BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat sekarang ini sudah begitu
pesat
dan
semakin mempermudah dalam memperolah informasi dari berbagai sumber untuk berbagai kepentingan. Pada dasarnya informasi menjadi kebutuhan yang mutlak bagi setiap instansi pemerintah maupun swasta. informasi dapat disajikan dari berbagai sumber dalam bentuk lisan maupun tulisan yang disebut dengan sumber informasi. Sumber informasi dapat berbentuk media tulis cetak dan sumber informasi dapat pula berbentuk media elektronik. John Naisbitt (dalam Megatrends: the directions transfororming our lives, 1982), mengatakan bahwa kita telah sampai pada zaman baru yang dicirikan oleh adanya ledakan informasi beserta sepuluh kecenderungan pokok yang sesungguhnya menunjukkan bahwa kita telah beralih dari masyarakat industrial ke masyarakat informasi. Informasi adalah suatu data yang telah diolah dan menjadi berarti bagi para penerimanya. Biasanya informasi merupakan suatu sumber daya yang dapat dikelola dan bermanfaat dalam mengambil keputusan bagi suatu organisasi baik untuk saat ini maupun masa mendatang. Maka dari itu, informasi harus memenuhi kriteria yaitu akurat, tepat waktu dan relevan. Secara populer dapat dikatakan bahwa mengambil atau membuat keputusan berarti memilih satu diantara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan permasalahan atau persoalan (problem solving), setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang
1
akan dicapai. Inti pengambilan keputusan ialah terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penelitian) mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki dalam pengambilan keputusan. Menurut Terry (Syamsi, 1995) pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih, tindakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang memungkinkan. Pengambilan keputusan yang tepat didasarkan dengan perolehan data yang akurat, data yang dimaksudkan adalah arsip. Arsip adalah dokumen yang terakumulasi melalui proses alami dalam rangka pelaksanaan bisnis organisasi pemerintah maupun swasta, kapan saja, yang disimpan di tempat penyimpanan serta digunakan sebagai bahan referensi bagi pejabat yang bertanggung jawab terhadap fungsinya (Sir Hillary Jenkinson, 1992). Sebagaimana yang dijelaskan dalam Internasional Council on Archives oleh Barry (1995): Arsip adalah sebagai informasi terekam dalam bentuk- bentuk dan media apapun, yang diterima dan dipelihara oleh lembaga maupun individu dalam rangka obligasi hukum atau dalam transaksi bisnis. Peran arsip bagi suatu organisasi adalah sebagai pusat ingatan dari setiap organisasi karena menampung aneka ragam bahan informasi yang berguna. Bahan informasi yang penting harus selalu diingat, dan bila diperlukan harus dengan cepat dan tepat disajikan setiap saat, dalam rangka membantu memperlancar pengambilan keputusan.
2
Peranan
arsip
sebagai
bahan
pertimbangan
untuk
pengambilan
keputusan biasanya didasarkan pada arsip konvensional. Arsip Konvensional adalah arsip yang informasinya terekam dalam media kertas berupa tulisan tangan atau ketikan. Namun seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi arsip telah diciptakan dengan menggunakan media baru. Arsip media baru merupakan jenis arsip yang dibuat menggunakan, mesin/peralatan seperti perekan suara, gambar, atau suara serta gambar yang dinamis (video), hasilnya memerlukan alat bantu untuk melihat informasi yang terkandung di dalamnya, juga memerlukan alat untuk mentransfer data/informasi kedalam bentuk lainnya. Dalam perkembangannya arsip media baru (elektronik) sudah menjadi alat bukti hukum yang sah dalam pengambilan keputusan setelah dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam Undang-Undang tersebut bisa disamakan
bahwa arsip media baru sebagai dokumen elektronik. Dokumen adalah
setiap
Informasi
Elektronik yang
dibuat,
diteruskan,
Elektronik dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan telekomunuikasi, maka dalam perkembangannya sekarang bukan hanya dikenal adanya bukti berupa arsip dalam bentuk konvensional (kertas) tapi dikenal adanya bukti-bukti
3
elektronik seperti misalnya informasi elektronik, data/dokumen elektronik, pemeriksaan saksi dengan menggunakan teleconference, mikrofilm yang berisi rekaman dokumen perusahaan di samping bukti-bukti lain seperti misalnya rekaman radio kaset, VCD/DVD, foto, faximili, hasil rekaman CCTV, bahkan sms/mms. Foto (potret) dan hasil rekaman suara atau gambar (dalam perkembangannya termasuk hasil rekaman cctv), berdasarkan literatur tidak dapat dijadikan alat bukti karena dapat saja merupakan hasil rekayasa sehingga tidak dapat membuktikan apa yang sebenarnya terjadi, namun dalam perkembangannya dewasa ini, dengan kemajuan teknologi di bidang informasi dan telekomunikasi, asli atau tidaknya suatu foto dan hasil rekaman suara atau gambar dapat diketahui dengan mengunakan tehnik tertentu. Fungsi arsip sebagai alat pembuktian pada suatu perkara hukum memang sudah tidak diragukan lagi kesahan dari dokumen-dokumen, namun bagaimana jika alat pembuktian tersebut berupa arsip media baru (dokumen elektronik) yang digunakan sebagai bahan pendukung alat pembuktian pada suatu perkara. Arsip konvensional (kertas) dan arsip media baru akan saling melengkapi satu sama lain dalam hal pengambilan keputusan. Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan sebagai Lembaga Negara yang beperan dalam menangani perkara tentu menggunakan arsip sebagai alat bukti untuk menyelesaikan perkara. Alat bukti adalah elemen sangat penting untuk sebuah proses persidangan perkara hukum. Pihak yang ingin menang dalam sebuah perkara tentunya harus menyiapkan alat bukti selengkap mungkin. Alat bukti surat bisa saja dalam bentuk arsip, baik itu arsip pribadi maupun arsip yang dikuasai dan dikelola oleh negara. Alat bukti berupa dokumen elektonik
4
merupakan alat bukti yang bisa mendukung alat bukti arsip konvensional berupa dokumen-dokumen. Pengambilan keputusan pada suatu perkara hukum tentunya akan berdasarkan pada alat bukti berupa arsip baik itu arsip berupa dokumen maupun alat bukti pendukung berupa dokumen elektronik. Sekarang ini sudah banyak kasus hukum yang telah menggunakan dokumen elektronik sebagai bahan pendukung alat pembuktian. Apalagi setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) maka terdapat suatu pengaturan yang baru mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 2 UU ITE ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan alat bukti yang sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan berlakunya Undang-Undang ITE maka pengambilan keputusan pada suatu perkara dalam persidangan akan melibatkan dua (2) jenis arsip baik itu berupa arsip konvensional maupun arsip media baru sehingga bisa saling melengkapi dalam penetapan keputusan. Keputusan yang diambil tentunya harus sesuai dengan masalah yang ada dengan bukti yang sesuai. Dengan dijadikannya arsip media baru sebagai alat bukti tentu saja harus memberikan kontribusi agar menghasilkan suatu keputusan yang cepat, tepat dan sesuai dengan masalah yang ada. Namun masalah yang muncul dari pemakaian arsip media baru/ elektonik (ITE) sebagai alat bukti hukum pada persidangan adalah belum diaturnya secara
5
sah dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengenai alat bukti hukum yang sah dipersidangan meskipun pada Undang-Undang ITE telah diatur kesahan media elektronik sebagai alat bukti yang sah yang bisa dijadikan sebagai alat bukti. Karena alat bukti yang sah menurut KUHAP ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, surat dan petunjuk. Maka berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai ‘Peran Arsip Media Baru dalam Pengambilan Keputusan Pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan’
I.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah Bagaimana peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat akademik Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dari penelitian yang dilakukan penulis dengan cara mengaplikasikan ilmu dan teori yang
6
di dapat selama perkuliahan dalam pembahasan masalah mengenai peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan b. Manfaat praktis Memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi pimpinan dan staf dalam peran arsip dalam pengambilan keputusan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 LANDASAN TEORI
II.1.1 Peran Arsip
Peranan arsip adalah sebagai pusat ingatan sebagai sumber informasi dan sebagai alat pengawasan yang sangat diperlukan dalam setiap organisasi dalam
rangka
kegiatan
perencanaan,
penganalisaan,
pengembangan,
perumusan, kebijaksanaan, pengambilan keputusan dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban, penilaian dan pengendalian setepat-tepatnya. Arsip mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup organisasi baik organisasi pemerintah maupun swasta. Manfaat arsip bagi suatu organisasi antara lain berisi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan juga dapat dijadikan sebagai alat bukti bila terjadi masalah dan juga dapat dijadikan alat pertanggung jawaban menajemen serta dapat dijadikan alat transparansi birokrasi. Arsip dapat bermanfaat secara optimal bagi organisasi apabila dikelola dengan tertib dan teratur, namun sebaliknya apabila arsip dikelola dengan tidak tertib akan menimbulkan masalah bagi suatu organisasi. Menumpuknya arsip yang tidak ada gunanya serta sitem tata arsip yang tidak menentu akan mengakibatkan ruangan terasa sempit dan tidak nyaman sehingga dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi. Apabila suatu arsip sulit untuk ditemukan akan menjadi hambatan dalam proses pengambilan keputusan dan akan mempersulit proses hukum dan pertanggungjawaban.
8
Didalam setiap organisasi atau instansi peran arsip berbeda-beda karena arsip dapat berperan sesuai dengan fungsinya dalam masing-masing organisasi. Menurut Sedarmayanti (2003:19) peranan arsip adalah sebagai berikut: 1. Alat utama ingatan organisasi 2. Bahan atau alat pembuktian (bukti otentik) 3. Bahan dasar perencanaan dalam pengambilan keputusan 4. Barometer kegiatan suatu organisasi mengingat setiap kegiatan suatu organisasi mengingat setiap kegiatan pada umumnya menghasilkan arsip 5. Bahan informasi kegiatan ilmiah lainnya Mengingat
peran
arsip
yang
sangat
penting
bagi
kehidupan
berorganisasi, maka keberadaan arsip perlu mendapatkan perhatian khusus, sehingga keberadaan arsip dikantor benar-benar menunjukkan peran yang sesuai dan dapat mendukung penyelesaian pekerjaan yang dilakukan semua personil dalam organisasi. Adapun peranan arsip Menurut Sugiono (2005:9), sebagai berikut: a. Arsip sebagai sumber ingatan atau memori Arsip yang disimpan merupakan bank data yang dapat dijadikan rujukan pencairan informasi apabila diperlukan. Dengan demikian segala aktivitas kegiatan yang pernah dilakukan bisa ditemukan kembali informasinya pada arsip yang telah terekam. b. Sebagai bahan pengambilan keputusan Pihak manajemen dalam kegiatannya tentunya memerlukan berbagai data atau informasi yang akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Data dan informasi tersebut dapat
9
ditemukan dalam arsip yang disimpan dalam berbagai media, baik media elektronik ataupun non elektronik. c. Sebagai bukti legalitas Arsip yang dimiliki organisasi berfungsi sebagai pendukung legalitas atau bukti-bukti apabila diperlukan. d. Sebagai rujukan histori Arsip yang merekam informasi masa lalu dan menyediakan informasi untuk masa yang akan datang sehingga arsip dapat digunakan sebagai alat untuk mengetahui perkembangan sejarah atau dinamika kegiatan organisasi. Berdasarkan pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa arsip sangat memiliki peran yang penting bagi sebuah organisasi baik itu pemerintahan maupun swasta. karena setiap aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh organisasi pasti melahirkan sebuah arsip yang menjadi rekaman kegiatan yang pernah dilakukan dan akan menjadi bahan rujukan untuk kedepannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
II.1.2 Pengertin Kearsipan
Setiap kantor pasti memerlukan suatu unit yang mengelola segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan administrasi, kegiatan administrasi pada suatu kantor pada dasarnya juga mempunyai suatu hasil seperti unit-unit lainnya. Hasil atau produk dari suatu kantor adalah surat, formulir dan laporan. Pengelolaan surat, formulir dan laporan yang dihasilkan dan diterima oleh suatu kantor pada akhirnya akan berhubungan dengan kearsipan.
10
Menurut Drs. Basir Barthos dalam Irra Chrisyanti Dewi:2011) manajemen kearsipan adalah setiap catatan tertulis baik dalam bentuk gambar ataupun bagan yang memuat keterangan-keterangan mengenai subjek (pokok persoalan) ataupun peristiwa yang dibuat orang untuk membantu daya ingat orang (itu) pula. Menurut kamus administrasi, kearsipan adalah suatu bentuk pekerjaan tata usaha yang berupa penyusunan dokumen-dokumen secara sistematis sehingga bilamana diperlukan lagi dokumen-dokumen itu dapat ditemukan secara cepat (Agus Sugiarto dan Teguh Wahyono, 2005:2). Salah satu cara yang dilakukan oleh kantor tersebut dalam menghadapi perkembangan teknologi adalah dengan memiliki suatu sistem informasi yang cukup baik, cepat dan teliti. Nilai informasi ditentukan oleh lima karakteristiknya, yaitu ketelitian, ketepatan waktu, kelengkapan, keringkasan dan kesesuaian, karena dengan hal ini akan membantu kelancaran pekerjaan dalam kantor tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut arsip sangat berperan penting dalam sebuah kantor baik secara Konvesional (Manual) ataupun Digital. Dalam sebuah kantor arsip diperlukan untuk memberi pelayanan kepada pihak lain dan untuk keperluan informasi intern dalam kantor tersebut. Oleh karena itu arsip sangat berpengaruh pada seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan disegala bidang yang terdapat dalam sebuah kantor. Arsip juga merupakan pusat ingatan dari sebuah kantor, dengan arsip dapat diketahui bermacam-macam informasi yang sudah dimiliki kantor tersebut sehingga dapat ditentukan sasaran yang akan dicapai dengan menggunakan potensi yang ada secara
maksimal.
Informasi
yang
diperoleh
melalui
arsip
juga
dapat
menghindarkan salah komunikasi, mencegah adanya duplikasi pekerjaan dan membantu mencapai efisiensi pekerjaan.
11
Sistem pengelolaan dalam arsip meliputi berbagai kegiatan dalam mengklasifikasikan surat, memberi kode, menyimpan surat, memelihara secara tepat sampai mengenai cara penyingkiran dan pemusnahan surat yang sudah tidak dipergunakan lagi. Sistem sendiri adalah sekelompok komponen yang teratur yang saling berkaitan dengan rencana yang dibuatnya dalam rangka mencapai tujuan. Sedangkan pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan kebijakan dan tujuan organisasi / proses yang memberikan pengawasan pada suatu hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan pencapaian tujuan (Ibnu Syamsi, 1994:8). Apabila
arsip
yang
dimiliki
oleh
sebuah
kantor
kurang
baik
pengelolaannya,dapat mengakibatkan sulitnya menemukan informasi yang telah disimpan
dan
akhirnya
dapat
menghambat
tahapan
proses
pekerjaan
selanjutnya. Mengingat peran arsip sangat penting, maka sebaiknya arsip dikelola menggunakan sistem pengelolaan arsip yang baik dan benar.
II.1.2.1 Pengertian Arsip
Istilah arsip memang bisa mengandung berbagai macam pengertian. Pendefenisian arsip dapat dipengaruhi oleh segi peninjauan, sudut pandang dan atau pembatasan ruang lingkupnya. Di Indonesia, pengertian arsip diatur dalam Undang- Undang No. 43 Tahun 2009 tentang kearsipan, beberapa pengertian mengenai arsip terangkum dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1, yaitu: 1) Kearsipan adalah hal- hal yang berkenaan dengan arsip 2) Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi atau
12
komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara langsung dalam kegiatan pencipta arsip dan disimpan selama jangka waktu tertentu 4) Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbaharui, dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang 5) Arsip aktif adalah arsip yang frekunsi penggunaannya tinggi dan/ atau terus menerus 6) Arsip inaktif adalah arsip yang frekunsi penggunaannnya telah menurun 7) Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh pencipta arsip karena memiliki
nilai
guna
kesejarahan,
telah
habis
retensinya,
dan
berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi baik secara langsung maupun tidak langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau Lembaga Kearsipan 8) Arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan dengan keberadaan dan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang harus dijaga keutuhan, keamanan, dan keselamatannya. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa arsip adalah dokumen yang terekam dari hasil kegiatan suatu organisasi dan kemudian disimpan untuk kemudian ditemukan kembali dan dipergunakan sebagai bahan pengambilan keputusan suatu organisasi.
13
Sama halnya
dengan
International Council on
Archives pernah
memberikan defenisi arsip pada tahun 1990 sebagai informasi terekam dalam bentuk bentuk dan media apapun, yang diterima dan dipelihara oleh lembaga maupun individu dalam rangka obligasi hukum atau dalam transaksi bisnis (Barry, 1995) Banyak konsep dasar diberikan mengenai arsip atau records. Menurut Lundgren dan Lundgren (1989:4), dalam bukunya Records Management in The Computer Age: Arsip merupakan suatu bukti dari suatu kejadian atau kegiatan
yang
direkam di dalam bentuk yang nyata atau bersifat tangible sehingga memungkinkan untuk diketemukan kembali (1989:4). Dari pengertian ini dapat ditarik beberapa pemahaman dasar. Pertama, arsip harus merupakan bukti (evidence) dari suatu kejadian, tetapi bukti itu merupakan bukti dari lebih satu orang. Dengan kata lain, satu arsip harus berisi data yang mempunyai arti secara sosial. Data dalam konteks ini seringkali diartikan sebagai basis untuk pengambilan keputusan, pengukuran, dan perhitungan. Data- data yang telah diproses sehingga lebih bermakna dapat diartikan sebagai informasi. Kedua, arsip harus disimpan di dalam bentuk yang nyata. Tiga bentuk media arsip secara umum terdiri dari kertas (paper), film, dan media magnetik (magnetic media). Arsip berbasis kertas merupakan data, gambar atau teks yang disimpan pada sesuatu yang terkomposisi secara kimiawi tanpa melihat ukuran, warna atau berat kertas. Arsip film merupakan data gambar atau teks yang disimpan pada film, termasuk pula bentuk khusus film, seperti microfilm. Sementara arsip media magnetik merupakan data, gambar atau teks yang
14
disimpan dan ditemukan kembali melalui penulisan kode secara magnetik dan khusus berkaitan dengan komputer. Unsur ketiga adalah bahwa arsip harus dapat diketemukan kembali (retrievable). Setiap bentuk arsip baik itu berbasis kertas, film maupun media magnetik, harus dapat diketemukan kembali secara fisik maupun informasinya. Dalam pengertian yang hampir sama, Milburn D. Smith III, menyatakan bahwa: Arsip (records) merupakan keseluruhan bentuk informasi yang terekam. Media arsip menurut Smith III dapat berupa kertas, film, microfilm, media magnetik, atau disk optik (1986:4). Lebih lanjut Smith III (1986) membagi media arsip ke dalam beberapa kategori. Pertama, arsip-arsip dengan media elektronik (electronic media) yang meliputi disk magnetik, diskettes, pita magnetik, dan disk optik. Umumnya media elektronik digunakan untuk menyimpan informasi arsip dalam jenis dan jumlah yang besar. Media elektronik seperti komputer, pada sisi menawarkan kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dalam mengolah, menyimpan, dan menemukan kembali informasi. Di sisi lain, komputer telah menciptakan ketergantungan manusia dalam melakukan aktivitas kerja.
