1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masyarakat akhir-akhir ini mempertanyakan makna sesungguhnya dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada suatu instansi pemerintah. Instansi pemerintah dengan predikat WTP ini ternyata tidak serta merta bersih dari permasalahan fraud. Kasus korupsi Kitab suci di lingkungan Kementrian Agama yang ramai dibicarakan pada tahun 2011 (Guslina, 2011). Kemudian kebocoran anggaran fasilitas social dan fasilitas umum pada pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Friastuti, 2012) adalah salah satu contoh permasalahan fraud yang terjadi pada instansi pemerintah dengan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengacualian. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam siaran pers pada tanggal 30 Juni 2011 seperti terdapat di Website BPK www.bpk.go.id/archive/news/siaran-pers-63/2011/06 menyatakan bahwa opini WTP tidak menjamin pada suatu instansi pemerintah tidak ada korupsi karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan ketidakpatuhan atau ketidakpatutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan (BPK, 2011). Dalam Pasal 23 UUD 1945 telah ditetapkan bahwa pemerintah berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban keuangan negara segera setelah tahun anggaran berakhir, dan akan menjadi dasar pemeriksaan oleh BPK. Pasal tersebut menunjukkan bahwa adanya kewajiban atas pemerintah
2
untuk menyusun pertanggungjawaban keuangan negara. Pernyataan tugas tersebut juga berlaku bagi pemerintah daerah (pemda). Pemda-pemda juga mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keuangan daerah dengan membuat laporan keuangan daerah. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dalam UU No. 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga tinggi Negara yang memegang amanat konstitusi untuk memeriksa atau mengaudit tanggung jawab pengelolaan keuangan Negara. Auditor pemerintah, BPK bertugas untuk memeriksa laporan keuangan yang disajikan oleh klien dalam hal ini merupakan pemerintah. Penyajian laporan keuangan adalah salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas pengelolaan keuangan publik. Tidak adanya laporan keuangan memperlihatkan lemahnya akuntabilitas. Tuntutan akuntabilitas di sektor publik terkait dengan perlu dilakukannya transparansi dan pemberi informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Laporan keuangan setiap pemerintah daerah harus diaudit oleh BPK. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No 15 tahun 2006 mengenai BPK maka semua pihak dapat mengetahui fungsi dan tugas auditor BPK. Menurut UU No 15 Tahun 2006 salah satu tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga negara lainnya yang dilakukan berdasarkan undang-undang.
Pemeriksaan
ini
mencakup
pemeriksaan
pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
keuangan,
3
Output yang dihasilkan dari pemeriksaan oleh auditor BPK adalah laporan audit yang didalamnya memuat opini audit. Laporan audit ini diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Jika yang diperiksa adalah pemerintah daerah, maka auditor BPK menyerahkan laporan auditnya kepada anggota DPRD. Kemudian DPR, DPD dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan peraturan dan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan. Pelaksanaan audit dalam bidang pemerintahan dikenal dengan sebutan audit sektor publik. Tujuan pelaksanaan audit sektor publik adalah untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Secara teknis, audit pada sektor publik sama dengan audit pada sektor swasta. Menurut Jones & Bates (1990) yang membedakan pelaksanaan audit dua sektor tersebut adalah pada kebutuhan yang mendasari untuk melaporkan pengaruh politik negara yang bersangkutan dan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, audit sektor publik memiliki cakupan tugas dan memiliki tanggungjawab yang lebih luas dari pada audit pada sektor swasta. Laporan hasil pemeriksaan auditor BPK juga diberikan kepada eksekutif, yaitu Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Kemudian apabila dalam pemeriksaan ditemukan tindak pidana maka hal tersebut dapat dilaporkan ke instansi yang berwenang. Laporan audit penting dalam suatu audit karena laporan menginformasikan pemakai informasi mengenai apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang diperolehnya.
