuk di dalam IHSG ini dibagi ke dalam beberapa sektor. Terdapat sembilan sektor diantaranya sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor barang konsumsi, sektor properti dan real estate, sektor infrastruktur, sektor keuangan, sektor perdagangan dan jasa. Pergerakan indeks harga saham masing-masing sektor ditunjukkan ke dalam Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS). Setiap investor dalam perdagangan saham selalu dihadapkan kepada pilihan membeli atau menjual saham. Setiap pilihan investasi memiliki risiko yang besar tetapi apabila untung akan mendapatkan pengembalian yang besar atau minimal investor mendapatkan return seimbang dengan risiko yang telah dikeluarkan karena dalam pasar keuangan dikenal istilah high risk high return, low risk low return. Para investor harus memperhatikan dua hal dalam berinvestasi saham, yaitu tingkat pengembalian saham (return) dan risiko. Keuntungan dari mengetahui risiko adalah dapat mengubah perilaku untuk menghindari risiko meskipun tidak semuanya dapat dihindari. Diperlukan perilaku optimal dalam mengambil risiko yang berharga. Ini adalah paradigma pusat keuangan yang mana risiko harus diambil untuk mencapai imbalan tetapi tidak semua risiko dihargai sama. Risiko dan imbalan di masa depan merupakan ekspektasi kerugian yang seimbang terhadap ekspektasi imbalan. Analisis teknikal yang didasarkan pada diagram fluktuasi harga pasar dilakukan dalam upaya untuk memprediksi pergerakan masa depan untuk asset saham yang diperdagangkan di pasar dengan studi harga masa lalu dan beberapa
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
ringkasan statistik terkait tentang perdagangan sekuritas. Para analis teknikal percaya bahwa pergeseran penawaran dan permintaan dideteksi dalam grafik tindakan pasar. Analisis teknikal dianggap banyak orang sebagai bentuk asli dari analisis investasi sejak tahun 1800-an dan di Amerika Serikat penggunaan aturan perdagangan untuk mendeteksi pola harga saham mungkin setua pasar saham itu sendiri. Ini mulai digunakan secara luas sebelum periode informasi keuangan yang luas dan diungkapkan sepenuhnya yang pada gilirannya memungkinkan praktik analisis fundamental dikembangkan. Oleh karena itu, dengan memahami dan menganalisa pergerakan dari harga saham dapat memaksimalkan imbalan dan meminimalkan risiko. Konsep sederhana ini memiliki sejarah panjang di bidang ekonomi. Engle (2004) menjelaskan bahwa berawal dari penelitian Markowitz (1952) dan Tobin (1958) yang mengaitkan risiko dengan variance dalam nilai portofolio. Dalam menghindari risiko, mereka mencoba mengoptimalkan portofolio dan perilaku investor. Treynor (1961) meletakkan dasar untuk teori nilai pasar yang menggabungkan risiko. Sharpe (1964) mengembangkan implikasi ketika semua investor mengikuti tujuan yang sama dengan informasi yang sama. Penelitian Sharpe kemudian dilengkapi oleh Lintner (1965) dan Mossin (1966) dan menghasilkan teori yang disebut Capital Asset Pricing Model atau CAPM. CAPM menunjukkan adanya hubungan alami antara return yang diharapkan dan variance. Engle (2004) melanjutkan penjelasannya bahwa Black dan Scholes (1972) dan Merton (1973) mengembangkan sebuah model untuk mengevaluasi harga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
opsi. Dengan membeli put option, maka risiko dapat dihilangkan. Nilai opsi ini tergantung pada risiko dan risiko diukur dengan variance dari return aset. Penelitian ini menjadi panduan para praktisi bahwa dalam mengevaluasi risiko, maka harus memperkirakan variance. Akar kuadrat variance biasa disebut volatilitas. Para peneliti menyadari bahwa volatilitas berubah dari waktu ke waktu. Mereka menemukan jawaban yang berbeda untuk periode waktu yang berbeda. Pendekatan sederhana ini disebut volatilitas historis dan tetap banyak digunakan oleh peneliti. Anton (2006) menjelaskan