1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berkembang yang kaya akan sumber daya alamnya
yang melimpah dan berusaha untuk membangun serta meningkatkan kualitas negara terutama dalam sektor perekonomian. Pemerintahan Indonesia dalam upaya meningkatkan kualitas negara dalam sektor ekonomi tersebut, yaitu dengan menghimpun dana sebesar-besarnya baik pada masyarakat Indonesia maupun pada negara-negara asing. Sebagai salah satu wujud nyata dalam meningkatkan perkembangan perekonomian negara, maka dibentuklah suatu pasar ekonomi yang lebih dikenal dengan sebutan Pasar Modal. Pasar modal di Indonesia masih tergolong baru sebagaimana umumnya pasar modal pada negara yang sedang berkembang apabila dibandingkan dengan negaranegara lain yang sudah maju. Dimana dibentuknya pasar modal ini dimaksudkan untuk menjadi wahana dalam memenuhi pembiayaan pembangunan tersebut. Fungsi strategis dan pentingnya pasar modal tersebut membuat pemerintah semakin mengedepankan perkembangan pasar modal, karena memiliki potensi yang besar dalam menghimpun dana secara massif, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbesar volume kegiatan pembangunan. Pasar modal, dalam pengertian klasik diartikan sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi atau
2
efek-efek pada umumnya. Pengertian pasar modal sebagaimana pasar umum yaitu merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli, tetapi pasar modal berbeda dengan pasar konkret. Dalam pasar modal yang diperjualbelikan adalah modal atau dana.1 Hugh T. Patrick dan U Tun Wai, sebagaimana dikutip Abdulbasith Anwar membedakan tiga arti pasar modal, yaitu pasar modal dalam arti luas, dalam arti menengah dan dalam arti sempit: ”Pasar modal dalam arti luas adalahkeseluruhan sistem keuangan yang terorganisir, termasuk bank-bank komersil dan semua perantara di bidang keuangan, surat berharga/klaim panjang pendek primer dan yang tidak langsung. Pasar modal dalam arti menengah adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkatkredit (biasanya berjangka lebih dari satu tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotik tabungan dan deposito berjangka. Pasar modal dalam arti sempit adalah tempat pasar uang terorganisir yang memperdagangkan saham dan obligasi dengan menggunakan jasa makelar dan Underwriter”.2 Adapun pengertian Pasar Modal menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 angka 13 adalah ”kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.” Dengan demikian Undang-undang Pasar Modal dalam memberi artipasar modal tidak
1
Sumantoro, 1990, Pengantar tentang Pasar Modal di Indonesia, Cetakan Pertama, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 9. 2 Hugh T. Patrick, U Tun Wai, Stock and Bond Issues and Capital Market in Less Developed Countries, dalam Abdulbasith Anwar, 1990, Pasar Modal, artikel bonus pada Manajemen dan Usahawan Indonesia, No. 9 Tahun XIX, September, h.12.
3
memberi suatu definisi secara menyeluruh melainkan lebih menitikberatkan kepada kegiatan dan para pelaku dari suatu pasar modal.3 Dalam perjalanannya, pasar modal Indonesia sempat mengalami pasang surut. Bahkan, Pemerintah Indonesia juga sempat membekukan kegiatan pasar modal dikarenakan Perang Dunia I dan II, kebijakan nasionalisasi Pemerintah Indonesia pada tahun 1956. Pembekuan terhadap kegiatan pasar modal di Indonesia cukup lama yaitu sampai dengan pada tahun 1977, dimana kegiatan pasar modal tersebut baru dibuka kembali setelah perancangan orde pembangunan. Seiringan dengan kian gencarnya pemerintah dalam melakukan pembangunan, keberadaan pasar modal kini dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Diperkirakan pertumbuhan tersebut akan terus meningkat dan dianggap menjadi suatu momentum yang tepat untuk menghidupkan kembali pasar modal. Dengan menghidupkan kembali pasar modal tersebut, maka diharapkan dapat menggerakan potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan sekaligus dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan demokratisasi ekonomi.4 Dari tahun ke tahun pemerintah Indonesia terus mendorong peningkatan kemajuan pasar modal yang modern dan setara dengan yang ada di negara-negara lain, dan pasar modal mencapai perkembangan puncaknya pada awal tahun 1990-an. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin me mbaik dengan berkembangnya pasar modal yang terus meningkat, meskipun sempat terjadi krisis ekonomi. Namun 3
Munir Fuady, 2001, Pasar Modal Modern: Tinjauan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.11. M. Irsan Nasarudin, Indra Surya, Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, 2011, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Cetakan Ketujuh, Kencana, Jakarta, h. 2. 4
4
