1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di dalam tubuh dan terlibat hampir pada semua proses biologis mahluk hidup. Senyawa radikal bebas mencakup superoksida (O2*), hidroksil (*OH), peroksil (ROO*), hidrogen peroksida (H2O2), singlet oksigen (1O2), oksida nitrit (NO*), peroksinitrit (ONOO*), asam hipoklorit (HOCl), dan senyawa-senyawa hasil oksidasi lemak. Radikal bebas dapat berada di dalam tubuh karena adanya hasil samping dari proses oksidasi dan pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernapas, metabolisme sel, olahraga yang berlebihan, peradangan, dan terpapar polusi (asap kendaraan, asap rokok, makanan, logam berat, dan radiasi matahari). Radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron sehingga menjadi stabil, tetapi molekul tubuh yang diambil elektronnya kemudian berubah menjadi radikal bebas. Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel dan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Oleh karena itu, tubuh memerlukan suatu substansi penting yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas tersebut sehingga senyawa radikal menjadi stabil dan tidak dapat
2
menginduksi suatu penyakit (Halliwell dan Gutteridge, 2000; Kikuzaki et al., 2002; Sibuea, 2003). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif, spesies nitrogen reaktif dan radikal bebas lainnya sehingga mampu mencegah kerusakan pada sel normal, protein, dan lemak yang akhirnya mencegah
pula
penyakit-penyakit
degeneratif
seperti
kardiovaskuler,
karsinogenesis, dan penuaan. Antioksidan memiliki struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya (donor elektron) kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai (Halliwell dan Gutteridge, 2000). Prior et al. (2005) menyatakan bahwa di dalam sistem biologis tubuh sudah tersedia antioksidan berupa enzim yaitu superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan glutation peroksidase (GPx). Antioksidan dapat pula diperoleh dari bahan-bahan alami dan sintetis. Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG), dan Tert-Butil Hidrosi Quinon (TBHQ) adalah senyawa antioksidan sintetis yang sudah dipergunakan secara luas oleh masyarakat dunia, tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Amarowicz et al. (2000) menyatakan bahwa penggunaan bahan sintetis ini dapat meningkatkan resiko penyakit karsinogenesis. Sementara itu, beberapa studi epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan konsumsi antioksidan alami yang terdapat dalam buah, sayur, bunga, rimpang dan bagian-bagian lain dari tumbuhan terbukti dapat menghindari penyakit-penyakit degeneratif (Ghiselli et al., 1998). Adanya beberapa mikronutrien pada tumbuhan seperti vitamin A, C, E, asam folat,
3
karotenoid, antosianin, dan polifenol memiliki kemampuan menangkap radikal bebas sehingga dapat dijadikan pengganti konsumsi antioksidan sintetis (Gill et al., 2002). Senyawa antioksidan alami tumbuhan selain berupa vitamin adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kuomarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, asam galat dan lain-lain (Prakash, 2001 ; Kumalaningsih, 2006). Pada umumnya senyawa antioksidan alami diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut. Senyawa golongan polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil yang dimiliki pada senyawa tersebut berbeda jumlah dan posisinya sehingga mempengaruhi sifat kepolarannya. Dengan demikian, ekstraksi
menggunakan
pelarut
dengan
kepolaran
yang
berbeda
akan
menghasilkan komponen polifenol yang berbeda pula, sehingga sifat antioksidan yang dimiliki oleh setiap senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tersebut juga berbeda-beda (Pambayun et al., 2007). Salah satu tumbuhan yang seringkali dikonsumsi di rumah-rumah kecantikan dan oleh kaum vegetarian khususnya di daerah Bali
adalah air
seduhan bunga Kamboja yang dikenal dengan Frangipani tea. Bunga Kamboja yang digunakan adalah yang paling mudah dijumpai yaitu Bunga Kamboja Lokal
4
(putih) dan Cendana (kuning). Bunga Kamboja Lokal memiliki ciri-ciri kelopak bunga berwarna putih dan pada bagian dalam pangkal kelopak berwarna kekuningan, kelopak bunga agak kaku serta setiap bunga rata-rata terdiri atas lima kelopak. Sementara itu Bunga Kamboja Cendana dominan berwarna kuning, kelopak bunga lebih lebar dan lemas dibandingkan dengan bunga Kamboja lokal, setiap bunga rata-rata terdiri atas lima kelopak, dan baunya lebih harum dibandingkan dengan bunga Kamboja lokal. Kedua jenis kamboja tersebut memiliki nama latin Plumeria alba. Kamboja jenis lain dengan warna bunga orange, pink sampai merah tua termasuk genus dan spesies Plumeria rubra (Gilman dan Watson, 1994). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wrasiati et al. (2008), ekstrak air dengan suhu 90oC dari Bunga Kamboja Cendana kering memiliki total polifenol sebesar 18,7 % dan aktivitas antioksidan sebesar 7,44 %, sedangkan ekstrak air Bunga Kamboja Lokal kering memiliki total polifenol dan aktivitas antioksidan yang lebih rendah yaitu sebesar 12,4 % dan 6,22 %. Bunga Kamboja secara turun temurun berkhasiat untuk menurunkan demam, disentri, melancarkan proses pencernaan, dan juga mengobati penyakit kelamin (Anon., 2006; Anon., 2007). Penelitian tentang karakteristik ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja dan peranannya dalam meningkatkan aktivitas antioksidan enzimatis belum pernah dilaporkan, sehingga dilakukan penelitian mengenai sifat-sifat khas dari bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana yang diekstrak dengan pelarut air, asam asetat, etanol, etanol-asam asetat dan metanol.
