BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi (Hardjoprakoso, 2008). Di Indonesia, setiap jam satu orang ibu meninggal. Menurut SDKI 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan nifas. penyebab kematian Ibu adalah perdarahan (28%), keracunan kehamilan (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian ibu antara lain kurang energy kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Kejadian anemia pada ibu hamil ini akan meningkatkan risiko terjadinya kematian ibu dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia. Sedangkan laporan rutin Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), keracunan kehamilan (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%) (Depkes, 2010). Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium
1
2 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11%. Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Dengan demikian dalam penyelenggaran Jaminan Persalinan semua atribut program seperti Buku KIA, partograf dan kohort menjadi kewajiban untuk dilaksanakan meskipun harus dibedakan dengan syarat kelengkapan lain (Perpu No. 2562 tahun 2011). Ibu dan anak terutama bayi baru lahir merupakan kelompok masyarakat yang rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, karena masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia dimana Angka Kematian Bayi Baru Lahir mencapai 2/3 dari total Angka Kematian Bayi (Depkes, RI 2010). Berbagai risiko kehamilan bagi seorang ibu dan bayinya dapat dikurangi secara bermakna, jika (1) Seorang ibu berada dalam kondisi sehat dan bergizi baik sebelum dan selama hamil. (2) Diperiksa kesehatannya secara teratur oleh petugas kesehatan terlatih paling sedikit empat kali selama hamil (Ante Natal Care/ANC triwulan pertama minimal satu kali, ANC triwulan kedua minimal satu kali, ANC triwulan ketiga minimal dua kali). (3) Melahirkan dibantu oleh tenaga kesehatan
3 terampil, seperti dokter, perawat, atau bidan. (4) Jika terjadi komplikasi, ibu dan bayinya dirujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih memadai (5) Ibu mendapat pelayanan kesehatan dimulai dari enam jam sampai 42 hari setelah bersalin, dan bayinya mendapatkan perawatan serta pemeriksaan pada saat lahir, pada usia 6 – 48 jam, pada usia 3 – 7 hari, dan pada usia 8 – 28 hari (Depkes, 2010). Banyak perempuan termasuk remaja puteri mendapatkan kesulitan untuk memperoleh pelayanan kesehatan berkualitas yang disebabkan oleh kemiskinan, jarak ke tempat pelayanan kesehatan, kurangnya informasi, pelayanan yang kurang memadai dan adat istiadat. Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat dan organisasi kemasyarakatan bertanggung jawab untuk mengatasi berbagai masalah ini guna menjamin bahwa perempuan menerima pelayanan kesehatan yang berkualitas yang mereka perlukan (Depkes 2010). Untuk menurunkan AKI dari 228 per 100.000 KH (2007) menjadi 102 per 100.000 KH (2015) diperlukan upaya terobosan Masih banyak ibu hamil belum memiliki jaminan pembiayaan persalinan. Hal ini menyebabkan banyak persalinan ditolong oleh tenaga non kesehatan dan dilakukan tidak di fasilitas kesehatan. Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat, Pemerintah memberikan kemudahan pembiayaan melalui Jaminan Persalinan (Kemenkes, RI, 2011). Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru
4 mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut
Jaminan
Persalinan.