saat ini pasar modal Indonesia diharapkan mampu memainkan perannya secara optimal sebagai alternatif pembiayaan bagi dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi masyarakat5. Pada awal tahun 1995 mulai muncul peraturan yang mengatur mengenai pasar modal, dimana peraturan pertama pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Dalam peraturan tersebut terdapat suatu Badan yang memiliki kewenangan yang multifungsi, yaitu sebagai regulator, pengelola bursa efek, pengawas pihak-pihak yang terlibat dan pelaksana kegiatan di bidang pasar modal, melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan menjatuhkan sanksi. Badan tersebut di dalam Undang-Undang Pasar Modal disebut sebagai Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). 6 Bapepam sebagai suatu badan dalam pasar modal pada awalnya merupakan badan tertinggi yang mana seluruh kewenangan dalam penyelenggaraan, pengawasan dan pertanggungjawaban mengenai pasar modal berada di bawah kewenangannya. Namun dalam perkembangannya saat ini munculah suatu Lembaga yang memiliki fungsi serta kewenangan yang melebihi dari Bapepam dalam memberikan pengawasan terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor pasar modal. Lembaga tersebut dikenal dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
5
Herwidayatmo, 2000, Dampak Krisis Ekonomi Bagi Perkembangan Pasar Modal Indonesia, makalah disampaikan pada Stadium Generale Magister Manajemen Universitas Sahid, Jakarta, 20 Maret , h. 4 6 M. Irsan Nasarudin, op.cit. h. 2-3
5
Peraturan OJK diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut Undang-Undang OJK). Dengan lahirnya peraturan mengenai OJK ini maka kewenangan Bapepam tidak lagi menjadi lembaga tertinggi dalam sektor pasar modal. Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 6 Undang-Undang OJK yang mana menyatakan : “OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; b. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya”. Ketentuan dari Pasal 6 huruf b tersebut dengan jelas dapat dilihat bahwa, OJK merupakan lembaga yang bertugas dalam memberikan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal. Oleh karena itu lembaga OJK merupakan lembaga yang memiliki kewenangan lebih tinggi dibandingkan dengan Bapepam. Meskipun demikian, keberlakuan OJK sebagai suatu lembaga yang memberikan pengawasan terhadap seluruh kegiatan di sektor pasar modal tidak membuat fungsi Bapepam dalam pasar modal menjadi lebih sempit dan terbatas. OJK memang memiliki tugas untuk mengawasi seluruh kegiatan jasa keuangan di pasar modal, namun tidak hanya sebatas itu saja karena OJK juga bertugas untuk memberikan pengawasan pada seluruh kegiatan di dalam sektor keuangan. Hal tersebut didukung dengan adanya ketentuan Pasal 55 UU OJK yang menyatakan bahwa, tugas, wewenang, pengaturan dan pengawasan keuangan telah beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga keuangan ke OJK. Meskipun demikian Bapepam sebagai suatu badan masih memiliki
6
fungsi yang sama yaitu memberikan pengawasan berjalannya kegiatan pasar modal, namun pertanggunggajawabannya tetap ditujukan pada OJK. Pasar modal di Indonesia dapat berupa Bursa Efek, dimana dalam pengertiannya tercantum dalam ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pasar Modal yang menyatakan : “Bursa Efek adalah Pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli Efek Pihak Pihak lain dengan tujuan memperdagangkan Efek di antara mereka”. Dalam pengertian bursa efek tersebut terdapat hal-hal yang digunakan sebagai alat atau barang untuk melakukan penawaran jual beli yang memiliki dampak positif untukt meninggatkan perekonomian negara. Dimana hal tersebut disebut dengan Efek. Efek dalam pengertiannya dicantumkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Pasar Modal yang menyatakan, “Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial , saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek”. Selain memberikan dampak positif dalam perekonomian, pasar modal juga menimbulkan dampak negatif seperti adanya pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam kegiatan pasar modal tersebut. Dimana pelanggaran-pelanggaran tersebut dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang mungkin dialami oleh beberapa pihak. Dalam melakukan suatu kegiatan di bidang pasar modal ini terdapat suatu perjanjian dimana perjanjian tersebut merupakan suatu kontrak yang dilakukan oleh perusahaan dengan calon nasabahnya. Perjanjian merupakan hal yang sangat penting
7
yang harus dilakukan sebelum terjadinya suatu kesepakatan. Pengertian perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang tercantum pada ketentuan Pasal 1313 menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu persetujuan yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih”. Kontrak adalah bagian dari bentuk suatu perjanjian. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa pengertian perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1313 KHUPdt adalah sangat luas, maka kontrak dapat menjadi bagian dari suatu perjanjian. Akan tetapi yang membedakan kontrak dengan perjanjian adalah sifatnya dan bentuknya. Kontrak lebih besifat untuk bisnis dan bentuknya perjanjian tertulis. Kontrak memiliki suatu hubungan hukum oleh para pihak yang saling mengikat, maksudnya adalah antara pihak yang satu dan dengan yang lainnya saling mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut, pihak yang satu dapat menuntut sesuatu kepada pihak yang lain, dan pihak yang dituntut berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut apabila melakukan suatu pelanggaran yang tidak sesuai dengan isi dari kontrak tersebut. Adanya isu di dalam masyarakat yang mana menyebutkan banyaknya terjadi tindakan-tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak perusahaan penyelenggara pasar modal dalam menjalankan usahanya. Tindakan tersebut merupakan suatu dalih bagi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan membuat perusahaan tersebut dapat bertahan, meskipun banyak menimbulkan adanya pihak-pihak yang dirugikan. Perusahaan-perusahaan penyelenggara pasar modal yang melakukan suatu pelanggaran dalam menjalankan usahanya yang tidak jarang melakukan kejahatan