II.1.2.2 Fungsi Arsip
Dalam setiap organisasi fungsi arsip menunjukkan dua hal yang menggambarkan kegiatan yang ada. Arsip yang diciptakan oleh organisasi pemerintah, swasta, dan perorangan terdiri dari arsip yang berasal dari kegiatan fungsional (subtantif) dan administratif (fasilitatif). Arsip kegiatan fungsional merefleksikan kegiatan dan fungsi yang unik dari setiap organisasi sesuai
15
dengan
misi
dan
tugasnya.
merefleksikan kegiatan
Sementara,
arsip
kegiatan
administratif
yang umumnya ada dalam setiap organisasi, seperti
personalia (kepegawaian) dan keuangan. Kehadiran arsip pada dasarnya karena adanya kegiatan
organisasi,
suatu kelompok atau individu. Tanpa adanya suatu kegiatan atau aktifitas, maka arsip tidak akan tercipta. Oleh karenanya arsip memiliki beberapa fungsi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi organisasi. Adapun fungsi arsip yaitu: 1. Mendukung proses pengambilan keputusan Dalam proses pengambilan keputusan, pimpinan dalam tingkat manajerial manapun membutuhkan informasi. Informasi yang dibutuhkan merupakan rekaman proses kegiatan yang telah dilakukan. 2. Menunjang proses perencanaan Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan untuk memperkirakan kondisi yang akan datang yang akan dicapai. Upaya pencapaian ini akan dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang telah ditentukan dalam rencana-rencana. Untuk menyusun perencanaan dibutuhkan banyak informasi yang mendukung perkiraan yang akan dicapai. 3. Mendukung pengawasan Dalam melakukan pengawasan, dibutuhkan informasi terekam tentang rencana yang telah disusun, apa yang telah dilakukan, dan apa yang belum dilaksanakan 4. Sebagai alat pembuktian Di dalam institusi pengadilan akan banyak menghasilkan informasi terekam yang nantinya dapat kembali digunakan oleh pengadilan itu
16
sendiri. Seluruh informasi ini merupakan arsip dinamis yang dapat digunakan dalam proses pembuktian. 5. Memori perusahaan Keseluruhan kegiatan bisnis, baik itu berupa transaksi, aktivitas internal perusahaan atau keluaran yang dibuat oelh perusahaan dapat direkam dalam bentuk arsip dinamis. Informasi terekam ini nantinya dapat digunakan oleh perusahaan atau keluaran yang dibuat oleh perusahaan dalam menjalankan kegiatannya di masa yang akan datang. 6. Arsip untuk kepentingan Politik dan Ekonomi Kegiatan
politik
dan
ekonomi
akan
banyak
menghasilkan
dan
membutuhkan informasi. Beragam informasi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, dan salah satunya berasal dari arsip dinamis.
II.1.2.3 Syarat Arsip
Untuk menjaga kelestarian keaslian isi sebuah arsip elektronik kita harus memahami secara baik syarat-syarat keaslian sebuah arsip. Syarat-syarat tersebut adalah (Laksmi, dkk:2015): a. Autentik Untuk menunjukkan keautentikan sebuah arsip, organisasi perusahaan harus mengarsiptasikan dan melaksanakan dengan baik kebijakan dan prosedur yang mengawasi penciptaan, transmisi, dan pemeliharaan arsip untuk menjamin bahwa pencipta arsip dapat dikenal dan memang mempunyai kewenangan untuk mencipta arsip. Arsip juga harus dijaga dari adanya penambahan, perubahan dan penghapusan oleh pihak yang tidak berwenang.
17
b. Andal Suatu arsip dikatakan andal jika isinya dapat dipercayai. Untuk dapat dipercayai arsip harus menjadi gambaran yang akurat dan lengkap dari transaksi, aktivitas, atau fakta yang ada sehingga arsip dapat digunakan untuk kegiatan atau transaksi berikutnya. c. Bulat Adalah suatu keharusan bahwa sebuah arsip terlindungi dari adanya perubahan. Kebijakan dan prosedur manajemen arsip yang harsi menjelaskan tambahan atau anotsi yang mungkin dibuat pada sebuah arsip sesudah masa penciptaannya. Pada kondisi apa penambahan atau anotasi diperbolehkan dan siapa yang berwenang untuk melakukannya. Setiap
perubahan
atau
anotasi
yang
sah
pada
arsip
setelah
penciptaannya harus secara jelas tercantum sebagai tambahan atau anotasi. d. Siap Pakai Sebuah arsip dinyatakan siap pakai jika dapat diketahui lokasinya, dapat ditemukan kembali, dapat diperlihatkan dan dapat ditafsirkan dalam konteks kegiatan bisnis yang lebih luas. e. Akurat, Memadai dan lengkap Sebuah arsip harus dengan benar menggambarkan apa yang telah dikomunikasikan, diputuskan atau dilakukan. Sebuah arsip harus dapat mendukung kebutuhan-kebutuhan bisnis yang berhubungan dengannya atau yang menjadikannya sebagai alat bukti. Dengan demikian, arsip dapat digunakan untuk tujuan pertanggungjawaban.
18
Dari pemaparan lima syarat yang harus dipenuhi oleh sebuah arsip, jika semuanya terpenuhi, maka medium apapun yang dipakai tidaklah menjadi masalah untuk menjadikan sebuah arsip sebagai alat bukti yang sah. atau dengan kata lain sebuah arsip elektonik pun dapat menjadi alat bukti yang sah jika lima syarat dasar sebuah arsip tepenuhi.
II.1.2.4 Arsip Sebagai Alat Bukti
Arsip yang tersimpan rapi seakan-akan tidak mempunyai arti ketika ia disimpan ditempatnya. Kesan yang muncul pada posisi ini adalah bahwa arsip tak lebih dari sekumpulan kata, rekaman suara atau gambar yang ditata sedeminikan rupa. Ia akan mempunyai kekuatan ketika orang mulai mencari dan memaknainya untuk tujuan tertentu. Informasi yang terekam dalam media tertentu bisa dipakai sebagai alat pembuktian di pengadilan. Suara rekaman saat seseorang memberikan ceramah bisa dijadikan dasar pembuktian bagi penuntut umum untuk mempengaruhi keputusan hakim. Bukti kontrak yang disepakati oleh kedua pihak yang melakukan tindak bisnis bisa dipakai sebagai bukti jika salah satu pihak mungkir dari apa yang telah disepakati bersama.
II.1.2.5 Arsip Media Baru
Media baru( arsip teknologi maju/ machine readable ), arsip media baru juga dikenal sebagai arsip non kertas menurut buku Keeping Archives karya Yudith Elis (1993) yang dimaksud dengan arsip bentuk khusus yaitu arsip bentuk media dan ciri catatan informasinya memiliki karateristik bersifat khusus, arsip
19
bentuk khusus biasanya merupakan related document atau dokumen terkait namun kadang juga sebagai lampiran serta tidak menutup kemungkinan arsip bentuk khusus tersebut berdiri sendiri. Euis Shariasih (Sambas Ali Muhudin:2015) menyatakan bahwa arsip media baru adalah arsip yang isi informasi dan bentuk fisiknya direkam dalam media magnetik menggunakan perangkat elektronik atau dalam bentuk citra bergerak, gambar statik, dan rekaman suara yang diciptakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan organisasi ataupu perorangan. Dengan demikian, yang termasuk dalam katergori arsip media baru adalah arsip elektronik dan arsip jenis lain yang tidak berbasis kertas. Ada beberapa hal yang menyebabkan terciptanya arsip bentuk khusus yaitu adanya kemajuan teknologi, pengelolaan kedua bentuk arsip berbeda, adanya arsip yang saling berkaitan, karateristik arsip yang berbeda, dalam setiap transaksi organisasi menghasilkan arsip yang memiliki karateristik yang berbeda beda sesuai dengan fungsi masing masing organisasi. Ada beberapa macam arsip bentuk khusus yaitu : 1. Arsip audio visual Menurut Kathleen Owens (1996) arsip audio visual adalah: “Dokumen yang berisi informasi pemerintahan dalam bentuk citra bergerak (moving-images) dan/atau suara (sound)” Sedangkan menurut National Archives and Records Administration – NARA (1996): “Arsip/records dalam bentuk audio atau visual mencakup media
gerak
dan
statis,
rekaman
suara,
karya
grafik,
media
gabungan/multimedia, sarana temu balik dan file-file produksi” Arsip audio visual terdiri dari :
20
Moving image atau arisp gambar bergerak, misalnya : film, video
Still image atau arsip gambar diam, misalnya : foto, slide
Sound recording atau arsip rekaman suara yaitu arsip yang informasinya terekam dalam sinyal suara dengan menggunakan sistem perekam tertentu.
2. Arsip kartografi dan kearsitekturan Arsip kartografi adalah Arsip yang isi informasinya digambarkan dalam bentuk gambar grafis atau fotogrametrik maupun sistem atau legenda peta yang menggambarkan suatu wilayah tertentu yang meliputi unsur kartografik yaitu judul, skala, legenda, garis astronomis, misalnya peta dan atlas. Kartografi menurut ICA yaitu Seni, ilmu pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta, sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni (ICA, 1974). Arsip kartografi atau peta medianya berupa kertas namun arsip kartografi ini dikategorikan
sebagai arsip
bentuk
khusus, karena memiliki
karakteristik informasi yang berbeda dengan arsip tekstual yaitu informasinya dalam bentuk simbol-simbol, gambar. Arsip ini kadang berukuran besar mulai dari A3 sampai A0 tergantung dari besar skala. Arsip Keaksitekturan adalah Arsip yang mempresentasikan objek tidak bergerak
seperti pembangunan
gedung, monumen/tugu, benteng,
gerbang, tempat ibadah, makam, waduk, jembatan, dan sejenisnya yang meliputi tahapan desain konsep (proposal design, sketsa, gambar skematis, gambar perspektif, gambar presentasi, model tiga dimensi); tahapan site survei (rencana); tahapan konstruksi (gambar kerja, rancang
21
bangun, rencana kunci, change order; dan tahapan pasca konstruksi (annotated plans, gambar terukur) 3. Arsip Publikasi Arsip publikasi misalnya kertas sheet atau stensil yang digunakan untuk menggandakan materi publikasi. 4. Arsip ephemera Arsip ephemera merupakan
dokumen informal yang mempunyai nilai
tidak berjangka panjang atau sesaat, kadang dianggap barang rongsokan atau dilestarikan sebagai specimen atau contoh misalnya vandal, emblem, tiket, kartu ucapan. Arsip ephemera termasuk dalam arsip kelas 4 apabila ada kaitannya dengan file. 5. Arsip karya seni Dokumen seni yang kehadirannya terkait dengan file, sebagai hasil aktivitas organisasi atau berdiri sendiri sebagai master. 6. Arsip elektronik Jay Kennedy and Cherryl Schauder (1998): “Arsip yang terekam dalam bentuk digital yang tersimpan dalam media magnetik dan optik komputer”. Terminologi Kearsipan Indonesia (1988):
“arsip yang berisi tentang
rekaman informasi dari suatu kegiatan yang diciptakan atau dibuat dengan menggunakan komputer sebagai alat.” Adapun media rekam dari arsip elektronik yaitu CD, VCD, DVD, Hard disk, flash disk, floppy disk, kaset audio, open reel, mini disk, kaset video, laser disk dll. 7. Arsip bentuk mikro Sebagai salah satu kebutuhan untuk penyimpanan dan penemuan kembali secara cepat dalam rangka layanan jasa informasi. Disamping itu
22
untuk menyelamatkan informasi arsip. Untuk membaca isi informasi yang ada dalam arsip mikro ini diperlukan alat yang disebut microreader. Arsip bentuk mikro terdiri dari microfilm dan microfiche.
II.1.2.6 Arsip Media Baru Sebagai Alat Bukti
Laksmi dkk. 2015, Salah satu tujuan utama dalam pengelolaan arsip adalah untuk memastikan bahwa arsip sebagai bahan bukti kegiatan transaksi dapat tersedia ketika diperlukan. Hal ini mengisyaratkan bahwa pemeliharaan keaslian isi informasi jauh lebih penting dibandingkan dengan media informasi. Metode-metode yang diterapkan dalam pemeiliharaan harus menjamin bahwa isi, struktur dan konteks tidak hilang atau kacau seiring dengan majunya waktu. Dengan demikian, media baru sebagai alternatif baru penyimpanan data dan informasi transaksi bisnis sejauh mampu melestarikan keaslian isi, maka sarana tersebut secara logika dapat dipakai sebagai alat pembuktian yang sah. masalahnya yang muncul dari pemakaian arsip media baru sebagai alat bukti sah adalah bagaimana menjamin kelestarian keaslian isi data atau informasi yang ada di dalamnya mengingat media baru sangat rentan terhadap terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dapat terdeteksi. Dengan kata lain, perubahanperubahan yang terjadi pada arsip media baru sering hampir tidak meninggalkan jejak. Keadaan ini tentu saja akan mengundang kontroversi-kontroversi baru dalam dunia manajemen arsip jika tidak dipikirkan usaha-usaha yang maksimal untuk menjaga agar keautentikan isi pada arsip media baru dapat dilestarikan atau dipertahankan selama masa retensinya agar dapat diakui sebagai alat bukti yang sah.
23
II.1.3 Pengertian Keputusan dan Pengambilan Keputusan
Keputusan adalah proses penelusuran masalah yang berawal dari latar belakang masalah, identifikasi masalah hingga kepada terbentuknya kesimpulan atau rekomendasi. Rekomendasi itulah yang selanjutnya dipakai dan digunakan sebagai pedoman basis dalam pengambilan keputusan. Keputusan pada dasarnya merupakan proses memilih satu penyelesaian dari beberapa alternatif yang ada. Keputusan yang akan kita ambil tentunya perlu didukung berbagai faktor yang akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai pengambil keputusan bahwa keputusan tersebut adalah tepat. Keputusan yang tepat pada dasarnya adalah keputusan yang bersifat rasional, sesuai dengan nurani,
dan
didukung
oleh
fakta-fakta
yang
akurat,
sehingga
dapat
dipertanggungjawabkan. Kadangkala keputusan dapat tidak bersifat rasional karena faktor-faktor yang terkait dengan emosi, hubungan antarmanusia, faktor tradisi, lingkungan, dan lain sebagainya. Sejauh keputusan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, biasanya keputusan tetap akan diambil Morgan dan Cerullo (1984) dalam Hasan Iqbal:2002 mendefenisikan keputusan sebagai “sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan, yang terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain dikesampingkan”. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pertimbangan ialah menganalisis beberapa kemungkinan atau alternatif, sesudah itu dipilh diantaranya. Lain halnya dengan Mc.Grew dan Wilson (1985) dalam Hasan Iqbal:2002 yang lebih melihat keputusan pada kaitannya dengan proses, yaitu bahwa suatu proses keputusan ialah keadaan akhir dari suatu proses yang lebih dinamis, yang diberi label pengambilan keputusan. Ia dipandang sebagai proses karena
24
terdiri atas satu seri aktivitas yang berkaitan dan tidak hanya dianggap sebagai tindakan bijaksana. Selanjutnya Menurut Mc. Farland (2002) Keputusan : “a decision is anact of choice where in an executive froms a conclusion about what must or must not be done in a given situation”. Keputusan adalah suatu tindakan pemilihan di mana pimpinan menentukan suatu kesimpulan tentang apa yang harus atau tidak harus dilakukan dalam situasi yang tertentu. Selain itu juga dapat dipahami bahwa pengambilan keputusan itu tidak terlepas dari upaya memilih alternatif-alternatif yang tepat untuk situasi tertentu dengan langkah-langkah tertentu pula. Dari uraian diatas peneliti berpendapat bahwa keputusan dilakukan karena adanya suatu masalah yang memerlukan penyelesaian. Dimana dalam penyelesaian masalah tersebut ada beberapa alternatif pemecahan masalah yang harus dipilih dan sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi. Pilihan yang diambil harus dipertimbangkan dengan baik sebelum dilakukan sebuah pemilihan alternatif yang tepat. Pengambilan keputusan mempunyai arti penting bagi maju mundurnya suatu organisasi, terutama karena masa depan suatu organisasi banyak ditentukan oleh pengambilan keputsan sekarang. Pentingnya pengambilan keputusan dilihat oleh Mintzberg (1979) dari segi kekuasaan untuk membuat kekuasaan, yaitu apakah mengikuti pola sentralisasi datau desentralisasi. Berbeda dengan Weber (1969) dalam Hasan Iqbal:2002 memberi perhatian pada pengambilan keputusan dari sudut kehadirannya, yaitu tanpa adanya teori pengambilan keputusan administratif, kita tidak dapat mengerti, apalagi meramalkan tindakan- tindakan manajemen sehingga kita tidak dapat menyempurnakan efektivitas manajemen.
25
Menurut Robins dalam Mesiono (1984) pengambilan keputusan adalah : “decision making is a process in which one choose between two or more alternatives”. Pendapat ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan sebagai proses memilih satu pilihan di antara dua atau lebih alternatif. Pengambilan keputusan adalah menetapkan pilihan atau alternatif secara nalar dan menghindari diri dari pilihan yang tidak rasional, tanpa alasan atau data yang kurang akurat. Davis dalam buku yang sama, mengemukakan suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan. Keputusan harus dapat menjawab pertanyaan: tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang dibicarakan dalam hubungannya dengan perencanaan. Bisa dikatakan bahwa pengambilan keputusan ialah memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efesien sesuai situasi. Proses itu untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa mengambil keputusan memerlukan satu seri tindakan, membutuhkan
beberapa
langkah.
