1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelayanan publik merupakan tugas terpenting dari pemerintah baik itu dari pusat ataupun daerah yang terdiri dari sosok aparatur sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Dwiyanto (2005) menyatakan bahwa pelayanan publik meliputi aspek kehidupan masyarakat yang sangat luas, dimulai sejak seseorang lahir yang perlu mengurus akta kelahiran, kemudian perlu mengurus kartu identitas, menggunakan fasilitas yang disediakan pemerintah, hingga seseorang meninggal perlu surat pengantar dan surat kematian untuk mendapat kapling di Tempat Pemakaman Umum (TPU). Oleh karena itu setiap warga negara, sejak dari lahir sampai dengan meninggal dunia harus berurusan dengan birokrasi pemerintah (Dwiyanto, 2005). Lebih lanjut disampaikan Dwiyanto (2005) bahwa setiap warga negara tidak akan bisa mengindar dari berhubungan dengan birokrasi pemerintah karena merupakan satu-satunya organisasi yang mempunyai legalitas dengan dapat memaksakan suatu peraturan serta kebijakan di dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Dalam
penyelenggaraan
pelayanan
publik,
birokrasi
pemerintah
bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan yang diberikan birokrasi pemerintah merupakan pelayanan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, oleh karena itu sudah semestinya pelayanan yang diberikan
2
menuntut tanggung jawab dan moral yang tinggi (Mahmudi, 2005). Masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan yang terbaik dari pemerintah karena masyarakat telah memberikan dananya dalam bentuk pembayaran pajak, restribusi, dan berbagai pungutan lainnya (Mahmudi, 2005). Proses penyelenggaraan pelayanan yang baik oleh birokrasi pemerintah yang diberikan kepada masyarakat tentunya perlu diukur dengan suatu sistem penilaian sehingga dapat diketahui apakah birokrasi pemerintah telah dapat meningkatkan kesejahteraaan masyarakat
(Dwiyanto,
2005).
Menurutnya
penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya dan untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan organisasi tersebut memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa (Dwiyanto, 2005). Namun kinerja birokrasi dalam hal penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai sektor pelayanan, terutama yang menyangkut hak-hak sipil dan kebutuhan dasar masyarakat, kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan (Ratminto dan Winarsih, 2010). Lebih lanjut disampaikan Ratminto dan Winarsih (2010) bahwa hal ini dapat dilihat dari banyaknya pengaduan atau keluhan dari masyarakat dan dunia usaha, baik melalui dunia pembaca maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme kerja pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten, terbatasnya fasilitas, sarana dan prasarana pelayanan, sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu dan
3
biaya) serta masih banyak dijumpai praktek pungutan liar dan tindakan-tindakan yang berindikasikan penyimpangan dan KKN. Hsiao dan Lin (2008) melakukan penelitian A Study of Service Quality in Public Sector, hasil penelitiannya menemukan bahwa dalam persaingan lingkungan yang ketat seperti sekarang ini, mengharuskan sektor publik tidak lagi dalam bagian sistem organisasi yang bersifat hirarki. Ia mengatakan bahwa sekarang ini sektor publik harus fokus pada pelanggan seperti sektor swasta, dan menerima inovasi yang berorientasi pada pelanggan. Sektor publik atau organisasi harus memperhatikan kinerja dan pengembangan kerja serta memahami pentingnya kualitas pelayanan publik (Hsiao dan Lin , 2008). Penelitian tentang kualitas pelayanan juga dilakukan Munhurrun dkk (2010) Service Quality in the Public Service, hasil penelitiannya menunjukan bahwa dapertemen pelayanan publik telah gagal untuk memenuhi harapan pelanggan, karena terjadi kesenjangan antara harapan pelanggan dengan kinerja pegawai yang diterimanya. Menurut Munhurrun dkk (2010) apabila kesenjangan yang terjadi semakin besar maka menunjukan bahwa pelayanan pubik tersebut kualitasnya rendah. Oleh karena itu untuk menjebatani kesenjangan tersebut dapertemen pelayanan publik perlu melakukan pelatihan kepada pegawai guna untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan (Munhurrun dkk, 2010). Dwiyanto (2010) menyatakan bahwa keluhan warga negara pengguna layanan sering muncul bukan hanya karena ketidakpastian waktu dan biaya tetapi juga karena cara pelayanan yang mereka terima seringkali melecehkan