Jaminan
Persalinan
dimaksudkan
untuk
menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir (Perpu No. 2562 tahun 2011). Data jumlah peserta jampersal di seluruh Indonesia yang melakukan kunjungan memanfaatkan diantaranya ibu hamil 5.060.637 orang, ibu bersalin 4.830.609 orang dan ibu nifas 4.830.609 orang. Dan sasaran jumlah peserta jamkesmas seluruh Indonesia berjumlah 73.726.290 dari total yang melakukan kunjungan yaitu 42. 812.952 orang (Profil Kesehatan Indonesia, 2011). Dan untuk data Provinsi Aceh jumlah yang menggunakan jampersal diantaranya ibu hamil 107.966 orang, ibu bersalin 103.058 orang dan ibu nifas 103.058 orang. Sedangkan yang menggunakan jamkesmas dari sasaran 2.682.285 yang melakukan kunjungan yaitu 2.656.897 orang (Profil Kesehatan Indonesia, 2011). Dampak Jampersal dalam penurunan AKI masih diuji, program ini telah meningkatkan kesadaran ibu untuk berobat ke puskesmas atau rumah sakit hingga 3-4 kali lipat. Dari sini secara asumsi terjadi penurunan kematian. Kalau dulu perdarahan, pre eklamsi dan eklamsi serta infeksi terjadi di desa tidak tertolong, kini tertolong karena terjadi di rumah sakit yang kondisinya higienis (Lusia, 2011)
5 Jampersal ditujukan untuk masyarakta yang belum mempunyai jaminan pelayanan kesehatan, dan tidak terbatas pada masyarakat miskin atau kurang mampu meski sebenarnya Jampersal adalahp perpanjangan dari Jamkesmas. Untuk data Kabupaten Pidie melalui Dinas Kesehatan didapatkan jumlah penderita rawat jalan yang menggunakan Jamkesmas yaitu sebanyak 242.610 jiwa, rawat inap berjumlah 1.132 jiwa, sedangkan yang mendapat rujukan yaitu 830 jiwa di tahun 2012. Untuk pengguna Jampersal pada tahun 2012 kunjungan ibu hamil berjumlah 5.463 orang untuk kunjungan K 1 dan K 4 berjumlah 5.227 orang, sedangkan persalinan normal 3.416 orang dan yang menerima rujukan 1.727 orang diantaranya persalinan normal 113 orang, perdarahan sebelum persalinan berjumlah 261 orang, perdarahan sesudah persalinan 257 orang, preeklamsia 53 orang, eklamsia 1 orang, infeksi 118 orang, lain-lain 14 orang orang dan seksio caesarea 910 orang untuk penggunaan Kartu Jampersal (Dinkes Pidie, 2012). Data-data di atas mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, sebelum penggunaan Jampersal (sebelum tahun 2010) dimana untuk Kabupaten Pidie jumlah persalinan diketahui sebanyak 508 orang dan tindakan sectio caesarea sebanyak 481 orang (Data BPS Pidie, 2012). Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Hubungan Pemberlakuan Jampersal terhadap Penurunan Resiko Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie”.
6 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Tidak ada hubungan perberlakuan Jampersal terhadap penurunan resiko persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
hubungan
pemberlakuan
Jampersal
terhadap
penurunan resiko persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. 2. Tujuan Khusus Untuk
mengetahui
hubungan
pemberlakuan
Jampersal
terhadap
penurunan resiko persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat memperkaya konsep teori yang menyongsong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan, khususnya pada pemberlakuan kartu Jampersal pada pelayanan kebidanan.
2. Bagi Institusi Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan masukan bagi pengelola program kesehatan untuk mengembangkan penggunaan kartu Jampersal sebagai alternative pembayaran jasa kesehatan yang diterima.
7 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Resiko Persalinan 1. Pengertian Persalinan Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi servik, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Batasan persalinan itu sendiri yaitu proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit (Depkes RI, 2007). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Prawirohardjo, 2008). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya servik dan janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan tubuh di dorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau dengan jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan atau kekuatan sendiri (Manuaba, 2005). Sedangkan Sumarah, dkk (2008) menyebutkan bahwa persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal dalam kehidupan sehari-hari, dimana kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial bagi ibu dan keluarga. Peranan ibu adalah melahirkan bayinya sedangkan peranan keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses persalinan dapat berlangsung aman baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkan. 2. Sebab-Sebab Mulainya Persalinan Sebab terjadinya partus sampai kini masih merupakan teoriteori kompleks, beberapa teori yang memungkinkan terjadinya persalinan yaitu (Sumarah, 2008): a. Teori keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteor plasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi. b. Teori penururnan progesteron
9 Vili
khorialis
mengalami
perubahan-perubahan
dan
produksi
progesteron mengalami penurunan sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin, akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu. c. Teori oksitosin internal Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas sehingga persalinan dimulai. d. Teori prostaglandin Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan. e. Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis Dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan pemicu terjadinya persalinan. f. Teori berkurangya nutrisi Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. g. Faktor lain Tekanan pada gangglion servikal dari fleksus frankenhauser yang terletak dibelakang servik, bila gangglion ini tertekan maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan.
