BAB I PENDAHULUAN 1.1
LATAR BELAKANG
1.1.1 Pentingnya Pendidikan dan Perpustakaan Nasional di Timor Leste Pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup kita dan memungkinkan kita untuk mencapai potensi-potensi yang kita miliki. Pendidikan juga merupakan elemen vital dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara. Timor Leste sebagai sebuah negara baru, memprioritaskan pendidikan sebagai elemen kunci untuk masa depan negara, dimana jumlah populasi muda Timor Leste yang tinggi mendukung hal tersebut. Median age di Timor Leste berusia 18,5 tahun dengan hampir 45% masyarakatnya berusia antara 0-14 tahun1. Jelas generasi muda ini menawarkan peluang besar dalam penyediaan sumber daya manusia dan tenaga kerja yang dinamis guna membangun bangsa Timor Leste sendiri. Dalam hal ini pemerintah menghadapi tantangan tertentu dalam mengambil langkah-langkah yang tepat di bidang pendidikan. Pemerintah harus meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan cara memperluas investasi dalam sistem pendidikan nasional terkait ketersediaan infrastruktur dan tenaga pengajar guna memberikan akses ke pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Timor Leste. Perpustakaan nasional merupakan sebuah sarana infrastruktur pendidikan yang penting untuk diimplementasikan di Timor Leste. Fungsi perpustakaan nasional ini sendiri juga selain sebagai tempat dimana disimpannya buku, publikasi, audio, video, dan segala dokumentasi mengenai Timor Leste, merupakan simbol pendidikan nasional yang mencerminkan kualitas pendidikan bangsa Timor Leste. Sebuah simbol yang memiliki makna kuat di dalamnya dalam menumbuhkan budaya membaca yang menyenangkan dan rasa nasionalisme melihat sebuah perpustakaan nasional juga menyimpan unsur-unsur kebudayaan dan sejarah di dalamnya. Perpustakaan nasional Timor Leste ini diharapkan nantinya selain menjadi aset yang membanggakan karena mengandung nilai-nilai lokal dalam perancangannya, juga diharapkan mampu mendobrak kemajuan pendidikan negara dan membantu perkembangan literasi dan budaya membaca bangsa, sebuah perpustakaan nasional yang digemari dan dikunjungi oleh banyak pihak melalui perancangannya yang menarik dan menyenangkan.
1
Data diambil dari http://www.indexmundi.com/timor-leste/demographics_profile.html
1
Kondisi yang memprihatinkan terlihat di tempat koleksi buku-buku dan arsip disimpan saat ini. Koleksi tersebut memang sudah direncanakan untuk segera dialokasikan atau dipindah ke Perpustakaan Nasional nantinya tetapi tidak adanya ruang untuk mengkondisikan penyimpanan barang-barang tersebut saat ini yang menyebabkan koleksi diletakkan tidak beraturan. Hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas koleksi nantinya.
Gambar 1.1 Kondisi koleksi buku nasional yang memprihatinkan yang disimpan di SEAC Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015
Berdasarkan kondisi inilah kebutuhan akan Perpustakaan Nasional yang fungsinya diintegrasikan dengan fungsi penyimpanan arsip, sangatlah urgent, agar koleksi-koleksi yang sudah ada sekarang memiliki tempatnya sendiri sesuai standard-standard yang ada.
Gambar 1.2 Kondisi koleksi arsip nasional yang memprihatinkan yang disimpan di kantor “Arquivo Nacional” saat ini Sumber : Dokumentasi Penulis, 2015
Pentingnya meningkatkan literasi di Timor Leste juga menjadi faktor yang dilihat dalam perancangan perpustakaan nasional. Jumlah persentase literasi masyarakat dewasa Timor leste mencapai 58,3% pada tahun 20142, mengalami kenaikan dalam satu dekade terakhir. Perpustakaan
2
Data diambil dari https://www.quandl.com/collections/timor-leste/timor-leste-demography-data
2
nasional harus turut membantu mengangkat literasi bangsa dan menyediakan program-program yang mendukung hal tersebut di dalam perancangannya.
Diagram 1.1 Persentase jumlah literasi masyarakat dewasa Timor Leste (2014) Sumber : QUANDL, diagram.
1.1.2.
Kebutuhan Akan Sebuah Institusi Budaya di Timor Leste Timor Leste sebagai negara yang baru mendapatkan kemerdekaan nya pada tahun 2002
merupakan sebuah warna baru di benua Asia. Sebuah negara kecil, dengan luas sekitar 15.000 km2 yang membagi wilayahnya dalam satu pulau dengan salah satu provinsi di Indonesia, dengan jumlah penduduknya yang kurang lebih 1 juta orang dan memilki total 16 bahasa daerah ini dalam satu dekade terakhirnya telah melakukan banyak hal yang wajib dibutuhkan dalam proses pembangunan suatu negara baru. Tak luput hal ini mencakup aspek kebudayaan masyarakatnya yang sangat kaya dan penuh dengan sejarah yang panjang. Kebutuhan akan sebuah sarana kebudayaan dalam suatu negara adalah hal mutlak yang harus dimiliki guna membentuk atau menaungi karakter sebuah masyarakat. Seringkali kebudayaan juga terbentuk dari lingkungan sosial yang ada. Apabila seseorang berada di lingkungan yang kental akan kebudayaan maka kepribadian orang tersebut akan sesuai dengan kebudayaannya Karena kebudayaan sendiri yang menciptakan kepribadian masyarakat dimana kepribadian tersebut dapat berupa sifat, tingkah laku, cara berfikir maupun cara berbicara. Kebudayaan tersebut juga bersifat turun temurun sehingga memiliki sebuah cerita di dalamnya.