bahwa tingkat return saham dapat diketahui dengan persentase perubahan yang acak (random walk) pada return saham dan diasumsikan dengan bahasa matematis sebagai mean. Sedangkan di dalam risiko terdapat dua komponen utama yaitu risiko non-sistematis dan risiko sistematis. Risiko non-sistematis adalah risiko yang dapat diabaikan dengan pembentukan portofolio yang terdiri dari beberapa aset finansial (proses diversifikasi), sedangkan risiko sistematis adalah risiko pasar atau yang biasa disebut risiko yang tidak dapat didiversifikasi yang mana besar kecilnya tergantung pada risiko portofolio pasar. Kedua komponen utama di dalam risiko biasanya disebut total risiko yang dapat diukur dengan standar deviasi dan diasumsikan dengan bahasa matematis sebagai volatilitas, yang mana apabila dikondisikan pada waktu tertentu maka disebut conditional volatility. Kenyataan yang ada bahwa hubungan time series antara return saham dan volatilitas bersifat random walk, karena return saham pada suatu titik waktu sudah mencerminkan seluruh informasi yang ada dan relevan terhadap nilai asset.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
Return saham berubah hanya jika ada informasi yang sama sekali baru kemunculannya dan sifatnya tidak dapat diduga. Kemunculan informasi baru itu akan segera ditanggapi oleh para investor dalam waktu yang relatif singkat yang mendorong return saham kembali ke kondisi ekuilibrium (Anton, 2006). Volatilitas merupakan variabel penting dalam pengambilan keputusan serta penilaian status pasar keuangan oleh investor, spekulan, manajer investasi, badan pengawas keuangan, dan juga para peneliti yang tertarik dalam mewujudkan dinamika pasar keuangan. Oleh karena itu, peramalan volatilitas adalah masalah keuangan yang penting dan utama. Hal ini menjelaskan bahwa return (imbal hasil) harga sekuritas keuangan yang lebih atau kurang dapat diprediksi pada tiap hari serta tiap bulan. Volatilitas return diramalkan bersamaan fenomena dan kesimpulan yang penting bagi ekonomi keuangan dan manajemen risiko. Dalam rangka untuk meramalkan volatilitas, beberapa metode telah diusulkan oleh para peneliti dan banyak yang didasarkan pada model seperti regresi linier klasik. Dan jelas, model regresi linier klasik tidak cocok ketika fitur residual yang dimulai dari dasar asumsi OLS (Ordinary Least Squared). Ketidaknormalitasan, adanya
autokorelasi, dan
heteroskedastisitas adalah
beberapa masalah yang biasanya hadir dalam jenis data time series. Dalam rangka menghadapi masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas, sebuah teori estimasi volatilitas dinamis sangat diperlukan dan ini adalah peran yang diisi oleh model ARCH.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
Pada tahun 1982, Engle mempertahankan gagasan bahwa volatilitas pasar keuangan dapat diprediksi. Dan dia memperkenalkan model Autoregessive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) untuk memprediksi volatilitas. Engle (1982) menjelaskan bahwa variance residual yang berubah-ubah terjadi karena varian residual tidak hanya fungsi dari variabel independen tetapi tergantung dari seberapa besar residual di masa lalu. Kemudian oleh Tim Bollerslev pada tahun 1986,
model
ARCH
ini
disempurnakan
menjadi
model
Generalized
Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Bollerslev menyatakan bahwa varian variabel gangguan tidak hanya tergantung dari residual periode lalu tetapi juga varian variabel gangguan periode lalu. Widarjono (2013) menjelaskan bahwa pada model ARCH maupun GARCH, asumsi yang digunakan adalah gejolak yang bersifat simetris terhadap volatilitas. Dalam banyak kasus, variance bersyarat dalam model ARCH dan GARCH memiliki perilaku simetris dan dengan demikian mungkin tidak sepenuhnya menangkap isu-isu non-normalitas. Perilaku ini dikenal dengan asymmetric shock, di mana penurunan tajam di pasar (efek negatif) tidak serta merta akan diikuti dengan kenaikan di pasar (efek positif) dalam ukuran yang sama di waktu lain (Widarjono, 2013). Francq dan Zakoian (2010) menjelaskan bahwa reaksi volatilitas asimetris terhadap guncangan positif atau negatif masa lalu telah didokumentasikan dengan baik sejak penelitian yang dilakukan oleh Black (1976) dan Christie (1982). Penelitian tersebut menggunakan leverage untuk menjelaskan fakta bahwa volatilitas cenderung memiliki reaksi berlebihan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