8
seperti misalnya, penipuan, manipulasi pasar, bahkan adanya kejahatan insider trading. Namun pada pelaksanaan kegiatan pasar modal tersebut dengan adanya kejahatan-kejahatan yang terjadi, pihak perusahaan yang mana merupakan perusahaan yang dapat memberikan suatu penawaran umum dalam melakukan transaksi antara pihak perusahaan dengan calon nasabah mengantisipasi apabila terjadinya suatu pelanggaran atau kejahatan yang disebabkan oleh orang dalam ataupun pihak perusahaan itu sendiri baik diketahui maupun tidak diketahui oleh calon nasabah dengan membuat suatu perjanjian tersebut. Suatu perjanjian yang dilakukan dan ditawarkan oleh pihak prusahaan publik tersebut kepada calon nasabahnya biasanya merupakan suatu kontrak yang diberikan dengan bentuk perjanjian baku (standart contract) yang mana pada jenis kontrak tersebut terdapat suatu klausula eksonerasi. Klausula eksonerasi merupakan suatu klausula dalam perjanjian yang dapat membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu tuntutan atau tanggung jawab. Secara sederhana, klausula eksonerasi ini diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban atau tanggung jawab dalam perjanjian. Adanya suatu perjanjian baku yang mengandung adanya klausula eksonerasi ini dimanfaatkan dengan baik oleh pihak perusahaan untuk tetap melakukan kegiatan dalam pasar modal meskipun terdapat kecurangan atau kejahatan-kejahatan yang dilakukan baik diketahui maupun tidak diketahui oleh calon nasabah. Dengan adanya klausula eksonerasi ini maka dapat menghilangkan hak dari nasabah dan lebih
9
menguntungkan pihak perusahaan yang merupakan pembuat dari adanya suatu perjanjian tersebut. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya perjanjian atau kontrak yang telah dilakukan, yaitu dengan uang nasabah yang hendak ditanamkan dalam perusahaan pasar modal, akan tetapi uang nasabah tersebut tidak benar-benar digunakan sebagaimana mestinya, melainkan perusahaan mengontrol segala sesuatunya agar terlihat bahwa perusahaan memang benar-benar menjalankan kegiatan pasar modal yang mana pada kenyataannya perusahaan tersebut memanipulasi keadaan sehingga uang yang tadinya ditanamkan oleh nasabah hanya berputar di dalam perusahaan semata dan transaksi yang dilakukan tersebut hanyalah transaksi semu. Pada kenyataannya hal tersebut tentu hanya diketahui oleh pihak perusahaan dan tidak diberitahukan oleh calon nasabahnya, maka dari itu dengan adanya perjanjian atau kontrak baku yang mengandung suatu klausula eksonerasi tersebut sangat dimanfaatkan oleh pihak perusahaan untuk melepas tanggung jawab apabila terjadinya suatu kerugian terhadap nasabah. PT. Victory International Futures merupakan perusahaan yang bergerak di bidang investasi dengan fokus produk investasi di forex, index futures, dan precious metal, dengan dukungan dan pemanfaatan media internet sebagai jalur transaksi yang berkantor pusat di Surabaya, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2003, yang mana perusahaan tersebut juga berfokus pada layanan keuangan bagi nasabah internasional yang mengharapkan layanan nasabah secara personal dan luar biasa dengan peralatan dan perangkat lunak perdagangan yang tidak tertandingi. PT.
10
Victory International Futures memiliki izin usaha yang legal dimana perusahaan ini juga berada dalam pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi yang selanjutnya disebut Bappebti, PT. Bursa Berjangka Jakarta yang selanjutnya predisebut BBJ, PT. Kliring Berjangka Indonesia yang selanjutnya disebut KBI, PT. Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, dan yang terakhir adalah ISI Clearing House.7 Bappebti dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, merupakan satu unit Eselon I di bawah Kementerian Perdagangan. Bappebti bertugas melaksanakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan kegiatan perdagangan berjangka serta pasar fisik dan jasa sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Kementerian dan badan hukum lainnya. Selanjutnya, BBJ memiliki tugas utama yaitu menjadi fasilitator bagi para anggotanya agar dapat bertemu dan bertransaksi dalam kontrak berjangka. Harga ditentukan melalui metode elektronik, berdasarkan interaksi efisien antara permintaan dan persediaan dalam sebuah sistem perdagangan. Dilanjutkan dengan KBI, dimana KBI adalah perusahaan milik pemerintah. KBI menjalankan kliring, penjaminan penyelesaian transaksi kontrak berjangka, dan kontrak derivatif lain yang didaftarkan anggotanya yang terdapat di Foreign Exchange Futures, dan menangani fungsi administrasi atas resi gudang dan derivatifnya.
