BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Perkembangan teknologi yang terjadi akhir-akhir ini ditandai dengan
semakin banyaknya industri yang menghasilkan produk baik berupa barang atau jasa yang berkualitas. Sejumlah produk dihasilkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat yang cenderung sangat dinamis. Hal ini tentu saja dapat memberikan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Salah satu contoh perubahan yang paling menonjol adalah cara berkomunikasi. Meninggalkan era komunikasi konvensional, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di Indonesia semakin mengalami kemajuan yang pesat. Menurut data terakhir yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) pada akhir Juni 2013, jumlah penduduk Indonesia mencapai 248,8 juta jiwa dan berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012 oleh BPS menunjukkan bahwa 83,52% atau sebesar 207,7 juta jiwa adalah pengguna telepon seluler. Fakta tersebut didukung oleh data dari Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menyebutkan bahwa jumlah pelanggan seluler per tahun 2011 mengalami kenaikan 60 juta pelanggan dibandingkan tahun 2010 hingga mencapai 240 juta pelanggan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kebutuhan komunikasi melalui telepon seluler masuk dalam kebutuhan dasar mayoritas masyarakat belakangan ini. Seiring berkembangnya zaman dan perubahan perilaku berkomunikasi masyarakat, telepon seluler tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi via 1
telepon dan pesan singkat berupa short message service (SMS), namun masyarakat dalam hal ini konsumen menginginkan fitur telepon seluler yang lebih canggih dan lengkap. Sejak internet mulai masuk di Indonesia pada awal 1990 dan populer di akhir 1990, internet menjadi salah satu tambahan pokok sebagai kelengkapan fitur ponsel. Selain itu dalam kurun waktu terakhir, hadirnya internet pada ponsel memberikan kemudahan fungsi yang signifikan dan sesuai bagi kebutuhan pengguna. Kebutuhan komunikasi pada setiap orang tentu saja sangat beragam, namun secara umum pola perilaku masyarakat Indonesia mengalami perubahan tren akibat kemajuan media internet. Sebagian besar masyarakat cenderung menjadi gemar sharing dan sosialisasi untuk menjaga eksistensi diri, apalagi ditambah dengan hadirnya aplikasi jejaring sosial misalnya Facebook, Twitter, Path, dan sebagainya. Sehingga tidak heran apabila fungsi telepon, pesan singkat dan internet menjadi fasilitas komunikasi yang wajib terdapat dalam sebuah alat komunikasi telepon seluler. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2012 memberikan gambaran mengenai perilaku dan gaya hidup para pengguna Internet di Indonesia serta tren penggunaan internet di Indonesia. Hasil temuan mengindikasikan jumlah pengguna Internet di seluruh Indonesia pada tahun 2012 sudah mencapai 63 juta orang. Selain itu, survei ini juga menunjukkan, 65% pengguna Internet Indonesia lebih sering terkoneksi melalui ponsel. Hal tersebut didukung dengan data BPS
2
mengenai penduduk Indonesia yang mengakses internet menurut media atau lokasi sepanjang tahun 2010-2012 yakni sebagai berikut : Tabel 1.1 Penduduk yang Mengakses Internet Menurut Media/Lokasi Media/Lokasi Mengakses Internet Tahun
Rumah
Warnet
Telepon Seluler
Kantor
Sekolah
Lainnya
2010
24,25
47,34
51,25
19,30
14,78
5,70
2011
25,15
43,91
51,38
16,65
14,12
8,48
2012
24,76
37,43
57,92
15,86
13,61
12,75
Sumber: Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) – BPS 2012
Mengacu pada informasi Tabel 1.1, penduduk Indonesia yang mengakses internet melalui berbagai media ataupun lokasi mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Informasi pada tabel juga menguatkan bahwa mengakses internet