3
Perpustakaan Nasional Timor Leste (Biblioteca Nacional de Timor Leste) sedang dalam proses untuk diimplementasikan sebagai salah satu prioritas utama pemerintah di sektor budaya. Menurut Sekretaris Negara di Bidang Kebudayaan Timor Leste, Virgilio Smith (2010), perpustakaan nasional ini nantinya akan berperan sebagai “titik kutub” untuk seluruh perpustakaan dalam negeri. Beliau menambahkan kebanyakan perpustakaan yang ada terletak di sekolah-sekolah, sebagian melalui inisiatif komunitas tertentu atau inisiatif dari badan-badan internasional yang ingin membantu dalam hal pendidikan nasional. Yang dibutuhkan sekarang, menurutnya adalah sebuah titik pusat yang mengkordinir dan mengatur seluruh aktivitas perpustakaan dalam negeri, yaitu kebutuhan akan sebuah perpustakaan nasional. Berdasarkan kesepakatan pemerintah dengan sebuah perusahaan minyak yang beroperasi di Laut Timor, pada tahun 2007, Perpustakaan Nasional Timor Leste diharapkan menjadi investasi atau gebrakan besar dalam sektor budaya negara dimana perpustakaan ini nantinya akan dibuka untuk semua kalangan publik, dengan penerapan konsep yang sustainable, dilengkapi dengan fasilitas belajar, bermain dan rekreasi dan diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada masyarakat akan sejarah negaranya sendiri dan bagaimana masa depannya dalam membantu menciptakan sebuah identitas budaya nasional.
1.1.3.
Timor Leste Strategic Development Plan 2011-2030 Timor Leste Strategic Development Plan adalah sebuah visi Timor Leste untuk 20 tahun
mendatang yang dimulai dari tahun 2011 hingga 2030 guna mencerminkan aspirasi masyarakatnya dalam membangun sebuah negara yang solid dan sejahtera. Timor Leste SDP ini merupakan lanjutan dari visi-visi yang telah diangkat oleh negara sejak tahun 2002, yaitu pada Timor Leste 2020, Our Nation Our Future yang merupakan landasan rencana pembangunan negara pada tahun tersebut. Selain itu Timor Leste SDP juga berangkat dari aspirasi ribuan masyarakat Timor Leste dalam Summary Strategic Development Plan, from Conflict to Prosperity, pada tahun 2010. Dokumen Timor Leste SDP mencakup tiga area yaitu social capital, infrastruktur pembangunan dan ekonomi. Social capital mengangkat isu sosial yang mencakup kesehatan dan pendidikan agar membentuk kualitas sumber daya manusia nya. Infrastruktur pembangunan membahas kebutuhan Timor Leste dalam segi pembangunan yang sustainable, berkembang dan terintegrasi satu sama lain. Bagian terakhir yaitu ekonomi membahas perekonomian negara yang 4
modern dan lapangan kerja untuk semua orang. Ketiga aspek ini nantinya akan digabungkan dalam pembahasan pembentukan rangka institusional yang efektif di Timor Leste.
Gambar 1.3 Fokus pembahasan dalam Timor Leste Strategic Development Plan 2011-2030 Sumber : Timor Leste Strategic Development Plan 2011-2030, pdf.
Dalam Timor Leste SDP ini dibahas mengenai isu pembangunan Perpustakaan Nasional Timor Leste dimana fungsinya akan digabungkan dengan fungsi kearsipan nasional. Isu ini dibahas pada Part 2, Social Capital, dalam pembahasan mengenai Culture and Heritage. Perpustakaan dan Arsip Nasional dianggap mempunyai peran penting dalam preservasi sejarah dan memperkenalkan budaya kontemporer kepada masyarakat. Tempat ini adalah tempat untuk mendapatkan informasi dan tempat yang menarik pengunjung lokal maupun internasional yang ingin mempelajari tentang budaya Timor Leste. Perpustakaan dan Arsip Nasional akan menjadi institut berkualitas tinggi yang akan menyokong pendidikan nasional. Perpustakaan ini akan dibuka untuk publik dan mendukung jaringan perpustakaan-perpustakaan lainnya di dalam negeri. Sebanyak 3000 buku telah diberikan oleh Portugal’s Impresa Nacional da Casa Moeda dan ratusan ribu lainnya oleh berbagai macam institut termasuk di dalamnya audio dan video dokumentasi. Perpustakaan ini akan dibangun dengan menggunakan standar-standar internasional.