7
Victory International Futures, 2014, “Victory http://www.vifcorps.com/, diakses tanggal 20 Januari 2016
International
Futures”,
URL
:
11
Selanjutnya, PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia yang hadir untuk melayani kepentingan ekonomi regional yang mendasari pusat perdagangan global untuk berbagai komoditi lokal termasuk Minyak Kelapa Sawit Mentah, Batubara, Gas Alam, Kopi dan Timah. Visi PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia adalah untuk menyediakan tempat bagi para pelaku pasar memperdagangkan produk komoditi global dan regional dalam wilayah waktu Asia, sekaligus memperbolehkan pelaku pasar untuk mengurangi risiko dan memfasilitasi proses pembentukan harga secara efisien, dan yang terakhir adalah ISI Clearing House. ISI Clearing House ditunjuk sebagai lembaga penjamin kliring untuk Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia dan bertanggung jawab atas semua aktivitas kliring dan penyelesaian aset. ISI Clearing House beroperasi di bawah standar internasional untuk manajemen risiko, pembatasan, dan penyelesaian aset. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa PT. Victory International Futures merupakan perusahaan yang bergerak di bidang investasi yang mana perusahaan tersebut juga dapat disebut sebagai Perusahaan Pialang. Perusahaan Pialang atau dapat disebut Broker Anggota Bursa (AB), adalah pihak yang membantu nasabah untuk melakukan pembelian atau penjualan efek di bursa.8 Berkaitan dengan kegiatan usaha pada PT. Victory International Futures ini maka nasabah tersebut merupakan subjek yang sangat penting dalam berlangsungnya kegiatan investasi pada perusahaan.
8
Bappebti, 2012, “Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi)”, URL : http://www.bappebti.go.id/id/home#, diakses tanggal 21 Januari 2016
12
Nasabah sesungguhnya lebih dikenal sebagai pengguna jasa yang terkait dengan lembaga perbankan, namun dalam hal ini nasabah juga dapat diartikan berbeda selain sebagai pengguna jasa pada lembaga perbankan yaitu seperti pengguna jasa pada perusahaan pialang seperti PT. Victory International Futures. Istilah nasabah yang digunakan pada PT. Victory International Futures juga dapat diartikan sebagai investor, dimana seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa PT. Victory International Futures ini bergerak di bidang investasi. Dalam PT. Victory International Futures, seseorang dikatakan sebagai nasabah apabila seseorang telah melakukan pemembelian atau penjualan produkproduk investasi di forex, index futures, dan precious metal, sehingga pada PT. Victory International Futures nasabah merupakan subjek yang sangat penting dalam berlangsungnya kegiatan investasi di dalam perusahaan. Dalam PT. Victory International Futures ini apabila seseorang telah melakukan pembelian produkproduk investasi tntunya akan terikat pada suatu perjanjian. Perjanjian yang dikeluarkan dari PT. Victory International Futures kepada nasabahnya merupakan suatu perjanjian baku (standar) yang mana di dalamnya mengandung klau sula eksonerasi. Klausula eksonerasi tersebut dapat ditemui didalam perjanjian nasabah yang dibuat oleh PT. Victory International Futures yang bergerak dalam kegiatan perdagangan berjangka Didalam perjanjian nasabah tersebut, terdapat klausulaklausula yang melepas tanggungjawab perusahaan ketika pihak nasabah mengalami kerugian, sebagai contoh apabila perdagangan sewaktu-waktu dihentikan oleh pihak
13
yang memiliki otoritas seperti Bappebti, BBJ, KBI, PT Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia, dan ISI Clearing House tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada nasabah atas posisi terbuka yang masih dimiliki oleh nasabah pada saat perdagangan tersebut dihentikan, maka akan diselesaikan berdasarkan pada peraturan yang dikeluarkan dan ditetapkan oleh pihak otoritas tersebut, dan semua kerugian serta biaya yang timbul sebagai akibat dihentikannya transaksi oleh pihak otoritas perdagangan tersebut, menjadi beban dan tanggung jawab nasabah sepenuhnya. Sehingga dari klausula tersebut dapat terlihat apabila adanya kerugian yang timbul menjadi tanggungjawab nasabah. Berdasarkan latar belakang tersebut, akan dilakukan suatu penelitian hukum dengan mengambil judul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dengan Adanya Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku (Standar) Pada PT. Victory International Futures” dalam bentuk skripsi. 1.2
Rumusan Masalah Adapun premasalah yang akan peneliti bahas dalam karya ini, diantaranya
adalah : 1. Bagaimanakah akibat hukumnya dengan adanya klausula eksonerasi dalam suatu perjanjian baku (standar) yang melibatkan nasabah dengan PT. Victory International Futures? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap nasabah dalam perjanjian baku (standar) yang melibatkan nasabah dengan PT. Victory International Futures?