3. Resiko Dalam Persalinan
10 Persalinan merupakan periode kritis bagi ibu dan bayinya. Setiap ibu bersalin harus ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih yaitu dokter dan atau bidan, serta merujuk kepada pelayanan spesialis jika terjadi komplikasi. Jika ibu sudah siap akan melahirkan, ia dianjurkan untuk didampingi oleh orang yang ia pilih sendiri untuk membantunya selama proses dan sesudah kelahiran. Secara khusus pendamping dapat membantu dalam tiga hal, yaitu memberi makan dan minum, membantu teknik pernafasan yang sesuai dengan tahapan proses kelahiran, serta membantu mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan sesuai dengan nasihat penolong persalinan terlatih (Depkes RI, 2010). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya angka kematian ibu adalah umur ibu, paritas, kehamilan yang tidak dikehendaki, komplikasi kehamilan seperti pendarahan, infeksi masa nifas, pre eklampsia, eklampsia, partus macet, ruptur uteri, komplikasi abortus provokatus. Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingginya AKI adalah kurangnya sarana kesehatan, penanganan medis yang tidak tepat, kurangnya tenaga kesehatan yang trampil dan kompeten serta kemiskinan yaitu (Wahyuningsih, 2009): a. Terlambat penanganan dini adanya tanda bahaya atau masalah atau faktor resiko melalui skreening antenatal pro aktif b. Terlambat mengambil keputusan oleh keluarga tentang persiapan dan perencanaan persalinan, tempat dan penolong yang sesuai dengan
11 kondisi ibu hamil di dukung dengan kesiapan mental, biaya, transportasi dan kesiapan persalinan aman c. Terlambat pengiriman dan transportasi ke pusat rujukan, mencegah keterlambatan ini bertujuan agar sampai di rumah sakit rujukan dengan keadaan ibu dan bayi masih baik d. Penanganan yang adekuat di rumah sakit rujukan, penanganan diberikan dengan segera oleh tenaga profesional secara efektif dan efisien baik dilihat dari segi waktu maupun biaya
4. Asuhan Intranatal Menurut Meilani (2009) asuhan intranatal terdiri dari: a. Standar pelayanan kebidanan 1) Asuhan saat persalinan Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai kemudian memberikan asuhan dan pemantauan yang memadai dengan memperhatikan
kebutuhan
klien
selama
proses
persalinan
berlangsung 2) Persalinan yang aman Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan pengahargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat 3) Pengeluaran plasenta dengan penegangan tali pusat Bidan melakukan penegangan talipusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap
12 4) Penanganan kala II Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II yang lama dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan diikuti dengan penjahitan perineum b. Persiapan bidan c. Persiapan rumah dan lingkungan d. Persiapan alat atau bidan kit e. Persiapan ibu dan keluarga 5. Standar Pertolongan Persalinan Standar pertolongan persalinan terdiri dari (Meilani, 2009): a. Asuhan persalinan kala I Bidan menilai secara tepat bahwa persalinan sudah mulai kemudian memberikan
asuhan
dan
pemantauan
yang
memadai
dengan
memperhatikan kebutuhan klien selama proses persalinan berlangsung b. Persalinan kala II yang aman Bidan melakukan pertolongan persalinan yang aman dengan sikap sopan dan penghargaan terhadap klien serta memperhatikan tradisi setempat c. Penatalaksanaan aktif persalinan kala III Bidan melakukan penegangan tali pusat dengan benar untuk membantu pengeluaran plasenta dan selaput ketuban secara lengkap d. Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi
13 Bidan mengenali secara tepat tanda-tanda gawat janin pada kala II lama dan segera melakukan episiotomi dengan aman untuk memperlancar persalinan
B. Konsep Jaminan Persalinan (Jampersal) 1. Pengertian Masih banyak ibu hamil belum memiliki jaminan pembiayaan persalinan. Hal ini menyebabkan banyak persalinan ditolong oleh tenaga non kesehatan dan dilakukan tidak di fasilitas kesehatan. Untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap
persalinan
yang sehat,
Pemerintah memberikan kemudahan pembiayaan melalui jaminan persalinan. Jaminan Persalinan (Jampersal) adalah jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir (Kemenkes RI, 2011). Menurut Permenkes RI (2011) Jaminan Persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB paska salin serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB paska salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu. Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Sedangkan Kemenkes RI (2011) juga menyatakan bahwa jaminan persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi
14 pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir.