1.1.4.
Arti Sebuah Kebanggaan Nasional di Timor Leste Guna Menumbuhkan Rasa
Nasionalisme Bangsa 5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa merasa bangga akan negara sendiri membuat kita merasa bangga akan diri kita sendiri. Kebanggaan nasional adalah rasa cinta dan pengabdian seseorang terhadap kebangsaannya atau negaranya. Hal ini juga dikenal sebagai patriotisme atau juga nasionalisme karena kebangaan nasional terkait juga dengan ideologi politik. Rasa kebanggaan nasional bervariasi dimensi dan bentuk nya tergantung pada negara masing-masing. Timor Leste sebagai sebuah negara baru masih sangat rapuh dalam proses pembangunan nya yaitu memiliki resiko besar dalam pembentukan karakter bangsa. Jika dilihat melalui data statistik pada Timor Leste 2020, Our Nation Our Future, yang dimana aspirasi bangsa Timor Leste dikumpulkan melalui sebuah proses pendataan yang terbuka dan partisipatif dengan melibatkan 980 komunitas masyarakat, 498 kabupaten, dan jumlah total 38,293 masyarakat lokal (laki-laki, wanita, anak-anak), tampak prioritas akan pendidikan sangat diutamakan dan bagi mereka, pendidikan dianggap adalah jawaban untuk masa depan bangsa yang maju dan sejahtera 3. Lalu apakah sebuah kebanggaan nasional bagi Timor Leste itu diharapkan tercermin pada pendidikan dan budaya nya?
3
Data diambil dari East Timor 2020, Our Nation Our Future, pdf.
6
Diagram 1.2 Persentase aspirasi masyarakat untuk Timor Leste 2020 di 4 distrik utama. Pendidikan menjadi prioritas utama kalangan masyarakat dari total 13 distrik di Timor Leste. Sumber : East Timor 2020, Our Nation Our Future, diagram.
Jika Indonesia mempunyai Monumen Nasional dan Gedung DPR, Australia memiliki Sydney Opera House, Amerika Serikat memiliki Patung Liberty atau Perancis dengan Menara Eiffel nya, kemudian bagaimana dengan Timor Leste? Mungkin yang diharapkan menjadi elemen kebanggaan bagi masyarakat Timor Leste bukanlah sebuah monumen atau tempat perbelanjaannya (mall), atau gedung politik yang mewakili sebuah partai, atau istana kepemerintahannya, melainkan sebuah tempat dimana bisa diakses banyak orang untuk belajar atau sekedar berkunjung dan secara fisik membanggakan yang membuat orang senang karena menganggap inilah elemen kebangaan mereka, yaitu sebuah Perpustakaan Nasional.
Diagram 1.3 Representasi simbol pride di berbagai negara. Perpustakaan Nasional Timor Leste diharapkan menjadi simbol pride bagi masyarakatnya.
7
Untuk saat ini mungkin elemen fisik yang bisa dibanggakan adalah Istana Negara (Palacio do Governo) yang tak lebih adalah sebuah bangunan peninggalan bangsa kolonial dengan arsitekturnya yang bersifat Indische (Eropa). Menciptakan sebuah elemen landmark negara yang mencerminkan identitas bangsa berdasarkan nilai-nilai kebudayaan dan perilaku masyarakat nya sangatlah vital guna menumbuhkan rasa kebanggaan nasional akan bangsa dan menunjukkan kepada negara lain akan sebuah simbol negara yang hanya dimiliki oleh negara itu sendiri.
1.2
RUMUSAN MASALAH Bagaimana merancang Perpustakaan dan Pusat Penyimpanan Arsip Nasional yang di dalam perancangannya
mengandung
nilai-nilai
kebudayaan
lokal
guna
mengangkat
nasionalisme/patriotisme bangsa dan juga perancangan yang playfull dan dinamis guna mengangkat inisiatif, kreativitas dan budaya membaca yang menyenangkan bagi bangsa Timor Leste.
LOCAL WISDOM & PRIDE
1.3
PERPUSTAKAAN NASIONAL
PLAYFULL & CREATIVE
TUJUAN PENULISAN Mendapatkan rumusan konsep perancangan bangunan perpustakaan yang diintegrasikan dengan fungsi penyimpanan arsip dalam menciptakan sebuah sarana pendidikan yang menyenangkan, ramai dikunjungi dan membanggakan (nation’s pride).
1.4
SASARAN 1. Pemahaman dan pengaplikasian standar-standar arsitektur perpustakaan dan pusat penyimpanan arsip. 2. Identifikasi studi kasus 3. Identifikasi lokasi terpilih perpustakaan dan pusat penyimpanan arsip. 8
4. Pemahaman kajian arsitektur dan kebudayaan Timor Leste 5. Menganalisis masalah terkait dan merumuskan konsep dasar perancangan untuk mencapai tujuan meningkatkan kualitas rancangan Perpustakaan dan Pusat Penyimpanan Arsip Timor Leste yang playfull dan mengandung nilai-nilai lokal di dalam perancangannya. 6.