14
1.3
Ruang Lingkup Masalah Didalam penelitian suatu karya tulis yang bersifat ilmiah maka diperlukan
batas dalam bahasan masalahnya agar dalam proses penelitiannya materi yang diuraikan tersebut dapat terurai dengan alur yang runtut dan sistematis, sehingga jawaban dari pemecahan masalahnya dapat bersifat efektif dan efisien. Hal ini bertujuan agar nantinya memudahkan para pembaca untuk mengetahui maksud dari dibuatnya karya tulis ini, serta maksud yang dimiliki oleh peneliti agar tetap dapat tersampaikan secara jelas. Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah peneliti paparkan sebelumnya, maka obyek kajian penelitian ilmiah ini yaitu mengenaiakibat adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian dan perlindungan hukum terhadap nasabah yang mengalami kerugian serta pertanggungjawaban perusahaan pialang terhadap nasabah. 1.4
Orisinalitas Sejuah ini penelitian tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah
Dengan Adanya Klausula Eksonerasi Dalam Perjanjian Baku (Standar) Pada PT. Victory International Futures” belum pernah dilakukan, fakta ini diperoleh dengan observasi di ruang koleksi skripsi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana, secara spesifik tidak ada penelitian yang mengangkat mengenai Pasar Modal.
15
Untuk penelitian sejenis yang serupa dengan penelitian yang diajukan, akan peneliti jabarkan dalam tabel berikut ini : NO.
PENULIS
JUDUL
RUMUSAN
KETERANGAN
MASALAH 1.
Sri Agustina
Skripsi :
1. Bagaimana
Rejeki
Perlindungan
Peranan Prospektus memperoleh
Silalahi
Hukum
dalam Transaksi
Sarjana
Terhadap
Efek di Pasar
(S.H.) di Universitas
Investor Akibat
Modal?
Sumatra Utara, pada
Prospektus Yang 2. Bagaimana
Ditulis
tahun
untuk gelar Hukum
2008,
yang
Menyesatkan
Prospektus yang
mana pada intinya
Dalam Transaksi
Menyesatkan di
skripsi ini menulis
Efek Di Pasar
Pasar Modal?
mengenai
Modal
3. Bagaimana
perlindungan hukum
Perlindungan
terhadap
Hukum Terhadap
akibat
Investor akibat
yang
Prospektus yang
dalam
Menyesatkan
Pasar Modal.
dalam Transaksi Efek di Pasar
investor prospectus
menyesatkan transaksi
16
Modal? 2.
Made Dwi
Tesis :
Juliana, S.H.
Perlindungan
tindakan tippee
memperoleh gelar
Hukum Bagi
dalam insider
Magister
Investor
trading pada
Kenotariatan
Terhadap
perdagangan saham
(M.Kn.) di Magister
Tindakan Tippee
di Indonesia?
Kenotariatan
Yang
1. Bagaimanakah
2. Bagaimanakah
Ditulis untuk
Universitas
Melakukan
perlindungan
Udayana, pada
Insider Trading
hukum bagi
tahun 2015, yang
Dalam
investor bila terjadi
mana pada intinya
Perdagangan
insider trading oleh
tesis ini menulis
Saham
tippee dalam
mengenai
kegiatan pasar
perlindungan
modal?