2. Tujuan Menurut Warcoff (2012) tujuan jampersal adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan pelayanan nifas dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (postnatal) yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan menghilangkan
hambatan finansial dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. b. Memberikan kemudahan akses pemeriksaan kehamilan (antenatal), persalinan, dan pelayanan nifas ibu, dan bayi baru lahir yang dilahirkannya (postnatal) ke tenaga kesehatan c. Mendorong
peningkatan
pemeriksaan
kehamilan
(antenatal),
persalinan, dan pelayanan nifas ibu dan bayi baru lahir (postnatal) ke tenaga kesehatan. d. Dengan dukungan Jampersal diharapkan makin mengurangi hambatan finansial yang dihadapi masyarakat yang selama ini tidak memiliki jaminan pembiayaan persalinan, agar mereka dapat mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu di Indonesia Sedangkan Permenkes RI (2011) menguraikan tujuan jampersal sebagai berikut: a. Tujuan Umum
15 Meningkatnya akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB b. Tujuan Khusus 1) Meningkatnya
cakupan
pemeriksaan
kehamilan,
pertolongan
persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten 2) Meningkatnya cakupan pelayanan: bayi baru lahir, Keluarga Berencana pasca persalinan 3) Penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. c. Terselenggaranya
pengelolaan
keuangan
yang
efisien,
efektif,
transparan, dan akuntabel.
3. Sasaran Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah (Permenkes RI, 2011): a. Ibu hamil b. Ibu bersalin c. Ibu nifas ( sampai 42 hari pasca melahirkan)
16 d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari) Sasaran yang dimaksud diatas adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan. Agar pemahaman menjadi lebih jelas, batas waktu sampai dengan 28 hari pada bayi dan sampai dengan 42 hari pada ibu nifas adalah batas waktu pelayanan PNC dan tidak dimaksudkan sebagai batas waktu pemberian pelayanan yang tidak terkait langsung dengan proses persalinan dan atau pencegahan kematian ibu dan bayi karena suatu proses persalinan (Permenkes RI, 2011).
4. Manfaat Manfaat jampersal bagi masyarakat yaitu (Dinkes Pekalongan, 2011): a. Biaya pelayanan dijamin oleh pemerintah b. Ibu hamil akan mendapatkan pelayanan antenatal 4 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan c. Ibu bersalin akan mendapatkan pelayanan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan d. Ibu nifas akan mendapatkan pelayanan nifas 3 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan
17 e. Ibu hamil, bersalin, nifas serta bayi baru lahir yang mempunyai masalah kesehatan akan ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan yang lebih mampu (puskesmas, puskesmas mampu PONED, RS). Sedangkan manfaat pemberlakuan jampersal menurut Jamsos Indonesia (2011) adalah: a. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yaitu 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua, 2 kali pada triwulan ketiga b. Persalinan normal c. Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan d. Pelayanan bayi baru lahir normal e. Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi f. Pelayanan pasca keguguran g. Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar h. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar i. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar j. Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi k. Penanganan rujukan pasca keguguran l. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) m. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif n. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif o. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif p. Pelayanan KB pasca persalinan.
5. Kebijakan Operasional
18 Kebijakan operasional dari jampersal yaitu (Kemenkes RI, 2011): a. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas b. Kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari Jamkesmas, yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas c. Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan. d. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama
(PKS)
dengan
Tim
Pengelola
Jamkesmas
dan
BOK
Kabupaten/Kota. e. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). f. Pembayaran atas pelayanan jaminan persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di fasilitas kesehatan pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) dan fasilitas kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. g. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada
19 Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut. h. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter
praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya. i. Pelayanan
Jaminan
Persalinan
diselenggarakan
dengan
prinsip
Portabilitas, Pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian jaminan persalinan tidak mengenal batas wilayah j. Tim
Pengelola
Pusat
dapat
melakukan
realokasi
dana
antar
kabupaten/kota, disesuaikan dengan penyerapan dan kebutuhan daerah serta disesuaikan dengan ketersediaan dana yang ada secara nasional. 6. Ruang Lingkup Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan terdiri dari (Kemenkes RI, 2011): a. Pelayanan persalinan tingkat pertama Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya
20 komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas
PONED
serta
jaringannya
termasuk
Polindes
dan
Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan normal, pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir b. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di rumah sakit pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kedaruratan. Pelayanan tingkat lanjutan diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Persalinan di tingkat lanjutan meliputi: 1) Pemeriksaan kehamilan dengan resiko tinggi (resti) dan penyulit
21 2) Pertolongan persalinan dengan resti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama 3) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah
Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.