melalui telepon seluler mengambil bagian yang cukup dominan. Peningkatan animo pengguna internet melalui jaringan tanpa kabel juga berjalan seiring dengan mewabahnya perangkat teknologi komunikasi seperti smartphone dan tablet. Hadirnya perangkat teknologi komunikasi tanpa kabel khususnya smartphone ini tidak hanya diminati oleh kalangan eksklusif tertentu saja, sebab terdapat banyak variasi pilihan bagi seluruh kalangan masyarakat. Hal ini memang cukup bertolak belakang dengan kondisi awal pasar smartphone yang pada awalnya hanya fokus pada produk high-end bagi konsumen kelas menengah atas. Namun, para produsen semakin jeli dalam membaca peluang dan perubahan
3
potensi pasar yang lebih luas sehingga mulai menawarkan smartphone yang terjangkau untuk konsumen menengah ke bawah. Menurut survei yang dilakukan oleh lembaga riset Growth for Knowledge (GfK) pada sejumlah negara di Asia Tenggara yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, Kamboja, dan Filipina menunjukkan bahwa penetrasi smartphone di kawasan ini mencapai 41,5 juta unit sepanjang tiga kuartal tahun 2013. Bahkan GfK menyebutkan diantara ke tujuh negara tersebut, Indonesia menduduki peringkat tertinggi dalam hal penjualan smartphone sepanjang tiga kuartal awal tahun 2013. Sejak awal tahun 2013 konsumen di Indonesia telah menghabiskan 14,8 juta unit smartphone. Smartphone atau dalam bahasa Indonesia populer dengan sebutan ponsel pintar adalah komputer mini yang mempunyai kapabilitas sebuah telepon (Shiraishi et al., 2010). Dengan kata lain, ponsel pintar merupakan telepon genggam yang memiliki sistem operasi tertentu, dimana pengguna dapat dengan bebas menambah aplikasi, menambah fungsi-fungsi atau mengubah sesuai dengan keinginan pengguna. Keunggulan smartphone di berbagai pelosok dunia tentu saja tidak dapat dipisahkan dengan operating system (OS) atau sistem operasi yang diusung. Sistem operasi yang canggih, mudah digunakan, dan menarik menjadi salah satu faktor pertimbangan konsumen untuk memilih suatu produk smartphone. Sebut saja Apple dengan sistem operasi iOS, Samsung dengan Android, Blackberry dengan OS RIM, Nokia dengan WindowsPhone, yang merupakan segelintir pemain smartphone kelas dunia yang cukup berpengalaman. 4
Daya tarik sistem operasi pada smartphone pun mencuri perhatian di seluruh dunia, hal ini didukung dengan data survei yang dilakukan oleh International Data Corporation (IDC) Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker tentang proporsi market share sistem operasi produk smartphone sepanjang kuartal pertama tahun 2012 hingga kuartal pertama tahun 2013 menunjukkan bahwa para pemain sistem operasi pada smartphone seperti Android, iOS, Windows Phone, Blackberry OS, Linux, dan Symbian memiliki proporsi yang bervariasi. Sistem operasi Android meski terbilang sedikit fluktuatif tetap konsisten menduduki proporsi paling dominan di setiap kuartal yakni diatas 50%. Kemudian disusul oleh iOS yang cukup bermain di area rata-rata sebesar 20%, selanjutnya para pemain sistem operasi lain yang tersisa masing-masing hanya cukup melengkapi proporsi berkisar antara 3-5%. Di Indonesia, persaingan sistem operasi pada smartphone juga tidak kalah menarik. Sistem operasi Android memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda dengan level global, hal ini didukung dengan data survei yang dilakukan juga oleh International Data Corporation Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker tentang perbandingan proporsi market share sistem operasi produk smartphone di Indonesia tahun 2012 dan 2013 yaitu sebagai berikut :