4
martabatnya sebagai warga negara. Lebih lanjut disampaikan Dwiyanto (2010) bahwa para pejabat birokrasi yang menemui mereka sering kali menganggap pengguna layanan sebagai klien yang memerlukan bantuan sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Para pengguna layanan jarang sekali diperlakukan sebagai warga negara yang memiliki kedaulatan atas pemerintah dan birokrasinya atau sebagai pelanggan yang dapat menentukan nasib penyelenggara layanan. Para pengguna layanan seringkali menjadi powerless serta tidak memiliki banyak ruang dan kesempatan untuk merespon secara wajar perlakuan buruk yang diterimanya ketika berhubungan dengan para pejabat birokrasi (Dwiyanto, 2010). Kenyataan tersebut di atas sejalan dengan hasil penelitian Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM tahun 2002 (Lembaga Administrasi Negara, 2003), yang menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang buruk ditandai oleh beberapa hal seperti: (1) Ketidakpuasan masyarakat, umumnya seputar waktu, biaya dan cara pelayanan; (2) Masih terdapat diskriminasi pelayanan, yang umumnya didasarkan pada diskriminasi atas hubungan pertemanan, afiliasi, politik, etnis bahkan agama; (3) Hal-hal seperti rantai birokrasi, suap dan pungutan liar (pungli) semakin diterima dan dianggap wajar (permisif); (4) Orientasi pelayanan tidak terhadap pengguna jasa tetapi justru pada kepentingan pemerintah dan pejabatnya; (5) Budaya yang berkembang bukan budaya pelayanan, melainkan budaya kekuasaan; (6) Prinsip yang mendasari sistem pelayanan bukan kepercayaan (trust) melainkan ketidak percayaan (distrust), prosedur yang diterapkan bukan untuk memfasilitasi tetapi untuk mengontrol
5
perilaku; dan (7) Kewenangan untuk melayani terdistribusi pada banyak satuan birokrasi. Kecamatan merupakan organisasi pemerintah yang paling dekat berhadapan dengan masyarakat, oleh karena itu pemerintah kabupaten atau kota dalam upaya untuk lebih meningkatkan peran kecamatan, memperpendek birokrasi dan mempermudah akses pelayanan terhadap masyarakat memberikan wewenang kepada kecamatan dalam pelaksanaan berbagai kebijakan dan program-program pemerintah dan pembangunan di daerah. Sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa kecamatan merupakan perangkat daerah pada kabupaten/kota (pasal 120). Semantara itu dalam pasal 126 dikatakan bahwa kecamatan dalam melaksanakan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Tujuan dari pemberian wewenang tersebut bukan hanya pendistribusian kekuasaan saja, tetapi lebih bertujuan agar pemerintah daerah dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, sehingga tujuan negara dalam meningkatkan kesejahteraan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat tercapai. Seiring dengan bertambah besarnya wewenang tersebut, maka diharapkan aparat birokrasi pemerintah di daerah mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan daerah dengan lebih baik, khususnya dalam pemberian pelayanan publik yang lebih berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Pengaturan tugas pokok dan fungsi kecamatan yang telah diatur dalam Undang-Undang 32 tahun 2004, menuntut pihak kecamatan untuk membenahi
6