hukum bagi investor terhadap tindakan tippee yang melakukan insider trading
17
1.5
Tujuan Penelitian Dalam setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan
adanya tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.5.1
Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui akibat
adanya klausula eksonerasi dalam perjanjian dan perlindungan hukum serta pertanggung jawaban perusahaan pialang terhadap nasabah yang merasa dirugikan. 1.5.2
Tujuan Khusus Adapun tujuan penelitian yang hendak peneliti capai adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui akibat adanya klausula eksonerasi di dalam perjanjian baku (standar). 2. Untuk mengetahui apa saja perlindungan hukum yang didapat atau diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan. 3. Untuk
mengetahui
pertanggungjawaban
perusahaan
yang
telah
mengakibatkan adanya nasabah yang merasa dirugikan. 1.6
Manfaat Penelitian Dengan penelitian mengenai perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan
dan pertanggungjawaban yang diberikan akibat terjadinya pelanggaran dalam pasar
18
modal sebagaimana telah disinggung di atas, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1.6.1
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang lebih baik
kepada seluruh masyarakat di Indonesia bahwa untuk masalah yang terjadi dalam kegiatan pasar modal di Indonesia. 1.6.2
Manfaat Praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
para praktisi hukum, pemerintah, OJK, Bapepam, Bappebti serta para pelaku kegiatan pasar modal dan seluruh masyarakat Indonesia agar dapat mewujudkan harapan semua pihak, khususnya bagi para pihak yang merasa dirugikan dalam kegiatan pasar modal. 1.7
Landasan Teori
1.7.1
Teori Perlindungan Hukum Teori Perlindungan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai
ketentuan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234, selanjutnya disebut UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) yang menentukan bahwa : Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
19
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Pengertian perlindungan hukum dikaitkan dengan asas-asas materi muatan perundang-undangan melekat dalam asas pengayoman. Hal ini disebabkan karena kata perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang. Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar hak-haknya sebagai seorang warga Negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain Teori Perlindungan Hukum menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan,
pemahaman
mengenai
Teori
Perlindungan hukum menurut Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra yang berpendapat
20
bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.9 Dengan demikian menurut Teori Perlindungan hukum ini bahwa perlindungan hukum harus bersifat adaptif dan fleksibel serta adaptif dan antisipatif. Adaptif dan fleksibibel berarti harus selalu sesuai dengan perkembangan kondisi dan situasi. Adaptif serta fleksibel mengandung arti bahwa hukum harus dapat membuka kemungkinan akan dapat memberikan perlindungan apabila timbul tindakan yang merugikan pihak-pihak tertentu. 1.7.2
Teori Pertanggunngjawaban Hukum Suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep
tanggungjawab
hukum
(liability).
Seseorang
dikatakan
secara
hukum
bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Normalnya, dalam kasus sanksi dikenakan terhadap deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut harus bertanggungjawab. Dalam kasus ini subyek resposibility dan subyek kewajiban hukum adalah sama. Menurut teori tradisional, terdapat dua macam pertanggungjawaban yang dibedakan, yaitu pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility)10. Hukum primitif melihat bahwa hubungan antara perbuatan dan efeknya tidak 9
Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, 1993, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rusdakarya, h.
118. 10
Hans Kelsen, 1967, Pure Theory Of Law. Translation from the Second (Revised and Enlarged) German Edition. Translated by: Max Knight. Berkeley, Los Angeles, London: University of California Press, h. 119.
21
memiliki kualifikasi psikologis. Apakah tindakan individu telah diantisipasi atau dilakukan dengan maksud menimbulkan akibat atau tidak adalah tidak relevan. Adalah cukup bahwa perbuatannya telah membawa efek yang dinyatakan oleh legislator sebagai harmful, yang berarti menunjukkan hubungan eksternal antara perbuatan dan efeknya. Tidak dibutuhkan adanya sikap mental pelaku dan efek dari perbuatan tersebut. Pertanggungjawaban semacam ini disebut dengan pertanggungjawaban absolut. Teknik hukum terkini menghendaki suatu pembedaan antara kasus ketika tindakan individu telah direncanakan dan dimaksudkan untuk efek tertentu dari perbuatan tersebut dan kasus ketika tindakan seorang individu membawa akibat harmful tanpa direncanakan atau dimaksudkan demikian oleh pelaku. Ide keadilan individualis mensyaratkan bahwa suatu sanksi harus diberikan kepada tindakan individu hanya jika harmful effect dari perbuatan tersebut telah direncanakan dan dimaksudkan demikian oleh individu pelaku, dan maksud tersebut merupakan perbuatan terlarang. Akibat yang oleh legislator dianggap sebagai harmful mungkin secara sengaja dilakukan oleh individu tanpa maksud menyakiti individu lain. Sebagai contohnya, seorang anak mungkin membunuh ayahnya yang sakitnya tidak sembuh-sembuh dengan tujuan untuk menghentikan penderitaan. Maka maksud anak atas kematian ayahnya tersebut adalah bukan tindakan yang terlarang (malicious). 11 Prinsip pemberian sanksi terhadap tindakan individu hanya karena akibat perbuatan tersebut telah direncanakan dan dengan maksud yang salah tidak sepenuhnya diterima dalam
11
Kelsen, Hans, 1961, General Theory of Law and State. Translated by: Anders Wedberg. New York: Russell & Russell, h. 65.
