BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian
nasional
digerakkan
oleh
para
pelaku
ekonomi, baik perorangan maupun institusi yang mempunyai tujuan memperoleh keuntungan. Para pelaku ekonomi melakukan kegiatan ekonomi dengan menggunakan bentuk usaha yang bervariasi, dan menjalankan usaha yang bervariasi pula. Pandangan seperti ini juga diungkapkan oleh Sri Redjeki Hartono yaitu ; ”Kegiatan ekonomi masyarakat pada hakekatnya dilaksanakan oleh para pelaku ekonomi, terdiri atas perorangan dan institusi yang bertujuan komersial dengan istilah badan usaha atau korporasi. Kegiatan ekonomi dilaksanakan dalam berbagai skala dan berbagai bentuk kegiatan. Kegiatan dimaksud dapat meliputi baik dalam bentuk produksi (barang dan atau jasa), perdagangan (barang atau jasa), maupun perantara. Baik berskala lokal, nasional maupun internasional”. 1 Selain bervariasi dalam hal bentuk usaha, jenis usaha dan ruang lingkup usaha, para pelaku ekonomi sangat bervariasi pula dalam
eksistensinya di dalam hukum nasional dan kedudukan insititusinya. Dari paparan diatas jelas bahwa dalam kontek perekonomian nasional
para
pelaku
ekonomi
melakukan
kegiatan
ekonomi
menggunakan berbagai bentuk usaha (bentuk perusahaan). Bentuk
1
Sri Rejeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, hal. 70. (Selanjutnya disebut Sri Rejeki Hartono I).
perusahaan dimaksud ada yang berbadan hukum dan ada pula yang tidak berbadan hukum sebagai wadah kerjasama dibidang usaha yang dijalankan. Dengan
demikian,
jika
diklasifikasikan
bentuk-bentuk
kerjasama dimaksud berdasarkan tujuannya terdiri dari : 1. Asosiasi yang bertujuan mencapai / mendapatkan keuntungan kebendaa; a. Perserikatan Perdata (maatschap) b. Persekutuan Firma (Firma) c. Persekutuan Komanditer (CV) d. Perseroan Terbatas (PT) 2. Asosiasi yang bertujuan untuk mencapai kepentingan kesejahteraan para anggotanya atau masyarakat; a. Yayasan b. Koperasi2. Koperasi
sebagai
wadah
sangat
berperan
bagi
anggota
masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan ekonominya serta turut memerangi kesenjangan ekonomi, koperasi sebagai soko guru (tiang tengah) perekonomian nasional.3 Koperasi adalah organisasi ekonomi yang
beranggotakan
orang-orang
yang
pada
umunya
memiliki
kemampuan ekonomi terbatas, secara sukarela menyatukan dirinya kedalam badan usaha koperasi.4
2
Neny Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 3. 3
Revrisond Baswir, 2002, Koperasi Indonesia, Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta, hal.9. 4
Ibid, hal. 54.
Koperasi pertama kali muncul di Eropa pada awal abad ke 19 yang menerapkan sistem perkonomian kapitalis, karena kaum buruh sedang berada pada puncak penderitaan. Untuk membebaskan diri mereka dari tindasan sistem perekonomian kapitalis, dan dalam rangka ikut serta meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat disekitar, kaum buruh bersepakat untuk menyatukan diri mereka dengan membentuk koperasi. Dalam perkembangan selanjutnya koperasi menemukan jalan sendiri yang berbeda dengan cara-cara dan langkah-langkah yang ditempuh oleh gerakan sosialis. Koperasi menjunjung tinggi cara-cara demokratis untuk melawan kekuasaan kaum kapitalis yang menindasnya. Koperasi
berkembang
lebih
banyak
di
negara-negara
penganut sistem politik demokratis, cenderung berkembang sebagai bentuk perusahaan alternatif yang berfungsi untuk mengimbangi kelemahan bentuk-bentuk perusahaan kapitalis.5 Istilah Koperasi berasal dari Bahasa Inggris asal katanya co-operation yang berarti usaha bersama, maksud koperasi adalah suatu bentuk perusahaan yang didirikan oleh orang-orang tertentu, untuk
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
ketentuan dan tujuan tertentu pula.6
5
Ibid, hal. 11.
6
Ibid, hal. 1
tertentu
berdasarkan
Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota. Koperasi baik secara Primer maupun Sekunder memuat Anggaran Dasar dan status koperasi berbadan hukum yang disahkan oleh Pemerintah dengan mengajukan permohonan tertulis melalui Kantor Kementerian Koperasi dan Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah, Kabupaten atau Kotamadya dan Provinsi dimana koperasi tersebut berdiri. Peran koperasi sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai cirri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan. Menurut pendapat dari Casselman
tujuan koperasi dari
definisi cooperation is an economic system with social contras,dapat diuraikan yang mengandung dua unsur yaitu unsur ekonomi dan unsur sosial. Koperasi merupakan suatu sistem himpunan komponenkomponen atau bagian-bagian yang saling berkaitan secara bersamasama berfungsi mencapai tujuan.7 Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan", menempatkan koperasi baik dalam
7
Anjar Pachta W, Dkk, 2005, Hukum Koperasi Indonesia, Badan Penerbit Universitas Indonesia, hal.21
kedudukan sebagai Soko Guru (tiang tengah) perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Pada dasarnya koperasi adalah bentuk perusahaan alternatif, yang didirikan oleh warga masyarakat berekonomi lemah, karena keterbatasan ekonomi dan tidak mampu melibatkan dirinya kepada perusahaan lain kecuali koperasi. 8 Koperasi merupakan sebuah organisasi swadaya yang mandiri yang didirikan sebagai wadah untuk berkumpul, bekerjasama dalam berusaha untuk meningkatkan kemampuan ekonomi para anggota. Jadi organisasi koperasi bukan organisasi yang didirikan tanpa dengan modal. Karena itu koperasi merupakan salah satu dari organisasi perusahaan yang didirikan untuk mengakumulasikan potensi keuangan (modal) yang meskipun jumlah awalnya kecil tetapi dapat menjadi besar dengan berjalannya waktu dan dukungan pengelolaan yang efisien. Koperasi merupakan bentuk usaha yang sarat dengan tujuantujuan yang ideal, sehingga sangat mulia jika koperasi dapat berkembang pesat sebagaimana dengan usaha-usaha swasta atau badan usaha milik negara. 9
8
9
Revrisond Baswir, Loc.Cit.
Munir Fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis Modern di Era Global, Edisi Revisi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 45.
Peran
dan
Fungsi
Koperasi
adalah:
(a)
Membangun,
mengembangkan potensi, dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya, (b) Berperan serta secara aktif dalam
upaya
mempertinggi
kualitas
kehidupan
manusia
dan
masyarakat, (c) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya, (d) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan demokrasi ekonomi.10 Status Badan Hukum Koperasi, termuat pada pasal 9 UU RI No 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dimana" Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh Pemerintah". Koperasi yang mula-mula tumbuh merupakan suatu gerakan spontan, maka mulailah orang memberikan isi dan definisi kepada koperasi, bermacam-macam. Definisi telah diberikan kepada koperasi sesuai dengan perkembangan zaman. Tidak selamanya usaha kerja sama dalam bentuk koperasi membawa keuntungan sehingga dapat mensejahterakan anggotanya. Ada koperasi yang usahanya lancar dan ada pula koperasi yang usahanya tidak lancar dan menderita kerugian. Tidak jarang ada
10
Elsi Kartika Sari & Advendi Simangunsong, 2005, Hukum dalam Ekonomi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarata, hal. 57.
koperasi yang awalnya dapat berkembang dengan baik, namun ditengah
perjalanan
mengalami
berbagai
kesulitan
dalam
pengembangannya. Keberadaan koperasi dewasa ini menghadapi tantangan yang tidak ringan ditengah persaingan yang sangat ketat. Menghadapi persaingan itu, koperasi seringkali kalah dan tersingkir yang akhirnya mengalami kerugian karena kekurangan modal, rendahnya sumber daya manusia, atau manajemen pengelolaan yang kurang baik, dan sebagainya. Mengingat kelemahan-kelemahan seperti itu, tidak jarang koperasi tidak mampu bertahan dan akhirnya gulung tikar serta kemudian ditinggalkan anggotanya dan menyingkir dari persaingan. Kondisi seperti itu akhirnya membawa konsekwensi koperasi pada peringkat Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat, Tidak Sehat dan Sangat tidak Sehat, ini dapat dibubarkan baik oleh Keputusan Rapat Anggota Koperasi maupun oleh pemerintah. Pembubaran koperasi tidak bisa dielakkan karena keberadaan koperasi tidak lepas dari dukungan anggotanya terhadap manfaat bagi peningkatan
kesejahteraan
mereka.
Namun
sejalan
dengan
perkembangan usaha koperasi, tidak tertutup kemungkinan bahwa perkembangan koperasi tidak sesuai lagi dengan harapan anggotanya, sehingga harus dibubarkan sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang mengaturnya.
Mengenai pembubaran koperasi diatur dalam ketentuan pasal 46 sampai dengan pasl 56 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992. Untuk
kegiatan
koperasi
dibidang
simpan
pinjam,
mengenai
pembubarannya diatur dalam ketentuan pasal 29 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9 Tahun 1995. Selain itu, untuk pembubaran koperasi oleh pemerintah telah dikeluarkan PP Nomor 17 Tahun 1994. Peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembubaran badan hukum koperasi dimaksud pada intinya mengatur tentang alasan
pembubaran,
tata
cara
pembubaran,
dan
penyelesaian
kewajiban koperasi terkait dengan pembubaran badan hukum koperasi tersebut. Peraturan tersebut semestinya ditaati ketika suatu badan hukum koperasi karena alasan sesuatu dibubarkan. Dalam hal kesulitan yang tidak dapat diatasi, koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam dapat dibubarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan ini (PP Nomor 9 Tahun 1995). Kesulitan dimaksud apabila mengalami salah satu atau gabungan dari hal-hal sebagai berikut : a. b. c. d. e. f.
Terjadinya penurunan modal dari jumlah modal yang disetorkan pada waktu pendirian. Penyediaan aktiva lancar tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Jumlah pinjaman yang diberikan lebih besar dari simpanan berjangka dan tabungan. Mengalami kerugian Pengelola melakukan penyalahgunaan keuangan Pengelola tidak melaksanakan tugasnya (pasal 28 ayat 2 PP Nomor 9 Tahun 1995).
Pembubaran koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam dilaukan oleh Rapat Anggota. Dalam hal terjadi kondisi yang menyebabkan koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam harus dibubarkan dan koperasi yang bersangkutan tidak melakukan pembubaran, maka Menteri dapat : 1. Meminta kepada Rapat Anggota Koperasi yang bersangkutan untuk dibubarkan. 2. Melakukan pembubaran dengan disertai sanksi administrasi kepada Pengurus Koperasi yang bersangkutan. (Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 PP Nomor 9 Tahun 1995). Terkait dengan pembubaran koperasi perlu diperhatikan hal yang menyangkut tindakan penyelesaian berkaitan dengan kewajiban koperasi baik terhadap anggota penyimpan dana, maupun para kreditur lainnya. Dalam melakukan pembubaran, pihak yang mengambil keputusan pembubaran wajib mempertimbangkan masih adanya harta kekayaan koperasi yang dapat dicairkan untuk memenuhi pembayaran kewajiban koperasi. Hal ini tujuannya untuk melindungi Anggota penyimpan dana (pasal 30 dan penjelasannya dari PP Nomor 9 Tahun 1995). Tindakan pembubaran
oleh
penyelesaian Menteri,
(pemberesan) dilakukan
oleh
sebagai Koperasi
akibat yang
bersangkutan. Sehubungan dengan pembubaran koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, maka pihak koperasi wajib untuk
menyelesaikan kewajibannya terhadap para kreditur, karyawan, maupun anggota penyimpan dana. berdasarkan ketentuan pasal 33 PP Nomor 9 Tahun 1995. Pembayaran kewajiban koperasi dilakukan berdasarkan urut-urutan sebagai berikut : a. b. c. d. e.
Gaji pegawaiyang terutang Biaya perkara di pengadilan Biaya lelang Pajak koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam Biaya kantor, seperti listrik, air, telepon, sewa dan pemeliharaan gedung. f. Penyimpanan dana atau penabung, yang pembayarannya dilakukan secara berimbang untuk setiap penyimpan/ penabung dalam jumlah yang ditetapkan oleh Tim Penyelesaian berdasarkan persetujuan Menteri. g. Kreditur lainnya. Berdasarkan
pengamatan
di
lapangan,
khususnya
di
Kabupaten Tabanan, ada beberapa koperasi dibidang simpan pinjam atau unit usaha simpan pinjam, seperti Koperasi Putra Sedana, Koperasi Abdi Kkarya, Koperasi Tapa Niaga, Kopersi Megati, yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan dinyatakan Sangat Tidak Aktif (beku), tetapi tidak diproses pembubarannya berdasarkan ketentuan yang ada. Atau dengan kata lain, koperasi-koperasi yang mengalami
Sangat
Tidak
Sehat,
tanpa
melalui
mekanisme
pembubaran seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 , PP Nomor 17 Tahun 1994, maupun PP Nomor 9 Tahun 1995. Terkait dengan adanya koperasi-koperasi yang demikian itu, yang juga menjadi masalah adalah menyangkut kewajiban-kewajiban koperasi terhadap pihak kreditur maupun anggota penyimpan dana
yang dananya tidak dapat dikembalikan oleh koperasi. Koperasi tidak mampu membayar utang-utangnya, sehingga akhirnya koperasi mendapat predikat Sangat Tidak Sehat, tidak mampu untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Banyak koperasi di Kabupaten Tabanan yang sukses dan meraih keuntungan ditengah persaingan yang ketat. Semua kegiatan dapat berjalan dengan lancar, seperti; modal semakin besar, SHU dapat dibayarkan dengan lancar, utang-utang (kewajiban) dapat dibayar sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Begitu juga dari segi pengelolaan dan manajemen sangat baik dengan ditopang oleh sumber daya manusia yang memadai. Dibalik koperasi yang sukses, ada juga koperasi yang tidak mampu memenuhi kewajibannya selama 1 tahun dan mendapatkan SHU sangat kurang, berdasarkan hasil Penilaian Predikat Kesehatan koperasi dari Koperasi Sehat menjadi Cukup Sehat, Kurang Sehat, Tidak Sehat dan akhirnya predikat Sangat Tidak Sehat, koperasikoperasi yang demikian dibina diberi kesempatan selama 2 tahun kedepan untuk memperbaiki diri oleh Pemerintah melalui Dinas Koperasi,
apabila
selama
2
tahun
tidak
mampu
memenuhi
kewajibannya maka koperasi tersebut predikatnya akan turun, koperasi dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku) berarti tidak aktif lagi dan tidak boleh melakukan kegiatan usaha, namun tidak
dibubarkan baik oleh Rapat Anggota Koperasi maupun oleh Pemerintah. Pada kasus Koperasi Putra Sedana yang beralamat di Kantor Camat Selemadeg, Tabanan, koperasi tersebut sempat maju dan mencapai puncak kesuksesannya pada tahun 2000. Beberapa tahun kemudian koperasi tersebut usahanya merosot dan menderita banyak kerugian sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya. Banyak anggota koperasi yang keluar dari keanggotaan dan menarik modal yang disimpannya. Koperasi tidak dapat menjalankan usahanya secara normal. Dampak dari semua itu, pihak koperasi juga tidak dapat mengembalikan simpanan anggota penyimpan yang notabena anggota koperasi itu sendiri. Disini pihak anggota penyimpan dana tampaknya tidak mendapatkan perlindungan hukum, berkaitan dengan pengembalian simpanan dana yang dimilikinya,
Koperasi
Putra Sedana kemudian dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku), tidak ada aktivitasnya dan tidak mampu memenuhi kewajibannya selama 2 tahun. Begitu juga pada Koperasi Abdi Karya yang beralamat di Kantor Camat Pupuan Kabupaten Tabanan, koperasi ini sama seperti koperasi Putra Sedana dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku) oleh pemerintah karena dari status ; Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat dan Tidak Sehat, setelah diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri, tetapi tidak dibubarkan baik dari Rapat Anggota maupun oleh
pemerintah. Sampai sekarang simpanan milik anggota penabung tidak bisa dikembalikan atau dibayarkan oleh koperasi, begitu juga mengenai hak-hak anggota, tidak dapat dipenuhi oleh koperasi. Koperasi yang dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku) tanpa menyelesaikan kewajibankewajibannya terhadap anggota penyimpan dana. Koperasi Tapa Niaga juga mengalami hal yang sama seperti Koperasi Putra Sedana dan Koperasi Abdi Karya, yaitu dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku), diberi kesempatan selama 2 tahun kedepan untuk
memperbaiki
diri,
namun
tidak
juga
mampu
memenuhi
kewajibannya maka akhirnya dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku) hingga sekarang. Anggota koperasi sendiri maupun pihak pemerintah tidak
mengambil
menyelesaikan
keputusan
untuk
membubarkan
kewajiban-kewajibannya
yang
koperasi masih
dan
tersisa.
Berdasarkan fakta-fakta di lapangan seperti dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji dari segi ilmu hukum tentang pembubaran badan hukum koperasi, khususnya pada koperasi simpan pinjam atau yang ada unit usaha simpan pinjamnya dengan menyoroti pelaksanaan ketentuan pembubaran badan hukum koperasi dan perlindungan hukum anggota penyimpan dana yang dibekukan kegiatan usahanya, dengan melakukan studi lapangan pada beberapa koperasi di Kabupaten Tabanan. Topik dan permasalahan tesis ini dapat ditelusuri aspek orisinalitasnya melalui penelusuran pada situs-situs internet yang menyediakan data berbagai tesis, dan berdasarkan penelusuran tersebut
dapat dikemukakan bahwa pada satu sisi tidak diketemukan tulisantulisan yang sepenuhnya sama dengan topik dan permasalahan tesis ini. Pada sisi lain penelusuran yang dilakukan hanya menemukan ; 1. Beberapa tesis mengenai pembubaran Perseroan Terbatas (PT) misalnya tesis berjudul PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS DAN LIKUIDASI SERTA PERMASALAHANNYA yang disusun oleh Yousfrita dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan rumusan masalah : a. Kapan bubarnya Perseroan Terbatas ? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pihak III. Disamping menyangkut khusus pembubaran perseroan terbatas, rumusan masalah tesis ini juga berbeda dengan tesis penulis. 11 2. Sekripsi dengan judul PERANAN BANK INDONESIA DAN KEBIJAKANNYA DALAM PEMBEKUAN USAHA BANK yang dipostkan oleh Edy Suparno dari Fakultas Hukum Universitas Muhammadiah, Solo. Skripsi ini pada dasarnya juga membahas tentang Pembekuan Usaha Perseroan Terbatas karena menurut ketentuan Hukum Perbankan harus dilakukan dalam bentuk badan hukum Perseroan Terbatas .12 3. Tesis dengan judul KAJIAN YURIDIS ATAS PUTUSAN KEPAILITAN KOPERASI DIINDONESIA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR ; 01/PAILIT/2008/PENGADILAN NIAGA SEMARANG) yang disusun oleh Kristiyani,SH Mahasiswa Program Magister Kenotariatan Program Studi Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Tesis ini memang menyinggung pembubaran koperasi dapat ditimbulkan sebagai akibat kepailitan akan tetapi tidak secara khusus membahas pembubaran tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dari rumusan maslahnya yaitu ; a. Bagaimanakah akibat hukum dari putusan kepailitan No. 01/Pailit/2008/PN.Niaga Smg terhadap Koperasi Sumber Artha Mandiri ? b. Apakah akibat hukum putusan pailit atas Koperasi Artha Mandiri tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 351/KEP/M/XII/1998 ? 13 11
Yousfrita,2004, Pembubaran Perseroan Trebatas dan Likuidasi sertapermasalahannya,www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2,Themes,akses,107232. 12
Suparno Edy,2008, Peranan Bank Indonesia dan Kebijakannya dalam Pembekuan Usaha Bank, www.digilib.unmud.id/opac/themes/libri. 13
Kristiani,2008, Kajian Yuridis atas Putusan Kepailitan Koperasi Diindonesia (Studi Kasus Putusan No.01/Pailit/2008/Pengadilan Niaga Semarang), www.skripsi-tesis.com, 08 Juli 2009
Berdasarkan penelusuran tersebut diatas ternyata belum terdapat penelitian yang secara komprehensif dalam pengertian peneliatan yang mengandung dua variable mengenai pelaksanaan ketentuan tentang pembubaran terhadap koperasi yang dibekukan usahanya. Kenyataan tersebut mengandung pengertian bahwa peluang untuk meneliti topik itu masih terbuka dan hal ini semakin menarik minat penulis untuk mengadakan penelitian dan menyusun laporannya dalam bentuk tesis yang
berjudul
PEMBUBARAN
KOPERASI
BEKU
USAHA
DIKABUPATEN TABANAN.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah pelaksanaan ketentuan pembubaran koperasi dan
Faktor-faktor penyebabnya koperasi yang dibekukan kegiatan usahanya di Kabupaten Tabanan ?
2.
Bagaimanakah penyimpan usahanya ?
dana
perlindungan atas
koperasi
hukum
terhadap
anggota
yang
dibekukan
kegiatan
1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam kaitannya dengan penelitian tesis ini masalah yang dibahas adalah tentang pembubaran koperasi Sangat Tidak Sehat (beku) usaha di Kabupaten Tabanan, terutama menyangkut tata cara atau prosedur pembubaran dan penyelesaian hak dan kewajibankewajiban koperasi. Selain itu, juga masalah yang menjadi salah satu pokok bahasan yang terkait dengan perlindungan hukum terhadap anggota penyimpan dana yang koperasinya Sangat Tidak Sehat (dibekukan) kegiatan
usahanya
di
Kabupaten
Tabanan
yang
menyangkut
pengembalian dana simpanan yang dimiliki anggota koperasi.
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum Secara
umum
penelitian
ini
bertujuan
untuk
pengembangan pemahaman dibidang keilmuan, khususnya ilmu hukum terkait dengan paradigma ilmu sebagai suatu proses dalam penggaliannya atas kebenaran dibidang obyeknya masing-masing, yang dalam penelitian ini memfokuskan pada bidang hukum badan usaha koperasi sebagai salah satu materi dari hukum bisnis.
1.4.2. Tujuan Khusus. 1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pembubaran koperasi berkaitan dengan Sangat Tidak Sehat (beku) usaha beberapa koperasi di Kabupaten Tabanan. 2. Untuk
mengetahui
perlindungan
dan
hukum
memahami
terhadap
tentang
pelaksanaan
aspek
ketentuan
pembubaran koperasi yang Sangat Tidak Sehat (beku) usaha di Kabupaten Tabanan.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Teoritis Hasil
penelitian
ini
dapat
bermanfaat
bagi
perkembangan ilmu hukum di masa yang akan datang dan dapat menjadi sumbangan pemikiran, khususnya dalam bidang hukum
perusahaan,
perkembangan
sejalan
dibidang
dengan
ekonomi,
semakin
pesatnya
terutama
dibidang
kegiatan/aktivitas badan-badan usaha sebagai pelaku ekonomi. 1.5.2. Manfaat Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa kontribusi positif bagi pemerintah dan para pelaku ekonomi terkait dengan penyempurnaan perangkat hukum yang mengatur tentang badan-badan usaha, khususnya badan usaha koperasi.
1.6. Landasan Teori dan Kerangka Berpikir 1.6.1. Landasan Teori Dalam penelitian ilmiah diperlukan teori yang berupa asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena
sosial
secara
sistematis
dengan
cara
merumuskan hubungan antar konsep.14 Dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antar dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.15 Sedikitnya terdapat tiga unsur dalam suatu teori, pertama, penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori. Kedua, teori menganut sistem deduktif, yaitu sesuatu yang bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata. Aspek kunci yang ketiga, adalah bahwa teori memberikan penjelasan atas gejala yang dikemukakannya. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan.16 Teori juga sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah dalam tatanan hukum positif kongkrit. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke yaitu 14
Burhan Ashshofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 19. 15 Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 30. 16 Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank, Institut Bankir Indonesia, h. 8 (dikutip dari Duane R. Monette, Thomas J. Sullivan, Cornel. R. Dejong, 1986, Applied Social Research, New York, Chicago, San Fransisco Holt, Rinehart and Winston Inc, h.27.
;"Een degelijk inzicht in dezerechlsteoretische kueesties wordt blijkens het voonvoord beschouwd al seen noodzakelijke basis voor elke wettenschappelijke studie van een konkreet positief rechtsstelsel.17 (Dalam teori hukum diperlukan suatu pandangan yang merupakan pendahuluan dan dianggap mutlak perlu ada sebagai dasar dari studi ilmu pengetahuan terhadap aturan hukum positif). Dalam
upaya membahas permasalahan penelitian
dideskripsikan teori, prinsip atau azas-azas hukum yang relevan. Disamping itu pandangan-pandangan
juga
akan
dengan
teoritik hukum dari para sarjana yang
ahli dalam bidangnya. Pandangan dijustifikasi
dilengkapi
dengan
teoritik
dimaksud
ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Sejumlah teori, prinsip atau azas-azas hukum perlu dijelaskan sebagai
landasan berpijak
dalam membahas
permasalahan penelitian, sebagai berikut ; 1. Teori Negara Hukum. Menurut Burkens sebagaimana dikutif A.Hamid S, Atamini
18
, Negara Hukum adalah negara yang menempatkan
hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan
tersebut
dalam
segala
bentuknya
dilakukan
dibawah kekuasaan hukum. Suatu negara dapat dikatakan negara hukum (rechtestaat) apabila memenuhi syarat-syarat ; 17
Jan Gijssels and Mark Van Hoecke, 1982, Whats Is Rechtsteorie ?, Nederland, h. 57. 18 A. Hamid S., Atamimi, 1992, Teori Perundang-Undangan Indonesia, F.H. UI, Jakarta, hal.8.
a. Azas Legalitas, setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan (wettelijke gronslag). Dengan landasan ini, undang-undang dalam arti formal dan undang-undang sendiri merupakan tumpuan dasar tindak pemerintahan. b. Pembagian kekuasaan, syarat ini mengandung makna bahwa kekuasaan negara tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan. c. Hak-hak dasar (grondrechten), merupakan sasaran perlindungan dari pemerintah terhadap rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan pembentuk undang-undang. d. Pengawasan pengadilan bagi rakyat tersedia.19 Menurut pendapat J.B.J.M. Ten Berge bahwa ; suatu negara hukum memiliki beberapa prinsip. Adapun prinsipprinsip dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Azas Legalitas, pembatasan kebebasan warga negara (oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang. 2. Perlindungan hak azasi 3. Pemerintah terikat pada hukum 4. Monopoli paksa pemerintah untuk menjamin penegakan hukum. Hukum tersebut harus dapat ditegakkan ketika hukum tersebut dilanggar. 5. Pengawasan oleh hakim yang merdeka, prioritas hukum tidak dapat ditampilkan jika aturan hukum hanya dilaksanakan organ pemerintah. Oleh karena itu, dalam setiap negara hukum diperlukan pengawasan oleh hakim yang merdeka. 20
Konsep negara hukum juga dikemukakan oleh Freidrick Julius Stahl, sebagaimana dikutif oleh Moh. Taher Azhari ciri-ciri negara hukum antara lain : 1. Adanya pengakuan dan perlindungan hak azasi manusia. 2. Adanya pemisahan kekuasaan 3. Pemerintahan yang berdasarkan undang-undang
19 20
Ibid. J.B.J.M. Berge, 1996, Besturen Door de Overheid Deventer, hal. 34-38.
4. Adanya peradilan Tata Usaha Negara.21 Negara Indonesia adalah Negara Hukum, demikian ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945.
Hal
ini
menunjukkan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh penguasa dan masyarakat harus berdasarkan pada hukum, bukan
berdasarkan
pada
kekuasaan
dan
harus
mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum. 22 Konsepsi
Negara
Hukum ada 2 (dua), yaitu ;
negara hukum klasik dan negara hukum modern. Negara hukum klasik hanya berfungsi sebagai penjaga malam. Ditinjau dari segi politik suatu Nacht Waker Staat (Negara sebagai penjaga malam) tugas pokoknya menjamin dan melindungi kedudukan ekonomi dari “The rulling Class” Nasib dari mereka yang bukan The rulling Class tidak dihiraukan oleh alat-alat pemerintahan. 23 Sementara negara hukum modern (welfare staat) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Perlindungan
konstitusional,
dalam
arti
bahwa
konstitusi selain menjamin hak-hak individu, harus
21
Moh. Taher Azhari, 2003, Negara Hukum Suatu Studi Tentang PrinsipPrinsipnya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta, hal. 89. 22 Gautama S., 1973, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, hal. 22-23. 23 Bachan Mustafa, 2001, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 7-8.
menentukan juga cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin itu. 2. Badan
kehakiman
yang
bebas
(independent
and
impertial tribunals). 3. Pemilihan umum yang bebas 4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat 5. Kebebasan
untuk
berserikat/berorganisasi
dan
beroperasi. 6. Pendidikan kewarganegaraan 24 Indonesia menganut teori negara hukum modern karena pemerintah ikut campur tangan segala lapangan kehidupan
masyarakat
yang
membawa
efek
kepada
pembentukan peraturan perundang-undangan dan hukum administrasi negara. Pada bagian lain pendapat Philipus M. Hadjon meyebutkan bahwa negara Indonesia menganut konsep negara hukum Pancasila dengan elemen atau ciri-ciri sebagai berikut ; a. Adanya keserasian hubungan antara pemerintah dengan raykat berdasarkan azas kerukunan. b. Adanya hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara. 24
Mariam Budihardjo, 1977, Dasar-Dasar Politik, Gramedia, Jakarta, hal. 38.
c. Adanya
prinsip
musyawarah
dan
penyelesaian peradilan
sengketa
secara
merupakan
sarana
terakhir. d. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban.25 Terkait dengan penelitian ini, konsepsi negara hukum dimaksud untuk menjawab masalah penelitian, yang pertama,
yaitu
untuk
memberikan
justifikasi
bahwa
peraturan yang mengatur tentang pembubaran badan hukum koperasi sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 46 sampai dengan pasal 56 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992, pasal 29 sampai dengan pasal 36 PP Nomor 9 tahun 1995, dan PP Nomor 17 tahun 1994, wajib untuk dilaksanakan, baik pembubaran koperasi yang dilakukan oleh Rapat Anggota Koperasi maupun pembubaran yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan dengan dasar adanya azas legalitas dalam negara hukum. Mengacu pada salah satu ciri negara hukum, yaitu adanya azas legalitas tersebut, maka
terhadap koperasi
yang dalam keadaan beku kegiatan usaha akibat mengalami kesulitan sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat 2 PP Nomor 9 tahun 1995, seharusnya dilakukan langkah pembubaran 25
Philpus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hal. 90.
sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan guna adanya kapastian hukum. Sebagai tindak lanjut dari pembubaran badan hukum koperasi tersebut dilakukan tindakan penyelesaian guna menyelesaikan kewajibankewajiban koperasi terhadap anggota koperasi. Demikian pula teori negara hukum ini dapat juga dipakai sebagai dasar teori untuk menjawab permasalahan penelitian yang kedua menyangkut upaya pemberian perlindungan hukum terhadap anggota penyimpan dana. Salah satu elemen atau ciri negara hukum adalah adanya perlindungan
secara
konstitusional
terhadap
hak-hak
individu. Konstitusi menjamin dan menentukan cara prosedural terkait dengan perlindungan hak-hak yang dijamin itu. Ciri negara hukum dikemukakan oleh Friedrick Julius Stahl. Hak anggota penyimpan dana pada koperasi yang dimaksud
disini
adalah
hak
untuk
mendapatkan
pengembalian dari dana yang dimilikinya yang telah disimpan pada koperasi ketika koperasi tersebut mengalami predikat Sangat Tidak Sehat (beku). Hak anggota tersebut dijamin
oleh
konstitusi,
termasuk
cara-cara
untuk
memperoleh hak tersebut secara prosedural berdasarkan peraturan yang ada.
2. Teori Efektivitas Hukum Teori efektivitas hukum ini relevan untuk dijadikan dasar
teori
penelitian
untuk ini.
menjawab
Berbicara
masalah
efektivitas
pertama hukum
dari
tentang
bekerjanya hukum dalam masyarakat atau bagaimana ketentuan hukum tersebut diterapkan atau dilaksanakan dalam masyarakat. Disini yang relevan dapat dipakai adalah teori bekerjanya hukum dari Robert Seidman mengemukakan bahwa ; 1. Setiap peraturan hukum memberitahu bagaimana seseorang pemegang peran (Role Occupant) itu diharapkan bertindak 2. Bagaimana seseorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan politik, sosial dan lain-lainnya mengenai dirinya. 3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan-peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan politik, sosial, dan lainlainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran. 4. Bagaimana peran pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku meeka, sanksi-sanksinya, politik, idiologis, dan lain-lainnya mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi. 26
26
Amirudin dan H. Zainal Azikin, Op.Cit, hal. 46.
Apa yang dikemukakan oleh Robert Seidman tersebut sejalan dengan salah satu ide dari Roscou Pound dalam kaitannya dengan fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu law as a tool of social engineering , dapat diuraikan (hukum sebagai proses dari rekayasa sosial). Salah satu masalah yang dihadapi dalam hal ini adalah apabila hukum yang
dibentuk
ternyata
tidak
efektif
di
tingkat
pelaksanaannya.27 Gejala-gejala seperti ini akan timbul apabila terdapat beberapa faktor tertentu yang menjadi penghalang dan berpengaruh terhadap pelaksanaan hukum atau penegakan hukum. Secara konsepsional, maka inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejawantah sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai
tahap
akhir,
untuk
menciptakan,
memelihara, dan mempertahankan kedamaian. Menurut Soerjono Soekanto, ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan atau penegakan hukum yaitu : 1. Faktor hukumnya sendiri 2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yag menerapkan hukum
27
Soerjono Soekanto, 1988, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 119 (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I).
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. 5. Faktor kebudayaanm. 28 Kelima
faktor
tersebut
merupakan
inti
dari
penegakan hukum dan menjadi tolok ukur dari efektivitas penegakan hukum. Apabila kelima faktor tersebut dipenuhi secara serempak dalam pelaksanaan hukum yang berlaku, hal itu berarti bahwa hukum tersebut berlaku secara efektif. Sebagai institusi sosial menurut pendapat dari Rescou Pound sebagimana dikutif oleh Otje Salman, hukum diciptakan untuk ; “Satisfy human, social wants by giving effect to as much as we may with the least sacrifice, so far as such may be satisfied or such claims given effect by an ordering of human conduct through politically organized society. The essence of legal order was securing and protection of a variety of interests and necessitated the modification of traditional and inherited legal codes to existing social condition”29. Pendapat tersebut pada intinya bahwa hukum bukanlah suatu keadaan yang statis, tetapi merupakan suatu proses, pembentukan, interprestasinya dan pelaksanaannya hendaknya dihubungkan dengan fakta-fakta sosial. menekankan pada efektivitas bekerjanya hukum, dan untuk itu ia sangat mementingkan beroperasinya hukum di dalam masyarakat.30 28
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, hal. 140 (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II) 29 Otje Salman, 2008, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, PT.Alumni, Bandung, hal. 34. 30 Ibid.
Berkaitan
dengan
ketentuan
pembubaran
badan
hukum koperasi sebagai suatu ketentuan hukum yang mengikat, wajib untuk diterapkan atau dilaksanakan oleh masyarakat sebagai pemegang peran sebagai respon dari peraturan
hukum
tersebut.
pelaksana
hukum
juga
Pihak
sangat
pemerintah
memegang
sebagai
peran
dan
berpengaruh terhadap pelaksanaan ketentuan hukum. Dari fakta yang ada, di Kabupaten Tabanan ada beberapa koperasi yang sedang mengalami kesulitan, untuk memenuhi kewajibannya serta tidak mendapatkan hasil berupa
Sisa
Hasil
Usaha
(SHU).
Oleh
pemerintah
Kabupaten Tabanan (Dinas Koperasi) koperasi tersebut diyatakan dalam status beku, karena tidak ada aktivitas usaha lagi.
Seharusnya koperasi yang demikian itu
dilakukan pembubaran untuk adanya kepastian hukum. Ketentuan yang mengatur tentang pembubaran sebagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun 1992, PP No.9 tahun 1995, dan PP No. 17 tahun 1974 sepertinya belum dilaksanakan secara efektif. Tidak dilaksanakannya ketentuan pembubaran badan hukum
koperasi
atas
Kabupaten Tabanan, yang salah
bekunya
beberapa
koperasi
di
dipengaruhi oleh beberapa faktor ,
satunya adalah faktor masyarakat sebagai pemegang peran yang terkena peraturan tersebut, yang dalam hal ini adalah
anggota koperasi itu sendiri melalui Rapat Anggota Koperasi dan Pemerintah sebagai pelaksana hukum yang mempunyai peran untuk melakukan tindakan pembubaran badan hukum koperasi.
3. Teori Fungsi Hukum (Sebagai Pengayom/Perlindungan) Menurut pendapat Van Apeldoorn bahwa hukum itu terdiri dari, pertama; peraturan-peraturan, kedua; obyek dari peraturan-peraturan adalah perhubungan hidup yang menampakkan diri di dalam perbuatan atau kelakuan manusia, dan bukan soal-soal pribadi atau soal bathin, dan obyeknya. Ketiga, peraturan hidup itu tidak berlaku untuk hewan atau tumbuh-tumbuhan. 31 Dengan demikian, hukum mengatur perhubungan antar manusia.32 Sementara menurut Mochtar Kusumaatmaja, bahwa pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai perangkat kaedah dan
31
azas-azas
yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat,
tetapi
juga
harus
mencakup
lembaga
Van Apeldoorn, 1976, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal.13-22. 32 Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, 2004, Hukum Bisnis Dalam Perspektif Manusia Modern, PT. Refika Aditama, Jakarta, hal. 7.
(institution) dan proses
(processes)
yang diperlukan
untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan. 33 Hukum sebagai kaedah mempunyai fungsi sebagai berikut : 1) Hukum yang menjamin kepastian hukum 2) Hukum yang menjamin keadilan sosial 3) Hukum berfungsi pengayoman/perlindungan.34 Hukum berfungsi pengayom berasal dari pendapat Prof.
Soehardjo
(Menteri
Kehakiman
dalam
Kabinet
Soekarno). sebagaimana dikutif oleh Abdul Manan dalam bukunya Aspek-Aspek Pengubah Hukum; Makna dari fungsi hukum, dimana hukum berfungsi mengayomi atau melindungi manusia dalam bermasyarakat dan berbangsa, serta bernegara, baik jiwa dan badannya maupun hak-hak pribadinya, yaitu hak azasinya, hak kebendaannya maupun hak perorangannya.
35
Hukum sebagai kaedah berfungsi untuk mengayomi atau melindungi hak-hak yang dimiliki oleh manusia dalam masyarakat,
termasuk
hak
kebendaannya.
Hak
anggota
penyimpan dana adalah untuk mendapatkan kembali dana miliknya berupa uang yang disimpan pada koperasi. Hak 33
Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Bina Cipta, Bandung, hal. 15. 34 Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 20. 35 Abdul Manan, 2005, Aspek-aspek Pengubah Hukum , Kencana, Jakarta, hal. 23.
dimaksud termasuk katagori hak kebendaan yang dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Hak kebendaan adalah hak untuk memiliki atau menguasai suatu kebendaan, baik itu benda bergerak maupun benda tidak bergerak/tetap, dan hak ini dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Artinya, bahwa setiap orang harus mengakui, menghormati, dan mengindahkan hak milik itu, karena hak milik tersebut merupakan bagian dari hak kebendaan yang disebut hak mutlak / hak absolut.36
1.6.2. Kerangka Berpikir Badan hukum koperasi yang melakukan kegiatan usahanya tidak selamanya membawa keuntungan dan meraih kesuksesan, namun kadangkala juga ada yang menderita kerugian dan Sangat Tidak Sehat (beku) kegiatan usahanya karena mengalami berbagai kesulitan, terutama kesulitan keuangan, sehingga tidak mampu lagi memenuhi kewajibankewajibannya terhadap anggota penyimpan dana (penabung). Koperasi hukumnya
dapat
yang dan
demikian bahkan
itu,
wajib
untuk untuk
kepastian dibubarkan
berdasarkan ketentuan pasal 46 UU No. 25 tahun 1992, pasal 29 PP No.9 tahun 1995, dan pasal 3 PP No. 17 tahun 1994. 36
Ibid, hal. 40 – 41.
Pembubaran itu dapat dilakukan oleh para anggota koperasi sendiri lewat Rapat Anggota maupun oleh Pemerintah/ Menteri. Pembubaran
dimaksud bermakna untuk kepastian
hukum dan melindungi kepentingan anggota penyimpan dana. Akibat dari pembubaran koperasi tersebut, kemudian dilakukan
tindakan
penyelesaian
yang
dilakukan
Tim
Penyelesai yang terdiri dari unsur pemerintah dan anggota koperasi. Penyelesaian itu maksudnya adalah menyelesaikan hak dan kewajiban koperasi, termasuk kewajiban koperasi terhadap anggota penyimpan dana. setelah proses penyelesaian selesai, maka selanjutnya Menteri mengumumkan pembubaran badan
hukum
koperasi
dalam
Berita
Negara
Republik
Indonesia. Sejak tanggal pengumuman itu status badan hukum koperasi hapus. Terkait dengan ketentuan pembubaran badan hukum koperasi tersebut, sebagaimana pelaksanaannya di Kabupaten Tabanan, sehubungan adanya beberapa koperasi di daerah itu mengalami kesulitan, sehingga oleh pemerintah Kabupaten Tabanan (Dinas Koperasi) dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku) kegiatan usahanya, karena sudah tidak aktif lagi menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasarnya. Selain itu, terkait dengan adanya koperasi-koperasi tersebut,
maka
yang
menjadi
persoalan
juga
adalah
menyangkut
perlindungan
hukum
bagi
para
anggota
penyimpan dana. Guna menjawab permasalahan penelitian di atas, maka dipergunakan beberapa teori sebagai landasan berpijak. Teori dimaksud adalah teori negara hukum yang ciri-cirinya adanya azas legalitas dan perlindungan hukum terhadap hak-hak yang dimiliki individu. Disamping itu,
juga dipergunakan teori
tentang bekerjanya hukum dan teori fungsi hukum (sebagai pengayoman/perlindungan). Teori-teori yang dikemukakan itu kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang ada sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian.
1.7. Hipotesis Hipotesis permasalahan
adalah
yang
harus
jawaban
sementara
dibuktikan
mengenai
kebenarannya
suatu dengan
menggunakan data atau fakta atau informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang valid realibel dengan menggunakan cara yang telah ditentukan,37 dan selalu dirumuskan dalam kalimat pernyataan.38 Berdasarkan landasan teori sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka dapat diberikan hipotesis sebagai berikut :
37
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, 2002, Metodologi Penelitian, Mandar Maju, Bandung, hal. 108. 38 Maria S.W. Sumardjono, 2001, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 26.
1.
Jika badan usaha koperasi Sangat Tidak Sehat (beku) kegiatan usahanya karena mengalami kesulitan yang tidak dapat diatasi, maka koperasi tersebut semestinya dibubarkan baik oleh Rapat Anggota
maupun
oleh
Pemerintah/Menteri,
berdasarkan
ketentuan Pasal 46 UU No. 25 tahun 1992, Pasal 29 PP No.9 Tahun 1995, dan Pasal 3 PP No.17 Tahun 1994. 2.
Jika koperasi beku kegiatan usahanya, maka tidak ada jaminan perlindungan hukum atas pengembalian simpanan dari anggota penyimpan dana.
1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian
Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.39 Penelitian kaitannya dengan penulisan tesis ini termasuk katagori penelitian ilmu hukum dengan menggunakan pendekatan dari aspek empiris. Penelitian ilmu hukum dimaksud bertumpu pada sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. 40
39
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 42. 40 H. Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 61.
1.8.2. Sifat Penelitian Secara akademis penelitian merupakan bagian dari pengembangan mempunyai
keilmuan,
sifat-sifat
sehingga
tertentu.
secara
Penelitian
metodologis ini
bersifat
deskriptif, yang bertujuan menggambarkan secara tepat sifatsifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada dan tidaknya hubungan antara satu gejala dengan gejala yang lain dalam masyarakat.41
1.8.3. Jenis Data dan Sumber Data 1.8.3.1. Jenis data Data yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data
yang
diperoleh
melalui
penelitian
lapangan.42 Sementara data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan hukum primer yang bersumber pada peraturan perundang-undangan, dan data yang diperoleh dari bahan hukum sekunder yang
41
Amiruddin & H. Zainal Azikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 197. 42
Abdulkdir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 202.
terdiri dari buku-buku ilmiah dan tulisan-tulisan hukum. 43 1.8.3.2. Sumber Data a. Data primer adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan (field research), yang didapat langsung dari mereka yang dianggap mengetahui dan mengalami langsung permasalahan penelitian. b. Data sekunder, adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan (library research), yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
1.8.4. Tehnik Pengumpulan Data. Untuk data sekunder, tehnik pengumpulannya dilakukan dengan cara studi dokumen, yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh
data
dengan
jalan
membaca,
menelaah,
mengklasifikasikan, dan dilakukan pemahaman bahan-bahan yang
berupa
literatur
yang
ada
relevansinya
dengan
permasalahan penelitian. Dari hasil pengkajian kemudian dibuatkan ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil penelitian.
43
Ibid.
Untuk data primer, tehnik pengumpulannya dilakukan melalui studi lapangan, yaitu suatu cara untuk memperoleh data
dengan
melakukan (wawancara).
cara
terjun
observasi Interview
langsung
ke
lapangan
(pengamatan)
dan
(wawancara)
dilakukan
untuk
interview dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan dan penjelasan sambil menilai jawaban-jawaban yang diberikan oleh informan maupun responden.
1.8.5. Lokasi Penelitian dan Tehnik Pengambilan Sampel 1.8.5.1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah Kantor Dinas Koperasi UMKM dan Perindag Kabupaten Tabanan, dan
tempat
atau
Kantor
Koperasi-koperasi
yang
dinyatakan Sangat Tidak Sehat (beku), yang bertempat di Wilayah Kabupaten Tabanan.
1.8.5.2. Tehnik Pengambilan Sampel Untuk dapat memilih sampel yang representatif, maka diperlukan tehnik sampling.44
Ada beberapa
tehnik pengambilan sampel, yaitu tehnik probability sampling dan tehnik non probability sampling. Dalam
44
Ronny Hanitidjo Soemitro,1988, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 45.
penelitian ini digunakan tehnik non probability sampling
dengan
menggunakan
jenis
purposive
sampling, yang mana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan
subyektif
peneliti,
jadi
peneliti
menentukan sendiri sampel yang dianggap dapat mewakili populasi.
1.8.6. Tehnik Pengecekan Validitas Data Untuk mengetahui apakah setiap butir pertanyaan dalam penelitian dapat dimengerti oleh responden atau informan, sehingga mampu memberikan jawaban yang tepat, maka dipergunakan uji validitas. Suatu instrument dalam penelitian dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan data dari variable-variabel yang diteliti secara tepat. Dapat pula digunakan triangulasi data,
yakni
tehnik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data.
1.8.7. Tehnik Pengolahan dan Analisa Data Dari data yang berhasil dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan
tehnik
analisis
deskriptif
kualitatif,
yaitu
menguraikan semua data menurut mutu dan sifat gejala dan peristiwa
hukumnya
yang
berlaku
dalam
kenyataan
di
lapangan sebagai data primer, yang kemudian nantinya akan dilanjutkan dengan teori-teori dan uraian-uraian yang terdapat pada data sekunder.45 Setelah itu, hasil penelitian disajikan secara deskriptif analisis.
45
H. Hilman Hadikusuma, Op.Cit, hal. 164.