1.5
LINGKUP PEMBAHASAN Pembahasan dititik beratkan pada pemecahan masalah-masalah arsitektural Perpustakaan dan Pusat Penyimpanan Arsip Nasional di Timor Leste. Dalam prosesnya akan dititik beratkan pada pengaplikasian unsur-unsur budaya yang didapat dari analisis mengenai arsitektur dan kebudayaan Timor Leste dan pemahaman mengenai sebuah perpustakaan yang playfull dan nyaman dalam desain perancangan Perpustakaan dan Pusat Penyimpanan Arsip Nasional Timor Leste.
1.6
METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian dikelompokan berdasarkan sumber data sebagai berikut : 1. Studi Literatur Mempelajari teori – teori terkait bangunan perpustakaan dan bangunan kearsipan, dengan berbagai sumber baik laporan penelitian, artikel berita, buku, dan website. 2. Observasi langsung Melakukan pengamatan di sekitar kawasan terbangun. Produk berupa gambar, foto, dan wawancara dengan tujuan mendapatkan data terperinci dari lokasi/site. 3. Studi Kasus Kegiatan studi kasus dilakukan dengan studi komparasi mengenai bangunan perpustakaan dan kearsipan yang ada di beberapa negara dan kasus yang mengacu pada desain perancangan perpustakaan di era modern ini dan penerapan konsep budaya sebagai faktor kebanggaan nasional.
1.7
SISTEMATIKA PENULISAN Bab I Pendahuluan Berisi tentang latar belaang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan, lingkup pembahasan, tujuan, lingkup pembahasan, metode pembahasan, keaslian penulisan dan kerangka berpikir. Bab II Tinjauan Teori 9
Bab ini berisi tentang studi literatur, kasus yang berhubungan dengan perpustakaan dan arsip beserta contoh kasus penerapannya. Bab III Kajian Arsitektur dan Kebudayaan Timor Leste Berisi tentang kajian arsitektur dan kebudayaan yang terdapat di Timor Leste beserta analisis dan contoh kasus penerapannya. Kajian ini dibahas guna menemukan elemen-elemen budaya yang bisa diterapkan di dalam desain perancangan Perpustakaan dan Pusat Penyimpanan Arsip Nasional. Bab IV Tinjauan Lokasi dan Konsep Rancangan Bab ini berisi paparan konsep lebih detail dan penerapannya pada bangunan yang ingin dikembangkan pada site yang sudah ditentukan di kawasan kota Dili tepatnya di area tengah kota yaitu Aitarak Laran berdasarkan rumusan masalah, analisis, dan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Konsep perancangan Perpustakaan dan Pusat Penyimpanan Arsip Nasional Timor Leste ini akan difokuskan dalam upaya menciptakan sebuah ikon nasional yang dapat menimbulkan rasa memiliki, familiar dan bangga sekaligus sebuah ikon nasional yang mampu mendobrak kemajuan pendidikan nasional dengan konsep playfull dan dinamis agar menimbulkan rasa ketertarikan bagi masyarakat Timor Leste sendiri. Pada bab ini juga dibahas proses transformasi bentuk tradisionla Timor Lest eke dalam desain perancangan perpustakaan yang kontemporer.
1.8
KEASLIAN PENULISAN Tabel 1.1 Tabel keaslian penulisan
Judul
Penulis
Perpustakaan Umum Kota Cirebon Dengan Konsep Learning Commons Librascape (Library As Playscape) Redefinisi Peran Perpustakaan Modern Dengan Metode Superimpsition Perpustakaan Umum Kabupaten Bantul Dengan Metode Pendekatan Dynamic Building Envelope
Rifan RIdwana
Perancangan Perpustakaan Kota Sebagai Pemicu Perkembangan Sumbu Baru Kota Depok
Konsep
Lokasi
Tahun
Perpustakaan umum dengan penerapan konsep learning commons Peran perpustakaan pada jaman modern ini dengan penekanan konsep playscape
Cirebon
2014
Jakarta
2013
Hutomo Jatikusuma
Perpustakaan dengan metode pendekatan dynamic building envelope
Bantul
2013
Shandy Cahyo Nugroho
Perpustakaan sebagai pemicu perkembangan kota
Depok
2013
Bryan Reinhard Barata
10
1.9
KERANGKA POLA PIKIR
Diagram 1.4 Diagram kerangka pola pikir perancangan Perpustakaan Nasional Timor Leste
Gambar 1.4 Sketsa pola pemikiran perancangan Perpustakaan Nasional Timor Leste
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
KAJIAN PERPUSTAKAAN 2.1.1.