5
Sumber : (International Data Corporation (IDC), 2013)
Gambar 1.1 Perbandingan Proporsi Market Share Sistem Operasi Produk Smartphone di Indonesia tahun 2012 dan 2013
Berdasarkan informasi pada Gambar 1.1 menunjukkan bahwa Android cukup mendominasi proporsi pangsa pasar di Indonesia jauh meninggalkan beberapa kompetitor lain seperti iOS, Windows Phone, dan Symbian, Meski mengalami penurunan sebesar 3% dari tahun sebelumnya di tahun 2013, hal tersebut bukan suatu kendala mengingat Android terbukti konsisten meraih separuh pangsa pasar sistem operasi pada smartphone di Indonesia. Peta persaingan smartphone berbasis sistem operasi Android yang telah merajai baik di Indonesia maupun di seluruh negara di dunia juga telah membawa aura kompetisi diantara sekian banyak produsen smartphone. Salah satu produsen smartphone yang mengusung sistem operasi Android adalah Samsung. Samsung merupakan pemain lama di ranah teknologi dan elektronik, berdiri pada tanggal 1 Maret 1938, pendiri perusahaan Byung-Chull Lee memulai sebuah usaha di Daegu, Korea, yang terutama berfokus pada perdagangan ekspor 6
yang menjual ikan kering Korea, sayur, dan buah ke Manchuria dan Beijing. Selama lebih dari satu dekade, Samsung – yang berarti "tiga bintang" dalam bahasa Korea – ingin memiliki pabrik tepung terigu dan mesin confectionery sendiri, produksi dan operasi penjualan sendiri. Sejak awal berdiri, Samsung akhirnya berkembang menjadi korporasi global modern yang tetap menggunakan nama yang sama hingga sekarang. Samsung Electronics beroperasi pada beberapa bidang bisnis, diantaranya yaitu telekomunikasi, peralatan elektronik rumah tangga, media digital, LCD, semikonduktor dan alat berat (www.samsung.com). Pada tahun 2009 Samsung menelurkan produk smartphone Android pertamanya Samsung Galaxy GT-i7500 ke pasaran. Meski tidak menuai kesuksesan, namun peluncuran produk tersebut menandai kiprah Samsung sebagai pemimpin pasar smartphone berbasis sistem operasi Android. Keberhasilan Samsung disambung dengan peluncuran Samsung Galaxy S yang cukup meledak pada Maret 2010. Sejak saat itu hingga tahun 2013, Samsung Galaxy Series atau Samsung Seri Galaxy telah meluncurkan lebih dari 10 varian dan menjadi andalan bagi perusahaan dalam kategori smartphone berbasis Android. Bahkan seperti yang dilansir oleh harian online Tempo, Samsung Electronics mencetak rekor baru dalam penjualan Samsung Seri Galaxy yang menyatakan pembukuan keuntungan pada Oktober 2012 sebesar US$ 7,3 milliar atau sekitar Rp 70 trilliun selama kuartal kedua, dua kali lipat dari tahun sebelumnya (www.tempo.co.id). Keluarga Galaxy memang memiliki pesonanya sendiri di benak konsumen. Samsung sepertinya paham betul apa keinginan dan kebutuhan konsumen, bahkan perusahaan asal Korea Selatan ini menggarap seluruh lini pasar 7
konsumen. Menurut berita yang dilansir oleh harian Suara Merdeka pada tahun 2014, Consumer Electronics Business PT Samsung Electronics Indonesia yakni Bernard Ang menyebutkan bahwa dari sekian banyak pabrikan yang memproduksi smartphone Android yang hadir di Indonesia, Samsung merupakan vendor yang paling laris di segmen ini. Tercatat kurang lebih 80% pangsa pasar Android Indonesia dikuasai oleh Samsung, kemudian yang menarik adalah sebanyak 9 dari beberapa smartphone Android paling laku di Indonesia didominasi oleh Galaxy Y, Galaxy Mini, Galaxy Tab 2, Galaxy Y Duos, dan Galaxy Chat. Berikut merupakan daftar keluarga Samsung Galaxy Series yang menuai sukses diluncurkan di pasar Indonesia, dilansir dari laman resmi Samsung Indonesia