C. Hubungan Pemberlakuan Jampersal Terhadap Penurunan Faktor Resiko Persalinan Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan. Jaminan Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, (Permenkes RI, 2011). Telah banyak upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian bayi, baik program yang terkait langsung maupun yang tidak langsung. Bahkan upaya ini juga dilakukan bekerja sama dengan kementerian/lembaga
lain
seperti
BKKBN,
Kemendagri,
Kemensos,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan KPA, dan lainnya. Hanya saja, upaya ini masih harus terus ditingkatkan melalui sinkronisasi lintas program dan lintas sektor untuk percepatan capaian penurunan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Jampersal adalah program yang diluncurkan Kementerian Kesehatan untuk membantu ibu-ibu yang sedang
22 hamil agar bisa melahirkan dengan selamat. Program ini bertujuan menekan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia yang pada 2009 tercatat 228 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (Mediakom, 2012). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Dengan demikian dalam penyelenggaran Jaminan Persalinan semua atribut program seperti Buku KIA (Permenkes RI, 2011).
D. Kerangka Teoritis
Pemenkes RI, 2011 - Pemenkes RI, 2011 - Pemberlakuan Jampersal
Mediakom, 2012 - Pemberlakukan Jampersal
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
Penurunan Resiko Persalinan
23 BAB III KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Konsep Kamatian ibu juga diakibatkan beberapa beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Dengan demikian dalam penyelenggaraan Jaminan Persalinan semua atribut program seperti Buku KIA (Permenkes RI, 2011). Dengan demikian kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Variabel independen
Pemberlakuan Jampersal
Variabel dependen
Penurunan resiko persalinan : 1. Persalinan dengan komplikasi 2. Perdarahan 3. Keracunan Kehamilan 4. Infeksi 5. Section caesaria
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
24 B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No 1
Definisi Operasional Variabel independen Pemberlakuan Sarana yang Jampersal digunakan sebagai alat pembayaran sewaktu mendapatkan pelayanan kesehatan. Variabel
Variabel dependen 1 Penurunan Minimnya resiko angka persalinan. persalinan yang memiliki resiko baik faktor dari ibu maupun dari bayi.
Alat ukur
Cara ukur
Format a. Ya, jika cara cheklist pembayaran menggunakan jampersal. b. Tidak, jika cara pembayaran tidak menggunakan jampersal.
Pengambilan data rekam medik atau buku register rumah sakit umum tahun 2012.
Format a. Ada, jika Ordinal cheklist persalinan memiliki indikator resiko. b. Tidak ada, jika persalinan tidak memiliki indikator resiko.
1. Penurunan resiko persalinan a. Ada, jika persalinan memiliki indikator resiko. b. Tidak ada, jika persalinan tidak memiliki indikator resiko. Pemberian Jampersal a. Ya, jika cara pembayaran menggunakan jampersal b.
Skala Ukur
Pengambilan data rekam medik atau buku register rumah sakit umum tahun 2012.
C. Cara Pengukuran Variabel
2.
Hasil ukur
Ordinal
25 Tidak, jika cara pembayaran tidak menggunakan jampersal
E. Hipotesa Penelitian 1. Tidak ada hubungan antara pemberlakuan jampersal dengan penurunan resiko persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie.
26 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan restrospektif, yaitu cara pendekatan, observasi atau pengumpulan datanya dilakukan pada data yang telah di simpan di rekam medik, dimana pengumpulan data variabel dependent dan independent dilakukan peneliti di saat yang bersamaan (Notoatmodjo, 2005). B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. 2. Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 05 s/d 10 Agustus 2013.