Dimana
langkah
yang
tempuh
akan
menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sesuai dengan masalah yang ada. Sehubungan dengan itu, pengambilan keputusan hendaknya dipahami dalam dua pengertian, yaitu: 1) penetapan tujuan yang merupakan terjemahan dari cita-cita, aspirasi, dan 2) pencapaian tujuan melalui implementasinya. Ringkasnya, keputusan dibuat untuk mencapai tujuan melalui pelaksanaan dan ini semua berintikan pada hubungan kemanusiaan. Menurut Siagian (1988) Untuk suksesnya pengambilan keputusan itu maka ‘sepuluh hukum’ hubungan kemanusiaan hendaknya menjadi acuan dari setiap pengambilan keputusan. Ke ‘sepuluh hukum’ hubungan kemanusiaan itu ialah:
26
1) Harus ada sinkronisasi antara tujuan organisasi dan tujuan masingmasing anggota organisasi 2) Harus ada suasana dan iklim kerja yang menggembirakan 3) Interaksi antara atasan dan bawahan hendaknya memadu informalitas dengan formalitas 4) Manusia tidak boleh diperlakukan seperti mesin 5) Kemampuan bawahan harus dikembangkan terus hingga titik yang optimun 6) Pekerjaan dalam organisasi hendaknya yang bersifat menantang 7) Hendaknya ada pengakuan dan penghargaan terhadap mereka yang berprestasi 8) Kemudahan-kemudahan dalam pekerjaan hendaknya diusahakan untuk memungkinkan setiap orang melaksanakan tugasnya dengan baik 9) Sehubungan dengan penempatan, hendaknya digunakan prinsip the right man on the right place, dan 10) Tingkat kesejahtraan hendaknya juga diperhatikan antara lain dengan pemberian balas jas yang setimpal.
II.1.4 Tujuan Pengambilan Keputusan
Setiap organisasi, baik dalam skala besar maupun kecil, terdapat terjadi perubahan-perubahan kondisi yang dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal organisasi. Dalam menghadapi perkembangan dan perubahan yang terjadi maka diperlukan pengambilan keputusan yang cepat dan
27
tepat. Proses pengambilan keputusan harus dilakukan dengan cepat agar tujuan kegiatan dalam organisasi bisa berjalan dengan lancar. Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu kegiatan pemilihan beberapa alternatif jawaban didalammnya dipertimbangkan keuntungan dan kerugian yang terkandung dalam setiap altenatif pemecahan masalah tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam organisasi itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan organisasinya yang dimana diinginkan semua kegiatan itu dapat berjalan lancar dan tujuan dapat dicapai dengan mudah dan efisien. Adapun tujuan yang dibangunnya membantu
terwujudnya
kondisi
teori pengambilan keputusan adalah pemaksimuman
harapan
(maximizing
expectations). Tujuan ini dapat dimasukkan sebagai salah satu asumsi dalam membangun teori pengambilan keputusan. Pengambiilan keputusan yang dilakukan seseorang akan selalu dikaitkan peraihan hasil yang paling maksimum. Apabila peristiwa yang diharapkan tidak terjadi, maka masalah atau resiko akan muncul Tujuan pengambilan keputusan dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut: 1. Tujuan yang bersifat tunggal Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain. 2. Tujuan yang bersifat ganda Tujuan pengambilan keputusan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan itu menyangkut lebih dari satu masalah, artinya bahwa satu keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan
28
dua masalah (atau lebih), yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak kontradiktif.
II.1.5 Dasar- Dasar Pengambilan Keputusan
Pembuatan keputusan diperlukan pada semua tahap kegiatan organisasi dan manajemen. Misalnya, dalam tahap perencanaan diperlukan banyak kegiatan pembuatan keputusan sepanjang proses perencanaan tersebut. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam proses perencanaan ditujukan kepada pemilihan alternative program dan prioritasnya. Pengambilan keputusan itu adalah
suatu cara yang digunakan untuk memberikan suatu pendapat yang
dapat menyelesaikan suatu masalah dengan cara/ teknik tertentu agar dapat lebih diterima oleh semua pihak. Dasar-dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan bermacammacam, tergantung dari permasalahannya. Oleh George R. Terry, disebutkan dasar-dasar dari pengambilan keputusan yang berlaku adalah sebagai berikut: 1. Intuisi Pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan intuisi ini mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya antara lain sebagai berikut:
Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek
Untuk
masalah
yang
pengaruhnya
terbatas,
pengambilan
keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya
29
Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
Keputusan yang dihasilkan relatif kurang baik
Sulit
mencari
alat
pembandingnya,
sehingga
sulit
diukur
kebenaran dan keabsahannya
Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan sering kali diabaikan
2. Pengalaman Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi pengetahuan
praktis.
Karena
pengalaman
seseorang
dapat
memperkirakan keadaan sesuatu dapat memperhitungkan untung ruginya baik buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara penyelesaiannya. 3. Fakta Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang solid, dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dapat menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan lapang dada. 4. Wewenang Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh pemimpin
terhadap
bawahannya
atau
orang
yang
lebih
tinggi
kedudukannya kepada orang yang lebih rendah kedudukannya. Kelebihannya antara lain sebagai berikut:
30
Kebanyakan penerimaannya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan tersebut secara sukarela ataukah secara terpaksa
Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama
Memiliki otentisitas (otentik)
Kelemahannya antara lain sebagai berikut:
Dapat menimbulkan sifat rutinitas
Mengasosiasikan dengan praktek diktatorial
Sering melewati permasalahan yang seharusnya di pecahkan sehingga dapat menimbulkan kekaburan.
5. Rasional Pada pengalaman keputusan yang berdasarkan rasional, keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu, sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang diinginkan. Pada pengambilan keputusan secara rasional ini terdapat beberapa hal, sebagai berikut:
Kejelasan masalah: tidak ada keraguan dan kekaburan masalah
Orientasi tujuan: kesatuan pengertian tujuan yang ingin dicapai
Pengetahuan alternatif: seluruh alternatif diketahui jenisnya dan konsekunsinya
Preferensi yang jelas: alternatif bisa diurutkan sesuai kriteria
Hasil maksimal: pemilihan alternatif terbaik didasarkan atas hasil ekonomis yang maksaimal
31
II.1.6 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Penyelesaian masalah sering kali tidak mudah karena berbagai faktor yang terkait dengan masalah sering kali tidak berpola tunggal, baik yang terkait dengan faktor penyebab maupun alternatif penyelesaiannya. Tidak berpola tunggal artinya faktor penyebab dan alternatif penyelesaiannya bisa saja tidak satu. Pertanyaannya adalah alternatif mana yang akan dipilih. Jawaban atas pertanyaan terakhir membawa kita kepada sebuah teori dalam penyelesaian masalah yang sering kali dinamakan sebagai teori pengambilan keputusan. Alternatif yang mana yang akan kita pilih pada dasarnya mendorong kita untuk mengambil keputusan, karena keputusan harus diambil agar proses dapat terus berjalan. Keputusan pada dasarnya merupakan proses memilih satu penyelesaian dari beberapa alternatif yang ada. Keputusan yang akan kita ambil tentunya perlu didukung berbagai faktor yang akan memberikan keyakinan kepada kita sebagai pengambil keputusan bahwa keputusan tersebut adalah tepat. Dalam
pengambilan
keputusan, ada
beberapa
faktor/
hal yang
mempengaruhi, antara lain, sebagai berikut: 1. Posisi/ kedudukan Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/ kedudukan seseorang dapat dilihat dalam hal berikut.
Letak posisi; dalam hal ini apakah ia sebagai pembuat keputusan (decision maker), penentu keputusan (decision taker) ataukah staf (staffer)
Tingkatan posisi; dalam hal ini apakah sebagai strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional, teknis
32
2. Masalah Masalah atau problem adalah apa yang menjadi penghalang untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan daripada apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan. Masalah dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut:
Masalah terstruktur, yaitu masalah yang logis, dikenal dan mudah diidentifikasi
Masalah tidak terstruktur, yaitu masalah yang masih baru, tidak biasa, dan informasinya tidak lengkap.
Selain pembagian masalah tersebut di atas, masalah dapat pula dibagi menjadi sebagai berikut:
Masalah rutin, yaitu masalah yang sifatnya sudah tetap, selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari
Masalah insidentil, yaitu masalah yang sifatnya tidak tetap, tidak selalu dijumpai dalam hidup sehari-hari.
3. Situasi Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. 4. Kondisi Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya berbuat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya.
33
5. Tujuan Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan), tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah
tertentu/
telah
ditentukan.
Tujuan
yang
ditentukan
dalam
pengambilan keputusan merupakan tujuan antara atau objektive. Pendapat lain yang mengatakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah: 1. Keadaan intern organisasi Keadaan intern organisasi bersangkut paut dengan apa yang ada di dalam organisasi tersebut. keadaan intern organisasi antara lain meliputi dana yang tersedia, keadaan sumber daya manusia, kemampuan karyawan, kelengkapan dari peralatan organisasi, struktur organisasi. 2. Keadaan ekstern organisasi Keadaan ekstern organisasi bersangkut paut dengan apa yang ada di luar organisasi tersebut. keadaan ekstern organisasi antara lain meliputi keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan sebagainya. Keputusan yang diambil harus memperhatikan situasi ekonomi, jika keputusan tersebut ada sangkut pautnya dengan ekonomi. Keputusan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan norma-norma, undangundang, hukum yang berlaku dan peraturan-peraturan. Keputusan yang diambil jika ada kaitannya, baik langsung maupun tidak langsung dengan bidang politik, jangan sekali-kali bertentangan dengan pola kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau penguasa. Jika keputusan yang diambil ada kaitannya dengan budaya, sebaiknya memperhatikan keadaan budaya setempat dan sebagainya.
34
3. Tersedianya informasi yang diperlukan Dalam pengambilan keputusan, informasi yang diperlukan haruslah lengkap dan memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga keputusan yang dihasilkan dapatlah berkualitas dan baik. Sifat-sifat informasi itu antara lain sebagai berikut:
Akurat, artinya informasi harus mencerminkan atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
Up to date, artinya informasi tersebut harus tepat waktu
Komperhensif, artinya informasi harus dapat mewakili
Relevan, artinya indormasi harus ada hubungannya dengan masalah yang akan diselesaikan
Memiliki kesalahan baku kecil, artinya informasi itu memiliki tingkat kesalahan yang kecil
4. Kepribadian dan kecakapan pengambilan keputusan Kepribadian dan kecakapan dari pengambilan keputusan meliputi: penilaiannya,
kebutuhannya,
intelegensinya,
keterampilannya,
kepasitasnya, dan sebagainya. Nilai-nilai keperibadiannya dan kecakapan ini turut juga mewarnai tepat tidaknya keputusan yang diambil. Jika pengambil keputusan memiliki kepribadian dan kecakapan yang kurang, maka keputusan yang diambil juga akan kurang, demikian pula sebaliknya. Selain dari pendapat diatas, menurut George R. Terry, ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah sebagai berikut: 1. Hal-hal yang berwujud dan tidak berwujud, yang emosional maupun yang rasional
35
2. Tujuan organisasi Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan sebagai bahan dalam pencapaian tujuan dari oraganisasi 3. Orientasi Keputusan yang diambil tidak boleh memiliki orientasi kepada diri pribadi, tetapi harus lebih berotientasi kepada kepentingan organisasi. 4. Alternatif-alternatif tandingan Jarang sekali ada satu pilihan yang betul-betul memuaskan, karenanya harus dibuat alternatif-alternatif tandingan. 5. Tindakan Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Karenanya harus diubah menjadi tindakan fisik. 6. Waktu Pengambilan keputusan yang efektif memerlukan waktu dan proses yang lebih lama. 7. Kepraktisan Dalam pengambilan keputusan diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk memperloleh hasil yang optimal (lebih baik). 8. Pelembagaan Setiap keputusan yang diambil harus dilembagakan, agar dapat diketahui tingkat kebenarannya. 9. Kegiatan berikutnya Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian mata rantai kegiatan kebenarannya.
36
II.1.7 Tahapan pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan merupakan tahap-tahap yang harus dilalui atau digunakan untuk membuat keputusan. Tahap-tahap ini merupakan kerangka dasar, sehingga setiap tahap dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa sub tahap (disebut langkah) yang lebih khusus/spesifik dan lebih operasional. Ada beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut: Menurut Herbert A. Simon (Iqbal Hasan, 2002) Proses pengambilan keputusan terdiri atas tiga fase keputusan, yaitu sebagai berikut: 1) Intelegensia Merupakan
fase
penelusuran
informasi
untuk
keadaan
yang
memungkinkan dalam rangka pengambilan keputusan. Jadi merupakan pengamatan lingkungan dalam pengambilan keputasan. Data dan informasi diperoleh, diproses dan diuji untuk mencari bukti-bukti yang dapat diidentifikasi, baik yang permasalahan pokok peluang untuk memecahkannya. 2) Design Merupakan fase pencarian/ penemuan, pengambangan serta analisis kemungkinan suatu tindakan. Jadi merupakan kegiatan perancangan dalam pengambilan keputusan. Fase ini terdiri atas sebagai berikut
Identifikasi masalah Merupakan langkah pencarian perbedaan antara situasi yang terjadi dengan situasi yang ingin dicapai
Formulasi masalah
37
Merupakan kegiatan
langkah desain
dimana dan
masalah
dipertajam
pengembangan
sehingga
sesuai
dengan
permasalahan yang sebenarnya. Cara yang dilakukan dalam formulasi permasalahan adalah sebagai berikut. o
Menentukan batasan-batasan permasalahan
o
Menguji perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan permasalahan dapat dipecahkan
o
Merinci masalah pokok ke dalam sub-sub masalah
3) Choice Merupakan fase seleksi alternatif atau tindakan yang dilakukan dari alternatif- alternatif tersebut. alternatif yang dipilih kemudian diputuskan dan dilaksanakan. Jadi merupakan kegiatan memilih tindakan atau alternatif tertentu dari bermacam- macam kemungkinan yang dapat ditempuh 4) Implementation Implementasi mencakup pencapaian keputusan itu kepada orang-orang yang terkait dan mendapatkan komitmen mereka pada keputusan tersebut. Menurut Richanrd I. Levin, dkk (Iqbal Hasan, 2002), Proses pengambilan keputusan terdiri atas 6 tahap, yaitu sebagai berikut: 1. Observasi Tahap ini berupa (aktivitas proses) kunjungan lapangan, konprensi, observasi dan riset yang dapat menjadi informasi dan data penunjang. 2. Analisis dan pengenalan masalah
38
Tahap ini dapat berupa (aktivitas proses) penentuan penggunaan, penetuan tujuan dan penentuan batasan-batasan yang dapat menjadi pedoman atau tujuan petunjuk yang jelas untuk mencari pemecahan yang dibutuhkan 3. Pengambangan model Tahap ini dapat berupa (aktivitas proses) peralatan pengambilan keputusan antar hubungan model matematik, riset yang dapat menjadi (output proses) model yang berfungsi di bawah batasan lingkungan yang telah ditetapkan. 4. Memilih data masukan yang sesuai Tahap ini dapat berupa data internal dan eksternal, kenyataan, pendapat serta data bank komputer yang dapat menjadi (output proses) input yang memadai untuk mengerjakan dan mengakses model yang digunakan. 5. Perumusan dan pengetesan yang dapat dipertanggungjawabkan Tahap ini dapat berupa pengetesan, batasan dan pembuktian yang dapat menjadi (output proses) pemecahan yang membantu pencapaian tujuan. 6. Penerapan pemecahan Tahap ini dapat berupa (aktivitas proses) pembahasan prilaku, pelontaran ide, pelibatan manajemen serta penjelasan yang dapat menjadi (output proses) pemahaman manajemen untuk menunjang model operasi dalam jangka yang lebih panjang. Sedangkan menurut Sir Francis Bacon (Iqbal Hasan, 2002), Proses pengambilan keputusan terdiri dari 6 tahap, yaitu sebagai berikut: 1. Merumuskan/ mengidentifikasi masalah Merupakan suatu usaha untuk mencari permasalahan sebenarnya.
39
2. Pengumpulan informasi yang relevan Merupakan pencarian faktor-faktor yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui penyebab timbulnya masalah. 3. Mencari alternatif tindakan Merupakan pencarian kemungkinan yang dapat ditempuh berdasarkan data dan permasalahan yang ada. 4. Analisis alternatif Merupakan penganalisisan setiap alternatif menurut kriteria tertentu yang sifatnya kualitatif atau kuantitatif 5. Memilih alternatif terbaik Pemilihan alternatif terbaik dilakukan atas kriteria tertentu dan skala prioritas tertentu. 6. Melaksanakan keputusan dan evaluasi hasil Merupakan
tahap melaksanakan/ mengambil tindakan.
Umumnya
tindakan ini dituangkan ke dalam rencana tindakan. Evaluasi hasil memberikan masukan/ umpan balik yang berguna untuk memperbaiki suatu keputusan atau merubah tujuan semula karena telah terjadi perubahan-perubahan.
40
II.2 Kerangka Pikir Peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan
Proses pengambilan keputusan 1. Intelegensia 2. Design 3. Choice 4. Implementation
5. Memilih alternatif terbaik 6. Evaluasi hasil Keputusan yang tepat
41
BAB III
METODE PENELITIAN
III. 1 Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian tentang peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dimana penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu berupa penelitian dengan metode atau pendekatan studi kasus (case study). Menurut Bodgan dan Biklen dalam Sugiyono (2005:9), secara umum penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci 2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga menekankan pada angka 3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau outcome 4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif 5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang teramati)
III.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. Penelitian dilakukan pada kantor Kejaksaan Tinggi Sul-Sel karena pada pengambilan keputusan pada sebuah perkara sering menggunakan arsip media baru sebagai pelengkap alat bukti dari arsip konvensional (kertas).
42
III. 3 Tipe dan Dasar Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu memberikan gambaran, penjelasan yang tepat secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti. Dasar penelitiannya adalah teknik pengumpulan data serta wawancara kepada narasumber/informan yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hal yang berhubungan dengan rumusan masalah penelitian.
III.4 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Observasi
(observation)
atau
pengamatan
merupakan
teknik
pengumpulan data yang paling utama dalam penelitian kualitatif. Observasi
dilakukan
dengan
melihat
secara
langsung
tentang
permasalahan yang berhubungan dengan variabel penelitian dan melakukan pencatatan atau hasil observasi. 2. Wawancara Penggunaan metode ini ditunjukkan untuk menggali informasi secara lebih mendalam terkait permasalahan penelitian. Terkait masalah penelitian, penelitian menggunakan metode indepth interview, dimana peneliti dan informan/responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.
43
3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan cara yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda dan lain sebagainya.
III.5 Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangannya dari dalam tentang nilai-nilai, sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Adapun informan dalam penelitian ini adalah: 1. Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) 2. Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) 3. Jaksa (yang pernah menangani kasus ITE)
III.6 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dapat didapatkan dari penelitian kualitatif yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narsumber atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relavan dan sebanarnya dilapangan. 2. Data Skunder Data sebagai data pendukung data primer dan literatur dan dokumen serta data yang diambil dari suatu organisasi dengan permasalahan
44
dilapangan yang terdapat pada lokasi penelitian berupa bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian.