terhadap penurunan harga dibandingkan dengan kenaikan harga yang sama besarnya. Efek asimetris tersebut kemudian diuji oleh Nelson pada tahun 1991 dengan mengusulkan model Exponential Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (EGARCH) kemudian disusul oleh Jean Michel Zakoian pada tahun 1994 dengan memodelkan Threshold Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (TARCH) dan Asymmetric Power Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (APGARCH) yang dikembangkan oleh Ding, Granger, dan Engle pada tahun 1993. Model-model ini memungkinkan untuk mengamati efek asimetris sehingga dapat memecahkan salah satu kekurangan dari model simetris. GARCH family telah banyak dikembangkan oleh para peneliti dan semuanya telah dikumpulkan oleh Bollerslev (2007) seperti ACD (Autoregressive Conditional Duration), ACH (Autoregessive Conditional Hazard), ACH (Adaptive Conditional Heteroskedasticity), ANN-ARCH (Artificial Neural Network ARCH), ANST-GARCH (Asymmetric Nonlinear Smooth Transition GARCH), ARCH-M (ARCH-in-Mean), ARCH-SM (ARCH Stochastic Mean), Aug-GARCH (Augmented GARCH), β-ARCH (Beta ARCH), BEKK (Baba, Engle, Kraft and Kroner), CGARCH (Component GARCH), COGARCH (Continuous GARCH), EWMA (Exponentially Weighted Moving Average), FIGARCH
(Fractionally
Integrated
GARCH),
GARCH-t
(GARCH
t-
distribution), GQARCH (Generalized Quadratic ARCH), IGARCH (Integrated GARCH), SV (Stochastic Volatility), dan beberapa model lainnya. Namun fokus
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
penelitian ini hanya menggunakan model ARCH, GARCH, TGARCH, EGARCH, APGARCH dikarenakan keterbatasan peneliti dan program software yang digunakan yakni Eviews versi 8.0. Model-model untuk memprediksi volatilitas menggunakan ARCH dan GARCH serta family-nya telah banyak dijadikan penelitian di berbagai negara termasuk Indonesia. Penelitian-penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Lakshmi (2013) yang meneliti model ARCH pada indeks saham gabungan dan sektoral di India, saham lima perusahaan yang berbeda sektor dan masuk di dalam indeks LQ 45 diteliti oleh Nastiti (2012), model GARCH pada saham LQ 45 diteliti oleh Eliyawati, Hidayat, dan Azizah (2014), serta saham JII oleh Syarif (2014). Penelitian yang menggunakan model EGARCH di Indonesia telah diteliti oleh Anton (2006) pada saham LQ 45, Cagli et al. (2011) pada indeks saham gabungan dan sektoral di Turki, dan Legina (2014) pada saham-saham yang mengeluarkan sukuk. Pemodelan GJR-TARCH diteliti oleh Mubarak (2014) pada saham-saham sub sektor energi di Indonesia dan model TARCH oleh Kamaludin (2008) pada 15 bursa saham di Asia, serta Abiyani dan Hendro (2013) pada indeks saham S&P 500. Henry (1998) mengamati model GARCH, EGARCH, GJR, GQARCH pada indeks Hang Seng. Akbar (2008) meneliti model GARCH dan IGARCH pada sembilan indeks saham sektoral dan LQ 45. Miron dan Tudor (2010) membandingkan model GARCH, EGARCH, TGARCH, APGARCH pada indeks
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