4
Dengan kata lain laporan audit adalah suatu media penyampaian pesan auditor kepada pengguna laporan keuangan (Arens; 2001). Menurut Halim (2001) Penyampaian pesan oleh auditor melalui laporan audit kepada pengguna laporan keuangan auditan sangat mungkin terjadi perbedaan persepsi. Ini berarti pesan yang ingin disampaikan auditor disalahartikan oleh pengguna laporan keuangan auditan sehingga laporan audit menjadi tidak bermanfaat dan mungkin saja menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pengguna laporan keuangan dengan apa yang sesungguhnya menjadi tanggungjawab auditor (expectation gap). Penelitian-penelitian mengenai expectation gap banyak dilakukan di sektor privat, sehingga terkesan penelitian di sektor publik kurang mendapat perhatian baik dari kalangan akademisi maupun dari kalangan profesional. Kondisi tersebut tidak sebanding dengan tanggungjawab yang diemban auditor dalam membantu legislatif untuk mengawasi pengelolaan keuangan publik yang dilakukan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga sector public. Istilah Expectation Gap awal mula penggunaannya di AS pada tahun 1974 pada saat American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) membentuk Commission on Auditor’s Responsibilities, yang kemudian disebut Cohen Commission. Komisi ini di bentuk untuk menanggapi kritikan dari masyarakat mengenai kualitas kinerja auditor yang pada saat itu terdapat berbagai kasus yang memperlihatkan habwa auditor gagal mendeteksi atau mengungkapkan kegagalan atau tindakan penyimpangan dari perusahaan-
5
perusahaan yang dimiliki public. Komisi ini bertugas secara khusus memberikan rekomendasi tentang tanggung jawab auditor yang tepat (sesuai dengan profesi). Menurut Cohen Commision, para pemakai laporan keuangan audit biasanya mempunyai harapan yang masuk akal tentang kemampuan auditor dan keyakinan yang dapat diberikan auditor. Hal ini memberikan gambaran bahwa expectation gap lebih disebabkan karena kegagalan profesi akuntan public untuk bereaksi dan berkembang agar tidak tertinggal oleh perubahan bisnis dan lingkungan social. Audit expectation gap pertama kali diungkapkan oleh Liggio (1974) yang menyatakan bahwa expectation gap muncul karena adanya perbedaan persepsi antara akuntan independen dengan pemakai laporan keuangan mengenai tingkat kinerja yang diharapkan dari profesi akuntan. Pemahaman tentang expectation gap dikemukakan oleh Bailey et al.(1983), Epstein dan Geiger (1994), Nair dan Rittenberg (1987), Kelly dan Mohrweis (1989); d a n M i l l e r e t a l . ( 1 9 9 0 ) . Mereka menyatakan bahwa pengetahuan dari pengguna dan factor komunikasi yang diberikan auditor terhadap pengguna dalam bentuk laporan audit berpengaruh terhadap besarnya ukuran expectation gap. Monroe dan Woodliff (1994) mendefinisikan expectation gap sebagai perbedaan antara keyakinan masyarakat tentang tugas dan tanggung jawab yang ditanggung oleh auditor dan pesan yang disampaikan oleh laporan audit. Salah satu tujuan utama dari laporan keuangan adalah mendorong alokasi optimal dari investasi modal dengan menyediakan semua bahan & informasi
6
yang relevan kepada masyarakat pengguna. Tujuan dari laporan audit adalah untuk mengungkapkan keberhasilan auditor dalam memverifikasikan aseri laporan keuangan. Oleh karena itu menurut Aljaadi (2009) mengkhawatirkan jika terdapat perbedaan antara auditor dengan pengguna. Dengan demikian, expectation gap telah mendorong banyak pertanyaan tentang kuantitas audit pada umumnya dan khususnya, kemampuan auditor untuk membuat penilaian dalam ketidakpastian going concern. Audit expectation gap juga telah diteliti di Negara-negara seperti Nigeria, Bangladesh, Malaysia, Thailand, Iraq, Iran, Egypt, dan India. Di Nigeria, Ebimobowei dan Kereotu (2011) melakukan penelitian expectation gap untuk mengkaji role theory dan expectation gap serta kinerja auditor internal dalam mencegah penyalahgunaan dana pemerintah. Hasilnya menunjukkan hubungan yang signifikan antara audit expectation gap dan auditor internal dalam mencegah penyalahgunaan keuangan di masyarakat. Oleh karena itu, auditor internal dianjurkan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan professional mereka dengan menjadi anggota Institute Akuntan Chartered Nigeria (ICAN). Di Malaysia, penelitian terhadap expectation gap dilakukan oleh Lee et al. (2007). Tujuan penelitiannya adalah untuk meneliti apakah terdapat expectation gap antara auditor, auditee dan penerima manfaat audit. Hasilnya menunjukkan bahwa auditee dan penerima manfaat audit memiliki harapan yang jauh dibanding auditor itu sendiri.