III.7 Deskripsi Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini merupakan penjelasan dari kerangka pikir. Adapun dalam penelitian tentang Peran Arsip Media Baru dalam Pengambilan Keputusan di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, indikator yang digunakan ialah: Proses Pengambilan Keputusan oleh Herbert A. Simon (Iqbal Hasan :2002) - Intelligence yaitu pengumpulan informasi untuk mengidentifikasikan permasalahan. Pada fase ini masalah (peluang) diidentifikasi untuk diuraikan kejelasan masalahnya. - Design yaitu tahap perancangan solusi dalam bentuk alternatif pemecahan masalah. Pada fase ini suatu sistem dibuat, kriteria pemilihan ditetapkan serta alternatif dihasilkan. - Choice yaitu tahap memilih solusi dari alternatif-alternatif yang disediakan. Fase ini meliputi rekomendasi terhadap suatu solusi yang tepat untuk model. - Implementation
yaitu
tahap
melaksanakan
keputusan
dan
melaporkan hasilnya. Fase implementasi meliputi membuat suatu solusi yang direkomendasikan bisa bekerja.
III.8 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara kualitiatif yang jenis data yang berbentuk informasi baik lisan maupun tulisan yang sifatnya bukan angka.
45
Data dikelompokkan agar lebih mudah dalam menyaring mana data yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan setelah dikelompokkan data tersebut penulis jabarkan dengan bentuk teks agar lebih dimengerti, setelah itu penulis menarik kesimpulan dari data tersebut sehingga dapat menjawab pokok masalah penelitian. Teknik analisis data, terdiri atas: 1. Pengumpulan informasi melalui wawancara, observasi langsung dan dokumentasi 2. Reduksi data Meruduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya apabila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan peralatan, seperti komputer, notebook, dan lain sebagainya. 3. Penyajian data setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian data penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah untuk dipahami penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk naratif. Pada langkah ini, peneliti menyusun data yang relevan sehingga menjadi informasi yang dapat disimpulkan dan memiliki makna tertentu. Prosesnya dapat dilakukan dengan cara menampilkan dan memuat hubungan antara fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang
46
perlu ditindaklanjuti untuk mencapai tujuan penelitian. Penyajian data yang baik merupakan satu langkah menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal. 4. Penarikan kesimpulan dan verifikasi Langkah selanjutnya dalam analisis data dalam penelitian kualitatif yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan mengalami perubahan apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dalam mendukung pada tahap pengumpulan
data
berikutnya.
Tetapi
apabila
kesimpulan
yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
47
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
IV.1 Sejarah Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan
Istilah Kejaksaan sudah ada di Negara Republik Indonesia sejak masa Kerajaan-kerajaan Hindhu-Jawa di Nusantara, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya pada saat Prabu Hayam Wuruk berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi. Kesimpulan ini didukung oleh peneliti H.H. Juynboll, yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter). Peneliti asal Belanda, Krom dan Van Vollenhoven bahkan menyebut bahwa Mahapatih Gajah Mada, adalah seorang adhyaksa. Pada masa pendudukan Belanda, lembaga yang memiliki hubungan dengan tugas jaksa dan lembaga Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie (Lembaga Penuntutan Publik). Lembaga ini berperan sebagai Magistraat (Pengadil) dan Officier van Justitie (Pengacara) di dalam sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Yustisi) dan Hooggerechtshof
(Mahkamah
Agung)
dibawah
perintah
langsung
dari
Residen/Asisten Residen.
48
Secara kemerdekaan
yuridis
Kejaksaan
Negara
Republik
Republik Indonesia
Indonesia
telah
ada
diproklamasiakan.
sejak
Kejaksaan
dipergunakan secara resmi dalam Undang-undang bala tentara pendudukan Jepang nomor 1 tahun 1942, yang kemudian diganti oleh Osuma Seirei Nomor 3 Tahun 1942, Nomor 2 Tahun 1944 dan Nomor 9 Tahun 1944. Peraturan tersebut tetap
dipergunakan
Negara
Republik
Indonesia
bedasarkan
Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1945 Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dengan surat Nomor: 5263/DPR-GR/1961 Tanggal 30 Juni 1961 dan surat Nomor: 5261/DPR-GR/1961 Tanggal 30 Juni 1961 perihal Pengesahan Rancangan Undang-undang Tentang Kentuan-ketentuan Pokok Kejakasaan Republik Indonesia, yang kemudian disahkan oleh Presiden Ir. Soekarno. Kejaksaan Republik Indonesia berdiri bedasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Undang-undang Dasar 1945 pada Tanggal 22 Juli 1960. Pada kesempatan
tersebut
Sidang
Kabinet
memutuskan
Kejaksaan
Republik
Indonesia menjadi Departemen yang berdiri sendiri, dipisahkan dari Departemen Kehakiman. Putusan ini kemudian dilegalisir dengan Keputusan Presiden Nomor 204 Tahun 1960. Pada Tanggal 30 Juni 1961 Pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia. Untuk mengatur dan menetapkan kedudukan, tugas, dan wewenang Kejaksaan Republik Indonesia sebagai alat revolusi dan menempatkan Kejaksaan Republik Indonesia dalam struktur organisasi departemen, dengan disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1961 tentang pembentukan Kejaksaan Tinggi
49
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, yang berada di Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan membawahi 28 Kejaksaan Negeri dan 9 Cabang Kejaksaan Negeri. Sebagai salah satu Lembaga Penegakan Hukum di Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan memiliki peranan penting di dalam proses penegakan hukum khususnya di wilayah Sulawesi Selatan. GAGEOK SOEBAGYANTO, SH. merupakan Kepala Kejaksaan Tinggi pertama
yang
memimpin
Kejaksaan
Tinggi
Sulawesi Selatan.
Setelah
Kepemimpinan GAGEOK SOEBAGYANTO, SH sampai sekarang, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan telah mengalami pergantian Kepemimpinan sebanyak 16 kali, dengan rincian sebagai berikut: 1. GAGEOK SOEBAGYANTO, SH (1998-1999);
2.
BACHTIAR
FACHRI NASUTION,
SH.
(1999-2000);
3.
T.H.PANGGABEAN, SH. (2000-2001); 4. H.AHMAD LOPA, SH. (2001); 5. YON ARTIONO ARBAI, SH. (2002); 6. ALEX SATO BYA, SH. (2002-2003); 7. PRASETYO, SH. (2003-2006); 8. ABDUL HAKIM RITONGA, SH. (2005-2006); 9. MASYHUDI RIDWAN, SH.,MH. (2006-2007); 10. HAMZAH TADJA, SH.,MH. (2007-2008); 11. MAHFUD MANNAN, SH.,MH. (2008-2009); 12. ADJAT SUDRADJAT, SH.,MH. (2009-2010); 13. DR.ST.BURHANUDDIN,SH.,MM.MH. (2010-2011); 14. FIETRA SANY, SH.,MH. (2011-2013); 15. MUHAMMAD KOHAR, SH. (2013-2014); dan saat ini Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dipimpin SUHARDI, S.H., M.H.
IV.2 Visi dan Misi Kejaksaan Tinggi SulSel
Visi : Mewujudkan Pelayanan Dan Penegakan Hukum Yang Handal, Berhati Nurani Dan Bermartabat
50
Misi : 1. Membentuk/Menciptakan Insan Adhyaksa Yang Profesional, Prporsional, Berintegritas, Berbasis Kinerja, Bebas Dari Korupsi Kolusi Nepotisme (Kkn) Dan Pelayanan Prima Terhadap Masyarakat. 2. Melakukan
Penataan
Dan
Penguatan
Organisasi,
Tata
Laksana
Manajemen Sumber Daya Manusia Yang Akuntabel Dan Transparan. 3. Mengembangkan Mekanisme Kontrol Dan Memiliki Mindset, Culture Set, Character Building, Dan Nilai-Nilai Dasar Tri Krama Adhyaksa
51
IV. 3 Struktur Organisasi Kejaksaan Tinggi SulSel Ka.KEJAKSAAN
Wa. KEJAKSAAN
A.B PEMBINAAN
A.B INTELIJEN
ASPIDUM
PUSAT DIKLAT
PUSAT LITBANG
A.PIDANA KHUSUS
OHARDA
PUSAT PENKUM
PUSAT INSTAKRIM
PENGAWASAN
KEJAKSAAN TINGGI
KEJAKSAAN NEGERI
52
IV.4 Deskripsi Jabatan
1. Kepala Kejaksaan Tinggi mempunyai tugas: a) Memimpin
dan
melaksanakan
mengendalikan
kebijaksanaan
Kejaksaan
tugas,
Tinggi
wewenang
dan
dalam fungsi
Kejaksaan, melaksanakan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung serta membina aparatur Kejaksaan di daerah hukum Kejaksaan Tinggi agar berdaya guna dan berhasil guna; b) Mengendalikan kebijakan pelaksanaan penegakan hukum dan keadilan baik preventif maupun represif dan tindakan hukum lain; c) Melakukan penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, eksekusi dan tindakan hukum lain; d) Mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi
terkait
meliputi
penyelidikan
dan
penyidikan
serta
melaksanakan tugas-tugas yustisial; e) Melakukan pencegahan dan pelarangan terhadap orang yang terlibat dalam suatu perkara pidana untuk masuk ke dalam atau ke luar meninggalkan
wilayah
kekuasaan Negara Republik
Indonesia,
peredaran barang cetakan yang dapat mengganggu ketertiban umum, penyalahgunaan dan penodaan agama serta pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan ketertiban masyarakat dan Negara; f)
Melakukan tindakan hukum di bidang perdata dan tata usaha Negara, mewakili lembaga negara, instansi pemerintah BUMN, BUMD di dalam dan di luar pengadilan sebagai usaha menyelamatkan kekayaan Negara;
53
g) Membina dan melakukan kerjasama dengan lembaga negara, instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan organisasi lain di daerah hukumnya untuk memecahkan masalah yang timbul terutama yang menyangkut tanggung jawabnya; h) Memberikan
perijinan
sesuai
dengan
bidang
tugasnya
dan
statistik
kriminal
serta
melaksanakan tugas-tugas lain; i)
Mengendalikan
pengelolaan
data
dan
penerapan dan pengembangan teknologi informasi di lingkungan Kejaksaan Tinggi. 2. Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi mempunyai tugas: a) Membantu
Kepala
Kejaksaan
Tinggi
dalam
membina
dan
mengembangkan organisasi dan administrasi sehari-hari serta tugastugas teknis operasional lainnya agar lebih berdaya guna dan berhasil guna; b) Membantu Kepala Kejaksaan Tinggi dalam mengkoordinasikan pelaksanaan tugas para Asisten Bidang, Kepala Bagian Tata Usaha dan Kejaksaan Negeri di daerah hukumnya; c) Melakukan
pemantauan,
evaluasi,
supervisi
dan
eksaminasi
penanganan perkara; d) Mewakili Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal Kepala Kejaksaan Tinggi berhalangan; e) Memberikan saran pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan
melaksanakan
tugas-tugas
lain
sesuai
petunjuk
Kepala
Kejaksaan Tinggi;
54
f)
Bertanggungjawab terhadap pengelolaan data dan statistik kriminal serta
penerapan
dan
pengembangan
teknologi
informasi
di
lingkungan Kejaksaan Tinggi. 3. Asisten Bidang Pembinaan Asisten Bidang Pembinaan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan atas manajemen, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana, pengelolaan
pegawai, keuangan, perlengkapan, organisasi dan
tatalaksana, pengelolaan atas milik negara yang menjadi tanggung jawabnya, pengelolaan data dan statistik kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi, memberikan dukungan pelayanan teknis dan adminstrasi bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan tinggi bersangkutan dalam rangka memperlancar pelaksanaan tugas. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana di maksud dalam Pasal 497, Asisten Bidang Pembinaan menyelenggarakan fungsi: a) Penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang pembinaan berupa bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis; b) Koordinasi, integrasi dan sinkronisasi serta pembinaan kerjasama seluruh satuan kerja di bidang administrasi; c) Penyiapan rencana dan koordinasi perumusan kebijaksanaan dalam penyusunan rencana dan program pembangunan prasarana dan sarana, pemantauan, penilaian serta pengendalian pelaksanaannya; d) Pembinaan manajemen, organisasi tatalaksana, analisis jabatan, jabatan fungsional Jaksa, urusan ketatausahaan dan pengelolaan keuangan, kepegawaian, perlengkapan perpustakaan, dan milik negara yang menjadi tanggung jawabnya;
55
e) Pembinaan dan peningkatan kemampuan, ketrampilan dan integritas kepribadian aparat Kejaksaan; f)
Melaksanakan pembinaan manajemen terhadap pengelolaan data dan statistik kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi di lingkungan Kejaksaan Tinggi.
Asisten Bidang Pembinaan terdiri atas: 1) Subbagian Kepegawaian; Subbagian Kepegawaian mempunyai tugas melakukan pembinaan dan urusan
kepegawaian
di
daerah
hukum
Kejaksaan
Tinggi
yang
bersangkutan. Dalam melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 500, Subbagian Kepegawaian menyelenggarakan fungsi: a) Penyiapan bahan penyusunan petunjuk pelaksanaan rencana dan program kerja; b) Penyiapan bahan dan pelaksanaan urusan mutasi pegawai; c) Penyiapan bahan dan pelaksanaan pengembangan pegawai; d) Pelaksanaan urusan jabatan fungsional Jaksa yang menjadi tanggung jawabnya; e) Penyiapan bahan dan pelaksanaan tata naskah kepegawaian organissasi dan analisis jabatan; f)
Pelaksanaan urusan pembinaan kerohanian dan kesejahteraan pegawai;
g) Penyiapan bahan usulan pengangkatan, kepangkatan, pemensiunan dan pemberhentian pegawai.
56
Subbagian Kepegawaian terdiri atas: a. Urusan Mutasi Pegawai; Urusan Mutasi Pegawai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan usulan pengangkatan, kenaikan pangkat, penempatan, pemberhentian dan pemensiunan pegawai; b. Urusan Pengembangan Pegawai; dan Urusan
Pengembangan
Pegawai
mempunyai
tugas
melakukan
penyiapan bahan, pelaksanaan ujian penerimaan calon pegawai, ujian prajabatan, ujian dinas, pengusulan pegawai untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, serta pengurusan tata naskah pegawai dan organisasi. c. Urusan Kesejahteraan. Urusan Kesejahteraan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pembinaan kerohanian dan kesejahteraan pegawai. 2) Subbagian Keuangan; Subbagian Keuangan mempunyai tugas melakukan pengelolaan dan pengurusan keuangan Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 504,
Subbagian Keuangan menyelenggarakan fungsi: a) Penyiapan bahan dan penyusunan rencana anggaran rutin dan anggaran pembangunan; b) Pembukuan dan verifikasi anggaran; c) Penyiapan
bahan
penyusunan
sumbangan
perhitungan
anggaran
keuangan; d) Penelitian dan penilaian, terhadap pelaksanaan anggaran rutin dan anggaran pembangunan;
57
e) Pengelolaan pembendaharaan. Subbagian Keuangan terdiri atas: a. Urusan Anggaran, Perjalanan dan Perbendaharaan; Urusan Anggaran Perjalanan dan Perbendaharaan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kerja; b. Urusan Akutansi dan Pelaporan; Urusan Akutansi dan Pelaporan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan, pembukuan, verifikasi serta penyusunan perhitungan anggaran; c. Urusan Pendapatan Negara dan Barang Rampasan. Urusan Pendapatan Negara dan Barang Rampasan mempunyai tugas melakukan pengelolaan barang rampasan, urusan perbendaharaan dan bahan pengajuan usul penunjukan bendaharawan. 3) Subbagian Umum; Subbagian Umum mempunyai tugas melakukan urusan kerumahtanggan dan perlengkapan Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 508, Subbagian Umum menyelenggarakan fungsi: a) Pelaksanaan urusan kerumahtanggaan; b) Pelaksanaan urusan pengangkatan pegawai dan perjalanan dinas; c) Pelaksanaan urusan perlengkapan; d) Pengelolaan kearsipan.
58
Subbagian Umum terdiri atas: a. Urusan Rumah Tangga; Urusan Rumah Tangga mempunyai tugas melakukan pengurusan, pengaturan, pemeliharaan prasarana dan sarana kebersihan lingkungan serta perjalanan dinas; b. Urusan Perlengkapan; Urusan Perlengkapan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan untuk pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, inventarisasi dan administrasi perlengkapan; c. Urusan Kearsipan. Urusan
Kearsipan mempunyai tugas melakukan
penataan arsip,
penyimpanan, penyajian serta pengusulan penghapusan arsip. 4) Subbagian Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (DASKRIMTI) dan Perpustakaan. Subbagian
Data
Statistik
Kriminal dan
Teknologi Informasi dan
Perpustakaan mempunyai tugas melakukan urusan Daskrimti, kepustakaan dan dokumentasi hukum. Sub bagian Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi dan Perpustakaan terdiri atas: a) Urusan Daskrimti dan Kepustakaan; dan b) Urusan Dokumentasi Hukum. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 513, Sub bagian Data Informasi dan Perpustakaan mempunyai tugas: a. Pelaksanaan Urusan Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi dan Kepustakaan;
59
Urusan Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi dan kepustakaan mempunyai tugas: Urusan Dokumentasi Hukum mempunyai tugas melakukan
pengumpulan,
pengolahan,
penyimpanan
dan
Penyebarluasan dokumentasi hukum. - Melakukan urusan pengelolaan data statistik kriminal dan penerapan dan pengembangan tehnologi informasi di lingkungan Kejaksaan Tinggi: - Pengumpulan data dalam rangka pembentukan dan pengembangan serta pengelolaan basis data untuk mendukung tugas pokok dan fungsi Kejaksaan yang berbasis pada Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Republik Indonesia (SIMKARI); - Pengolahan dan analisis data dengan memanfaatkan basis data dalam rangka penyajian statistik kriminal Kejaksaan Tinggi; - Melaksanakan
kegiatan
perencanaan,
analisis,
pengadaan,
pemanfaatan dan pemeliharaan serta pengamanan perangkat lunak, perangkat keras dan sistem jaringan komunikasi data di Kejaksaan Tinggi - Koordinasi dan kerjasama baik di dalam maupun di luar lingkungan Kejaksaan Tinggi dalam rangka pengelolaan basis data, analisis data dan statistik kriminal serta penerapan teknologi informasi - Pemantauan
dan
evaluasi serta
pelaporan
terhadap
kegiatan
pengelolaan pengelolaan basis data, perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data di lingkungan Kejaksaan Tinggi.