Pengertian Perpustakaan Kata perpustakaan di dalam bahasa Yunani Kuno adalah βιβλιοϑήκη, yang terdiri dari βιβλίον
(biblion) - "buku", dan ϑήκη (theca) - "deposito", yang diartikan sebagai sebuah ruang fisik dimana tersimpan buku, dokumen-dokumen, dan berbagai macam koleksi.4 Bagaimanapun, definisi tradisional mengenai “deposito buku” tersebut sekarang diperbarui menjadi ruang/lingkungan fisik/virtual yang ditujukan sebagai tempat penyimpanan informasi yang membantu kebutuhan akan penelitian dan tugas-tugas atau untuk meningkatkan kebiasaan membaca publik, sebagaimana informasi-informasi tersebut tertera dalam material kertas atau dalam material digital seperti CD, DVD, kaset, pdf atau doc word. Penulis menemukan banyak pengertian dan definisi tentang perpustakaan yang didapat dari berbagai sumber dengan hasil sebagai berikut :
Perpustakaan yaitu kumpulan bahan tercetak dan non cetak dan/atau sumber informasi dalam komputer yang disusun secara sistematis untuk kepentingan pemakai. 5
Perpustakaan berasal dari kata pustaka yang berarti buku atau kitab.6 Pada perkembangannya kata pustaka yang ditambahi awalan per- dan akhiran –an menjadi sebuah institusi atau tempat yang menyediakan referensi bacaan kepada umum.
Perpustakaan adalah sebuah bangunan atau ruangan yang mempunyai koleksi buku, publikasi ilmiah, dan terkadang film dan rekaman musik untuk digunakan atau dipinjam secara umum atau eksklusif.
Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan system yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi para pemustaka.7
4
Disadur pt.wikipedia.org Menurut International Federation of Library Association and Institution (IFLA) 6 Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WJ, Purwadarminata 7 Diambil dari UU Perrpustakaan Bab I Pasal 1 via www.pemustaka.com 5
12
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan dapat diartikan secara luas sebagai salah satu unit kerja yang berupa tempat untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, dan mengatur koleksi bahan pustaka secara sistematis, untuk dipergunakan oleh pemakai sebagai sumber informasi sekaligus sarana belajar yang menyenangkan.
2.1.2.
Pola Dasar Perpustakaan Terdapat dua jenis pola perpustakaan, yaitu :
1. Perpustakaan Open Stack (Terbuka) Perpustakaan dimana pengunjung dapat mencari dan mengambil sendiri koleksi konten yang dibutuhkan dengan fasilitas bantuan yang tersedia. Pada waktu tertentu, perpustakaan dengan sistem ini akan mengalami jam sibuk dimana banyak pengunjung yang memenuhi rak-rak koleksi konten. 2. Perpustakaan Closed Stack (Tertutup) Perpustakaan dimana pengunjung tidak dapat mengakses sendiri koleksi konten yang dibutuhkan tetapi harus menghubungi dan melalui bantuan pihak perpustakaan. Pola semacam ini sering diterapkan pada perpustakaan besar yang menyimpan koleksi konten langka atau yang mudah rusak.
2.1.3.
Perpustakaan Nasional Perpustakaan dalam teorinya terdiri dari beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan
spesifikasi pengguna dan konten, sistem kerja hingga lokasinya yang terbagi menjadi : 1. Perpustakaan Universitas (University Libraries) 2. Perpustakaan Kampus (College Libraries) 3. Perpustakaan Sekolah 4. Perpustakaan Umum 5. Perpustakaan Rumah Sakit 6. Perpustakaan Penjara atau Perpustakaan Lembaga Permasyarakatan 7. Perpustakaan Khusus 8. Perpustakaan Nasional
13
Pada Laporan Pra-Tugas Akhir ini, penulis akan membahas secara khusus perpustakaan nasional yang akan menjadi salah satu fungsi utama dari perancangan ini. Perpustakaan Nasional berfungsi sebagai perpustakaan induk suatu negara yang terhubung dengan perpustakaan-perpustakaan lainnya di negara tersebut, dimana nantinya akan menyusun rencana nasional hingga menentukan kebijakan-kebijakan tertentu di bidang perpustakaan. Berikut hubungan antar berbagai jenis perpustakaan menurut IFLA ( International Federation Library Association) :
1. National Libraries (NL) 2. University Libraries (UL) 3. Public Libraries (PL) 4. School Libraries (SL) 5. Community Libraries (CL)
Diagram 2.1 – Berbagai jenis perpustakaan menurut IFLA (Internatioal Federation Library Association) Sumber : Planning and Design of Library Buildings. Godfrey Thompson, 1989, h.1-12
Perpustakaan nasional sendiri berdasarkan IFLA adalah8 :
“National libraries have special responsibilities, often defined in law, within a nation's library and information system. These responsibilities vary from country to country but are likely to include: the collection via legal deposit of the national imprint (both print and electronic) and its cataloguing and preservation; the provision of central services (e.g., reference, bibliography, preservation, lending) to users both directly and through other library and information centres; the preservation and 8
DIsadur dari IFLA
14
promotion of the national cultural heritage; acquisition of at least a representative collection of foreign publications; the promotion of national cultural policy; and leadership in national literacy campaigns.” Perpustakaan Nasional pada intinya memiliki prioritas utama sebagai tempat dimana disimpannya buku, publikasi, audio, video, dan segala dokumentasi mengenai suatu negara. Pada umumnya terkoneksi langsung dengan pemerintah dimana pemerintah memiliki tanggung jawab mengumpulkan (baik membeli atau preservasi) segala publikasi, baik oleh penerbit lokal maupun internasional, yang membahas hal-hal terkait negara tersebut. Berikut adalah karakteristik perpustakaan nasional pada umumnya : 1. Koleksi buku, jurnal, peta, etc mengenai negara. 2. Memiliki koleksi buku dan jurnal yang banyak dan memiliki beberapa koleksi spesial. 3. Fokus kepada riset/penelitian. 4. Tempat untuk mencari referensi, bukan meminjam buku. 5. DIlengkapi oleh banyak fasilitas pendukung (pusat konservasi, penyimpanan arsip, toko buku, ruang pameran) 6. Koleksi karya cetak atau non cetak, film, manuskrip, peta, etc yang berhubungan dengan peninggalan sejarah negara. 7. Di beberapa negara berkembang, berfungsi sebagai pusat peminjaman buku antar perpustakaan-perpustakaan lainnya.