dirinya agar bisa memberikan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat yang dilayani. Sebagian tugas yang menjadi tanggung jawab di tingkat kabupaten dan kota telah diberikan kepada pemerintah kecamatan seperti Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan seperti penerbitan KTP, Kartu Keluarga, Surat Keterangan Pindah, Pelayanan Akta Jual Beli Tanah, Pelayanan Surat Izin Gangguan (HO) dan lainnya. Dihubungakan dengan tugas pokok dan fungsi kecamatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Muara Enim Nomor 16 tahun 2008 tantang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dalam Kabupaten Muara Enim, salah satu tugas pokok dan fungsi kecamatan adalah melaksanakan koordinasi dan pembinaan terhadap tugas-tugas di bidang pemerintahan termasuk di dalamnnya penyelenggaraan pelayanan administrasi kepada masyarakat. Fungsi ataupun misi pelayanan publik seharusnya dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini mengingat dengan adanya berbagai urusan yang diserahkan kepada daerah, maka pemerintah daerah termasuk perangkatnya di kecamatan dan masyarakat menjadi lebih leluasa dalam menentukan arah kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan di daerahnya masing-masing termasuk dalam hal pelayanan publik. Kemudian dalam hal merespon apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat dalam pelayanan umum seharusnya juga menjadi lebih baik. Dalam hal ini birokrasi pemerintah kecamatan diharapkan dapat lebih mengenal apa yang menjadi keinginan masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Dengan posisi yang demikian harapan yang muncul adalah segala dinamika yang ada pada masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik
7
akan cepat diketahui dan segera dapat direspon oleh birokrasi pemerintah kecamatan guna menciptakan kepuasan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan umum di kecamatan. Berdasarkan posisi dan kondisi demikian ini, maka fungsi maupun misi dalam penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat di kecamatan tentunya diharapkan dapat menjadi lebih berkualitas dan memuaskan masyarakat yang dilayani. Penelitian ini mengkaji tentang kinerja pelayanan pengurusan KTP elektronik di Kecamatan Rambang Dangku. Sebelumnya terdapat isu bahwa program KTP-el yang telah berlangsung dari tahun 2009 dan perkembangannya saat dilakukan penelitian (2014) mengalami kendala. Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahja Kumolo masalah KTP elektronik tak sesederhana yang diduga, sebagaimana yang disampaikan Tjahjo Kumolo : “Sangat complicated (rumit) sehingga agar bisa dievaluasi secara menyeluruh sistemya, kami hentikan saja. Kami harapkan selama dua bulan kedepan atau Januari 2015, evaluasinya sudah bisa diselesaikan sehingga bisa berjalan dengan baik dan tanpa aspekaspek yang membuat kita ragu dan khawatir termasuk indikasiindikasi korupsi yang tengah ditelusuri KTP”
Kementrian Dalam Negeri tidak gegabah menghentikan begitu saja program KTP elektronik yang sudah berjalan, tetapi diambil melalui rapat internal dan masukan dari pakar dan pihak terkait mendapat dorongan untuk menghentikan sementara program tersebut karena ada temuan KTP elektronik palsu, server di luar negeri, dan kekhawatiran keamanan data (Wisnu, Kompas, 18 November 2014).
8
Langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan moratorium proses KTP elektronik (KTP-el) diupayakan tidak berdampak pada masyarakat. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan, kendati moratorium dilakukan, percetakan blangko dan pembagiannya terus berjalan. Dalam proses moratorium itu, Kemendagri melihat perlunya peningkatan sistem keamanan database, dan untuk meningkatkan akurasi data KTP-el, Kemendagri memiliki rencana menyingkronkan dengan data kependudukan lembaga lain seperti Badan Pusat statistik (BPS), dan bahasan lainnya mengenai teknologi kartu chip dalam KTP-el, karena ada KTP-el palsu dengan chip yang mirip (Dukcapil, 23 Nov 2014). Dilain pihak Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mendesak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melanjutkan penerbitan KTP elektronik (eKTP). Karena seperti yang disampaikannya : “Kami lihat tidak ada alasan untuk dihentikan. Tidak boleh ada data yang dihentikan” seusai setelah melakukan pengecekan server data di Direktorat Jendral Kependudukan dan Catatan Sipil, Jalan TMP Kalibata, Jakarta Selatan, selain itu server yang sama terdapat di Jalan merdeka Utara, Jakarta Pusat dan server cadangan terdapat di Batam. (Sabrina, Kompas, 25 November 2014).