7
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Chowdhury et al., (2005) mengenai expectation gap di Bangladesh menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh peneliti dengan berdasarkan pada penelitian sebelumnya. Chowdhury et al., (2005) menggunakan dimensi pelaporan, akuntabilitas dan konsep-konsep audit yang terdiri dari independensi auditor, kompetensi auditor, materialitas, bukti audit, pendapat wajar dan audit kinerja. Di Indonesia penelitian mengenai expectation gap di sektor publik masih sangat kurang. Pemakai laporan keungan menuntut laporan keuangan auditan yang dapat dipercaya dan menyediakan informasi yang lebih lengkap dan benar sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil keputusan. Harapan para pemakai laporan keuangan terhadap laporan keuangan auditan terkadang melebihi apa yang menjadi peran dan tanggungjawab auditor. Semakin banyak tuntutan masyarakat mengenai profesionalisme auditor menunjukkan semakin besarnya expectation gap. Krisnanto Adi Nugroho (2004) menemukan bukti terdapat perbedaan persepsi antara auditor pemerintah dengan pemakai laporan keuangan auditan pemerintah, antara pemakai laporan keuangan auditan sektor swasta dengan pemakai laporan keuangan pemerintah, dan tidak ada perbedaan persepsi antara pemakai laporan keuangan pemerintah di sektor pemerintahan daerah satu dengan pemakai laporan keuangan pemerintah daerah lain, hal ini di karenakan tingkat pendidikan anggota DPRD satu daerah dengan daerah lain relatif sama. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Yuliati et al., (2007) dengan menggunakan responden auditor pemerintah dan pengguna laporan
8
keuangan daerah yaitu pemda dan anggota dewan. Penelitian mengenai laporan keuangan daerah yang mungkin menimbulkan expectation gap antara lain dilakukan oleh Indriani (2002) yang membuktikan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh dewan. Sementara Pramono (2002) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah minimnya kualitas sumber daya manusia dan kurangnya sarana dan prasarana. Penelitian lainnya yang menguji apakah adanya partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik akan meningkatkan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan pernah dilakukan diantaranya oleh Sopanah (2002), Isma Coryanata (2007), Simson et al., (2007) serta Jaka & Winarni (2009). Penyusunanan laporan keuangan daerah oleh pemerintah daerah juga menjadi salah satu hal yang penting dalam terciptanya pemerintah yang akuntabel dan transparan. Pemda memegang peranan penting dalam penyusunan laporan keuangan daerah. Kesiapan sumber daya untuk penyusunan laporan keuangan sangat dibutuhkan. Penelitian hal ini pernah dilakukan oleh Ria & Fidelis (2004) yang menemukan bahwa sumber daya subbagian akuntansi masih kurang, pelatihan-pelatihan konsep akuntansi juga masih sangat kurang sehingga mengakibatkan lack of knowledge semakin besar. Kekurangpahaman dan keengganan masyarakat untuk mengetahui pentingnya fungsi dari laporan keuangan daerah juga akan menimbulkan perbedaan persepsi antara masyarakat dengan auditor BPK. Hasil audit
9
terhadap laporan keuangan daerah oleh auditor BPK tidak akan tidak akan bisa dimengerti oleh masyarakat, selama masyarakat masih beranggapan laporan keuangan daerah hanya diperuntukkan bagi orang akuntansi dan keuangan saja. Hal seperti inilah yang bisa menimbulkan perbedaan persepsi, sehingga menimbulkan expectation gap antara auditor dan pengguna laporan keuangan daerah. Expectation gap terjadi dalam lingkungan audit sector privat maupun sector public. Hal ini disebabkan karena baik sector privat maupun sector public
sama-sama
menyusun
laporan
keuangan
sebagai
wujud
pertanggungjawaban keuangan kepada pihak-at pihak yang membutuhkan. Audit sector privat bertanggungjawab hanya kepada pemilik perusahaan (pemegang saham) dan kreditur atas dana yang diberikan. Sedangkan sector public bertanggungjawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan berasal dari masyarakat. Serikat dagang sector public GASB (1999; 184) dalam Mardiasmo (2009; 171) mengidentifikasikan pemakai laporan keuangan pemerintah menjadi tiga kelompok besar, yaitu: masyarakat yang kepadanya pemerintah bertanggung jawab, legislative dan badan pengawasan yang secara langsung mewakili rakyat, serta investor dan kreditor yang memberi pinjaman dan/atau berpartisipasi dalam proses pemberian pinjaman. Dengan masih terbatasnya penelitian tentang expectation gap di Indonesia khususnya di sector public, maka penelitian ini mengkaji lebih lanjut tentang keberadaan expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah dan auditor pemerintah mengenai peran dan tanggung jawab auditor pemerintah.