saham maupun saham individual di Rumania dan Amerika. Hamadu (2010) meneliti ARCH, GARCH, EGARCH, TARCH pada saham asuransi Bursa Efek Nigeria (NSE). Sedangkan Asarkaya (2010) meneliti random walk, historical mean, exponential smoothing, ARCH, GARCH, EGARCH, APARCH, GJRGARCH pada data mingguan ISE-100 (Istanbul). Ahmed dan Suliman (2011) juga meneliti GARCH, GARCH-M, EGARCH, TGARCH, APGARCH di indeks saham bursa efek Sudan (KSE). Yong Li et al. (2013) membandingkan model GARCH, GARCH–t, EGARCH, EGARCH–t, GJR-GARCH, GJR-GARCH–t pada indeks saham Shanghai. Tripathy dan Garg (2013) pun membandingkan ARCH, GARCH, GARCH-M, EGARCH, TGARCH pada saham di negara berkembang (Cina, India, Brazil, Meksiko, Rusia, Afrika Selatan). Alam et al. (2013) membandingkan model ARCH-GARCH, EGARCH, PARCH, TARCH pada indeks saham gabungan dan sektoral di Bangladesh. Semua penelitian tersebut untuk membuktikan bahwa return saham menunjukkan volatilitas return yang acak (random walk) setiap saat. Cagli et al. (2011) menjelaskan model ARCH standar mengasumsikan bahwa tidak ada pergeseran volatilitas, namun terutama di pasar negara berkembang mungkin berpotensi terjadi perubahan mendadak dalam volatilitas karena negara-negara tersebut mengalami peristiwa ekonomi, politik, dan sosial yang lebih sering daripada perkembagan pasar. Hal itu penting untuk memperhitungkan pergeseran dalam memperkirakan persistensi volatilitas terutama untuk pasar negara berkembang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Lakshmi (2013) dan Alam et al. (2013). Penelitian yang dilakukan Lakshmi memprediksi model ARCH pada indeks NIFTY dan sebelas indeks sektoral NSE pada periode 2008 sampai 2013. Hasil menunjukkan terdapat volatilitas dan tertinggi pada sektor riil, energi, dan logam dibandingkan NIFTY. Sedangkan Alam et al. (2013) memperlihatkan model estimasi volatilitas ARCH, GARCH, EGACH, PARCH, TARCH pada DSE 20 Index dan DSE General Index pada periode Januari 2001 sampai September 2011. Hasil menunjukkan ARCH dan PARCH sebagai model estimasi volatilitas terbaik untuk mengukur volatilitas index return DSE 20. Sedangkan untuk mengukur DSE 20 index series, model ARCH, EGARCH, PARCH adalah model estimasi volatilitas yang terbaik. Berbeda dari penelitian – penelitian sebelumnya, maka di dalam penelitian ini peneliti akan mencoba memprediksi pergerakan harga saham dengan menggunakan data harga penutupan (closing price) harian (5 hari kerja) selama 5 tahun yaitu dari tahun 2010 hingga 2014. Objek penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Sembilan Indeks Harga Saham Sektoral (IHSS) yang terdiri dari sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor barang konsumsi, sektor properti dan real estate, sektor infrastruktur, sektor keuangan, dan sektor perdagangan dan jasa. Peneliti menggunakan kesembilan indeks sektoral karena indeks ini merupakan perwakilan semua emiten yang dikelompokkan dalam tiap sektor yang ada di Indonesia sehingga diharapkan dapat melihat perbandingan yang jelas volatilitas dari sudut pandang masing-masing sektor industri. Sedangkan indeks
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
IHSG digunakan untuk melihat secara umum volatilitas pasar di Bursa Efek Indonesia. Dari latar belakang analisis teknikal yang telah dipaparkan di atas, maka dapat diketahui bahwa data time series terutama data keuangan seperti indeks harga saham seringkali bervolatilitas. Volatilitas ditunjukkan dari data yang mengalami heteroskedastisitas dan jika menggunakan estimasi OLS akan dapat memberikan sense of precision yang tidak benar. Untuk memahami volatilitas, maka digunakan metode estimasi volatilitas time series berupa ARCH dan GARCH serta family-nya (EGARCH, TGARCH, APGARCH). Metode ini menganggap heteroskedastisitas (variance tidak konstan) bukan sebagai suatu masalah, tetapi justru dapat digunakan untuk pemodelan dan peramalan (forcasting). Oleh karena itu, peneliti pada penelitian ini akan mengambil judul ”Prediksi Volatilitas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Harga Saham Sektoral dengan Metode Estimasi Volatilitas Time Series”. 1.2.
