BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu sasaran kesehatan reproduksi adalah remaja terkait dengan masa pubertasnya dimana pada fase transisi ini merupakan segmen perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik secara seksual sehingga mampu bereproduksi (Dewi, 2012). Remaja seringkali kekurangan informasi dasar mengenai kesehatan reproduksi, keterampilan menegosiasikan hubungan seksual, dan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang terjangkau serta terjamin kerahasiaannya (Sherris, 2000). Hal ini tidak hanya terjadi pada remaja normal namun juga terjadi pada remaja berkebutuhan khusus. Anak atau remaja berkebutuhan khusus ini merupakan anak atau remaja yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar (Kementerian Kesehatan RI, 2010a). Salah satu tipe kebutuhan khusus yang memerlukan perhatian adalah remaja tunarungu wicara yang memiliki keterbatasan dalam mendengar dan berbicara sehingga ini dapat mempengaruhi pengetahuan dan informasi terkait kesehatan reproduksi yang dapat menghindarkan remaja dari masalah-masalah kesehatan reproduksi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (2013), dilaporkan bahwa 2,6% perempuan menikah pertama kali pada umur kurang dari 15 tahun dan 23,9% menikah pada umur 15-19 tahun. Akibatnya angka kehamilan perempuan pada umur kurang dari 15 tahun adalah 2,68% dan 1,97% pada umur 15-19 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Organ reproduksi 1
2
remaja dengan umur kurang dari 20 tahun masih belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti bayi yang dilahirkan mengalami cacat fisik, kelahiran prematur, preeklamsia, eklamsia, perdarahan bahkan kematian pada ibu dan bayi (Rohan & Siyoto, 2013). Kehamilan pada usia kurang dari 15 tahun yaitu 0,03% dan 2,71% pada umur 15-19 tahun terutama terjadi di pedesaan. Hal ini biasanya disebabkan oleh faktor rendahnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang berujung pada kehamilan diluar penikahan atau kehamilan yang tidak diinginkan (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Berdasarkan data yang diperoleh dari Klinik Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali, tercatat jumlah remaja yang mengakses pelayanan dengan kasus KTD pada tahun 2012-2013 sebesar 584 kasus (usia 10-24 tahun). Kasus KTD terbanyak terjadi pada rentang usia 15-19, yakni sebesar 334 kasus (KISARA, 2014). Selain pernikahan dini, aborsi juga merupakan pilihan yang seringkali dilakukan oleh remaja. Aborsi yang dilakukan oleh remaja ini jarang terlaporkan. Angka aborsi di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 2,4 juta per tahun. Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia, terjadi peningkatan sekitar 15% setiap tahunnya dan 800.000 di antaranya dilakukan oleh remaja putri yang masih berstatus pelajar (BKKBN, 2014). Seks bebas yang terjadi pada remaja juga dapat menyebabkan terjadinya kasus PMS termasuk HIV/AIDS. Data Ditjen PP & PL Kemenkes RI, jumlah kumulatif kasus AIDS di Indonesia hingga September 2014 menurut golongan umur terbanyak pada umur 20-29 tahun yaitu 18.352 kasus (Yayasan Spiritia, 2014).
3
Penelitian yang telah dilakukan pada remaja SMA di Kabupaten Buleleng menunjukkan hasil adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan aktivitas remaja dalam kesehatan reproduksi dimana remaja yang memiliki pengetahuan yang baik akan diikuti oleh sikap dan aktivitas yang positif (Wijaya et al., 2014). Berdasarkan penelitian lain dengan sampel remaja tunarungu, didapatkan beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian perilaku seks berisiko pada remaja tunarungu di SMALB Kota Padang yaitu pengetahuan, sikap, peran orang tua dan peran teman sebaya. Dari 39 responden, 61,5% berperilaku seks berisiko, 53,8% remaja berpengetahuan rendah, 61,5% remaja memiliki sikap negatif, 69,2% orang tua yang berperan rendah dan 64,1% teman sebaya yang berperan buruk (Hakim, 2012). Desa Bengkala merupakan desa yang terkenal dengan jumlah kasus bisu tuli (kolok) terbanyak di Bali. Jawa Post National Network (JPNN) menyatakan data terakhir tahun 2010 di Desa Bengkala terdapat 50 orang kolok. Salah satu keunikan warga bisu-tuli di Desa Bengkala adalah cara mereka berkomunikasi. Mereka punya bahasa sendiri yang berbeda dari bahasa isyarat standar internasional (JPNN, 2010). Adanya kelas inklusi dimana pada kelas ini menyatukan antara anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus untuk mengikuti proses belajar mengajar bersama, mendorong warga kolok untuk tetap mendapatkan pendidikan layaknya warga normal lainnya. Namun transfer ilmu kepada siswa kolok ini terkadang mengalami hambatan baik itu yang dilakukan oleh guru maupun teman sebaya yang normal. Penelitian-penelitian
terkait
kesehatan
reproduksi
pada
remaja
menunjukan betapa pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja
4
termasuk remaja berkebutuhan khusus (kolok) sehingga remaja terhindar dari perilaku seksual berisiko. Penelitian terkait orang kolok di Desa Bengkala sudah pernah dilakukan namun belum ada penelitian mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi pada sekaa teruna-teruni di Desa Bengkala. Sekaa terunateruni (STT) merupakan organisasi pemuda yang ada dalam budaya masyarakat Bali. Setiap kegiatan pada STT ini selalu melibatkan anggota pria dan wanita. Disinilah terdapat interaksi antara remaja pria dan wanita baik itu yang normal maupun kolok. Pergaulan remaja sudah semakin luas dan semakin bebas dengan berbagai fasilitas yang dimilikinya pada saat ini. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi pengetahuan dan wawasan remaja, termasuk dalam bidang kesehatan reproduksi. Berdasarkan data studi pendahuluan terhadap 5 remaja normal dan 5 remaja kolok yang ada di Desa Bengkala diketahui bahwa terdapat 3 remaja normal pernah melakukan hubungan seksual dan 2 remaja kolok memiliki perilaku seksual menyimpang yaitu menyukai sesama jenis. Hubungan seksual pranikah tersebut dilakukan dengan alasan ingin mencoba dan dikarenakan rasa cinta terhadap pasangan sedangkan perilaku seksual menyimpang (suka sesama jenis) dilakukan dengan alasan mereka trauma dengan pasangan yang berlawanan jenis karena pernah dipaksa untuk melakukan hubungan seksual pranikah.
Upaya pemerintah dalam menyikapi kesehatan reproduksi pada remaja telah dilakukan melalui pengembangan program kesehatan reproduksi remaja. Adapun program yang telah dijalankan yaitu Program Kader Kesehatan Remaja (KKR), Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja serta Pusat Informasi Konseling Remaja dan Pusat Informasi Konseling Mahasiswa.
5
Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi pada sekaa teruna-teruni di Desa Bengkala. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, terdapat permasalahan dimana dari data studi pendahuluan terhadap 5 remaja normal dan 5 remaja kolok yang ada di Desa Bengkala diketahui bahwa terdapat 3 remaja normal pernah melakukan hubungan seksual dan 2 remaja kolok memiliki perilaku seksual menyimpang yaitu menyukai sesama jenis. Hubungan seksual pranikah tersebut dilakukan dengan alasan ingin mencoba dan dikarenakan rasa cinta terhadap pasangan sedangkan perilaku seksual menyimpang (suka sesama jenis) dilakukan dengan alasan mereka trauma dengan pasangan yang berlawanan jenis karena pernah dipaksa untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Hal tersebut
menyebabkan
peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengetahuan kesehatan reproduksi pada sekaa teruna-teruni di Desa Bengkala. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan terkait dengan pengetahuan kesehatan reproduksi yaitu sebagai berikut: “Bagaimana pengetahuan sekaa teruna-teruni di Desa Bengkala tentang tanda-tanda pubertas, kebersihan alat kelamin, perilaku berisiko, usia yang tepat untuk menikah, PMS termasuk HIV/AIDS, cara penularan PMS termasuk HIV/AIDS, dan pencegahan PMS termasuk HIV/AIDS?” 1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengetahuan kesehatan reproduksi pada sekaa teruna-teruni di Desa Bengkala
6
1.3.2 Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang tanda-tanda pubertas 2) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang kebersihan alat kelamin 3) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang perilaku berisiko 4) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang usia yang tepat untuk menikah 5) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang PMS termasuk HIV/AIDS 6) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang cara penularan PMS termasuk HIV/AIDS 7) Untuk mengetahui pengetahuan sekaa teruna-teruni tentang pencegahan PMS termasuk HIV/AIDS 1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah pengetahuan dan memperluas wawasan tentang kesehatan reproduksi remaja serta hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis 1) Bagi Institusi Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi khususnya di Desa
7
Bengkala sehingga bisa menjadi acuan untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja khususnya di wilayah kerja Puskesmas I Kubutambahan. 2) Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperoleh pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja di Desa Bengkala sehingga mampu memahami dan mengetahui kesehatan reproduksi dan sebagai acuan kepada masyarakat pada umumnya untuk ikut serta dalam upaya peningkatan kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyukseskan program pendidikan kesehatan reproduksi remaja (KRR). 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang kesehatan reproduksi remaja tentang pengetahuan kesehatan reproduksi sekaa teruna-teruni di Desa Bengkala.