22
hukum modern. Individu secara hukum bertanggungjawab tidak hanya jika secara obyektif harmful effect dilakukan secara terlarang, tetapi juga jika akibat perbuatan tersebut telah dimaksudkan walaupun tanpa niat yang salah, atau jika akibat tersebut terjadi tanpa adanya maksud atau direncanakan oleh individu pelaku. Namun sanksinya mungkin berbeda dalam kasus yang berbeda-beda. Suatu sikap mental deliquent tersebut, atau disebut mens rea, adalah suatu elemen delik. Elemen ini disebut dengan terma kesalahan (fault) (dalam arti lebih luas disebut dolus atau culpa). Ketika sanksi diberikan hanya terhadap delik dengan kualifikasi psikologis inilah disebut dengan pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (responsibility based on fault atau culpability). Dalam hukum modern juga dikenal bentuk lain dari kesalahan yang dilakukan tanpa maksud atau perencanaan, yaitu kealpaan (negligance). Kealpaan adalah suatu delik omisi, dan pertanggungjawaban terhadap kealpaan lebih merupakan pertanggungjawaban absolut dari pada culpability. 1.7.3
Asas Itikad Baik Dalam Perjanjian Asas itikad baik dalam bahasa hukumnya disebut de goedetrow. Asas ini
berkaitan dengan pelaksanaan suatu perjanjian. Mengenai asas itikad baik ini, terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menentukan “ persetujuanpersetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik dapat dibedakan dalam pengertian subjektif dan objektif. Itikad baik dalam segi subjektif, berarti kejujuran. Hal ini berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian. Artinya sikap batin seseorang pada saat dimulainya suatu perjanjian itu
23
seharusnya dapat membayangkan telah dipenuhinya syarat-syarat yang diperlukan. Itikad baik dalam segi objektif, berarti kepatuhan, yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatuhan dan kesusilaan. 1.7.4
Prinsip Keterbukaan Pengertian Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan
emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk pada undang undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap putusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut. Sedangkan informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pda bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pembeli atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Dan mengenai perusahaan terbuka sebagai mana dijelaskan dalam peraturan Bapepam LK nomor IX.H.1 tentang pengambilalihan perusahaan terbuka, angka 1 huruf a. adalah perusahaan publik atau perusahaan yang telah melakukan penawaran umum saham atau efek bersifat ekuitas lainnya.12 Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti dalam pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa dari pasar modal itu sendiri. Keterbukaan informasi merupakan salah
12
Pompe, Sebastian & Reksodiputro, Marjono, 2010, Ikhtisar Ketentuan Pasar Modal, The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP), Jakarta, h. 25
24
satu karakteristik khusus yang dikenal dalam bidang pasar modal. Di dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengamanatkan kepada setiap pelaku kegiatan pasar modal terutama pada Emiten dan/atau Perusahaan Publik agar senantiasa menjalankan prinsip keterbukaan dalam menjalankan kegiatan pasar modal dengan baik. Yang mana pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut dapat diimplementasikan melalui penyampaian informasi atau fakta material terkait usaha atau efeknya. Hal tersebut juga dapat dijadikan suatu pertimbangan bagi nasabah untuk melakukan penanaman modal di suatu perusahaan tertentu, sehingga secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan efek. Dalam perjalanannya emiten dan atau perusahaan publik pasti melakukan bentuk-bentuk aksi korporasi (Corporate Action). Aksi korporasi tersebut baik berupa pembagian deviden, penerbitan saham bonus, dan lain sebagainya. Bapepam LK dan Bursa Efek telah mengatur agar dalam menjalankan aksi korporasinya emiten dan/atau perusahaan publik tetap memperhatikan prinsip keterbukaan guna mencegah adanya
kerugian
bagi
pemangku
kepentingan (stakeholders).
Kepatuhan
melaksanakan prinsip keterbukaan merupakan kunci utama dalam menciptakan pasar modal yang adil dan efisien. Prinsip keterbukaan menjadi persoalan yang sangat penting di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Penegasan dan pengertian mengenai prinsip keterbukaan juga telah ditentukan dalam ketentuan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang mana menyatakan :
25
“Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undangundang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.” Tujuan dari prinsip keterbukaan ini perlu dilakukan untuk menciptakan efisiensi dalam transaksi efek agar dapat memberikan informasi secara transparan, adil, dan bijaksana. Tanpa kewajiban keterbukaan ini mustahil tercipta pasar efisien. Keterbukaan dalam transaksi efek menyangkut seluruh informasi mengenai keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen, dan harta kekayaan perusahaan yang akan melakukan emisi saham di bursa. 1.8
Metode Penelitian Di dalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya harus menggunakan metode-
metode ilmiah dalam penelitiannya. Dengan demikian, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : 1.8.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah jenis penelitian
hukum empiris yang berari penelitian hukum ini akan berdasarkan pada efektifitas hukum di dalam masyarakat13.Dalam penelitian ini yang akan dipelajari dan diteliti secara mendalam adalah bagaimana law in action di dalam perjanjian yang mengandung klausula eksonerasi. Akibat dari diadakannya penelitian dengan menggunakan jenis penelitian empiris ini yaitu jawaban dari rumusan masalah yang 13
Bambang Sunggono, 1996, Metode Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 43.