2.1.4.
Tujuan Perpustakaan Perpustakaan adalah sarana pendidikan yang aktifitas utamanya adalah menghimpun
informasi dalam berbagai bentuk atau format untuk pelestarian bahan pustaka dan sumber informasi sumber ilmu pengetahuan lainnya. Maksud pendirian sebuah perpustakaan adalah : 1. Menyediakan sarana atau tempat untuk menghimpun berbagai sumber informasi untuk dikoleksi secara terus menerus, diolah dan diproses. 2. Sebagai sarana atau wahana untuk melestarikan hasil budaya manusia (ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya) melalui aktifitas pemeliharaan dan pengawetan koleksi. 3. Sebagai agen perubahan (agent of changes) dan agen kebudayaan serta pusat informasi dan sumber belajar mengenai masa lalu, sekarang, dan masa akan datang. Selain itu, juga dapat menjadi pusat penelitian, rekreasi dan aktiitas ilmiah lainnya. 4. Menjadi jembatan informasi bagi pengguna. 15
5. Menjadi media atau sarana pendidikan yang efektif dan inovatif terhadap lingkungan yang beragam.
6. Tujuan pendirian perpustakaan untuk menciptakan masyarakat terpelajar dan terdidik, terbiasa membaca, berbudaya tinggi serta mendorong terciptanya pendidikan sepanjang hayat (long life education).
2.1.5.
Fungsi perpustakaan Fungsi perpustakaan dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan tetapi pada dasarnya
fungsi perpustakaan adalah sebagai berikut : 1. Fungsi Edukatif Perpustakaan berfungsi sebagai tempat belajar mandiri. Baik di sekolah maupun di luar lingkungan sekolah, perpustakaan dapat dimanfaatkan untuk tempat belajar. Di
sekolah,
perpustakaan
dapat
dimanfaatkan
dalam
proses
belajar
mengajar, mengenalkan berbagai macam bacaan, dan,meningkatkan minat baca siswa agar gemar membaca. Di luar sekolah, perpustakaan dapat dimanfaatkan oleh mereka yang sudah bekerja untuk menambah ilmu dan keterampilan mereka.
2. Fungsi Penyimpanan (Arsip) Perpustakaan bertugas menyimpan koleksi (informasi) yang diterimanya. Tujuan ini nampak pada perpustakaan nasional. Perpustakaan nasional menyimpan semua terbitan tercetak yang diterbitkan di negara bersangkutan. Sebagai contoh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia berfungsi menyimpan terbitan yang dihasilkan di Indonesia beserta terbitan tentang Indonesia yang diterbitkan di luar negeri. Hal ini didasarkan pada Undang-undang Deposit yaitu UU No. 4 Tahun 1990 tentang Wajib Simpan Karya Cetak dan Rekam. Pelaksanaan UU ini diatur oleh PP No. 70 Tahun 1991 yang isinya menyatakan tentang kewajiban setiap penerbit, pencetak, dan produsen untuk mengirimkan contoh terbitan, baik cetak maupun terekam kepada Perpustakaan Nasional dan atau perpustakaan lain yang ditunjuk.
3. Fungsi Informatif Perpustakaan mempunyai fungsi informatif, artinya informasi yang dibutuhkan pengguna dapat dicari di perpustakaan. Setiap pengguna tentu membutuhkan 16
informasi yang berbeda-beda. Mungkin mereka membutuhkan informasi tentang obyek wisata, jadwal penerbangan, fasilitas kesehatan dan lain-lain. Oleh karena itu perpustakaan tidak hanya menyediakan informasi tentang koleksinya, melainkan juga informasi tentang lingkungan sekitarnya.