Identifikasi, Perumusan, dan Batasan Masalah
1.2.1. Identifikasi Masalah Dengan menyadari bahwa perkiraan volatilitas yang tepat sangat penting untuk perusahaan, investor, analis keuangan, dan peneliti yang tertarik dalam mewujudkan dinamika pasar saham, maka fokus dari penelitian ini adalah mencoba memprediksi volatilitas saham dengan model estimasi volatilitas time series berupa ARCH, GARCH, EGARCH, TGARCH dan APGARCH. Meskipun belum ada metode yang dijamin ketepatannya dalam memprediksi saham, hasil ini diharapkan dapat memperkaya upaya-upaya yang dilakukan untuk memprediksi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
saham agar dapat bermanfaat bagi para investor dalam menempatkan investasi portofolionya serta dapat melengkapi hasil penelitian sebelumnya. 1.2.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah karakteristik data return IHSG dan sembilan indeks sektoral selama periode 2010-2014 dan berupa efek simetris ataukah asimetris? 2. Apa model yang cocok untuk memprediksi volatilitas IHSG dan sembilan Indeks Sektoral dengan periode sampel 2010 – 2014 dengan estimasi volatilitas time series ARCH, GARCH, TGARCH, EGARCH, APGARCH? 1.2.3. Batasan Masalah Dari permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka batasan-batasan dalam penelitian ini adalah melakukan prediksi tentang volatilitas berdasarkan data closing price harian (5 hari kerja) IHSG dan sembilan indeks saham sektoral yang terdiri dari sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor industri dasar dan kimia, sektor aneka industri, sektor barang konsumsi, sektor properti dan real estate, sektor infrastruktur, sektor keuangan, sektor perdagangan dan jasa. Penelitian menggunakan data harian dari 2010 hingga 2014 karena data indeks merupakan data frekuensi tinggi sehingga diperlukan data yang banyak dan dimulai di tahun 2010 dikarenakan indeks dari saat itu sedang mengalami kenaikan. Sedangkan pemilihan IHSG dan sembilan Indeks Saham Sektoral
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
dikarenakan untuk manganalisis dengan jelas perbandingan volatilitas masingmasing sektor dan juga IHSG sebagai cerminan pasar modal Indonesia. 1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dari penelitian tentang prediksi
volatilitas IHSG dan sembilan indeks saham sektoral ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui karakteristik data return IHSG dan sembilan indeks sektoral selama periode 2010-2014 berupa efek simetris atau asimetris. 2. Untuk memberi informasi pemodelan yang cocok untuk memprediksi volatilitas IHSG dan sembilan indeks sektoral dengan periode sampel 20102014 dengan menggunakan metode estimasi volatilitas time series ARCH, GARCH, TGARCH, EGARCH, APGARCH. 1.4.
Manfaat dan Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Manfaat penelitian bagi Akademik adalah: a. Memberikan sumbangan referensi bagi mahasiswa pada pengembangan ilmu manajemen dalam membuat model estimasi volatilitas time series. b. Untuk membandingkan berbagai model estimasi volatilitas time series yang biasa digunakan dalam peramalan, dan dapat menarik kesimpulan model time series mana yang lebih baik digunakan untuk peramalan data. 2. Manfaat bagi investor dan perusahaan adalah: a. Memberikan informasi mengenai prediksi nilai saham periode berikutnya sehingga diharapkan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan analisis investasi di pasar modal.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
b. Penelitian ini juga diharapkan sebagai kontribusi praktis kepada perusahaan go public untuk memprediksi saham yang akan dikeluarkan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/