26
telah penulis paparkan sebelumnya akan tidak tersedia dalam sumber hukum konvensional seperti bahan-bahan hukum dan studi kepustakaan saja, tetapi ada di dalam kehidupan masyarakat yang penulis teliti langsung. 1.8.2
Jenis Pendekatan Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pendekatan PerUndang-Undangan (The Statute Approach) , Pendekatan Fakta (The Fact Approach).Pendekatan PerUndang-Undangan (The Statute Approach), adalah pendekatan dengan berdasarkan kepada perundang-undangan, norma hukum dalam hukum positif Indonesia yang berkaitan dengan Pasar Modal. Pendekatan
fakta
(The
Fact
Approach),
adalah
penelitian
dengan
mengumpulkan fakta-fakta yang terdapat langsung di lapangan yang penulis cari dan amati sendiri secara metodis untuk dijadikan bahan dalam menunjang penulisan skripsi ini. 1.8.3
Sifat Penelitian Dikarenakan penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini
adalah penelitian empiris, maka sifat penelitian karya ilmiah ini adalah deskriptif dan penelitian eksplanatoris, yang mana pada sifat penelitian deskriptif ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik atau faktorfaktor tertentu14. Dan penelitian eksplanatoris yaitu penelitian yang ingin mengetahui
14
ibid, h. 36.
27
pengaruh dan dampak suatu variable terhadap variable lainnya atau penelitian tentang hubungan atau korelasi suatu variable15. 1.8.4
Data dan Sumber Data
1. Data Primer, merupakan data yang bersumber dari pengamatan di lapangan, dalam penelitian karya ilmiah ini yaitu pada perusahaan pialang bernama PT. Victory International Futures yang mana dapat melakukan penawaran umum terhadap sautu efek kepada nasabah. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori pada lapangan. Dari pengamatan langsung ke lapangan akan diperoleh data yang relevan yang selanjutnya akan dianalisis. 2. Data Skunder, yaitu merupakan data yang bersifat kepustakaan 1.8.5
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam karya ilmiah ini menggunakan studi
dokumen, wawancara. 1. Teknik studi dokumen, digunakan untuk memperoleh data sekunder dari penelitian hukum empiris, yang mana pada teknik ini dilakukan penelitian atas bahan-bahan hukum yng relevan dengan permasalahan yang diangkat pada karya ilmiah ini. Studi dokumen dalam hukum dibedakan menjadi tiga, yaitu16 :
15
ibid. Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2009, Buku Pedoman Pengenalan Bahan Hukum, Fakultas Hukum Unud, Denpasar, h. 8. 16
28
a. Bahan hukum primer, merupakan bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti konstitusi, peraturan perundang-undangan, dan peraturan lain. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan, ialah : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Nasabah b. Bahan hukum sekunder, bahan-baan yang memberikan penjelasan atas bahan hukum primer, yakni rancangan undang-undang, hasil penelitian, buku dan artikel. c. Bahan hukum tersier, bahan-bahan yang memberikn penjelasan atas bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum 5. Teknik wawancara, adalah teknik pengumpulan data dengan bertanya langsung kepada yang diwawancarai 17 . Dalam karya ilmiah ini akan digunakan juga teknik wawancara dalam pengumpulan datanya untuk mendapatkan fakta-fakta yang terdapat pada emiten atau perusahaan pialang yaitu PT. Victory International Futures seputar permasalahn yang diangkat pada penelitian ini.
17
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Cet. IV, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 57.
29
1.8.6
Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
non probality sampling, yang bentuknya adalah quota sampling dan purposive sampling. Quota sampling adalah suatu proses penarikan sampel dengan memperhatikan sampel yang paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri tertentu yang menarik perhatian peneliti18. Dan purposive samling, yaitu penarikan sampel yang didasarkan pada tujuan tertentu dan sampel ditentukan sendiri yang mana penelitian sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memnuhi kriteria dan karakteristik yang merupakan cirri utama dari populasi19. 1.8.7
Pengolahan dan Analisa Data Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, tahap
selanjutnya adalah tahap pengolahan data. Data yang telah terkumpul secara lengkap selanjutnya diolah secara kualitatif yang artinya memilih bahan hukum yang relevan dan berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. Tahap selanjutnya adalah mengkualifikasikan dan mengumpulkan data berdasarkan kerangka penulisan secara menyeluruh yang selanjutnya data yang diklasifikasikan tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Deskriprif kualitatif adalah cara menggambarkan secara tepat tentang hal – hal yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Setelah data diolah dan dianalisa, maka akan mendapatkan suatu kebenaran yang mempunyai
18 19
Fakultas Hukum Universitas Udayana, Op.cit, h. 87. Op.cit.
30
hubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yang akan disusun secara sistematis untuk mendapatkan suatu kesimpulan.