dan beberapa sumber yang telah diolah, yakni sebagai berikut : Tabel 1.2 Daftar Smartphone Samsung Galaxy Series No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Seri SAMSUNG Android Galaxy Y GT-S5360 Galaxy S III GT-I9300 SAMSUNG Android Galaxy Grand Seri GT-I9082 GALAXY Ch@t GT-B5330 SAMSUNG Android Galaxy S3 Mini Seri GT-I8190 SAMSUNG Android GALAXY Ace 2 Seri GT-I8160 GALAXY Mega 6.3" GT-I9200 GALAXY Mega 5.8" GT-I9152 GALAXY S4 GT-I9500 SAMSUNG Android Galaxy Fame Seri GT-S6810 GALAXY S4 Mini GT-I9190 GALAXY Core GT-I8262 GALAXY Star GT-S5282
8
Tabel 1.2 (Lanjutan) No. Seri 14 GALAXY Young GT-S6310 15 GALAXY Grand 2 SM-G7102 16 GALAXY Star Plus Samsung S7262 17 GALAXY ACE 3 GT-S7270 18 GALAXY S4 Zoom SM-C101 Sumber: (www.samsung.co.id) Berdasarkan informasi pada Tabel 1.2, Samsung menunjukkan kinerjanya melalui inovasi-inovasi pada produk yang diluncurkan. Hal tersebut ditandai dengan keanekaragaman jenis dari Samsung Galaxy Series yang diperuntukkan bagi konsumen high-end hingga low-end. Produk-produk Samsung Galaxy Series memiliki harga dan spesifikasi yang berbeda-beda namun tetap mumpuni dikelasnya, sehingga konsumen tetap dapat menikmati sajian smartphone ala Galaxy yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Performa Samsung Galaxy Series memang tidak perlu diragukan lagi di Indonesia, hal tersebut memberikan dampak positif baik pada volume penjualan ataupun laba perusahaan secara keseluruhan. Berkat kontribusi kesuksesan Galaxy di pasaran, Samsung mendapatkan penghargaan dalam ajang Indonesia Cellular Awards
2013
yang
digelar
oleh
Dyandra
Promosindo
dan
Asosiasi
Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) pada tanggal 16 Maret 2013 di Jakarta Convention Centre (JCC). Ajang ini rutin dilakukan untuk memberi penghargaan kepada produk gadget dan layanan operator seluler terbaik di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, Samsung memborong dua penghargaan sekaligus yaitu Samsung Galaxy Note II sebagai The Best Android Phone dan Samsung Galaxy S4 sebagai The Most Popular Phone (www.kompas.com). Kedua prestasi yang 9
diraih oleh Samsung ini semakin mencatatkan bahwasanya deretan keluarga Galaxy Series memang terbukti diminati oleh sebagian besar konsumen di Indonesia. Sebagai perusahaan pemimpin di industri smartphone di Indonesia, bahkan dunia, Samsung selalu melakukan inovasi produk sehingga produk yang diluncurkan selalu melebihi yang dibutuhkan konsumen. Menurut Andreas Rompis selaku Direktur Bisnis, PT Samsung Elektronik Indonesia yang dikutip dari harian online SWA, beliau mengungkapkan bahwa selain berdasarkan tren yang ada Samsung juga melakukan survei atas apa yang dibutuhkan dan disenangi konsumen. Melalui survei tersebut, perusahaan dapat menentukan kebutuhan masing-masing segmen sehingga aktivitas pemasaran yang dilakukan tepat sasaran di setiap touch point-nya. Aktivitas pemasaran yang dilakukan Samsung meliputi aktivitas produk dan non produk. Promosi yang dilakukan secara maksimal sesuai dengan target segmen tersebut diharapkan akan memengaruhi word of mouth yang baik. Selain itu dari sisi produk, Research & Development (R & D) Samsung terus mengembangkan produk yang sesuai dengan needs, wants, dan consumer desire. Sehingga upaya peningkatan inovasi pada produk dapat menjawab gaya hidup dan kebutuhan konsumen yang semakin cerdas. Ketika konsumen memiliki pengalaman yang nyaman dengan sebuah produk, konsumen tidak segan untuk berbagi pengalaman dan kenyamanan yang dirasakan ke relasi dan lingkungan. Oleh karena itu, kesan positif pada produk sangat menentukan word of mouth yang baik.