10
Penelitian ini membahas tentang expectation gap antara pemakai laporan keuangan pemerintah dan auditor pemerintah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “EXPECTATION GAP ANTARA PEMAKAI
LAPORAN
KEUANGAN
AUDITOR
PEMERINTAH
DALAM
PEMERINTAH HAL
PERAN
DENGAN AUDITOR,
INDEPENDENSI DAN PENGETAHUAN AUDIT PADA AUDITOR PEMERINTAH ”. B. Rumusan Masalah Penelitian Rumusan masalah dalam penelitian ini mengacu pada kajian latar belakang yang telah diuraian diatas. Peneliatian expectation gap di sector public masih sangat kurang menurut Chowdhury et al., (2005) dan juga adanya fenomena mengenai kualitas kinerja auditor pemerintah yang masih rendah, sehingga penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasikan expectation gap mengenai peran dan tanggungjawab auditor antara pengguna laporan keuangan pemerintah dengan auditor pemerintah. Oleh karena itu peneliti mencoba merumuskan masalah, di antaranya: 1. Apakah terdapat expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi peran auditor? 2. Apakah terdapat expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi independensi auditor?
11
3. Apakah terdapat expectation gap antara auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah dilihat dari sisi pengetahuan audit? C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berdasai peran arkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai persepsi auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai peran auditor. b. Untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai persepsi auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai independensi auditor. c. Untuk mendapatkan bukti secara empiris mengenai persepsi auditor pemerintah (BPK) dan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah mengenai pengetahuan audit. 2. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat positif sebagai berikut : A. Teoritis
12
a.
Penelitian ini menambah pemahaman dan wawasan penulis khususnya mengenai expectation gap pada sektor publik khususnya di wilayah Jakarta Selatan.
b.
Sebagai bahan referensi bagi ilmu-ilmu keuangan, khususnya audit.
c.
Sebagai bahan perbandingan dan tambahan masukan bagi penelitian yang lain.
B. Praktisi a.
Pemakai Laporan Keuangan Pemerintah dan Auditor Pemerintah (BPK), agar para pemakai laporan keuangan dapat lebih memahami akan hasil pemeriksaan yang telah dikeluarkan oleh auditor pemerintah dan juga agar dapat meningkatkan fungsi pengauditan pada pemerintah daerah.
b.
Memberikan gambaran kepada anggota DPRD sehingga dapat mengembangkan
pemahamannya
mengenai
peran
auditor,
independensi auditor dan pengetahuan audit serta meningkatkan fungsi pengawasan. c.
Memberikan gambaran kepada masyarakat pembayar pajak daerah sehingga dapat mengembangkan pemahamannya mengenai peran auditor, indepensi auditor dan pengetahuan audit serta meningkatkan fungsi pengawasan.
d.
Penelitian ini juga berguna di dalam dunia penelitian dan bidang akademis, dapat menambah literatur mengenai expectation gap yang terjadi pada sektor publik, dan juga diharapkan hasil penelitian ini
13
dapat memicu bagi peneliti dimasa yang akan datang agar dapat lebih baik dalam melakukan penelitian yang lebih baik lagi. C. Pembaca a.
Dapat digunakan sebagai salah satu bacaan dan ilmu pengetahuan yang berguna untuk keperluan penelitian yang akan datang.