BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pluralisme menjadikan ciri khas nagara Indonesia sebagai negara kaya akan budaya, bahasa, suku dan adat istiadat. Bahkan bukan hanya budaya kekayaan bangsa kita melainkan melainkan juga kaya indonesia dapat dilihat dari sumber daya alamnya. Kekayaanpun diidentikan dengan keberbedaan yang dimiliki bangsa kita tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan gesekan satu sama lain sehingga dapat menimbulkan konflik didalamnya. Tuntutan masyarakat untuk dapat hidup damai sebagai satu kesatuan negara haruslah menjunjung tinggi akan perbedaan yang ada. Tidak kemudian menonjolkan sikap perbedaan yang dimiliki dan selalu dikedepankan sehingga dapat memicu adanya gesekan yang berbau Sara. Konflik adalah sifat natural dalam kehidupan dan sepanjang jaman yang telah dilalui manusia. Namun konflik secara sistem dapat terjadi karena juga karena adanya ketidakadilan terhadap apa yang menjadi hak, sehingga membuat kekecewaan dan memicu konflik. Namun hal ini tidak dapat dijadikan alasan sebagai pengahambat satu tujuan atau disfungsional terlebih yang ingin dicapai adalah tujuan negara. Konflik yang berasal dari gesekan Sara, bukan hanya mengakibatkan kerugian matriil yakni hancurnya infrastruktur yang ada dan hilang/rusaknya harta kekayaan, namun
kedaulatan negara menjadi terancam apabila konflik yang
berbau Sara tidak ditangani secara serius oleh negara. Karena konflik yang terjadi dalam masyarakat sangatlah sedikit untuk tidak terjadi ketakutan, pertumpahan
1
darah bahkan menjadi trauma berkepanjangan seperti yang terjadi dalam konflik agama di Poso, yang sewaktu-waktu akan kembali mencuat bagai bom waktu. Kehidupan berbangsa yang pluralis seperti Indonesia memerlukan sikap toleransi yang sangat tinggi dalam meyikapi perbedaan/keberbedaan yang ada. Setiap elemen masyarakat terutama tokoh-tokoh baik politik, agamawan, masyarakat maupun tokoh pemegang adat harus dapat memberikan contoh bagi masyarakatnya. Sikap dan prilku sosial yang dilakukan sehari-hari oleh setiap pribadi manusia memiliki perbedaan satu sama lain. Prilaku yang mencerminkan nilai-nilai tertentu tidak bisa disamakan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Mereka pasti memiliki ciri khas masing-masing yang menjadikan mereka unik dan berbeda (Moh. Yamin, 2011:53). Penomena yang berangkat dari pertikaian dan berujung pada konflik sering kita dengar belakangan dalam kehidupan sehari-hari. Faktornya terkadang dari hal yang sepele seperti ejekan dan berebut lahan parkir yang sering terjadi di kotakota besar seperti Jakarta. Hal ini kalau terus dibiarkan, tidak ada upaya dari salah satu pihak untuk berunding atau berkomunikasi maka akan mengakar pada generasi secara berkelanjutan. Karena bagaimanapun juga permasalahan tidak akan lepas dari kehidupan sehari-hari manusia dan untuk menacapai kerukunan hidup berbangsa setiap adanya permasalahan, maka tidak lain solusinya adalah dengan melakukan komunikasi yang hangat dan menggunakan kacamata yang bijak dalam melihat penomena kehidupan sehingga antar kedua belah pihak tidak ada saling kesalahpahaman. Kerukunan hidup bermasyarakat akan lebih terasa apabila kita menanamkan sikap toleransi dan memahami akar konflik yanag sering terjadi dalam masyarakat secara sederhana, yaitu 1). Kebutuhan merupakan suatu yang sangat
2
esensial dalam kehidupan sehari-hari, karena kita diperlukan untuk bertahan hidup dan bersifat universal. Kebutuhan berbeda dengan keinginan. Keinginan adalah sesuatu yang disukai tetapi tidak bersifat esensial. 2). Persepsi seperti yang sempat disinggung dimuka. Ketika ada lima orang dikumpulkan untuk membahas suatu persoalan maka persoalan akan jelas ada, dan akan menjadi konflik yang serius ketika persoalan itu disikapi dengan kaku. 3). Nilai-nilai yang dimaksud adalah suatu keyakinan atau prinsif dan dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting seperti agama dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat. Selain sulit dalam penyelesayainya, terkadang permasalahan inipun berangkat dari persepsi. Hal ini akan menemukan jalan keluar yaitu dengan cara dikomunikasika secara bijak dan menjadi hal positif ketika diselesaikan dengan cara yang positif pula (Syamsurizal Y, 2007:21). Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu atau Dayak Dermayu, masyarakat Indramayu biasa menyebutnya. yang bermukim didesa Krimum kecamatan. Losarang kabupaten. Indramayu Jawa Barat, setidaknya dapat dijadikan contoh kehidupan berbangsa yang toleran terhadap perbedaan. Keberbedaan komunitas Suku Hindu Budha Bumi Sagandu memang sangat menonjol dengan kehidupan masyarakat Indramayu khususnya dan pada umumnya masyarakat Jawa, baik keyakinan/kepercayaan maupun secara fisik. Penampilannya terlihat aneh karena hanya mengenakan celana pendek berwarna hitam dengan paduan warna putih dan tidak mengenakan baju baik hujan maupun panas, siang atau malam. Namun dalam keseharian bergaul dengan masyarakat sekitar sangat ramah dan suka menolong. Bahkan siapapun yang datang ke Pendopo (markas) mereka akan disambut dengan tangan terbuka.