60
- Melakukan
pengadaan
bahan
pustaka,
sarana,
perlengkapan
perpustakaan dan pengadminis trasian nya, serta pelayanan jasa perpustakaan. b. Pelaksanaan Urusan Dokumentasi Hukum. Urusan Dokumentasi Hukum mempunyai tugas melakukan pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan Penyebarluasan dokumentasi hukum. 4. Asisten Bidang Intelijen Asisten Bidang Intelijen adalah unsur pembantu pimpinan mempunyai tugas dan wewenang: 1) Asisten Bidang Intelijen dipimpin oleh seorang Asisten Intelijen yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kejaksaan Tinggi. a. Melakukan
kegiatan
intelijen
penyelidikan,
pengamanan
dan
penggalangan untuk melakukan pencegahan tindak pidana guna mendukung penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang
ideologi,
politik,
ekonomi,
keuangan,
sosial
budaya,
pertahanan dan keamanan, melaksanakan cegah tangkal terhadap orang-orang tertentu dan/atau turut menyelenggarakan ketertiban dan ketentraman umum dan penanggulangan tindak pidana serta perdata dan tata usaha negara di daerah hukumnya; b. Memberikan dukungan intelijen Kejaksaan bagi keberhasilan tugas dan kewenangan Kejaksaan, melakukan kerjasama dan koordinasi serta
pemantapan
kesadaran
hukum
masyarakat
di
daerah
hukumnya. 2) Asisten Bidang Intelijen dipimpin oleh seorang Asisten Intelijen yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kejaksaan Tinggi.
61
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 516, Asisten Bidang Intelijen menyelenggarakan fungsi: a) Perumusan kebijakan teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa pemberian bimbingan dan pembinaan dalam bidang tugasnya; b) Melakukan koordinasi, perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidang intelijen dengan didasarkan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan dengan bidang terkait; c) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif mengenai upaya penyelamatan, pemulihan keuangan negara dan perekonomian negara, kinerja tindak pidana umum; d) Pelaksanaan supervisi serta pemberian dukungan terhadap lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah serta lembaga lainnya dalam rangka pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian internal/eksternal dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana; e) Pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan tindak pidana, sosialisasi pencegahan dan penanggulangan tindak pidana kepada pejabat negara, penyelenggara negara, organisasi non pemerintah serta elemen masyarakat lainnya; f)
Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif mengenai cegah tangkal, pengawasan media
62
massa, barang cetakan, orang asing, pengawasan aliran kepercayaan masyarakat
dan
keagamaan
meliputi
aliran-aliran
keagamaan,
kepercayaan-kepercayaan budaya, mistik-mistik keagamaan, mistikmistik budaya, perdukunan, pengobatan pertabiban secara kebatinan, peramalan paranormal, akupuntur, shin-she, metafisika dan lain-lain yang dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan dan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, ideologi, politik, sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa, pelanggaran hak asasi manusia, pencarian dan penangkapan buron Kejaksaan, serta pemberian dukungan kinerja pelaksanaan tugas bidang pembinaan dan bidang pengawasan; g) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun represif dalam rangka menyelenggarakan persandian, administrasi dan produksi intelijen; h) Perencanaan,
pelaksanaan
dan
pengendalian
teknis
kegiatan
penerangan dan penyuluhan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, hubungan media massa, hubungan kerjasama antar lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pengelolaan Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan Masyarakat, pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat dan sederhana sesuai petunjuk teknis standar layanan informasi publik secara nasional dalam rangka mendukung keberhasilan tugas, wewenang dan fungsi serta pelaksanaan kegiatan Kejaksaan;
63
i)
Pengamanan teknis dan non teknis di lingkungan unit kerja Asisten bidang Intelijen terhadap pelaksanaan tugas pada unit kerja bidang intelijen dan unit kerja lainnya di lingkungan Kejaksaan Tinggi, meliputi sumber daya manusia, material/aset, data dan informasi/dokumen melalui kegiatan/operasi intelijen dengan memperhatikan prinsip koordinasi;
j)
Pembinaan dan pelaksanaan kerjasama dengan kementerian, lembaga pemerintahan non kementerian, lembaga negara, instansi dan organisasi lain terutama pengkoordinasian dengan aparat intelijen lainnya di tingkat provinsi;
k) Pemberian saran pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi dan pelaksanaan tugas lain sesuai dengan petunjuk Kepala Kejaksaan Tinggi. Asisten Bidang Intelijen terdiri atas: a) Seksi Penyelamatan Keuangan Negara dan Penanggulangan Tindak Pidana, selanjutnya disebut Seksi I; b) Seksi Politik, Sosial Budaya dan Sumber Daya Organisasi, selanjutnya disebut Seksi II; c) Seksi Sandi dan Produksi Intelijen, selanjutnya disebut Seksi III; d) Seksi Penerangan Hukum; e) Kelompok Jabatan Fungsional. 5. Asisten Bidang Pidana Umum Asisten Bidang Tindak Pidana Umum mempunyai tugas melaksanakan pengendalian, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, penetapan hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, pidana pengawasan, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana umum;
64
dan Asisten Bidang Tindak Pidana Umum dipimpin oleh Asisten Bidang Pidana Umum. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 532, Asisten Bidang Tindak Pidana Umum menyelenggarakan fungsi: a) Penyiapan rumusan kebijaksanaan teknis kegiatan yustisial pidana umum di bidang tindak pidana umum berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis; b) Perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan dalam perkara tindak pidana terhadap keamanan negara dan ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan harta benda serta tindak pidana umum yang diatur diluar kitab undang-undang hukum pidana; c) Pengendalian
dan
pelaksanaan
penetapan
hakim
serta
putusan
pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, pidana pengawasan,
pengawasan
terhadap
pelaksanaan
putusan
lepas
bersyarat dan tindakan hukum lain dalam perkara tindak pidana umum serta pengadmintrasiannya; d) Pembinaan kerjasama dan koordinasi dengan instansi serta pemberi bimbingan dan petunjuk teknis dalam penanganan perkara tindak pidana umum kepada penyidik; e) Penyiapan saran, konsepsi tentang pendapat dan pertimbangan hukum Jaksa Agung mengenai perkara tindak pidana umum dan masalah hukum lainnya dalam kebijaksanaan penegakan hukum;
65
f)
Pembinaan dan peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas kepribadian aparat tindak pidana umum daerah hukum kejaksaan tinggi yang bersangkutan;
g) Pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang tindak pidana umum. Asisten Bidang Tindak Pidana Umum terdiri atas: a. Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda; b. Seksi Tindak Pidana Keamanan Negara dan Ketertiban Umum; c. Seksi Tindak Pidana Umum Lainnya; d. 6.
Kelompok Jabatan Fungsional.
Asisten Bidang Pidana Khusus Asisten Tindak Pidana Khusus mempunyai tugas melakukan kegiatan
penyelidikan, penyidikan, pra penuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, pelaksanaan penetapan hakim, putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, upaya hukum, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan lepas bersyarat dan putusan pidana pengawasan, eksaminasi serta tindakan hukum lainnya dalam perkara tindak pidana khusus. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 544, Asisten Tindak Pidana Khusus menyelenggarakan fungsi: a) Penghimpunan data laporan dari Kejaksaan Negeri, pengadministrasian, penelitian dan pengolahan serta penyiapan laporan; b) Perumusan kebijaksanaan teknis dan adminstratif untuk kepentingan pemberian bimbingan dan pengendalian kepada eselon bawahan dalam
66
penyelenggaraan penanganan perkara tindak pidana khusus serta penyusunan statistik kriminal dan analisis kriminalitas; c) Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan penyidikan penuntutan, eksekusi dan eksaminasi terhadap tindak pidana khusus, pengadminstrasian dan pendokumentasian serta penyusunan statistik kriminil dan analisis kriminalitas yang bertalian dengan tindak pidana khusus; d) Penyiapan konsepsi bahan pertimbangan rencana pendapat dan saran untuk kepentingan penyusunan kebijaksanaan pimpinan mengenai pelaksanaan tugas Kejaksaan dalam melaksanakan penanganan perkara tindak pidana khusus; e) Pengamanan
teknis
atas
penanganan
perkara
sesuai
dengan
kebijaksanaan dan pengarahan yang digariskan oleh Jaksa Agung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Kepala Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan. Asisten Tindak Pidana Khusus terdiri atas: a. Seksi Penyidikan; b. Seksi Penuntutan; dan c. Seksi Eksekusi dan Eksaminasi. 7. Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara Asisten Bidang Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara adalah unsur pembantu
pimpinan
yang
mempunyai
tugas
melaksanakan
dan
atau
mengendalikan penegakan, bantuan, pertimbangan, pelayanan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara, pemerintah, BUMN, BUMD dan masyarakat di bidang perdata, tata usaha negara serta melaksanakan pemulihan dan
67
perlindungan hak, menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 553, Asisten Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara menyelenggarakan fungsi: a) Penyiapan
perumusan
kebijaksanaan
teknis
berupa
pemberian
bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis di bidang perdata dan tata usaha negara; b) Penyiapan bahan perencanaan dan pelaksanaan penegakan, bantuan, pertimbangan, pelayanan hukum dan tindakan hukum lain, baik sebagai penggugat maupun tergugat untuk mewakili kepentingan negara, pemerintah, BUMN, BUMD di dalam maupun di luar pengadilan serta memberi pelayanan hukum kepada masyarakat; c) Pelaksanaan dan pengendalian gugatan uang pengganti atas putusan pengadilan, gugatan ganti rugi untuk menyelamatkan kekayaan negara terhadap perbuatan yang merugikan keuangan negara; d) Pembinaan kerja sama, koordinasi dengan instansi terkait memberikan bimbingan dan petunjuk teknis dalam penanganan perkara perdata dan tata usaha negara di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkut; e) Penyiapan bahan saran, konsep pendapat dan pertimbangan hukum mengenai perdata dan tata usaha negara dan masalah hukum lainnya dalam kebijaksanaan penegakan hukum; f)
Pembinaan dan peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas aparat perdata dan tata usaha negara di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan.
Asisten Bidang Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara terdiri atas:
68
a. Seksi Perdata; b. Seksi Tata Usaha Negara; c. Seksi Pemulihan dan Perlindungan Hak. 8. Asisten Bidang Pengawasan Asisten
Bidang
Pengawasan
mempunyai
tugas
melaksanakan
perencanaan dan pengawasan atas kinerja dan keuangan intern semua unsur Kejaksaan baik pada Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan, serta melaksanakan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Kepala Kejaksaan Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 562, Asisten Bidang Pengawasan menyelenggarakan fungsi: a) Penyusunan rencana dan program kerja bidang pengawasan serta laporan pelaksanaannya; b) Penyiapan perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan; c) Pelaksanaan pemeriksaan terhadap kinerja dan keuangan terhadap satuan-satuan kerja pada Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan sesuai dengan program kerja pengawasan tahunan dan kebijaksanaan pimpinan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan; d) Pelaksanaan pemeriksaan atas adanya temuan, laporan, pengaduan dugaan pelanggaran disiplin, penyalahgunaan jabatan atau wewenang dan mengusulkan penindakan terhadap pegawai Kejaksaan pada Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri
69
di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan, yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin atau tindak pidana; e) Pelaksanaan penyidikan terhadap pegawai Kejaksaan pada Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat cukup bukti melakukan tindak pidana korupsi setelah mendapatkan persetujuan Jaksa Agung; f)
Pemantauan dalam rangka tindak lanjut pengawasan terhadap petunjuk penertiban dan perbaikan yang telah disampaikan kepada satuan kerja yang di inspeksi di lingkungan Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan;
g) Pelaksanaan penyusunan laporan berkala mengenai pelaksanaan rencana dan program kerja, program kerja pengawasan tahunan maupun laporan pengawasan lainnya yang diwajibkan; h) Pelaksanaan pembinaan peningkatan kemampuan, keterampilan dan integritas kepribadian aparat pengawasan di daerah hukum Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan; i. memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi sehubungan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang pengawasan; i)
Melaksanakan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Kepala Kejaksaan Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
j)
Melakukan eksaminasi khusus yang dilaksanakan berdasarkan laporan pengaduan atau temuan tentang adanya indikasi pelanggaran disiplin dalam penanganan perkara;
k) Pelaksanaan koordinasi dengan aparat pengawasan terkait.
70
Asisten Bidang Pengawasan terdiri atas: a. Pemeriksa Kepegawaian dan Tugas Umum; b. Pemeriksa Keuangan, Perlengkapan dan Proyek Pembangunan; c. Pemeriksa Intelijen; d. Pemeriksa Tindak Pidana Umum; e. Pemeriksa Tindak Pidana Khusus, Perdata dan Tata Usaha Negara; f.
Kelompok Jabatan Fungsional.
9. Bagian Tata Usaha Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan urusan ketatausahaan, kearsipan, keamanan dalam, dan protokol di lingkungan Kejaksaan Tinggi yang bersangkutan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 579, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi: a) Menyiapkan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang tata usaha berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan pengamanan teknis; b) Penerimaan, pencatatan, mengagendakan, pendistribusian dan penyajian surat-surat serta dokumen; c) Penyusunan, penyimpanan, penyajian, pengetikan, penggandaan dan pemeliharaan arsip serta penyusunan laporan; d) Pemberian pelayanan tenaga dan ketatausahaan kepada satuan kerja; e) Pembinaan urusan protokol, upacara, rapat-rapat dan pertemuanpertemuan; f)
Pembinaan urusan keamanan dan ketertiban, tata tertib dalam lingkungan kantor dan tempat kediaman Kepala Kejaksaan Tinggi dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi.
71
Bagian Tata Usaha terdiri atas: a. Subbagian Persuratan; dan b. Subbagian Protokol dan Keamanan Dalam. 10. Koordinator a) Koordinator pada Kejaksaan Tinggi adalah Jaksa unsur pembantu dan bertanggung jawab kepada Kepala Kejaksaan Tinggi; b) Koordinator Kejaksaan Tinggi mempunyai tugas melaksanakan kajian operasi intelijen yustisial, penyelesaian perkara pidana umum, pidana khusus serta perdata dan tata usaha negara;
72
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Peran Arsip Dalam Pengambilan Keputusan
Peran arsip dalam pengambilan keputusan adalah arsip merupakan pusat informasi yang sangat diperlukan dalam
setiap
kegiatan perencanaan,
penganalisaan, perumusan, kebijaksanaan, pertanggungjawaban, penelitian dan pengambilan keputusan. Manfaat arsip bagi suatu organisasi antara lain berisi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan juga dapat dijadikan sebagai alat bukti bila terjadi masalah dan juga dapat dijadikan alat pertanggung jawaban menajemen serta dapat dijadikan alat transparansi birokrasi.
V.1.1 Tahap Pengidentifikasian Masalah (intelligence)
Pada Kejaksaan Tingggi SulSel dalam melakukan sebuah persidangan tentu menggunakan alat bukti yang bisa memberikan informasi baik itu secara tertulis maupun lisan dan dilengkapi dengan alat bukti berupa media elektonik jika itu sesuai dengan masalah yang sedang dipersidangkan. Untuk berjalannya sebuah persidangan sesuai dengan masalah yang ada diperlukan bahan informasi yang lengkap. Yang dimaksud informasi adalah data-data yang menunjang yang bisa memberikan keterangan yang meyakinkan sehingga dapat berdaya guna, berhasil guna dan tepat guna. Data- data yang ada diharapkan mampu menyelesaikan masalah sesuai dengan permasalahan yang ada sehingga persoalan yang ada dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya.