Kementrian Dalam Negeri memastikan akan melanjutkan proyek KTP elektronik seluruh Indonesia pada Januari 2015, Kemendagri mengatakan pemerintah telah mengusulkan penambahan dana untuk melanjutkan proyek KTP elektonik, karena targetnya KTP-el dapat digunakan sebagai dasar data pemilihan tetap dalam pelaksanaan pemilihan umum 2019 mendatang (Dukcapil, 13 Januari 2015). Setelah menuai kontroversi dari masyarakat terkait penghentian pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
9
membatalkan rencana penghentian tersebut (Dukcapil, 01 Desember 2014). Direktur Jendral Kependudukan dan Catatan Sipil Kementrian Dalam Negeri Imran, memastikan pembatalan penghentian program pembuatan KTP-el. Kepastian itu disampaikan melalui surat edaran Menteri Dalam Negeri pada tanggal 19 Desember 2014. Seperti ungkapan Imran di Gedung Bank Indonesi, Jakarta : “Tidak (dihentikan). Tetap berjalan berdasarkan surat edaran Mendagri yang berisikan penegasan bahwa KTP elektronik tetap berjalan selagi masih ada penduduk yang memerlukan layanan eKTP” dan ia juga mengatakan, “Masyarakat masih bisa membuat secara gratis, sekarang percetakannya bisa di tingkat Kabupaten atau Kota tidak harus di Jakarta. Jadi tidak benar kalu program e-KTP dihentikan” (Ardhy, Sindonews, 23 Feb 2015).
Menanggapi isu tersebut Kecamatan Rambang Dangku yang merupakan salah satu perangkat pemerintah Kabupaten Muara Enim juga tidak terlepas dari pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggara pelayanan umum seperti pembuatan Kartu Tanda Penduduk, pembuatan Kartu Keluarga, pelayanan akta jual beli dan berbagai surat keterangan lainnya, akan terus melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan dasar. Dalam hal ini tentang penyelenggaraan pelayanan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku yang telah berlangsung dari tahun 2012, penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan KTP-el kepada masyarakat yang ada di Kecamatan Rambang Dangku memiliki poin tersendiri yang dilihat dan dinilai oleh masyarakat setempat tentang bagaimana kinerja pemerintah dalam pelayanan KTP-el, namun penyelenggaraan pelayanan KTP-el yang dilakukan pemerintah Kecamatan Rambang Dangku tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan pelayanan
10
umum yang kurang memuaskan masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari DUKCAPIL Muara Enim Tahun (2014), terdapat jumlah penduduk yang wajib KTP-el semester II tahun 2013 sebanyak 35.998 jiwa. Dari jumlah tersebut hanya 26.400 jiwa atau 73,3% yang terakses pada pelayanan administrasi kependudukan, sehingga masih menyisakan 26,7% penduduk yang wajib KTP tetapi belum memperoleh pelayanan, artinya penyelenggaraan pelayanan masih belum terlaksanan sepenuhnya. Dari hasil pengamatan awal di Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim yaitu melihat cara kerja pegawai di kantor Kecamatan Rambang Dangku
terdapat
permasalahan
atau
hambatan
yang
berkaitan
dengan
penyelenggaraan pelayanan pengurusan KTP-el. Adapun masalah yang dihadapi dalam penyelenggaraan pelayanan pengurusan KTP-el yaitu kurangnya prosedur atau penjelasan tentang penyelenggaraan pelayanan pengurusan KTP-el, seperti apa itu KTP-el, fungsi dan kegunaan KTP-el, syarat dalam pembuatan KTP-el, selain itu ditemukan hambatan lain yang terjadi di lapangan seperti jarak tempuh dari desa-desa ke kecamatan yang cukup jauh. Permasalahan lain yang ditemukan adalah berdasarkan penilaian masyarakat, jangka waktu penyelesaian KTP-el terlalu lama, selain itu pada KTP-el yang telah diterbitkan terjadi kesalahan pada penulisan data. Hal ini membuat masyarakat harus menunggu lagi hasil terbitan ulang KTP-el yang belum berhasil diterbitkan sampai sekarang, namun keluhan masyarakat seperti itu kurang direspon oleh aparat kantor Kecamatan Rambang Dangku. Selain itu, aparat pemerintah juga terkadang kurang mau mendengarkan keluhan masyarakat. Selain itu juga terdapat permasalahan pada KTP-el yang