3
Keharmonisan hubungan antara komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu ini terlihat saat komunitas ini menjalankan ritual setiap malam jum’at kliwon, bertempat dipendopo Nyai ratu Kembar ada sebagian Masyarakat sekita datang untuk mengikutinya dengan berpakaian umumnya masyarakat. Sementara pengikut dari komunitas ini puluhan lelaki bertelanjang dada mengelilingi sebuah kolam kecil didalam pendopo dan pengikut perempuan duduk berselonjor diluar pendopo. Contoh keharmonisan lainya adalah ketika masyarakat sekitar desa mengadakan suatu hajat, tidak sungkan komunitas Suku dayak Hindu Budha Bumu Sagandu untuk ikut berpartisipasi. Fatwa sesat oleh Majlis Ulama Indonesia (MUI), pada tahun 2007 pernah dilayangkan kepada Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi sagandu akan aktifitasnya. Dianggap telah meresahkan masyrakat sekitar terutama Indramayu yang masyoritas baragama Islam dan ajarannya dapat berkembang pesat didaerah tersebut. Padahal keberadaan Dayak Dermayu sudah ada sejak tahun 1974, didirikan oleh Ki Takmad atau Pangeran Takmad Diningrat Gusti Alam para pengikut menyebutnya memang asli orang kelahiran Indramayu. Padahal dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari mereka pantang atau sangat dilarang untuk melakukan hal-hal dan perbuatan yang bisa merugikan orang lain, melanggar hukum dan menyakiti orang lain. Ajaran tersebut selama ini mereka terapkan dan dilaksanakan dengan tulus. Menurut pengakuan masyarakat yang selama ini hidup berdampingan dengan komunitas tersebut, mereka tidak pernah merasa terganggu atau resah dengan aktivitas dan ritual yang mereka laksanakan selama ini. Bahkan komunitas tersebut tetap bermasyarakat dengan baik di desa tersebut. (http://suket.web.id/sesatkah-komunitas-suku-dayak-hindu-budha-bumi-segandudi-indramayu.html, di akses pada tanggal 21 Maret 2011). 4
Berdasarkan
pada
pengamatan
peneliti
tentang
kehidupan
toleransi
bermasyarakat Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu Indramayu diatas, yang secara kehidupan abstrak maupun kongkrit berbeda dengan masyarakat di Indramayu khususnya dan masyarakat Jawa atau bahkan bangsa Indonesia pada umumnyan namun tetap rukun dan damai dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Bagaimana kemudian dengan konflik-konflik seperti agama di Poso yang sewaktu-waktu akan kembali meledak, perebutan lahan parkir di kota-kota besar yang tidak adanya upaya dari pemerintah daerah untuk mengaturnya. Atau bahkan yang lebih ironis ketika Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) diserang oleh Front Pembela Islam (FPI) di Tugu Monumen
Nasional
(Monas)
ketika
memperjuangkan
hak
keberadaan
Ahmadiyah, sebab Ahmadiyah telah bertentangan denga Islam. Menyadari hal diatas menarik bagi peneliti mengungkap data, bagaimana sebenarnya kehidupan komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu Indramayu dalam kesehariannya dengan masyarakat sekitar, sehingga adanya keharmonisan meski berbeda layaknya masyarakat Jawa. Karena sangat jelas bagaimana sekiranya ketika lembaga negara seperti MUI melindungi dan mengawasi ajaran agama islam bukan aliran kepercaan, justru membuat “bom waktu” bagai masyarakat Indramayu dengan keluarnya fatwa sesat sehingga kesannya MUI seolah ingin menyamankan dan harus diseragamkan berdasarkan perspektif kebenaran masing-masing.