4. Fungsi Kultural Perpustakaan menyimpan khasanah budaya bangsa serta meningkatkan nilai dan apresiasi budaya dari masyarakat sekitar perpustakaan melalui penyediaan bahan bacaan. Selain itu perpustakaan juga menyediakan bahan pustaka baik cetak maupun elektronik tentang kebudayaan antarbangsa. Hal itu bertujuan agar masyarakat dapat melestarikan dan dapat mengikuti perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa.
5. Fungsi Penelitian Perpustakaan memiliki fungsi penelitian, artinya sumber-sumber informasi yang ada di perpustakaan dapat dijadikan bahan rujukan untuk melakukan penelitian. Umumnya fungsi ini terdapat di perpustakaan perguruan tinggi. Mereka memanfaatkan informasi yang ada di perpustakaan untuk keperluan penelitian ilmiah, seperti pembuatan makalah, skripsi, dan penelitian lainnya.
6. Fungsi Rekreasi Perpustakaan mempunyai fungsi sebagai tempat dan sarana yang dapat memberikan kenyamanan dan hiburan pada penggunanya. Selain itu, saat ini perpustakaan juga dilengkapi dengan media audio visual (TV, VCD) begitu juga dengan media informatif seperti koran dan jurnal. Untuk beberapa perpustakaan, ada yang menyediakan taman, toko buku, warnet sampai mini-market. Pengguna pada akhirnya dapat memanfatkan perpustakaan secara maksimal tanpa harus berpindah tempat untuk mendapatkan semua informasi yang diperlukannya.
2.1.6.
Kegiatan Utama Perpustakaan Perpustakaan memiliki jenis-jenis yang berbeda yang dikategorikan khusus sesuai fungsi dan
luasan. Masing-masing perpustakaan mempunyai tujuan dan fungsi yang berbeda. Namun pada 17
dasarnya kegiatannya sama. Terdapat dua kegiatan pokok yang terjadi dalam perpustakaan, yaitu kegiatan pokok pustakawan/pengelola dan kegiatan pokok pengunjung.
Kegiatan Pengelola
1. Pengadaan Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pegembangan koleksi. Pembaca akan bosan jika koleksi perpustakaan tidak lengkap. Untuk itu, kegiatan pengadaan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu ; a. Pembelian Pembelian dapat dilakukan langsung ke penerbit, agen buku, ataupun melalui pemesanan ke luar negeri. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi, kita dapat melakukan pembelian melalui internet secara online. b. Pertukaran Tambahan bahan pustaka untuk suatu perpustakaan dapat diperoleh dengan cara pertukaran. Untuk melakukan kegiatan ini perpustakaan perlu memiliki terbitan buku sendiri, atau dari lembaga induknya, contohnya pemerintah yang dimana bisa dijadikan sebagai bahan pertukaran. c. Hadiah/Donasi Bahan pustaka dapat diperoleh dari hadiah suatu instasi, perusahaan,, ataupun dari peroarangan. Dengan adanya hadiah ini, perpustakaan dapat menghemat biaya pengadaan. 2. Pengolahan Bahan Pustaka Setelah buku diterima, maka harus melalui proses pengolahan dahulu sebelum disajikan pada penggunanya. Secara garis besar pekerjaan yang dilakukan di bagian pengolahan bahan pustaka adalah : a. Pemberian nomor induk pada buku baru b. Pembuatan deskripsi bibliografi c. Pengetikan lembar stensil/input dalam pangkalan data untuk pembuatan kartu katalog d. Klasifikasi buku meurut subjek dan nomor klasifikasi e. Penggadaan kartu katalog menggunakan mesin duplikator atau computer f.
Penjajaran kartu katalog menurut aturan yang sudah ditetukan 18
g. Pemberian label h. Penjajaran buku ke rak 3. Pelayanan Koleksi suatu perpustakaan dapat dipergunakan oleh siapapun yang memerlukannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Kegiatan yang dilakukan pada bagian pelayanan bahan pustaka adalah : a. Pembuatan kartu anggota b. Peminjaman buku c. Pengembalian buku d. Penagihan buku yang terlambat e. Layanan informasi f.
Statistik
Kegiatan Pengunjung Kegiatan para pengunjung perpustakaan diantaranya ialah :
1. Membaca koleksi di dalam perpustakaan 2. Mengakses arsip dan katalog yang disediakan, baik secara manual dan digital 3. Mengikuti peraturan perpustakaan 4. Peminjaman dan pengembalian koleksi perpustakaan 5. Kegiatan tambahan lain seperti : a. Membeli koleksi yang tersedia di toko buku perpustakaan b. Melakukan aktivitas sosial seperti bertemu, rapat, dan lain sebagainya c. Melakukan aktivitas rekreatif di dalam perpustakaan
2.1.7.
Standar Fungsional Perpustakaan Perancangan perpustakaan membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk setiap jenis
perpustakaan. Perancangan perpustakaan sekolah akan berbeda dengan perancangan perpustakaan rumah sakit, mulai dari konten hingga sirkulasi serta perancangan teknis strukturnya. Perancangan perpustakaan membutuhkan pengetahuan dan pengalaman dari arsitek sehingga desain yang terbentuk nanti menyesuaikan dengan kebutuhan yang harus diwadahi.