10
Ada usaha yang dapat dilakukan perusahaan untuk meraih dan mempertahankan konsumen, salah satu caranya adalah dengan menciptakan keintiman emosional. Menurut Alastair Gordon, Managing Partner Gordon & McCallum sebuah lembaga market research yang dilansir dari harian online SWA, mengungkapkan bahwa emosi merupakan insting dasar yang memicu seseorang untuk melakukan sesuatu, berbicara dengan orang lain dan menentukan keputusan. Selain itu, emosi digunakan untuk menanggapi keadaan dengan sedikit informasi. Misalnya, saat seseorang akan memilih suatu produk dan tidak terlalu tahu mengenai spesifikasi produk lalu kemudian mengingat suatu produk X dari iklan dan merasakan suatu kebahagiaan, maka besar peluang seseorang tersebut akan memilih produk X. Selain itu, Gordon juga berpendapat bahwa emosi dapat membantu seseorang untuk memahami sesuatu karena tidak semua hal dapat dimaknai dari unsur verbal ataupun tekstual. Sehingga dalam hal ini, melalui sisi emosional konsumen dapat melakukan pemaknaan dari apa yang dirasakan saat melihat dan membicarakan brand tertentu, lalu kemudian sisi rasional berfungsi membantu konsumen melakukan pembenaran atas sisi emosional. Masih menurut Gordon, bahwa keintiman emosional pada produk dan aktivitas pemasaran lain sangat diperlukan karena pada dasarnya manusia tergolong cepat dalam melakukan justifikasi terhadap sesuatu, sehingga perusahaan perlu menciptakan unsur emosional yang positif agar nantinya labelisasi produk di mata pelanggan juga positif. Berbagai upaya akan dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan kesan yang positif dari konsumen. Mengingat kondisi bisnis yang sangat kompetitif 11
seperti sekarang ini, dimana tingkat persaingan yang tinggi dengan inovasi produk dan jasa yang begitu beragam, perusahaan perlu mempertahan posisi brand perusahaan pada benak konsumen. Dalam hal ini perusahaan perlu mensinergikan aktivitas promosi, performa produk yang mumpuni, dan unsur emosional konsumen untuk mencapai respon kepuasan konsumen yang positif berdasarkan produk yang telah mereka gunakan. Faktor kepuasan konsumen masih merupakan hal yang dianggap penting bagi perusahaan untuk selalu diperhatikan setiap waktu, hal tersebut berfungsi sebagai masukan atau informasi bagi usaha perbaikan kinerja perusahaan baik dalam segi produk maupun segi operasional. Hal ini relevan dengan Kotler dan Keller (2009) yang menyebutkan bahwa selama beberapa waktu, perusahaan telah banyak mencurahkan perhatian dalam mengukur tingkat kepuasan pelanggan, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, dan membuat perubahan dalam operasi pemasaran sebagai implikasinya. Sebuah perusahaan dikatakan bijaksana apabila mengukur kepuasan konsumen secara teratur, karena kunci untuk mempertahankan konsumen adalah kepuasan konsumen itu sendiri. Viktorija dan Lina (2013) menyatakan bahwa kepuasan konsumen dianggap sebagai faktor penentu kunci keberhasilan sebuah perusahaan dalam pasar yang kompetitif saat ini. Mereka juga menambahkan bahwa mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dapat membantu perusahaan untuk menilai efisiensi kegiatannya, menetapkan tujuan masa depan, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kepuasan konsumen. 12
Dengan demikian, konsumen akan memiliki kesan positif dan akan memberikan efek timbal balik bagi perusahaan. Pengukuran tingkat kepuasan konsumen tidak hanya menarik bagi perusahaan untuk kepentingan bisnis saja, bahkan penelitian akademis memposisikan kepuasan konsumen sebagai kajian yang sangat menarik. Penelitian-penelitian dalam bidang pemasaran yang berfokus pada literatur kepuasan konsumen memang terus dilakukan oleh banyak peneliti baik secara individual ataupun lembaga riset tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kepuasan konsumen merupakan konstruk teoretis yang terus mengalami perkembangan sehingga diperlukan kajian berkelanjutan dengan berbagai variasi. Beberapa peneliti menyebutkan, daripada memperlakukan kepuasan sebagai konstruk satu dimensi sederhana, peneliti berusaha untuk mempelajari kepuasan pada