11
telah diterbitkan, seperti yang sampaikan Camat Rambang Dangku Bapak Restu Joni Karla, yang mengatakan di Kecamatan Rambang Dangku : “Hingga kini pihak Kecamatan membagikan sekuranggya 20.000 KTP-el. Dari jumlah tersebut, tercatat 7.000 diantaranya harus dikembalikan karena terdapat kesalahan dalam penulisan data”. (Febria, Koran Sindo : Nov 2013)
Kemudian dalam hal pelaksanaan pelayanan umum yang diberikan oleh aparat/petugas pelayanan di kantor Kecamatan Rambang Dangku kepada masyarakat sebagai pengguna jasa juga masih dirasa kurang memuaskan sebagaimana diperoleh dari salah satu media massa yang menjadi tempat pengaduan masyarakat terhadap kinerja pelayanan birokrasi pemerintah adalah yang ditulis oleh Saleh (Sarana Pengaduan dan Aspirasi Kemendagri, Okt 2013) mengatakan bahwa: “Saya sudah mengikuti prosedur pembuatan e-KTP di kantor Kecamatan Rambang Dangku, Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan namun sampai saat ini saya belum mendapatkan e-KTP yang dimaksud. Saya sudah menannyakan kepada pejabat desa dan Kecamatan Rambang Dangku, Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan namun jawabanya “kami tidak bisa berbuat apa-apa karena printnya langsung dari jakarta. Solusi terakhir yang ditawarkan kepada saya jika memerlukan KTP baru hanya bisa dikeluarkan surat keterangan dengan jangka waktu berlaku 3 bulan. Sesungguhnya ironis program e-KTP yang dibiayai dengan uang rakyat ini menimbulkan masalah dan menyulitkan sebagian warga negara Indonesia. Saya yakin masalah yang rasakan ini bukan hanya saya yang mengalami, tidak ada yang bisa memberikan informasi kapan selesai e-KTP yang belum selesai ini. Sehubungan dengan saya yang sebagai pegawai swasta yang sering berurusan dengan berbagai instansi dan lembaga yang memerlukan dokumen tersebut”.
Permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas merupakan gambaran atau fakta permasalahan yang ada, yang terjadi di dalam pelayanan
12
KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku Kabupaten Muara Enim yang berdampak pada masih rendahnya kinerja penyelenggaraan pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.
1.2 Perumusan Masalah Penyelenggaraan pelayanan pengrusan KTP-el di kantor Kecamatan Rambang Dangku
harus dilaksanakan. Hal ini merupakan konsekuensi dari
pergantian KTP yang lama menjadi KTP elektronik sehingga warga negara yang telah disebut sebagai penduduk wajib KTP (semua penduduk yang sudah berumur 17 tahun ke atas atau mereka yang berumur di bawah 17 tahun tetapi sudah pernah kawin) harus melakukan pengurusan KTP yang baru. Sekarang ini birokrasi pemerintah kecamatan diharapkan dapat lebih mengenal apa yang menjadi keinginan masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Dengan posisi kecamatan yang merupakan organiasasi pemerintah paling dekat dengan masyarakat maka harapan yang muncul adalah segala dinamika yang ada pada masyarakat yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik akan cepat diketahui dan segera dapat direspon oleh birokrasi pemerintah kecamatan untuk menciptakan kepuasan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan umum di kecamatan. Berdasarkan posisi dan kondisi demikian ini, maka fungsi maupun misi dalam penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat di Kecamatan tentunya diharapkan dapat menjadi lebih berkualitas dan memuaskan masyarakat yang dilayani.