C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mengalami persalinan terdata di rekam medik, baik normal maupun dengan tindakan pada Januari sampai dengan Desember 2013 yang berjumlah 1.727 orang.
2. Sampel
27 Karena
populasi
sebanyak
1.727
orang,
mengingat
keterbatasan waktu serta biaya dalam melakukan penelitian, maka untuk pengambilan sampel di dasarkan pada pendapat Notoatmodjo (2005) dengan rumus sebagai berikut:
n
N 1 N (d 2 )
Keterangan n = besar sampel N = besar populasi d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (10%), jadi: N 1 N (d 2 ) 1.727 1.727 1.727 n 94,5 95 orang 2 1 1.yang 727 (0digunakan ,01) 1 1.72 1 1.727 (0,1)sampel Jadi, dalam penelitian ini adalah n
sebanyak 95 orang, dengan teknik pengambilan sampel adalah random sampling. D. Cara Pengumpulan Data Pengambilan data pada penelitian ini yaitu data sekunder internal, yaitu data yang berasal dari lingkungan sendiri yang datanya sudah tersimpan di dalam Rekam Medik Rumahs Akit Umum Daerah Kabupaten Pidie. E. Instrumen Penelitian Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini format checklist yang mengobservasi tentang resiko persalinan mencakup jenis resiko tidak tidak beresiko dan pergunaan kartu pembayaran kesehatan tiap
28 masing-masing pasien yang mencakup Jampersal, Askes social dan asuransi lain. F. Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Budiarto (2004) data yang telah didapatkan akan diolah dengan tahap-tahap berikut: a. Editing, Kegiatan pengeditan dimaksudkan untuk meneliti kembali atau melakukan pengecekan pada setiap jawaban yang masuk. Apabila terdapat kekeliruan akan dilakukan pencocokan segera pada responden. b. Coding, Setelah selesai editing, peneliti melakukan pengkodean data yakni untuk pertanyaan tertutup melalui symbol setiap jawaban. c. Transfering, Kegiatan mengklasifikasikan jawaban, data yang telah diberi kode disusun secara berurutan dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan kedalam tabel sesuai dengan variabel yang diteliti. d. Tabulating, Kegiatan memindahkan data, pengelompokan responden yang telah dibuat pada tiap-tiap variabel yang diukur dan selanjutnya dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi. 2. Analisa Data . a. Analisa Univariat Penelitian ini bersifat deskriptif, maka dalam analisanya menggunakan perhitungan-perhitungan statistik secara sederhana
29 berdasarkan hasil penyebaran data menurut frekuensi antar kategori. Analisis dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menentukan rumus (Budiarto, 2005) sebagai berikut. P=
F X 100% n
Keterangan : P = Persentase n = Sampel F = Frekuensi Teramati b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa hasil dari variabel bebas diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah hasil tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan uji Chi – square test (x) pada tingkat kemaknaan 95% ( p. Value < 0,05). Sehingga dapat diketahui perbedaan tidaknya yang bermakna secara statistik, dengan menggunakan program khusus SPSS for windows. Melalui perhitungan Chis – Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan, bila nilai P lebih kecil dari nilai α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel terikat dengan variabel bebas.
30 Perhitungan yang digunakan pada uji Chi – Square untuk Program komputerisasi seperti program SPSS adalah sebagai berikut (Hartono, 2005) : 1. Bila pada tabel contingensy 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5,maka uji yang digunakan adalah fisher axact tes. 2. Bila pada tabel contigency 2x2 dan tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah contiuty correction. 3. Bila pada tabel 2x2 masih juga terdapat frekuensi (harapan) e kurang dari 5, maka dilakukan koreksi dengan menggunakan rumus yate’s correction continu. 4. Pada uji chi-square hanya digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tiga variabel.