tingkat yang lebih dengan alasan untuk mendapatkan kepuasan yang multi dimensi, kemudian memasukkan unsur-unsur kognitif yang berkaitan dengan keyakinan dan harapan dari suatu produk atau jasa serta elemen afektif termasuk emosi didalamnya (Athanassopoulos, 2000; Yu dan Dean, 2001). Dalam hal ini terdapat banyak hal yang dapat membentuk kepuasan konsumen, selain segala sesuatu yang berkaitan dengan kualitas produk dan kualitas pelayanan, beberapa belum menyadari bahwa konsumen memiliki sisi emosional yang berpeluang mempengaruhi bentuk kepuasan yang dialami konsumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa analisis penelitian beberapa waktu terakhir mengenai pengalaman konsumsi produk, menunjukkan bahwa bagaimanapun periode pasca pembelian juga dapat melibatkan berbagai respon emosional, 13
seperti suka cita, kegembiraan, marah, kesedihan, kebanggaan, dan rasa bersalah (Havlena dan Holbrook, 1986; Holbrook et al., 1984; Holbrook dan Hircshman, 1982 dalam Han, 2005). Dalam studi penelitian emosi yang berkaitan dengan konsumsi, para peneliti pemasaran khususnya dalam bidang perilaku konsumen mengadopsi konsep emosi ini dari kajian ilmu psikologi. Secara umum emosi dianggap sebagai multifaset yang melibatkan keadaan emosional berbeda yang dialami secara berbeda-beda yang menghasilkan pola gairah tertentu (James, 1890 dalam Hong, 2010). Keadaan emosi yang dirasakan bersifat alami dan dapat berbentuk negatif maupun positif, tergantung pada situasi, peristiwa dan karakter individual masing-masing. Sementara emosi yang berkaitan dengan pemasaran dalam hal ini disebut sebagai emosi konsumsi, didefinisikan sebagai bermacam-macam perasaan, suasana hati, atau pengalaman emosi yang dialami selama mengkonsumsi produk atau jasa (Richins, 1997). Berbagai kajian empiris telah meyakini bahwa terdapat pengaruh emosi konsumsi positif dan negatif pada kepuasan dan perilaku pasca pembelian. Penelitian menemukan bahwa emosi konsumsi berpengaruh pada kepuasan konsumen, sehingga dapat dikatakan bahwa emosi postif mampu meningkatkan kepuasan konsumen sementara emosi negatif dapat mengurangi kepuasan konsumen (Westbrook, 1987; Dube et al., 1996 dalam Hou dan Hu, 2013). Sehingga dalam hal ini, memahami emosi konsumsi di berbagai situasi konsumsi merupakan hal yang perlu diperhatikan karena emosi konsumsi merupakan komponen penting dari respon konsumen (Richins, 1997). 14
Sebuah penelitian mengenai emosi konsumsi dan kepuasan konsumen pernah diteliti oleh Hong (2010) di Cina. Hong meneliti pengaruh emosi konsumsi pada kepuasan konsumen di salah satu electrical mall dengan menggunakan modifikasi model penelitian tertentu yang membagi emosi konsumsi produk menjadi dua bagian, yaitu tingkat emosi pada atribut produk atau Attribute-Level Emotions (ALE) dan tingkat emosi pada selain atribut produk atau Beyond Attribute-Level Emotions (BALE). Selain itu, penelitian lain dilakukan oleh Han (2005) di Manhattan, Kansas. Han meneliti pengaruh emosi konsumsi pada kepuasan konsumen yang berdampak pada pembentukan niat kunjungan ulang pada industri penginapan. Kedua penelitian tersebut menggunakan sejumlah aspek emosi dalam Consumption Emotion Set (CES) milik Richins (1997). Penelitian tersebut dilakukan untuk memperluas kajian emosi konsumsi pada konsumsi suatu produk yang berkaitan dengan kepuasan konsumen. Hal ini dikarenakan bahwa emosi terkadang lebih sering dikaitkan dengan jasa dan kualitas pelayanan, sementara studi mengenai respon emosi konsumsi dalam pasca pembelian produk masih relatif terbatas. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, diketahui bahwa penelitian-
penelitian sebelumnya yang mengacu pada kepuasan konsumen lebih sering dikaitkan dengan dimensi kualitas jasa, pembelian ulang, dan loyalitas konsumen. Sedangkan pada kenyataannya, terdapat peran dan kontribusi lain dari konsumen yang menentukan kepuasan akhir. Dalam hal ini, respon emosi konsumen yang dirasakan selama mengkonsumsi sebuah produk memiliki peranan penting dalam 15