Setelah mendapatkan ekstrak yang
5
paling berpotensi sebagai antioksidan, kemudian ditelusuri senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tersebut sehingga diharapkan dapat dikembangkan sebagai bahan antioksidan alamiah. Penelitian selanjutnya adalah melakukan pengujian ekstrak pada hewan percobaan untuk mengetahui efek senyawa tersebut terhadap penurunan kadar malondialdehida (MDA), serta peningkatan aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx), dan katalase (CAT). Pada penelitian ini dilakukan juga analisis toksisitas akut menggunakan hewan uji mencit untuk menentukan batasan dosis toksik dari ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana yang diekstrak dengan pelarut air, asam asetat, etanol, etanol-asam asetat, dan metanol memiliki karakteristik yang khas dan dapat berfungsi sebagai antioksidan ? (2) Ekstrak yang manakah berpotensi dikembangkan sebagai antioksidan alami ? (3) Senyawa-senyawa apakah yang dominan terkandung dalam ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana yang paling berpotensi dikembangkan sebagai antioksidan alami? (4) Apakah pemberian ekstrak dengan dosis yang makin tinggi mampu meningkatkan kapasitas antioksidan, aktivitas enzim SOD, GPx, dan CAT, serta menurunkan kadar MDA pada hati hewan percobaan?
6
(5)
Berapa besarkah (mg/kg bb/hari) dosis ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana berakibat toksik pada hewan percobaan?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Umum (1) Menjelaskan karakteristik dari ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana, (2) Menunjukkan profil senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan pada ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana, (3) Mengkaji adanya peningkatan aktivitas enzim SOD, GPx, dan CAT, serta penurunan MDA pada hati hewan percobaan, dan (4) Menentukan besarnya dosis ekstrak yang dapat berakibat toksik pada hewan percobaan. 1.3.2 Khusus (1) Mengkaji penggunaan pelarut air, asam asetat, etanol, etanol-asam asetat, dan metanol untuk menghasilkan ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana dengan karakteristik yang khas dan memiliki kemampuan sebagai antioksidan. (2) Menentukan ekstrak yang paling berpotensi untuk dikembangkan sebagai antioksidan alamiah. (3) Mengidentifikasi senyawa-senyawa yang berperan sebagai antioksidan pada ekstrak yang paling berpotensi tersebut. (4) Menganalisis kemampuan ekstrak dengan berbagai dosis dalam meningkatkan kapasitas antioksidan, aktivitas enzim SOD, GPx dan CAT, serta menurunkan kadar MDA pada hati hewan percobaan.
7
(5) Menentukan toksisitas ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana pada hewan perobaan.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi ilmiah yang baru
mengenai (1) Potensi biologis Bunga Kamboja Cendana yang
berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, (2) Senyawa-senyawa dominan yang berperan sebagai antioksidan pada bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana, (3) Kemampuan ekstrak dalam meningkatkan kapasitas antioksidan, aktivitas enzim SOD, GPx, dan CAT, serta menurunkan kadar MDA pada hati tikus percobaan, dan (4) Toksisitas akut dari ekstrak bubuk simplisia Bunga Kamboja Cendana. 1.4.2 Manfaat praktis Melihat potensi Bunga Kamboja Cendana yang sangat besar di Indonesia, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif sumber antioksidan alami yang dapat diproduksi dan dikonsumsi secara massal, dan dapat memelihara kesehatan manusia.