31 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie adalah milik Pemerintah Kabupaten Pidie, sebelum tahun 1980 sampai 1981 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie masih berlokasi di Desa Benteng Sigli yang merupakan peninggalan Kolonial Belanda ANNO 1916. Namun pada tahun 1982 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie di bangun berdasarkan Crass Program di atas tanah persawahan di Desa Lampeudeu Baroh seluas 29.649 m². Rumah sakit umum daerah Kabupaten Pidie milik Pemerintah Kabupaten Pidie memiliki luas wilayah 51.124,45 m2 dengan tipe rumah sakit adalah Tipe C dan berstatus Akreditasi. Rumah
Sakit Umum Daerah
Kabupaten Pidie berbatasan dengan: a. Sebelah utara berbatasan dengan persawahan b. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Banda Aceh – Medan c. Sebelah Barat berbatasan dengan Akper Pemkab Pidie d. Sebelah timur berbatasan dengan perumahan dokter. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie memiliki 9 ruang rawat, yaitu ruang ICU, RPDP, RPDW, Bedah, Saraf, Kelas, Anak, Kebidanan, dan Perinatologi, dan memiliki beberapa ruang instalasi lainnya seperti IGD, Laboratorium, UTD, Apotik, Hemodialisa, Radiologi, OK, 8 Ruang Poli, yang meliputi; Poli Bedah, Poli Anak, Poli THT, Poli KIA, Poli
32 Penyakit Dalam, Poli kulit, Poli endokrin, Poli Saraf, 1 Gedung Diklat, 1 Ruang mayat, 1 Mushala dan 1 Ruang gizi Rumah Sakit. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie mempunyai tenaga kesehatan yang terdiri dari 57 dokter umum, 33 berstatus PNS, 24 berstatus pegawai tidak tetap (PTT), dan 5 orang tenaga dokter gigi. Untuk tenaga bidan ada 617 orang, 226 berstatus PNS dan 291 berstatus PTT, sedangkan tenaga perawat berjumlah 317 orang dan tenaga kesehatan masyarakat berjumlah 486 orang. Untuk tenaga laboratorium kita hanya memiliki 10 orang, teknisi medis 10 orang, tenaga farmasi 17 orang dan tenaga gizi berjumlah 18 orang.
B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat a. Pemberlakuan Jampersal Tabel 5. 1 Distribusi Frekuensi Pemberlakuan Jampersal terhadap Penurunan Resiko Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2013 No Pemberlakukan Jampersal 1 Ada 2 Tidak Ada Total
Frekuensi (F) 89 6 95
Persentase (%) 93,7 6,3 100
Sumber data primer (di olah 2013) Berdasarkan tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa responden yang menggunakan jampersal sebanyak 89 orang 93,7%.
b. Penurunan Resiko Persalinan
33 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Resiko Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2013 No Resiko Persalinan 1 Ada 2 Tidak Total
Frekuensi (F) 21 74 95
Persentase (%) 21,1 77,9 100
Sumber data primer (di olah 2013) Berdasarkan tabel 5.2 di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 74 responden 77,9% tidak mengalami resiko persalinan. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Pemberlakuan Jampersal dengan penurunan resiko persalinan Tabel 5. 3 Tabulasi Silang Pemberlakuan Jampersal terhadap Penurunan Resiko Persalinan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie Tahun 2013 No Pemberlakukan Jampersal 1 2
Ada Tidak Total
Resiko Persalinan Ada Tidak f % f % 20 22,5 69 77,5 1 16,7 5 83,3 21 74
Jumlah F 89 6 95
% 100 100 100
PValue ` 0,110
Sumber data primer (di olah 2013)
Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa responden yang menggunakan jampersal sebanyak 77,5% ini menggambarkan bahwa mayoritas responden tidak mengalami resiko dalam persalinan. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi square,
tidak ada hubungan antara
pemberlakuan Jampersal dengan resiko persalinan, ini dapat dilihat dari perolehan p value yang lebih besar yaitu dengan p value = 0,110. C. Pembahasan
34 1. Hubungan Pemberlakuan Jampersal dengan penurunan resiko persalinan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan dari responden yang menggunakan jampersal sebanyak 77,5%. ini menggambarkan bahwa mayoritas responden tidak mengalami resiko dalam persalinan. Setelah dilakukan uji statistik dengan chi square didapatkan P value = 0,110 (P < 0,05). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil tidak ada hubungan antara pemberlakuan Jampersal dengan resiko persalinan, ini dapat dilihat dari perolehan p value yang lebih besar yaitu dengan p value = 0,110. Menurut teori Permenkes RI ( 2010), Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan. Jaminan Persalinan dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan. Menurut Warcoff (2012), Jaminan persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB pasca persalinan serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca persalinan sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua
35 masalah kesehatan individu, pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Hasil Penelitian Riskesdes (2010) persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jaminan Persalinan. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berasumsi bahwa ada hubungan yang signifikan antara pemberlakuan jampersal dengan penurunan resiko persalinan. Ini disebabkan oleh pemberlakukan jampersal sudah cukup meringankan beban yang harus dibayarkan oleh responden, sehingga responden bisa tetap fokus untuk melakukan persalinannya tanpa harus memikirkan biaya yang harus dikeluarkan dikemudian hari. Selain itu, dengan adanya Program Jampersal dapat membantu dalam jaminan pembiayaan
persalinan yang meliputi
pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir, sehingga dapat mengurangi angka kematian ibu dan angka kematian bayi, juga dapat meringankan beban bagi keluarga miskin dalam mendapatkan pelayanan persalinan bagi ibu hamil dan melahirkan.