73
Untuk mengambil sebuah keputusan yang tepat, Kejaksaan Tinggi Sulsel memerlukan rekaman kegiatan dari berbagai peristiwa yang sedang disidangkan sehingga membantu Hakim dalam memberikan keputusan yang tepat dengan pertimbangan para Jaksa. Berikut ini adalah hasil wawancara terkait peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan studi kasus alat bukti hukum, dan berikut hasil wawancara dengan Informan Asisten Bidang Pidana Umum terkait dengan keberadaan media elektronik yang dijadikan alat bukti pada sebuah persidangan: Media elektonik yang dijadikan alat bukti pada sebuah persidangan tentunya memberikan kemudahan bagi penyidik dalam menangani masalah yang ada, namun tidak semua masalah itu memerlukan alat bukti media elektonik. Ini sesuai saja dengan permasalahan yang ada. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) Kalau menanggapi masalah keberadaan kasus yang menggunakan alat bukti berupa media elektronik itu tentu sangat memberikan kemudahan bagi penyidik dalam menangani kasusnya. Karena begini, misalnya saja seperti kasus yang pernah saya tangani mengenai kasus penipuan online, pada saat penggeledahan pasti ditemukan alat bukti berupa handphone yang digunakan tersangka untuk menipu korbannya. Dari alat bukti ini bisa ditelusuri siapa-siapa saja korban yang telah ditipu oleh tersangka yang dilihat dari daftar nomor yang telah dihubungi oleh tersangka. Maka dari sini bisa dilihat peran media elektronik itu sendiri dalam memberikan informasi terkait dari kasus penipuan online. Karena pada kasus seperti ini tentu saja alat bukti handphone yang dipergunakan oleh tersangka sangat dibutuhkan dalam kasus penipuan seperti ini selain alat bukti berupa kesaksian dari korban yang merasa telah ditipu. Dari handphone tersebut nantinya akan ditelusuri seperti apa sebenarnya penipuan yang dilakukan oleh tersangka untuk menipu korbannya. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Kalau didalam KUHP atau dalam KUHAP sebenarnya media elektronik itu tidak diatur secara khusus atau spesifik kalau kita bicara tentang KUHP. Jadi media elektonik itu sebenarnya menjadi barang bukti saja nanti dipersidangan tapi nantinya itu disesuaikan lagi dengan alat bukti yang lain. Dalam KUHAP alat
74
bukti yang sah itu seperti keterangan saksi, surat, keterangan ahli dan keterangan tersangka/ terdakwa. Karena dalam 184 KUHAP tidak tercantum alat bukti elektronik, jadi itu hanya dijadikan sebagai barang bukti saja. Nanti kalau sudah ada persesuaian maka media elektronik itu bisa dijadikan sebagai alat bukti petunjuk. Kalau diluar KUHP itu namanya ada beberapa UU yang mengatur alat bukti contohnya UU ITE, UU Narkoba, UU Korupsi dan UU Teroris yang akan menaikkan status yang tadi dalam KUHAP eletronik itu barang bukti maka akan menjadi alat bukti. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) Kalau berbicara mengenai alat bukti itu ada beberapa jenis alat bukti yang digunakan pada saat persidangan. Ada alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, berkas penyelidikan dan keterangan ahli. Kalau media elektronik itu biasanya ada jika memang dibutuhkan dan sesuai dengan masalah yang ada. Intinya ini media elektonik memperlancar perjalanan penyelidikan dan persidangan karena biasanya media elektonik itu jelas adanya. Contohnya saja kalau alat buktinya itu berupa rekaman suara tentu saja tidak bisa dibantah lagi oleh tersangka karena sudah jelas percakapan yang dilakukan. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa keberadaan alat bukti berupa media elektronik sangat membantu dalam hal penyelidikan sampai dengan persidangan. Karena rekaman kegiatan pada media elektronik ini sudah jelas keberadaan dan kejelasan informasinya. Sehingga dapat memudahkan dalam menangani sebuah perkara jika memang perkara tersebut menggunakan alat bukti berupa media elekronik. Namum media elektronik itu terlebih dahulu harus disesuaikan dengan alat bukti yang lain jika media elektronik itu hanya dijadikan barang bukti saja. Berikut hasil wawancara terkait langkah awal pengidentifikasian masalah pada alat bukti berupa media elektonik, berikut tanggapan dari Asisten Bidang Pidana Umum (Aspidum) adalah: Alat bukti itu harus disesuaikan dulu dengan masalahnya, misalnya dulu itu pada kasus pemukulan yang pernah saya tangani, langkah awalnya itu penyidik harus menyurat terlebih dahulu untuk mengambil copyan CCTV, nah dari CCTV ini kan bisa dilihat bagaimana kejadian pemukulan itu dilakukan dari
75
awal terjadinya masalah sampai dengan telah tejadi pemukulan. Disitu sudah terlihat jelas semua apa-apa yang tersangka lakukan kepada korbannya, jadi si tersangka ini sudah tidak bisa bohong lagi atau tidak mengakui perbuatannya karena sudah jelas kejadiannya bahkan menggunakan pakaian apapun kan jelas kelihatan, apalagi kalau sudah disertai dengan rekaman suara maka lebih jelas lagilah awal permasalahnnya. Jadi begitu sebenarnya untuk mengetahui awal permasalahannya, maka nanti itu alat buktinya disesuaikanlah dengan keterangan para saksi ataupun korban dari pemukulan itu. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desemeber 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) Awal permasalahannya kan seperti ini, seperti kasus yang pernah saya tangani itu, jika dia melakukan penipuan menggunakan handphone, inikan temasuk ITE dan selama handphone itu masih aktif itulah akan dilacak. Misalnya ada korban yang datang melapor kepada polisi, kemudian polisi akan menindaklanjuti terkait masalah yang dilaporkan oleh korbannya dengan melacak nomor yang telah menelpon si korban dan dengan hasil itu polisi melakukan penyelidikan. Kesimpulannya akan lahir berkas perkara yang kemudian dari penyidik dikirim ke kejaksaan dan di kejaksaan akan melihat apakah masalah ini layak untuk masuk dipengadilan, apabila layak maka Jaksa akan memberikan P21 (berkas perkara yang diserahkan kepolisian telah dianggap lengkap oleh kejaksaan dan siap untuk menjalani proses persidangan). Layak tidaknya akan dilakukan penelitian apakah memenuhi unsur atau tidak, apabila cukup unsur dan memenuhi minimal2 (dua) alat bukti maka dinyatakan P21. Alat bukti itu berupa keterangan saksi korban, keterangan polisi sebagai penyidik, kemudian alat bukti surat dari ahli dan petunjuk lain itu berupa bahan bukti berupa media elektonik tadi yaitu handphone. Setelah semua alat bukti ini ada maka langkah selanjutnya itu menyesuaikan apakah memang masalah yang dilaporkan sesuai dengan barang bukti yang ada, inilah tadi peranan dari handphone ini sebagai media elektronik yang dijadikan sebagai pelengkap alat bukti. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Kalau pengidentifikasian masalahnya itu seperti ini, kita lihat dulu permasalah yang ada dan Undang-Undang yang dikenakan pada tersangka atau terdakwa. Misalnya tersangka itu sudah dikenakan pasal pada Undang-undang KUHP ( yang mengatur tindak pidana) fungsi dan statusnya anaggaplah misalnya elektornik berupa cctv atau apapun itu, maka media elektoronik itu masih berupa barang bukti. Nanti bisa dijadikan sebagai alat bukti kalau ada persesuaian dengan keterangan saksi, keterangan para ahli, surat ataupun tersangka atau terdakwa. Maka itu sudah bisa dijadikan sebagai alat bukti yaitu bukti petunjuk. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016)
76
Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Kalau pengidentifikasian masalah itu kan intinya bagaimana kita mengetahui awal dari permasalahannya. Jadi sebenarnya gampang untuk mengidentifikasi masalahnya, kita harus mengetahui dulu masalah apa yang terjadi kemudian dicocokkanlah dengan alat bukti yang ada misalnya keterangan saksi, keterangan ahli dan keterangan tersangka. Dari situlah bisa dilihat sesuai tidaknya masalah yang dilaporkan dengan alat bukti yang ada apalagi berbicara mengenai alat bukti media elektronik pasti lebih mudah lagi pengidentifikasian masalahnya karena kan sudah bisa tergambar langsung begitu kejadian seperti apa yang sebenarnya terjadi sehingga terjadi masalah seperti ini. Itu semua dicocokkan dengan alat buktinya saja. Ada laporan begini diselidikilah kemudian penyidik mencocokkan semua keterangan korban dengan alat bukti yang ada. Kalau misalnya sudah sesuai maka akan dibuatkan berkas perkara yang selanjutnya dari penyidik itu diserahkanlah ke Kejaksaan untuk ditindaklanjuti. Dikejaksaan nantinya diperiksa lagi apakah berkas perkara ini sudah memenuhi unsur yang ada, setelah itu barulah diadakan persidangan. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas mengenai pengidentifikasian masalah
pada
alat
bukti
media
elektronik
dapat
disimpulkan
bahwa
pengidentifikasian alat bukti berupa media elektronik awalnya harus disesuaikan dulu dengan masalah yang ada dengan mencocokkan semua keterangan baik itu keterangan dari korban itu sendiri, keterangan dari saksi, keterangan dari para ahli. Selanjutnya alat bukti berupa media elektonik itu disesuaikan satu persatu dengan keterangan-keterangan yang ada untuk selanjutnya dibuatkan berkas perkara oleh penyidik untuk diserahkan di kejaksaan. Kemudian tanggapan Asisten Bidang Pidana Umum tentang waktu yang digunakan dalam pengidentifikasian masalah jika ada alat bukti berupa media elektronik adalah: Kalau masalah lamanya waktu pengidentifikasian itu tergantung dari alat bukti yang ada dengan masalah yang ada, jadi harus disesuaikan dulu. Misalnya saya melakukan pemukulan kepada saudara tentu ada alat bukti berupa keterangan dari saksi baik itu korban maupun saksi lain yang melihat pemukulan tersebut, dan ada surat keterangan dari dokter bahwa bagian tubuh ini bengkak karena benda tumpul. Jangan ada penganiayaan malah yang diambil sebagai
77
barang bukti itu berupa barang karena itu cocok untuk kasus pencurian. Harus disesuaikan dengan substansi masalahnya. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Jadi begini biasanya kalau masalah ITE ada ancaman 12 tahun. Karena kami para jaksa itu ada pertimbangan terlebih dahulu misalnya terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya, dia masih muda dan masih bisa memperbaiki diri, kemudian ada tanggungan istri dan anak. Maka disini kita pertimbangakan misalnya ancamannya itu 6 tahun maka setelah diadakan pertimbangan maka akan dihukum selama 2 tahun. Biasanya hakim putus itu paling minimal 2/3 dari tuntutan para jaksa. Tapi awal permasalahan itu kita lihat dulu apa layak atau tidak dilimpahkan ke pengadilan karena ini masih praduga tidak bersalah. Nanti dengan adanya putusan baru ternyata ini layak. Makanya diuji dipengadilan kebenarannya apa tidak. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Waktu pengidentifikasian itu sebenarnya tergantung dari bagaimana barang bukti itu bisa disesuaikan dengan alat bukti yang ada. Kalau memang proses dalam penyesuaiannya itu sebentar, maka akan sebentar pula pengidentifikasiannya. Semua itu tergantung dari sinkronnya semua keterangan baik itu keterangan dari para ahli, keterangan tersangka/ terdakwa dan keterangan dari saksi. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Kalau waktu itu sebenarnya tidak bisa diprediksi berapa lama karena semua itu tergantung dengan masalah yang ada. Karena awalnya itu ada pencocokan masalah dulu mulai dari korban melapor kepada polisi kemudian diadakanlah penyelidikan oleh polisi sampai dengan penemuan barang bukti dan alat bukti. Jika semua dirasa cukup antara laporan dari korban dengan alat bukti yang ada maka selanjutnya akan dibuatkan berkas perkara untuk dilanjutkan ke kejaksaan. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas maka bisa disimpulkan bahwa waktu dalam pengidentifikasian masalah itu tidak bisa diprediksi berapa lama untuk
pengidentifikasian
masalahnya. Ini
tergantung
dari berapa
lama
78
penyesuaian antara masalah yang ada dengan pencocokan barang bukti dan alat bukti yang ada. Jadi antara masalah yang ada harus disesuaikan terlebih dahulu dengan barang bukti yang ditemukan yang kemudian disesuaikan lagi dengan alat bukti yang ada yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan terdakwa, surat dan petunjuk. Dalam hal ini media elektronik bisa dikategorikan sebagai alat bukti jika telah disesuaikan dengan alat bukti yang telah diatur oleh 184 KUHP. Maka media elektronik itu dinamakan alat bukti petunjuk. Arsip media baru mempunyai peran yang sangat penting yang bisa dijadikan pedoman dalam hal pengambilan keputusan yang baik yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Dalam kaitannya dengan alat bukti hukum arsip media baru (media elektronik) memberikan kemudahan dalam hal penanganan masalah. Kasus-kasus yang melibatkan media elektronik sebagai alat bukti akan lebih mudah dalam pengidentifikasian masalahnya karena media elektonik lebih jelas kedudukan masalah yang dikandung. Misalnya saja jika media elektronik itu berupa rekaman CCTV dan rekaman suara maka akan lebih muda menelusuri awal terjadinya permasalahan. Pengidentifikasian masalah pada media elektonik awalnya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan alat bukti yang lain sehingga bisa bersesuaian.
Kedudukan
media
elektronik
disini
memberikan
perincian
permasalahan yang terjadi karena informasi yang dikandung pada media elektronik bisa dipercaya dan jelas. Sehingga dalam persidangan kehadiran alat bukti media elektronik memudahkan dalam penanganan kasus.
79
V.1. 2 Tahap Perancangan Alternatif Pemecahan Masalah (design)
Peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan studi kasus alat bukti hukum terkait dalam perancangan alternatif pemecahan masalah: Berikut ini hasil wawancara yang terkait dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada media elektronik jika dijadikan sebagai alat bukti hukum, berikut tanggapan dari Asisten Bidang Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulsel adalah sebagai berikut: Syarat utama itu alat bukti harus asli, makanya berkas perkara yang dari penyidik itu semua harus asli. Disinilah peran dari penyidik untuk menemukan semua informasi yang memang sejalan dengan masalah. Jadi semua alat bukti itu harus dikumpulkan dulu. Menanggapi tanggapan dari jawaban Asisten Bidang Pidana Umum mengenai Pro Kontra pada keaslian media elektronik dalam sebuah persidangan itu seperti apa. Berikut tanggapan dari Beliau: Kalau masalah pro kontra itu hanya masalah pendapat dari sudut pandang masing-masing orang saja. Saya ambil contoh sebuah Handphone, kalau setiap orang melihat handphone ini dari sudut yang berbeda maka jawaban mereka terkait handphone itu pasti akan berbeda. Kalau dilihat dari depan pasti orang akan mengatakan kalau handphone itu ada tombolnya dan ada layarnya tapi kalau orang melihat handphone dari bagian belakang tentu mereka akan mengatakan kalau handphone itu ada tonjolak kameranya, dan sebagainya. Jadi itu semua tergantung dari alat bukti sepanjang memang digunakan pada tingkat kejahatan dan diambil pada proses kejahatan nilainya sama cuma kadangkadang setiap orang menafsirkannya berbeda. Jadi disinilah keyakinan Hakim untuk memutuskan dengan alat bukti itu dia punya keyakinan untuk memutuskan bahwa benar juga alat bukti ini cuma sisi dari sudut pandangnya saja yang berbeda dan keyakinan lagi yang dibutuhkan disini. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Melanjutkan wawancara yang terkait dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi pada media elektronik jika dijadikan sebagai alat bukti hukum, berikut tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah sebagai berikut: Syarat-syaratnya itu harus mengacu ke KUHAP mengenai alat bukti. Kalau pada UU ITE itu cuma mengatur tentang unsur-unsurnya misalanya unsur
80
perbuatan kemudian pasalnya. Tapi kalau masalah alat bukti tetap mengacu kepada KUHAP. Kalau misalnya alat bukti berupa CCTV itu seperti di kasus Kopi Sianida Jessica itu yang menjadi permasalahan karena sudah para ahli yang berkomentar mengenai masalah CCTV apakah itu bisa dijadikan alat bukti atau tidak . Tapi kalau menurut saya itukan sudah bukti petunjuk meskipun dijadikan barang bukti. Dengan adanya CCTV itu bisa membuktikan bahwa si terdakwa ini perbuatannya ini. Itu tadi syarat jika mengacu pada KUHAP, tapi kalau syarat dasar untuk media elektronik itu sendiri sebenarnya harus asli atau orisinil kebenaran informasinya dan tidak diragukan lagi informasi yang ada di dalam media elektronik tersebut intinya informasinya itu harus akurat dan memang sesuai dengan permasalah yang ada. Menanggapi tanggapan dari jawaban Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) mengenai menajamin keaslian dari media elektronik Pro Kontra pada keaslian media elektronik dalam sebuah persidangan itu seperti apa. Berikut tanggapan dari Beliau: Kalau menjamin keaslian itu adalah ranah dari penyidik, harus disertai dengan berita acara jadi setiap pengambilan sesuatu harus disertai dengan berita acara. Disitulah bisa dikatakan bahwa keasliannya atau tidak dan dicantumkan diberita acara bahwa tanggal sekian mengambil ini sesuai dengan ini. Dan biasanya berita acara tersebut dilampirkan beserta berkas perkaranya dan diserahkan ke jaksa. Nantinya jaksa disini harus memeriksa kembali keasliannya dari bukti tersebut yaitu dengan mencocokkan. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Kalau syaratnya itu yang penting ada persesuaian, kalau menjadi alat bukti harus ada persesuaian menjadi alat bukti petunjuk. Kan media elektronik itu sebenarnya tidak diatur dalam KUHAP sebagai alat bukti karena yang menjadi alat bukti itu hanya keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk. Jadi disini syaratnya itu tadi barang bukti itu misalnya CCTV atau rekaman dalam bentuk apapun harus disesuaikan dulu dengan alat bukti yang sudah diatur pada KUHAP. Barang bukti itu awalnya harus diadakan dulu penelitian apakah memang barang bukti itu sesuai dengan masalah yang dilaporkan dan kemudian disesuaikanlah dengan keterangan dari saksi. Jika semuanya sudah diadakan persesuaian dan memang sesuai maka disitulah media elektronik dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah sebagai berikut:
81
Syarat utamanya itu alat bukti itu harus asli dan sesuai dengan masalah yang sedang ditangani. Untuk membuktikan keasliannya itu diperlukan keterangan dari para ahli mengenai tafsiran mereka tentang media elektronik yang dijadikan alat bukti, apakah sesuai dengan permasalah yang ada dan keberadaan alat bukti itu memang benar. Itulah menurut saya syarat utamanya dan memang itu yang harus dipenuhi oleh media elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan. Yang terpenting juga itu yaitu isi dari media elekrtonik itu apakah dapat dipercaya kebenaran informasi yang terkandung dalam media elektronik itu. Keterangan para ahli lah yang dibutuhkan disini setelah hasil dari penyidikan dari polisi karena mereka yang akan menafsirkan semua alat bukti yang ada apakah sesuai dengan permasalahan yang ada. Jadi ada penelusuran terlebih dahulu, dalam bahasa penyidikan reka adegan. Disinilah reka adegan ini disesuaikan dengan bukti-bukti yang ada mulai dari bukti elektronik jika memang ada dan bukti dari keterangan-keterangan dari saksi, tersangka dan ahli. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh media elektronik sebagai alat bukti yaitu harus dijamin keaslian dari media elektronik tersebut yaitu dari segi informasi yang terkandung di dalamnya. Karena inti dari media elektronik dijadikan sebagai alat bukti tentu karena informasi yang terekam penanganan masalah
dalam media tersebut bisa membantu dalam dan bisa dijamin keakuratannya. Selain itu ada
penyesuaian antara barang bukti (media elektronik) dengan alat bukti yang telah diatur pada KUHAP yaitu keterangan dari saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Hal ini senada dengan syarat dasar arsip itu sendiri untuk dinyatakan sebagai syarat keasliannya yaitu (Laksmi,dkk:2015): 1. Autentik yaitu menjaga keaslian arsip dari adanya penambahan, perubahan, dan penghapusan oleh pihak yang berwenang. 2. Andal yaitu isinya dapat dipercaya. Untuk dapat dipercaya harus menajadi gambaran akurat dan lengkap dari transaksi, aktivitas, atau fakta yang ada sehingga arsip dapat digunakan untuk kegiatan atau transaksi berikutnya
82
Berikut hasil wawancara terkait dengan penggunaan media elektronik sebelum disahkan dalam Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait dengan dijadikannya media elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah. Berikut tanggapan dari Asisten Bidang Pidana Umum adalah: Sebelum disahkan dalam UU ITE itu harus ada yang namanya asas legalitas dulu, jika ada perbuatan yang tidak diatur dalam Undang-Undang maka tidak bisa diadili. Inikah hukum positif, dalam KUHP perbuatan itu harus di atur dulu karena kalau tidak diatur itu bukan tindak pidana. Contoh kasus Narkoba yang menjerat Raffi Ahmad dulu kan belum masuk lembaran dalam perbuatan pada KUHP jadi saat itu tidak dijeratlah dia. Asas legalitas itu kan diatur dulu pada UU bkemudian jika ada orang yang melakukan pelanggaran maka kena lah dia. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Kalau sebelumnya UU itu saya belum pernah menangani kasus ITE, yang pernah saya tangani itu setelah berlakunya UU tersebut yaitu masalah penipuan online, dia menghubungi melalui telpon untuk mentransfer uang sejumlah ini. Tapi sebelum ada UU tersebut media eletronik itu hanya dijadikan bukti petunjuk saja, beda ketika sudah diatur seperti sekarang itu sudah bisa dijadikan alat bukti jika semua keterangan itu bersesuaian dengan barang bukti yang ada. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Selanjutnya tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Ada namanya asas tidak dapat dipidana tanpa adanya aturan. Jadi sepanjang itu tidak diatur oleh Undang-Undang maka belum bisa, tapi kalau sudah diatur dalam Undang-Undang untuk penggunaan ITE ya itu bisa dipidana. Kita balikkan kepada KUHP, sepanjang tidak diatur dalam KUHP itu tidak bisa dipidana. Tapi kalau di KUHP seiingat saya itu ITE belum diatur sebelum adanya UU ITE itu sendiri. Jadi status untuk media elektronik itu hanya sebagai barang bukti saja bukan sebagai alat bukti. Nanti sudah ada Undang-Undang ITE baru media elektronik itu bisa dinaikkan statusnya menjadi alat bukti selama bersesuaian dengan beberapa alat bukti lain seperti tadi yang saya bilang keterangan saksi, keterangan ahli, dll. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016)
83
Kemudian tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Kalau berbicara masalah bisa tidaknya dijadikan alat bukti yaa bisa saja, karena begini selama itu media elektronik sesuai dengan permasalahan yang dilaporkan dan semua alat bukti lain bersesuaian dengan media elektronik itu yaa bisa saja dijadikan alat bukti. Tapi dengan catatan media elektronik itu masih dalam status barang bukti dulu karena kan belum diatur langsung pada UndangUndang, kecuali seperti sekarang media eletronik sudah diatur yaa sudah bisa untuk dijadikan alat bukti. Apalagikan sekarang sudah banyak Undang-Undang yang mengatur tentang media elektronik itu sendiri, selain UU ITE ada juga UU Narkotika, ada UU Terorisme, ada juga UU Korupsi maka alat bukti akan diperluas lagi. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa keberadaan media elektronik sebelum diatur dalam Undang-Undang ITE belum sepenuhnya bisa dijadikan alat bukti. Tapi jika memang ada kasus yang dipersidangkan menggunakan media elektronik sebagai pendukung perbuatan dalam permasalahan maka itu statusnya hanya sebatas barang bukti saja. Karena beda ketika sebuah media elektronik itu menjadi barang bukti dan menjadi alat bukti. Kalau media elektronik masih berstatus sebagai barang bukti tentu fungsinya dalam persidangan itu hanya: 1. Menguatkan alat bukti yang sah (pasal 184 ayat (1) KUHP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa 2. Setelah barang bukti menjadi penunjang alat bukti yang sah maka barang bukti tersebut dapat menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tapi ketika media elektronik itu bisa menjadi alat bukti di persidangan tentu saja jalan dalan pengambilan keputusan itu lebih mudah karena:
84
1. Alat bukti tersebut sudah jelas diatur dalam Undang-Undang dan tidak diragukan lagi keberadaannya (selama informasi dalam media tersebut bisa dipertanggung jawabkan kebenaranya) 2. Langsung bisa maju dalam sebuah persidangan, karena untuk lanjut ke sebuah persidangan masalah yang diadili harus memiliki minimal 2 (dua) alat bukti yang sah sesuai dengan UU Dalam sebuah permasalahan tentu saja mempunyai metode-metode dalam
pengambilan
keputusan.