13
Secara nasional program KTP-el yang telah berlangsung dari tahun 2009 mendapati isu akan dihentikan karena ditemukan KTP-el palsu, server di luar negeri, dan kekhawatiran keamanan data. Hal ini menunjukan bahwa kinerja birokrasi masih belum seperti yang diharapkan. Setelah menuai kontroversi dari masyarakat terkait penghentian pelayanan kartu tanda penduduk elektronik (KTPel), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membatalkan rencana penghentian tersebut. Kepastian pembatalan penghentian tersebut disampaikan melalui surat edaran Menteri Dalam Negeri pada tanggal 19 Desember 2014. Berdasarkan pemaparan di atas kesimpang siuran tentang moratorium program KTP-el telah dibatalkan, artinya program KTP-el sekarang telah berjalan kembali, karena merupakan single identity yang diperlukan setiap warga. Terlepas dari permasalahan program KTP-el secara nasional, di daerah Kecamatan Rambang Dangku sendiri terdapat berbagai masalah, seperti keluhan masyarakat yang masih belum melihat adanya penyelenggaraan pelayanan yang berkualitas dan kendala-kendala yang dihadapi masyarakat dalam pelayanan pengurusan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat kinerja pelayanan pengurusan KTP-el yang telah dilaksanakan di Kecamatan Rambang Dangku. Dari uraian latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku. Beranjak dari keadaan tersebut di atas, adapun perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
14
1. Bagaimana kinerja pelayanan pengurusan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku? 2. Bagaimana kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan pengurusan KTPel di Kecamatan Rambang Dangku? 3. Adakah hubungan antara kinerja pelayanan pengurusan KTP-el dengan kepuasan masyarakat di Kecamatan Rambang Dangku? 4. Apakah kebutuhan pengembangan layanan yang diperlukan dalam pelayanan pengurusan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan kinerja pelayanan pengurusan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku. 2. Mendeskripsikan kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan pengurusan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku. 3. Mengetahui ada tidaknya hubungan antara kinerja pelayanan pengurusan KTPel dengan kepuasan masyarakat di Kecamatan Rambang Dangku. 4. Menganalisis kebutuhan pengembangan pelayanan pengurusan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku.
15
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai penulis melalui penelitian dan penulisan tesis ini adalah : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pemerintah
dalam
melaksanakan
program
pembangunan,
khususnya
Pemerintah Kecamatan Rambang Dangku untuk meningkatkan kinerja pelayanan pemerintah dalam pelayanan pengurusan KTP-el. 2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan bacaan bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kinerja pelayanan, khususnya pada pelayanan KTP-el.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Kualitas Pelayanan KTP-el di Kecamatan Rambang Dangku belum pernah dilakukan, namun beberapa penelitian mengenai kualitas pelayanan publik telah banyak dilakukan. Devrizon (2008) melakukan penelitian Kinerja Pelayanan Publik Dalam Penerbitan KK dan KTP SIAK Online di Kota Pekanbaru. Hasil penelitiannya menunjukan kinerja pelayanan publik penerbitan KK dan KTP SIAK online di Kota Pekanbaru belum baik, hal ini terbukti dari rendahnya KK dan KTP yang diterbitkan dan masih banyaknya yang wajib KTP yang belum memiliki KTP, masih banyak keluhan yang disampaikan masyarakat dan rendahnya respon petugas terhadap keluhan yang disampaikan, tidak adanya kepastian waktu serta masih banyak permintaan uang. Tidak adanya kejelasan sistem insentif yang
16