menentukan tingkat kepuasan. Perusahaan seperti Samsung yang sangat memperhatikan needs, wants dan consumer desire pada setiap inovasi produknya dirasa perlu untuk mengetahui pengaruh respon emosi pada tingkat kepuasan konsumen produk Samsung Galaxy Series. Hal tersebut masih perlu dilakukan sebagai upaya peningkatan strategi pemasaran baik produk maupun non produk walaupun Samsung telah menuai beberapa kesuksesan. Produk fenomenal Samsung Galaxy Series menjadi layak untuk diteliti, khususnya dari sudut pandang pengguna Samsung Galaxy Series. Secara lebih spesifik, pengaruh respon emosi konsumen produk Samsung Galaxy Series di Yogyakarta diteliti berdasarkan tingkat emosi pada atribut produk atau Attribute-Level Emotions (ALE) dan tingkat emosi pada selain atribut produk atau Beyond Attribute-Level Emotions (BALE) terhadap kepuasan konsumen. 1.3
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka penulis
mengidentifikasi pertanyaan penelitian pengaruh emosi konsumsi pada kepuasan konsumen produk Samsung Galaxy Series di Yogyakarta seperti dibawah ini: 1) Apakah tingkat emosi pada atribut produk atau Attribute-Level Emotions (ALE) memiliki pengaruh pada kepuasan konsumen smartphone Samsung Galaxy Series di Yogyakarta? 2) Apakah tingkat emosi pada selain atribut produk atau Beyond Attribute-Level Emotions (BALE) memiliki pengaruh pada kepuasan konsumen smartphone Samsung Galaxy Series di Yogyakarta?
16
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui apakah tingkat emosi pada atribut produk atau Attribute-Level Emotions (ALE) memiliki pengaruh pada kepuasan konsumen smartphone Samsung Galaxy Series di Yogyakarta. 2) Untuk mengetahui apakah tingkat emosi pada selain atribut produk atau Beyond Attribute-Level Emotions (BALE) memiliki pengaruh pada kepuasan
konsumen
smartphone
Samsung
Galaxy
Series
di
Yogyakarta. 1.5
Manfaat Penelitian Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1) Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan literatur bagi pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konteks emosi konsumsi serta menambah literatur dalam bidang kepuasan konsumen. 2) Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perusahaan sebagai bahan masukan untuk membantu merumuskan strategi pemasaran berdasarkan informasi perilaku konsumen.
17
1.6
Batasan Penelitian Batasan penelitian perlu dinyatakan untuk membantu pertanyaan penelitian
menjadi lebih tepat sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat atau tepat. Batasan penelitian adalah sebagai berikut: 1) Model penelitian dalam penelitian ini berfokus pada Attribute-Level Emotions (ALE), Beyond Attribute-Level Emotions (BALE), emosi konsumsi, dan kepuasan konsumen. 2) Objek penelitian dalam penelitian ini adalah smartphone Samsung Galaxy Series 3) Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah pengguna produk pada objek yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu pengguna smartphone Samsung Galaxy Series. 4) Penelitian dilaksanakan di Yogyakarta. 1.7
Sistematika Penulisan Penelitian ini memiliki sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan Bab ini berisikan uraian latar belakang masalah, pernyataan masalah,
tujuan
penelitian,
pertanyaan
penelitian,
batasan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka dan Perumusan Hipotesis Bab ini menjelaskan berbagai dasar teoretis sebagai dasar penelitian yang bersumber dari buku dan literatur empiris
18
sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan serta pengembangan hipotesis dan model penelitian. BAB III Metode Penelitian Bab ini memberikan deskripsi mengenai desain penelitian, definisi operasional dan pengukuran variabel, metode pengumpulan sampel, alat ukur dalam penelitian, data yang dianalisis, serta alat analisis yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini menyajikan deskripsi responden, pembahasan hasil analisis data, dan pengujian hipotesis. BAB V Kesimpulan dan Saran Bab ini menyajikan kesimpulan dan saran hasil penelitian, kelemahan dan keterbatasan penelitian, implikasi praktis dan teoretis, hasil penelitian, serta saran bagi manajerial perusahaan dan penelitian selanjutnya.
19