Metode-metode
ini
dipergunakan
untuk
memudahkan mencari langkah yang harus ditempuh ketika ingin menyelesaikan masalah tersebut. Metode yang diambil harus memudahkan dalam hal penemuan titik terang dari masalah yang dihadapi. Karena pengambilan keputusan itu berarti melakukan penilaian dan menjatuhkan pilihan. Keputusan ini diambil setelah melalui beberapa perhitungan dan pertimbangan alternatif. Sebelum pilihan dijatuhkan, ada beberapa tahap yang mungkin akan dilalui oleh pembuat keputusan. Berikut hasil wawancara terkait dengan metode keputusan yang dipergunakan ketika media elektonik dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan. Berikut tanggapan dari Asisten Bidang Pidana Umum adalah: Kalau metode keputusan media elektronik itu harus sejalan dengan alat bukti yang lain. Berkas itu harus nyambung dengan alat bukti, karena berkas itu ada secara formal dan ada secara materil. Berkas yang sudah memenuhi syarat formal dan materilnya maka sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan tapi kalau tidak berkas tersebut dikembalikan untuk kemudian dicari misalnya tdr dari handphone pelaku untuk mengetahui apa-apa saja percakapan yang dibicarakan. Jadi sebenarnya dalam persidangan itu yaa berkas yang ngomong, jadi antara berkas dan alat bukti harus nyambung. Makanya dalam sebuah berkas perkara itu satu kesatuan yang menyeluruh tidak bisa dipisah, karena menganut permasalahan yang sama, mulai dari kronologi kejadian sampai keterangan dari saksi dan tersangka. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016)
85
Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH., MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Kalau metode pengambilan keputusan perkara yang memiliki alat bukti media elektronik dengan perkara yang tidak mempunyai sama sekali alat pembuktian berupa media elektronik itu metodenya sama saja, karena sebenarnya itu kita hanya mengacu ke ancaman hukuman saja. Jadi tahapnya itu harus ada pemeriksaan dulu dipenyidik, setelah itu dirasa sesuai dengan masalah dan mempunyai minimal 2 (dua) alat bukti maka itu bisa dilimpahkan ke kejaksaan. Setelah itu kejaksaan harus meneliti terlebih dahulu lagi berkas yang dari penyidik itu, apakah sudah sejalan dengan masalah yang ada. Jika sudah sejalan maka berkas itu dilimpahkanlah untuk diadakan persidangan. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Hakim didalam memutuskan suatu perkara berdasarkan pasal 151 KUHAP yaitu minimal 2 (dua) alat bukti plus keyakinan hakim. Kalau 2 (dua) alat bukti itu terpenuhi dan hakim yakin, maka hakim akan menjatuhkan pidana. Apabila tidak terbukti pada setiap unsurnya unsur pasal yang disangkakan yaa bebas. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang penah menangani kasus ITE) adalah: Perbedaan tahapan itu sebenarnya tidak ada ketika ada masalah yang menggunakan alat pembuktian ITE dibanding masalah yang masalahnya tidak ada unsur ITE. Karena begini keputusan itu diambil berdasarkan rentetan peristiwa dalam permasalahan itu sudah sesuai dengan semua keterangan dari pihak yang terkait dengan masalah baik itu keterangan para saksi maupun tersangka, ditambah lagi keterangan dari ahli yang bisa menafsirkan kronologi dari permasalan yang ada ditambah lagi dengan barang bukti yang ada. Semua itu harus sejalan dan sesuai dengan permasalahan yang ada, tapi ketika ada masalah yang mempunyai alat bukti berupa misalanya rekaman baik itu video atau suara maka itu sebenarnya memperlancar rententan kronologi kejadian, karena kan rekaman itu sudah bisa dipercaya kebenarannya juga. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa tahapan keputusan dari permasalahan yang mempunyai bukti media elektronik (ITE) sama saja tahapannya jika permasalahan tidak menggunakan alat bukti berupa media eletronik (ITE). Dalam sebuah persidangan tahapan itu selalu
86
sama karena yang digunakan adalah kesesuaian antara berkas dengan alat bukti yang ada baik itu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa ditambah dengan alat bukti petunjuk (media elektronik). Media baru sebenarnya menjadi penunjang dalam sebuah perkara yang ada, yaitu penunjang untuk menjelaskan rentetan kronologis kejadian masalah yang tidak bisa diragukan lagi informasinya. Jadi tidak akan ada perbedaan dalam metode keputusannya. Dengan demikian pada tahapan perancangan alternatif pemecahan masalah ini peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan mempunyai peran sebagai bahan pendukung sebuah keputusan dalam sebuah persidangan. Hal ini karena sistem yang digunakan pada sebuah persidangan tidak mengenal adanya perbedaan permasalahan yang sedang disidangkan jika menggunakan media elektronik sebagai alat bukti maupun masalah yang tidak memiliki kaitan dengan alat bukti media elektronik (ITE). Informasi
yang
terkandung
dalam
media
elektronik
menjadikan
pengambilan keputusan menjadi lebih mudah. Meskipun sebelum berlakunya Undang-Undang ITE, media elektronik belum dinyatakan sah dalam sebuah persidangan, tapi masih bisa dijadikan sebagai barang bukti pendukung dari permasalahan. Dengan adanya Undang-Undang ITE No 11 Tahun 2008 menjadikan status dari media elektronik ini menjadi sah dipengadilan karena telah diatur dalam Undang-Undang. Terlebih lagi saat sekarang ini sudah banyak UndangUndang yang mengatur tentang media elektronik (ITE), misalnya saja UndangUndang Narkotika, Undang-Undang Terorisme, Undang-Undang Korupsi,
87
Undang-Undang Perikanan, Undang-Undang Pencucuian Uang dan UndangUndang ITE.
V.1.3 Tahap Pemilihan Alternatif Pemecahan Masalah (choice)
Pada tahapan ini merupakan tindakan terpenting yaitu memilih alternatif terbaik diantara alternatif – alternatif yang telah dinilai dan di evaluasi. Tujuan pemilihan alternaif adalah memecahkan masalah agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Proses penyelidikan mengandung pemeriksaan data baik dengan cara yang telah ditentukan maupun dengan cara khusus. Model keputusan untuk mengolah data dan memprakasai pemecahan alternatif. Media elektronik harus menjadi alternatif paling efektif apabila hasil perancangan disajikan dalam suatu bentuk keputusan. Peran arsip media baru dalam pengambilan keputusan studi kasus alat bukti hukum di Kejaksaan Tinggi Sulsel dalam tahap pemilihan altenatif pemecahan masalah: Berikut ini hasil wawancara terkait pertimbangan-pertimbangan pada media elektonik (ITE) dijadikan alat bukti pada suatu persidangan, berikut tanggapan dari Asisten Bidang Pidana Umum adalah: Pertimbangan dijadikannya ITE itu dalam suatu persidangan yang pertama itu kan ada laporan dulu dari korban kepada kepolisian, terus kepolisian itu menelusurilah dulu masalah tersebut setelah itu dicari bukti-bukti yang terkait. Selanjutnya kalau sudah lengkap semuakan ada lagi namanya itu reka adengan kejadian, barulah dibuatkan nanti berkas perkaranya jika semua dirasa cukup jelas permasalahan tersebut dengan minimal 2 (dua) alat bukti. Yang kedua itu media elektronik itu harus dinyatakan dulu apakah memang asli atau tidak, ini ranahnya penyidik untuk melihat keaslian dari media eletronik tersebut. setelah itukan isinya dari media itu harus bisa dipercaya dan sesuai dengan permasalahan. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016)
88
Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangai masalah kasus ITE) adalah: Kalau ITE itu digunakan sebagai alat bukti pertimbangannya itu, apakah sejalan alat bukti tersebut dengan masalah yang sedang ditangani, apakah alat bukti tersebut asli atau tidak, apakah alat bukti tersebut sudah disesuaikan dengan alat bukti lain. Jika semua itu terpenuhi yaa media baru itu bisa langsung jadi alat buktilah di pengadilan. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Harus ada dulu persesuaian antara keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan surat ataupun tersangka atau terdakwa. Intinya itu kalau mau dijadikan alat bukti harus ada persesuain dulu, jika misalnya seperti CCTV kan tidak diatur dalam KUHP sebagai alat bukti yang sah, jadi disini harus media eletronik itu dilakukan persesuaian. Maksudnya diuji dulu kebenaran CCTV tadi apakah sesuai dengan masalah dan keterangan dari korban, saksi maupun keterangan dari terdakwa. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Menurut saya pertimbangannya itu media elektronik itu harus ada dulu kaitannya dengan masalah yang dilaporkan, intinya itu. Karena kan begini itu media elektronik sebagai pendukung yang benar-benar akurat informasinya jadi setelah diteliti bahwa masalahnya begini, dapat buktinya seperti ini terus ada bukti pendukung seperti misalnya rekaman gambar. Seperti kasus yang pernah saya tangani mengenai pelecehan di Tanjung itu kan direkam oleh oknum lain, makanya dalam persidangannya itu mudah karena kan sudah jelas dalam rekaman itu siapa yang melakukan perbuatan itu, apa-apa yang dilakukan, kan semua jelas disitu bisa dilihat. Jadi itu kemudahan ketika ada bukti seperti rekaman begitu disamping sudah jelas gambarnya kan bisa didengar juga percakapan mereka. Jadi tersangka tidak bisa menyangkali lagi perbuatannya itu. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa dalam mengajukan sebuah bukti berupa media elektronik (ITE) harus diketahui dulu duduk masalahnya seperti apa. Media elektronik juga harus sejalan dengan alat bukti lain seperti keterangan dari saksi, keterangan terdakwa, keterangan ahli,
89
surat dan petunjuk. pertimbangan-pertimbangan itulah yang mendasari bisa tidaknya media baru menjadi suatu alat bukti dipersidangan. Berikut hasil wawancara terkait dengan kendala-kendala penggunaan media elektronik sebagai alat bukti dipersidangan, berikut tanggapan dari Asisten Tindak Pidana Umum adalah: Kendala-kendala untuk media elektonik itu sendiri sebenarnya tidak ada, yang bermasalah itu ketika alat bukti yang diajukan itu tidak memenuhi unsur. Maksudnya alat bukti itu kan harus mencakup minimal 2 (dua) alat bukti dulu baru bisa diajukan ke persidangan. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Ohh tidak ada itu kendalanya kalau media elektronik begitu, malahkan lebih mempermudah pengungkapan masalahnya (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Kalau sekarangkan tidak ada, karena sekarang sudah serba canggih, misalnya saja barang buktinya itu berupa handphone. Itukan bisa diminta dengan cara penyidik bersurat kalau handphone tersebut mau diambil, karena tidak semua orang bisa mengakses informasinya, itu kan rahasia. . (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang penah menangani kasus ITE) adalah: Kendala untuk media baru itu sebenarnya tidak ada untuk dijadikan alat bukti cuman itu saja harus ada pencocokan dengan alat bukti lainnya. Kalau sudah sesuai yaa tidak ada masalah. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas terkait dengan kendala dalam penggunaan media elektronik untuk dijadikan alat bukti dipersidangan itu tidak ada untuk media elektroniknya sendiri karena informasi di dalam media tersebut lebih mudah untuk menjamin keasliannya. Tapi kendala yang ada ketika bukti
90
berupa media eletronik itu tidak bersesuaian atau sejalan dengan alur permasalahan dan alat bukti lain seperti keterangan saksi, keterangan terdakwa, surat, petunjuk dan keterangan ahli. Berikut hasil wawancara terkait dengan pentingnya keberadaan alat bukti media baru dalam penetapan keputusan suatu perkara, berikut tanggapan dari Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) adalah: Media elektronik itu penting sekali untuk memperlancar jalannya peradilan suatu perkara. Seperti kebanyakan kasus yang menggunakan bukti berupa elektronik misalnya rekaman suara, jadi nanti kalau dipersidangan itu akan diputar itu rekaman suaranya. Jadi bisa di dengar apa-apa saja yang terekam dalam rekaman tersebut sehingga itu bisa di tafsir oleh para jaksa, para ahli dan akan diputusakan oleh hakim nantinya. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Ohh penting sekali karena itu adalah pembuktian, dan kalau berupa elektronik itu seperti CCTV kan bisa mendukung sebuah perkara. Jadi lebih gampang nanti mengidentifikasi permasalahannya. Masalah yang ditangani dengan bukti elektronik begitu pasti lebih cepat juga pengambilan keputusannya karenakan sudah jelas fakta-fakta dalam rekaman informasi di elektronik itu. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Setiap alat bukti itu pasti sangat penting karena inikan mendukung dalam penyelesaian masalah yang ada. Mulai dari keterangan saksi misalnya, pasti itu penting karena saksi itu kan yang melihat kejadian dari permasalahnya seperti apa, terus itu keterangan dari tersangka sendiri, motivnya melakukan tindak kejahatan karena apa, apakah ada rasa dendam atau masalah lain. Nah kalau buktinya berupa elektronik anggaplah itu berupa rekaman gambarlah yang lebih mudah, kan itu bisa langsung dilihat rentetan kejadian dalam rekaman tersebut. sehingga dalam berkas perkara nantinya itu gampang untuk membuat rentetan masalahnya dan pada saat diadakan reka ulang adegankan bisa lebih gampang lagi. Tidak usah pake reka adegan versi tersangka atau versi penyidik lagi, kan bisa langsung bisa lihat rekamannya di video tadi, dan lebih mudah untuk penyusunan reka ulang adegan kegiatan. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016)
91
Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Apapun itu alat buktinya pasti penting karena mendukung untuk pembuktian masalah nantinya dipersidangan. Cuma kan kalau sudah ada bukti langsung seperti itu media elektronik pasti lebih cepat juga penetapan keputusannya dan kan untuk maju dipersidangan itu minimal 2 (dua) alat bukti, dan jika memang dalam permasalah itu ada bukti berupa elektronik apakah itu rekaman gambar, rekaman suara atau foto itu kan sangat kuat bukti itu, karena sudah jelas sekali informasinya. Tidak perlu lagi cari banyak bukti lain untuk penetapan keputusan perkara dalam persidangan. Saya kashi contoh kasus inilah yang lagi banyak diperbincangkan yaitu kasus perampokan di Pulomas, kan disini CCTV yang mengungkap siapa-siapa saja pelaku dibalik perampokan tersebut, awal kejadiannya seperti apa mulai dari datangnya pelaku sampai diadakannya penyekapan. Semua itukan terlihat dari CCTV yang ada di rumah korban, jadi bukti elektronik itu penting sekali. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa media eletronik yang dijadikan sebagai alat bukti mempunyai peran yang sangat penting. Media elektronik bisa mendukung sebuah penetapan keputusan karena informasi yang berada didalamnya sudah jelas adanya. Keberadaan media elektronik pada sebuah persidangan yang dijadikan sebagai alat bukti bisa mempercepat pengambilan keputusan yang ada. Isi informasi dari media elektronik misalnya rekaman gambar maupun rekaman suara sangat kuat sebagai pendukung pembuktian dipersidangan. Dengan demikian
peranan dari arsip media baru dalam pengambilan
keputusan sangat penting kedudukan karena media baru sangat membantu dalam penetapan keputusan pada suatu persidangan. Pemilihan suatu media elektronik untuk dijadikan sebuah alat bukti sangat memberikan kontribusi yang sangat besar, bukan hanya untuk memberikan kejelasan tentang rentetan kejadian peristiwa dalam sebuah permasalahan tetapi yang terpenting yaitu bisa mempercepat pengambilan keputusan untuk suatu perkara yang dipersidangkan.
92
Begitu
pentingnya
suatu
arsip
dijadikan
sebagai
bahan
untuk
pengambilan keputusan apalagi sebagai suatu alat bukti hukum. Informasi yang jelas dan terpercaya menjadikan media baru sebagai alternatif yang paling memungkinkan dalam penyelesaian masalah yang dipersidangkan. Kemajuan teknologi informasi menjadikan keberadaan media baru sebagai deretan alat bukti yang bisa lebih mudah dipertanggungjawabkan keasliannya karena untuk mengetahui asli atau tidaknya media elektonik dan informasi yang dikandungnya sudah bisa dilihat oleh ahli-ahli ITE. Jadi tidak sulit lagi untuk membedakan dari keaslian media elektronik itu sendiri.
V.1.4 Tahap Pelaksanaan Keputusan (implementation)
Tahap Implementasi adalah tahap terakhir dari tahapan pengambilan keputusan, disini bisa diketahui berhasil atau tidaknya keputusan yang telah dipilih. Setelah alternatif terbaik dipilih, harus dibuat rencana untuk mengatasi berbagai permasalahan dan masalah yang mungkin dijumpai dalam penerapan keputusan.
Dalam
hal
ini,
orang
yang
mengambil
keputusan
perlu
memperhatikan berbagai resiko dan ketidakpastian sebagai konsekuensi dibuatnya suatu keputusan. Berikut hasil wawancara terkait dengan efektifnya media baru dijadikan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dalam suatu persidangan, berikut tanggapan dari Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) adalah: Iya efektif karena alat bukti yang menentukan penanganan perkara itu seperti apa, karena sebenarnya elektronik itu tergantung dari substansi masalahnya, misalnya seperti handphone dia kan efektif tapi kalau mencuri biasa pasti tidak efketif karena tidak ada hubungannya, beda ketika ingin melakukan pencurian itu diadakan komunikasi terlebih dulu. Seperti kasus yang pernah saya tangani itu dia berkomunikasi menggunakan handphone untuk melakukan tindak pencurian, disitulah peran dari handphone sebagai media elektronik itu ada tapi
93
sepanjang alurnya tidak ada yaa tidak dipake juga, tergantung dari permasalahannya lagi. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah meangani kasus ITE) adalah: Sangat efektif itu ketika alat buktinya ada yang berupa media elektronik, seperti perkara yang pernah saya tangani kemarin itukan melakukan pelecehan dan direkam oleh seseorang, itukan buktinya video yang disimpan di hanphone, terdakwa akui kalau memang itu perbuatannya, jadi tidak menyusahkan dalam pembuktiannya. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pindana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Iya efektif ketika bukti itu bisa besesuain dengan permasalah yang ada. Jika memang bukti itu setelah diuji dan memang sejalan dengan permasalah tentu saja sangat efektif dijadikan alat bukti karena kan ini juga bisa memudahkan nantinya dalam penetapan putusan, tidak susah lagi. Kontribusi dari media elektronik sebenarnya itu sangat besar ya karena lebih memudahkan dalam pembuktian masalah. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Rahmwati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Berbicara masalah efektif tidaknya alat bukti tergantung dari bagaimana alat bukti itu mendukung pembuktian dipersidangan dan bagaimana alat bukti sejalan dengan masalah yang sedang disidangkan. Tapi itu sebenarnya efektif ketika memang berhubungan langsung dengan masalah yang ada, karena kan jelas masalahnya apa dan buktinya seperti ini. seperti masalah yang pernah saya tangani itu kasus penipuan online, jadi yang digunakan sebagai bukti itukan berupa elektronik, yaitu data-data online di komputer yang dipergunakan untuk menipu korban (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2016) Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa keberadaan media elektronik yang dijadikan sebagai bahan pengambilan keputusan khususnya sebagai alat bukti hukum sangat efektif karena bisa membantu pembuktian masalah, tergantung dari substansi masalah yang dihadapi. Ketika memang kasus yang dihadapi mempunyai bukti elektronik tentu sangat mendukung dan mempercepat
94
jalannya putusan. Jadi initinya efektifnya alat bukti media elektronik itu tergantung dari substansi masalah atau keterkaitan masalah yang ada. Berikut hasil wawancara terkait dengan masalah yang dihadapi ketika telah terjadi putusan pada suatu perkara, berikut tanggapan dari Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) adalah: Sejauh ini setelah diputuskannya suatu perkara itu tidak pernah terjadi masalah apapun, karena kan setelah putusan itu namanya sudah ada tutup putusan. Jadi sudah tidak ada lagi kekuatan hukum yang mengikat kasus tadi, karena kan sudah di eksekusi. Kecuali kasus itu lanjut lagi ke banding dan kasasi itu belum tutup putusan namanya, tapi kalau masalah saya rasa tidak ada. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Hariani Gali, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Tidak pernah ada masalah misalnya komplain atau apapun itu, karenakan ini kan sesuai putusan. Jadi semua yang terjadi dipersidangan sampai tutupnya persidangan terkait suatu kasus itu semuanya dijalankan sesuai dengan prosedur putusan yang ada. Jadi kemungkinan untuk adanya masalah itu tidak mungkin terjadi juga kan, kecuali putusannya dianggap tidak sesuai ya bisa terjadi masalah misalnya diadakanlah banding, karena pihak yang satu merasa putusan yang diberikan itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tapi biasanya kalau banding itu yaa susah untuk membalikkan putusan dipersidangan yang lalu itu. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Selama yang saya ketahui tidak pernah ada masalah setelah tutupnya persidangan yaa, karena itukan tuntutan itu semuanya sudah disesuaikan dan dipertimbangkan bagaimana-bagaimananya. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Tidak pernah ada kasus seperti itu, selama putusan dijalankan sesuai dengan prosedur yang ada pasti putusan itu bisa diterima. Dalam KUHAP kan juga diatur itu tentang pengawasan dan pengamatan pelaksanaan putusan pengadilan, jadi putusan ditetapkan itu sudah ada pihak tertentu yang membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan.
95
(Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa selama putusan telah ditetapkan tidak pernah ada masalah yang terjadi karena putusan yang diambil merupakan putusan yang sudah melalui prosedur sesuai dengan alur persidangan dan putusan yang ditetapkan sesuai dengan pasal pada Undang-Undang yang menjerat pada masalah yang ada. Kecuali pada saat selesainya putusan pihak terkait tidak menyetujui hasil putusan tersebut sehingga diadakan banding. Berikut hasil wawancara terkait keberadaan alat bukti setelah selesainya penetapan keputusan, berikut tanggapan dari Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) adalah: Itu tetap dipengadilan sampai tutupnya putusan, jadi nanti tergantung putusannya apa, kalau putusannya banding tetap disimpan dulu sampai selesainya putusan lagi, tapi kalau sudah inkrah apakah nantinya bukti itu dihancurkan, dimusanahkan atau dikembalikan, semua itu tergantung putusan. Kalau sudah dieksekusi itu berarti eksekusi orang dan barang bukti. Kecuali berkas perkara itu tetap disimpan, dan ada aturannya dan itu berbicara tentang kearsipan karenakan itu Lembaga Negara yang tau pasti itu kejari Makassar. Ada ruang arsipnya itu ada lemari dari dulu sampai sekarang. Barang bukti itu seyogjanya mengikuti kalau dimusnahkan ada lagi tata caranya, kalau dikembalikan ada juga tata caranya, tergantung isi putusan dari Hakim. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH (selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Begini kita lihat bahwa suatu alat bukti dari suatu tindak kejahatan biasanya kita rampas untuk dimusnahkan seperti kasus yang pernah saya tangani tentang penipuan online itu kan dimusnahkan komputer yang dipakai untuk menipu dan menyimpan data-dat online. Tapi kalau seperti CCTV itu harus dikembalikan kepada tempat diambilnya CCTV tersebut, seperti kasus Kopi Sianida itu kan rekaman dari CCTV itu harus dikembalikan lagi kepada cafe karena bukan hasil dari tindak kejahatan melainkan cuma pembuktian dari kejahatan. Untuk disimpan permanen itu tidak ada misalnya seperti handphone yang digunakan untuk berkomunikasi tindak kejahatan itu nantinya dirampas untuk dimusanhkan. Pemusnahannya itu dilaksanakan kalau sudah berkekuatan hukum tetap, sudah tidak ada lagu upaya hukum banding, kasasi itu pasti dimusnahkan dengan melampirkan berita acara pemusanahan barang bukti.
96
(Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Kepala Seksi Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) adalah: Alat bukti itu tergantung apakah itu dikembalikan kepada pemiliknya, karena di KUHAP itu ada beberapa yang bisa dimusnahkan ada yang dikembalikan. Kalau alat bukti begitu dari penyidik ke kami, kami serahkan ke pengadilan, untuk barang bukti dan alat bukti disimpan ada ruangannya khusus. Kan biasanya bukti media elektronik itu sudah dicopy, kalau aslinya itu miliknya dan bukan dari hasil kejahatan itu dikembalikan. Tempat barang itu ada juga tempatnya, karena yang dimusnahkan itu alat yang digunakan untuk kejahatan atau alat yang hasil kejahatan itu dimusanhkan atau dilelang. Kalau hasil dari penyidik setelah putus inkrah bisa dikembalikan misalnya rakaman CCTV dari rumah korban perampokan, itu nanti dikembalikan karena bukan hasil kejahatan. di KUHAP itu sudah diatur ada yang bisa dimusnahkan, ada yang bisa dikembalikan dan ada yang bisa dilelang khususnya itu tindak pidana korupsi. Tapi kalau berkas perkara itu tetap disimpan nanti tempat penyimpanannya itu di bidang yang sesuai dengan permasalahnnya misalnya di bagian pidana umum atau khusus tapi itu adanya di Kejaksaan Negeri karena kalau Kejaksaan Tinggi itu hanya untuk penelitian saja, setelah diteliti kan semuanya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri. (Wawancara dilaksanakan pada 27 Desember 2016) Sementara tanggapan dari Ibu Rahmawati, SH.,MH (selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Kalau berkas perkara iya disimpan tapi kalau alat bukti itu biasanya tergantung dari putusannya, misalnya itu dikembalikan kah atau dimusanhkan. Karena itu sudah diatur semua dalam KUHAP dan putusan dalam persidangan. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017) Dari beberapa hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa alat bukti dalam suatu persidangan setelah selesainya putusan akan tergantung dari hasil keputusan yang dihasilkan pada persidangan. Alat bukti itu biasanya ada yang dimusnahkan jika memang merupakan hasil dari tindak kejahatan atau hasil kejahatan, ada juga yang dikembalikan jika bukti tersebut sama sekali bukan hasil dari kejahatan melainkan sebagai penunjang pembuktian kejahatan misalnya itu rekaman gambar maupun suara dan adapula yang dilelang jika itu berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
97
Kedudukan alat bukti setelah tutupnya putusan tergantung dari putusan pada suatu persidangan, kecuali berkas perkara tetap disimpan pada ruangan khusus dan ditangani pada bagian kearsipan pada masing-masing bidang sesuai dengan kasus yang ada. Kaitannya dengan pemusnahan barang bukti berdasarkan putusan pengadilan, Pasal 46, KUHAP mengatur bahwa: 1) Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang lebih berhak apabila: a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi, b. perkara tersebut tidak jadi di tuntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana, c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut di tutup demi hukum, kecuali apabila benda itu dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. 2) Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. Dengan demikian pada tahapan implementasi peran arsip media baru sebagai alat buki hukum sangat efektif karena bisa menjadi bukti penunjang. Alat bukti bisa dinyatakan efektif jika sesuai dengan substansi masalah yang ada.
98
Karena alat bukti elektronik merupakan perluasan dari bukti yang sah di KUHAP. Pengimplementasian keputusan yang dihasilkan menjadikan alat bukti media elektronik sangat memudahkan dalam hal pengambilan keputusan sesuai dengan permasalahan yang ada. Berikut hasil wawancara terkait lahirnya keputusan yang tepat dengan penggunaan media elektronik, berikut tanggapan dari Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) adalah: Iya akan menghasilkan keputusan yang tepat asalkan sudah sesuai dengan prosedur dalam persidangan yaa. Kenapa saya mengatakan demikian itu seperti kasus yang pernah saya tangani itukan dengan penggunaan elektronik itu seperti CCTV gampang dalam mengetahui awal terjadinya masalah sehingga nanti dipengadilan itu tidak susah lagi membuktikan apakah dia bersalah atau tidak, kan sudah jelas dalam rekaman tersebut. (Wawancara dilaksanakan pada 15 Desember 2016) Kemudian tanggapan dari Ibu Andi Hariani Gali, SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE): Tentu akan menghasilkan keputusan yang tepat kalau tidak kenapa media elektronik itu dijadikan bukti dalam persidangan, kan logikanya begitu. Keputusan itukan lahir dari beberapa langkah kan, jadi media elektronik itu ceritanya sudah melewati itu semua sehingga keputusan yang dihasilkan itu tepat. Contohnya kasus yang pernah saya tangani itu kan salah satunya mengenai kasus pelecehan yang menggunakan video dalam pembuktiannya. Itu kan jelas sekali dalam persidangan akan gampang membuktikan apalagi saat itu pelaku sudah mengakui perbuatannya jadi gampang sekali persidangannya untuk menghasilkan keputusan. (Wawancara dilaksanakan pada 20 Desember 2016) Sementara tanggapan Ibu Rahmawati,SH.,MH. (Selaku Jaksa yang pernah menangani kasus ITE) adalah: Dari beberapa kasus yang saya tangani semuanya tepat yah dalam keputusan yang dihasilkan misalnya itu kasus penipuan online, jelas sekali disitu alur penipuannya seperti apa, cara kerjanya seperti apa jadi memudahkan dalam hal penanganan masalah. Keputusan itu akan tepat kalau sudah melalui prosedur-prosedur dalam penanganan masalah, disini kedudukan media elektronik itu sangat tepat karena akan memudahkan dalam hal penanganan masalah sehingga nantinya itu keputusan yang dihasilkan akan tepat sesuai dengan permasalahan yang ada. (Wawancara dilaksanakan pada 4 Januari 2017)
99
Dari beberapa hasil wawancara diatas bisa disimpulkan bahwa proses pengambilan keputusan yang tepat akan menghasilkan suatu keputusan yang tepat. Penggunaan media elektronik sebagai alat bukti hukum menunjukkan bahwa dari tahapan pengidentifikasian masalah sampai dengan tahapan implementasi dalam pengambilan keputusan dengan media elektronik sangat membantu mendukung sebuah keputusan dalam persidangan. Informasi yang terkandung dalam media elektronik menjadikan pengambilan keputusan lebih mudah. Keputusan yang tepat akan terlahir dari proses yang tepat pula, keputusan yang tepat akan dikatakan tepat jika keputusan itu sesuai dengan masalah yang ada. Media elektronik sebagai salah satu alternatif alat bukti dalam suatu persidangan dalam hal pengambilan keputusan memberikan peranan penting karena media elektronik bukan hanya memudahkan dalam hal pengidentifikasian masalah tetapi dapat pula mempercepat pengambilan keputusan, karena informasi atau rekaman dalam media elektronik lebih jelas apalagi itu menggunakan media rekaman suara maupun gambar karena akan mendukung suatu perkara.
V.2 Faktor Penghambat Pengambilan Keputusan
Dalam setiap pengambilan keputusan tentunya tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, pada prosesnya pasti ada faktor penghambat yang bisa memperlambat jalannya proses pengambilan keputusan. Pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dalam kaitannya dengan penggunaan alat bukti berupa media elektronik (ITE) yang dijadikan sebagai alat bukti hukum dalam
100
persidangan juga mempunyai faktor penghambat. Adapun faktor penghambat dalam pengambilan keputusan ialah: 1.
Harus ada persesuaian Faktor penghambat dalam pengambilan keputusan jika mengguanakan
media elektronik sebagai alat bukti hukum ialah status dari alat bukti media elektronik tersebut. Media elektronik tidak diatur kesahannya pada Undangundang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sehingga bukti berupa media elektronik tersebut harus bersesuain dulu dengan bukti yang pada pasal 184 ayat 1 KUHAP, yang menyebutkan: Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa 2. Belum diaturnya perbuatan tertentu pada Undang-Undang Dalam asas legalitas banyak sekali terjadi kasus yang menjerat seseorang tapi dalam undang-undang yang sesuai permasalahan yang ada belum diatur tindak kejahatan ataupun masalah yang dilakukan. Contoh yang diberikan oleh Asisten Tindak Pidana Umum (Aspidum) yaitu kasus yang pernah menimpa Aktor Raffi Ahmad yang ditemukan menggunakan narkoba tapi jenisnya belum disebutkan dalam Undang-Undang Narkotika. Namun setelah adanya kasus tersebut barulah Undang-Undang Narkotika menambahkan daftar jenis-jenis barang haram yang tidak bisa disalahgunakan.
101
Namun seiring perkembangan zaman perubahan atau revisi telah dilakukan khususnya dalam UU ITE yang mengikuti maraknya tindak kejahatan khususnya pada dunia maya. Setidaknya ada empat perubahan signifikan dalam UU ITE yang telah direvisi (dikutip dari Kompas.com 6 januari 2017): Perubahan pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan atau "the right to be forgotten". Hak tersebut ditambahkan pada Pasal 26. Intinya, tambahan pasal ini mengizinkan seseorang untuk mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, tetapi diangkat kembali. Salah satu contohnya, seorang yang sudah terbukti tidak bersalah di pengadilan, berhak mengajukan permintaan agar berita pemberitaan tentang dirinya yang menjadi tersangka dihapus. Perubahan kedua, adanya penambahan ayat baru pada Pasal 40. Pada ayat ini, pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya. Jika ada situs berita resmi yang dianggap melanggar
Undang-Undang
tersebut,
penyelesaiannya
akan
mengikuti
mekanisme di Dewan Pers. Apabila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media, pemerintah bisa langsung memblokirnya. Perubahan ketiga, menyangkut tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan. Undang-Undang ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.
102
Perubahan keempat, menyangkut pemotongan masa hukuman dan denda. Ancaman hukuman penjara diturunkan dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun. Dengan demikian, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.
103
BAB VI
PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari beberapa hasil pembahasan diatas bisa ditarik kesimpulan, antara lain: 1. Arsip media baru (elektronik) mempunyai peran yang sangat penting yang bisa dijadikan bahan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Dalam kaitannya dengan alat bukti hukum arsip media baru memberikan kemudahan dalam hal penanganan masalah sampai dengan ditetapkannya putusan pada suatu persidangan. 2. Tidak diaturnya secara spesifik media elektronik (ITE) sebagai alat bukti sah dalam Undang-Undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) membuat kedudukan dari media elektonik harus diadakan dulu persesuaian dengan alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP mengenai alat bukti yang sah agar bisa menjadi alat bukti petunjuk atau sebagai perluasan alat bukti. 3. Tidak semua arsip media baru/elektronik dibuatkan back up sehingga sewaktu-waktu bisa menimbulkan masalah jika arsip aslinya hilang atau mengalami kerusakan baik yang sengaja maupun tidak disengaja. 4. Belum adanya penyimpanan yang baik untuk arsip media baru/elektronik membuat arsip media baru/elektronik masih susah dalam penemuan sehingga bisa memperlambat dalam hal pengambilan keputusan.
104
VI. 2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis diberikan yaitu: 1. Perlu adanya penyimpanan yang baik untuk arsip media baru/elektronik agar lebih mudah didapat sehingga bisa memberikan informasi yang akurat. 2. Sebaiknya arsip media baru/elektronik bisa dibuatkan back up sehingga sewaktu-waktu jika terjadi masalah pada media yang lain masih bisa dipergunakan media lainnya untuk memberikan informasi terkait dalam pengambilan keputusan. 3. Sebaiknya arsip media baru lebih dijaga kelestariannya karena informasi yang terkandung didalam media baru/elektronik bisa memudahkan dalam hal pengambilan keputusan yang baik.
105