diberikan untuk para petugas, selain itu kualitas dan kuantitas dari operator SIAK masih dinilai belum mencukupi untuk penyelenggaraan pelayanan ini. Winda Arum Hapsari (2012) melakukan penelitian tentang Analisis Kinerja Pelayanan Keimigrasian Studi Pada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Barat. Penelitiannya menunjukan hasil perhitungan kinerja pelayanan memiliki nilai yang baik, namun masih terdapatbeberapa unsur yang dianggap kurang memuaskan masyarakat yakni unsur kecepatan dan kenyamanan pelayanan. Hal ini terjadi karena oleh adanya peningkatan tuntutan tingkat kepuasan pelayanan dari pengguna jasa keimigrasian sejalan dengan semakin meningkatnya tingkat kesadaran hukum serta wawasan pengguna jasa. Imelda Beatriz Imbab (2011) melakukan penelitian Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas Pelayanan e-KTP di Kecamatan Gondokusuman Kota Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan: (1) Mutu pelayanan e-KTP di Kecamatan Gondokusuman belum memuaskan, (2) Delapan indikator (kepastian waktu pelayanan, ketepatan pelayanan, kesopanan dan keramahan petugas, tanggung jawab, kelengkapan pelayanan, kemudahan mendapatkan pelayanan, kenyamanan dalam memperoleh pelayanan dan atribut pendukung pelayanan) meneguhkan persepsi masyarakat mengenai mutu pelayanan e-KTP di Kecamatan Gondokusuman dan (3) Dua indikator (variasi model pelayanan dan pelayanan pribadi) melemahkan persepsi masyarakat mengenai mutu pelayanan e-KTP di Kecamatan Gondokusuman. Ke depan, kualitas pelayanan e-KTP di Kecamatan Gondokusuman masih harus diperbaiki khususnya seputar fungsi dan janji-janji
17
yang mengiringi uji coba implementasi e-KTP seperti transaksi online dan perbankan. Yohanes Yable (2012) melakukan penelitian tentang Kualitas Pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sorong. Hasil penelitian ini adalah 6 (enam) indikator yang dilihat untuk mengukur kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sorong, 4 (empat) indikator diantaranya prosedur pelayanan, waktu pelayanan, ketersediaan sarana dan prsarana pelayanan serta kompetensi petugas pelayanan terlihat masih kurang baik atau kurang memadai. Sementara itu 2 (dua) indikator diantaranya biaya pelayanan dan produk pelayanan sudah dapat dikatakan baik. Dengan demikian kesimpulan dari penelitian ini adalah kualitas pelayanan KTP di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sorong masih belum memadai. Elwin Tinambunan (2008) melakukan penelitian Kinerja Kecamatan Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik : Studi Di Kantor Camat Siempat Nempu Hulu Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Hasil penelitiannya menunjukan kinerja penyelenggaraan pelayanan publik di Kantor Camat Siempat Hulu masih rendah. Hal ini tergambar dari tiga indikator yang digunakan yaitu efisiensi, akuntabilitas dan responsivitas. Panjangnya prosedur yang harus dilalui, pelayanan yang kaku dan hanya bepedoman pada aturan serta rendahnya respon pemerintah terhadap keluhan masyarakat merupakan kenyataan yang terjadi. Rendahnya kinerja tersebut disebabkan oleh rendahnya direksi, kuatnya budaya paternalisme dan belum dimanfatkannya sumber daya organisasi secara optimal.
18
Dari pemaparan mengenai keaslian penelitian, penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdapat beberapa kesamaan yaitu meneliti tentang kinerja pelayanan, namun terdapat juga ketidaksamaan dari penelitian sebelumnya, yaitu dari posisi geografis penelitian yang dilihat dari lokasi dekat, lokasi sedang, dan lokasi jauh dari pusat pelayanan, dan dalam penelitian ini pengukuran variabel kinerja pelayanan digunakan untuk melihat hubungan kinerja pelayanan pengurusan KTP-el dengan kepuasan masyarakat. Selanjutnya keaslian penelitian dapat dilihat pada tabel 1.1: