BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal. Sebaliknya apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya (WHO, 2003). Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan
Universitas Sumatera Utara
pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Rekomendasi tersebut menekankan, secara sosial budaya MP-ASI hendaknya dibuat dari bahan pangan yang murah dan mudah diperoleh di daerah setempat (indigenous food) (WHO, 2003) Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI diberikan dari umur 6 bulan sampai dengan 24 bulan. Semakin meningkatnya umur bayi/anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bagi bayi/anak. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak yang sangat pesat pada periode ini (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). Memasuki era gobalisasi diperlukan anak Indonesia sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas tinggi agar mampu bersaing dengan negara lain. Kesehatan anak merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Sejak beberapa periode pembangunan, pemerintah telah berupaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar lebih maju dan mandiri. Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia
Universitas Sumatera Utara
ditentukan oleh kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan yang dikonsumsi sejak bayi. Pada masa bayi pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat cepat dan perkembangan otak telah mencapai 70% (Roesli, 2005) Dalam tumbuh kembang anak, makanan merupakan kebutuhan yang terpenting. Kebutuhan anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa, karena makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih,1997). Pada masa balita, anak sedang mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat- zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita. Gizi kurang atau gizi buruk pada bayi dan anak-anak terutama pada umur kurang dari 5 tahun dapat berakibat terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan otak (Djaeni, 2000). Menurut hasil SDKI 2007 Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia berkisar sekitar 26,9 per 1000 kelahiran hidup. AKB di Indonesia masih terbilang tinggi bila dibandingkan dengan Negara-negara lain dikawasan ASEAN (Kompas, 2007). Penyebab tingginya AKB disebabkan karena status gizi bayi. Menurut hasil penelitian Khairunniyah (2004), pemberian ASI eksklusif berpengaruh pada kualitas kesehatan bayi. Semakin sedikit jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif, maka kualitas kesehatan bayi dan anak balita akan semakin buruk, karena pemberian makanan pendamping ASI yang tidak benar menyebabkan gangguan pencernaan yang selanjutnya menyebabkan gangguan pertumbuhan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan AKB. Berdasarkan data UNICEF hanya 18 persen ibu yang memberikan ASI ekslusif selama empat hingga lima bulan.
Universitas Sumatera Utara
Presentasi itu jauh dari target nasional 80 persen. 18 persen itu merupakan hasil survei demografi dan kesehatan pada tahun 2007. Presentase itu meningkat dibanding tahun 20022003 sebesar 14 persen (Kompas, 2009). Jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif menurut kabupaten/kota propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 adalah 71.622 bayi dari 271.349 jumlah bayi (Profil Dinkes Kab/Kota Tahun 2007). Kabupaten Asahan adalah salah satu daerah dimana ASI eksklusif paling banyak diberikan. Sedangkan untuk Kota Medan, jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya 427 bayi dari 14.054 jumlah bayi (Profil Dinkes Kota Medan Tahun 2008). Kecamatan yang paling besar jumlahnya dalam pemberian ASI eksklusif adalah Medan Labuhan. Dari hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa keadaan kurang gizi pada bayi dan anak disebabkan karena kebiasaan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat. Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada anak usia dibawah 2 tahun (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI, 2000). Kekurangan Energi Protein (KEP) dapat terjadi baik pada bayi, anak- anak maupun orang dewasa. Anak- anak serta ibu yang sedang mengandung dan sedang menyusui merupakan golongan yang sangat rawan. Usia 2-3 tahun merupakan usia yang sangat rawan karena pada usia ini merupakan masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau ke makanan sapihan dan paparan terhadap infeksi mulai meningkat karena anak mulai aktif sehingga energi yang dibutuhkan relatif tinggi karena kecepatan pertumbuhannya. Makanan sapihan
Universitas Sumatera Utara
pada umumnya mengandung karbohidrat dalam jumlah besar tetapi sangat sedikit kandungan proteinnya atau sangat rendah mutu proteinnya, justru pada usia tersebut protein sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan anak (Winarno, 2002). Dalam periode pemberian makanan pendamping ASI, bayi tergantung sepenuhnya pada perawatan dan pemberian makanan oleh ibunya. Oleh karena itu pengetahuan dan sikap ibu sangat berperanan, sebab pengetahuan tentang makanan pendamping ASI dan sikap yang baik terhadap pemberian makanan pendamping ASI akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi oleh bayinya. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Djaeni, 2000). Pada keluarga dengan pengetahuan tentang makanan pendamping ASI yang rendah seringkali anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Tim Kelompok Gizi Masyarakat (KGM) Kelurahan Padang Bulan Selayang II (PB. Selayang II) Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan diperoleh data sebagai berikut, jumlah balita sebanyak 730 orang, ibu hamil sebanyak 80 orang dan ibu yang menyusui sebanyak 112 orang. Jumlah kunjungan masyarakat ke posyandu sebesar 43,49 %, frekuensi ibu hamil yang datang ke posyandu rendah sekitar 19,04 %, ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada anaknya hanya 29,03 %, ibu yang tidak membawa balitanya ke posyandu setelah masa pemberian immunisasi masih tinggi sekitar 56,51 % balita BGM (Bawah Garis Merah) 9,1 % dan di daerah ini juga ada data balita penderita gizi buruk.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui, masyarakat masih mengandalkan posyandu sebagai fasilitas kesehatan yang dikunjungi. Sekarang ini peran posyandu kurang maksimal, karena pertama sarana dan prasarana pendukung masih kurang. Kedua, kesadaran ibu yang berperan untuk membawa anaknya masih kurang. Ketiga, dana yang tersedia untuk kegiatan posyandu yang masih terbatas. Keempat, peran kader posyandu belum maksimal dan yang kelima adalah tokoh masyarakat ataupun tokoh agama yang kurang peduli dengan keberadaan posyandu. Berdasarkan dari hal tersebut, tingkat pengetahuan ibu tentang MP-ASI, dan pola pemberian MP-ASI merupakan masalah yang penting untuk dikaji lebih dalam, untuk itu perlu diadakan suatu penelitian yang mengkaji tentang masalah tersebut dengan judul hubungan pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian MP-ASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut; apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, umur bayi, pekerjaan dan penghasilan keluarga) tentang pemberian MP-ASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. 2. Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. 3. Untuk mengetahui sikap ibu tentang pemberian MP-ASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. 4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010. 5. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan pemberian MP-ASI di Kelurahan PB. Selayang II Kecamatan Medan Selayang Tahun 2010.
Universitas Sumatera Utara
1.4 Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya tentang pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI, dan pola pemberian makanan pendamping ASI. 2. Bagi Puskesmas Memberikan informasi tentang mengenai hubungan pengetahuan ibu dan pola pemberian makanan pendamping ASI. 3. Bagi Peneliti Untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian khususnya pengetahuan ibu tentang makanan pendamping ASI, pola pemberian makanan pendamping ASI.
Universitas Sumatera Utara