Dan sangat disayangkan MUI tidak
kemudian bisa memberikan contoh bagi masyarakat bersikap toleran. Sehingga kehidupan bermasyarakat yang mengdepankan sikap toleransi untuk mencapai persatuan, kedamaian dan kemakmuran.
5
B. Rumusan Masalah Berpijak dari latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang dapat ditarik kemudian adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kehidupan sehari-hari komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu di desa Krimun Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu? 2. Bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat desa Krimun pada umumnya? 3. Bagaimana hubungan kehidupan sehari-hari antara Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu Indramayu dengan masyarakat sekitar ? 4. Hal-hal apakah yang dilakukan oleh Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu maupun masyarakat desa Krimun untuk mencapi kehidupan yang harmonis ?
C. Tujuan Penelitian Perbedaan bukanlah embrio utama terjadinya pertikayan yang berujung pada konflik, apabila kita memandangnya dengan kaca mata bijak. Demikian pula kehidupan yang ingin dijalani oleh komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu dengan masyarakat sekitarnya yang memendang sebuah keberbedaan adalah sebuat rahmat, yang menempatkan diri meraka sebagai unsur bangsa Indonesia yang pluralis. Adapun tujuan dari penulisan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat Komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu Indramayu dalam Perspektif Pendidikan Kawarganegaraan adalah sebagai berikut:
6
1. Untuk mengetahui kehidupan sehari-hari komunitas Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu di desa Krimun Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. 2. Untuk mengetahui kehidupan sehari-hari masyarakat desa Krimun pada umumnya. 3. Untuk mengetahui Bagaimana hubungan kehidupan sehari-hari antara Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu Indramayu dengan masyarakat sekitar. 4. Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Suku Dayak Hindu Budha Bumi Sagandu dengan masyarakat desa Krimun untuk mencapi kehidupan yang harmonis.
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memberikan gambaran kehidupan berbangsa yang harmonis penuh dengan sikap toleransi, menghargai perbedaan tidak kemudian selalu mengedepanka ego. Sehingga dalam hal ini kegunaan penelitian yang diharapkan adalah : 1. Secara teoritis Penelitian ini diharapkan berguna untuk memperkaya perbendaharaan mengenai toleransi, yang juga sangat bermanfaat untuk pembelajaran di Jurusan Civic Hukum/PKn, karena didalam jurusan PKn terdapat mata kuliah yang berhubungan dengan sikap toleransi. Penelitian ini juga dapat menambah referensi jurusan Civic Hukum/PKn mengenai perbedaan. 2. Secara praktis a. Bagi penulis, sebagai bahan masukan untuk dapat mengimplementasikan sikap toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. 7
b. Bagi mahasiswa kegunaan dari penelitian ini adalah untuk menumbuhkan sikap yang mencerninkan seorang mahasiswa (kaum intlektual) akan menghargai dan memandang sebuah perbedaan adalah rahmat. c. Bagi Perguruan Tinggi untuk lebih intens lagi terhadap isu pertikaian sehingga berujung pada konflik yang bersumber pada perbedaan. d. Bagi peneliti berikutnya untuk memberikan referensi, pengetahuan, serta teori mengenai sikap toleransi, agar nantinya akan sangat berguna dalam menambah wacana pada peneliti selanjutnya. E. Batasan Istilah Penegasan istilah dalam hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menginterprestasikan istilah-istilah yang terdapat dalam judul skripsi, maka perlu diberikan penegasan istilah sebagai berikut: 1. Toleransi dalam kehidupan bermasyarakat adalah adanya sikap saling menghormati dan menghargai antara pemeluk agama dan tidak membedabedakan suku, ras atau golongan 2. Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu Indramayu berpusat tidak jauh dari Pantai Eretan Wetan, di sepanjang lajur sebelah kanan jalan by pass dari arah Jakarta ke Cirebon (jalur Pantura), diKampung Segandu, Desa Krimun, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu.
Secara
penampilan
keseharian Suku dayak sangat berbeda denga masyarakat pada umumnya, nanum bersosialisasi baik dengan orang lain. 3. Perspektif utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, Indonesia yang dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Dalam proses pembinaan masyarakat terhadap pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila dalam wawasan kebangsaan 8
pada seluruh komponen bangsa, dibentuk agar berwawasan kebangsaan serta berpola tatalaku secara khas yang mencerminkan, menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab yang berlandaskan Pancasila.
9