36 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang sudah dilakukan: A. Kesimpulan 1. Hasil dilakukan uji statistik chi square didapatkan P value
= 0,110
(P> 0,05), yang artinya tidak ada hubungan antara pemberlakuan jampersal terhadap penurunan resiko kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. B. Saran-saran 1. Bagi Pengguna Jampersal Diharapkan dapat memotivasi pengguna jampersal untuk terus menggunakan
jampersal
sebagai
pembiayaan
dalam
menghadapi
persalinan, karena jampersal itu gratis sehingga tidak memberatkan keluarga dalam menghadapi proses persalinan. 2. Bagi Instansi Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan masukan bagi pengelola program kesehatan untuk mengembangkan penggunaan kartu Jampersal sebagai alternative pembayaran jasa kesehatan, dan juga untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien.
37 3. Bagi Tempat Penelitian, Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.
38 DAFTAR PUSTAKAAN
Arikunto, (2006). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta, Budiarto, (2004). Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat., Jakarta, EGC Depkes RI, (2007). Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal, Depkes RI, JNPKKR, Jakarta, ______, (2010). Penuntun Hidup Sehat, Jakarta, Depkes RI, Dinkes Pekalongan, (2012). Jaminan Persalinan (Jampersal) www .diskes .pekalongan kota.go.id, Dikutip Tanggal 1 Januari 2013. Harjoprakoso, (2008). Jampersal Program Dapat Menolong Persalinan http: //www.tribunnews.com/2012/05/29/jampersal-behasil-menolong-75.310persalinan,Dikutip Tanggal 1 Januari 2013 Jamsos Indonesia, (2012). Jampersal, http://www.jamsosindonesia.com/prasjsn/ jamkesmas/jampersal, Dikutip Tanggal 1 Januari 2013 Kemenkes RI, (2011). Buku Saku Jampersal-Sosialisasi Jaminan Persalinan (Jampersal), Jakarta, Depkes RI, ______, (2012). Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, Kemenkes RI, Jakarta, Lusia,
(2012). Jampersal 2012 Untuk Anak Pertama Dan Kedua http://health.kompas.com/read/2011/12/13/0640083/Jampersal.2012.untuk .Anak.Pertama.dan.Kedua,, Dikutip Tanggal 1 Januari 2013
Manuaba Ida Bagus Gde, (2005). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta, EGC,. Mediakom, (2012) Jampersal Turunkan Kematian Ibu Dan Anak, Edisi 34, Kemenkes RI, Meilani, (2009) Kebidanan Komunitas, Yogyakarta, Fitramaya,
39 Nooer Iza, (2012) Jampersal Program Unggulan yang Kurang Bergema http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/03/13/jampersal-programunggulan-yang-kurang-bergema/ Dikutip Tanggal 1 Januari 2013 Permenkes RI, (2011) Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, Jakarta, Kemenkes RI, Prawirohardjo, Sarwono, (2008). Pustaka,
Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina
Sumarah, dkk, (2008). Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin), Yogyakarta, Fitramaya. Wahyuningsih, (2009). Dasar-Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta, Warcoff, Program Jampersal (Definisi, Fungsi & Manfaat), http://waroengkemanx.blogspot.com, Dikutip Tanggal 1 Januari 2013