19
1. Jenis dan Pelaku Kegiatan Pada umumnya terdapat dua jenis kegiatan dengan dua jenis pelaku dalam perpustakaan, yaitu : a. User services Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh pengunjung atau pengguna fasilitas perpustakaan. Jenis dan letak perpustakaan akan menentukan pola kegiatan dan spesifikasi dari pengunjung.
b. Staff services Kegiatan-kegiatan yang menjalankan fungsi sebuah perpustakaan sebagaimana mestinya. Skala dari perpustakaan akan menentukan program dan relasi ruangan serta jumlah staff yang akan mengelola perpustakaan. 2. Standar Kebutuhan Ruang a. User services atau area untuk pengguna atau pengunjung perpustakaan -
Ruang baca (pada umumnya satu ruangan dengan koleksi buku)
Tabel 2.1 Persentase luasan kebutuhan area duduk perpustakaan (IFLA)
Jumlah Pengguna
100.000-
% luasan area duduk Ruang
Lounge
Ruang
Auditorium
Ruang
baca
baca
kuliah dan
umum
khusus
pertemuan
75%
20%
5%
200-300
50-100
80%
15%
5%
250-300
100-200
80%
15%
5%
300-600
200-300
200.000 200.000400.000 400.000700.000 Sumber: Planning And Design of Library Buildings Edisi Ketiga, Godfrey Thompson, h. 202
20
-
Ruang koleksi konten tertulis atau buku (biasanya ada pembagian berdasarkan jenis konten yang akan mempengaruhi layout serta gaya penataan, seperti bagian untuk buku sejarah dan bagian buku anak-anak)
-
Ruang baca khusus atau carrels (terletak terpisah dari ruang koleksi utama karena membutuhkan suasana yang lebih kondusif untuk konsentrasi membaca)
-
Ruang koleksi konten periodicals (majalah, koran, dsb)
-
Ruang koleksi konten dijital, seperti konten audio visual
-
Ruang atau area administrasi pengunjung, untuk pelayanan seperti pendaftaran, keanggotaan perpustakaan, atau sirkulasi dan pengembalian buku
-
Ruang pelayanan informasi perpustakaan
-
Ruang pelayanan referensi konten Selain itu ada beberapa jenis ruang atau fasilitas tambahan perpustakaan seperti :
-
Ruang komputer atau typing room, ruangan yang diperuntukkan untuk penggunaan fasilitas seperti mengetik, scanning hingga browsing internet
-
Ruang koleksi konten khusus, seperti ruangan khusus berisi koleksi peta atau koleksi konten yang berasal dari penerbit tertentu atau berasal dari pemerintah
-
Ruang penyimpanan arsip Terdapat juga ruangan fasilitas untuk menunjang sebuah perpustakaan seperti :
-
Toilet
-
Ruang locker atau penyimpanan barang-barang pengunjung
-
Ruang fotokopi
-
Toko buku
-
Kafetaria atau kantin kecil
-
Ruang seminar atau ruang diskusi untuk forum tertentu
-
Ruang pameran, baik pameran karya tulis atau pameran hal lain
b. Staff services atau area yang akan digunakan untuk kegiatan pengelolaan perpustakaan 21
-
Ruang kerja pengelola dan pegawai perpustakaan, jumlah dan besaran relative tergantung kebutuhan
-
Ruang administrasi konten untuk pendataan dan penyimpanan data konten dan property perpustakaan
-
Ruang kerja, sebagai tempat pengelolaan konten dan property perpustakaan
-
Ruang rekreasi atau ruang istirahat berupa ruang makan dan pantry
-
Toilet khusus staff
-
Gudang barang
Tabel 2.2 Total area yang dibutuhkan berdasarkan jumlah staff (IFLA)
Jumlah Staff
Area per staff
Total Area
2
4 m2
8m2
10
4m2
40m2
20
3m2
60m2
50
2.4m2
120m2
100
2.2m2
220m2
200
2m2
400m2
Sumber: Planning And Design of Library Buildings Edisi Ketiga, Godfrey Thompson, h. 205
3. Sirkulasi Kegiatan Perpustakaan Pola sirkulasi dari perpustakaan bisa berbeda-beda tergantung jenis dan skala perpustakaan. Terdapat berbagai jenis sirkulasi dalam perpustakaan, seperti sirkulasi pengunjung dan sirkulasi pendataan dan pengelolaan konten perpustakaan yang baru.
Selain itu secara spesifik terdapat juga sirkulasi penerimaan dan
penyewaan konten perpustakaan. Dalam beberapa perpustakaan, sirkulasi bisa berdasarkan jam operasional. Berikut adalah beberapa rangkuman contoh
pembagian dan pola sirkulasi dalam sebuah perpustakaan :
22
Diagram 2.2 – Contoh layout pembagian ruang di perpustakaan umum Sumber : Planning and Design of Library Buildings. Godfrey Thompson, 1974, h.31
4. Standar Layout dan Dimensi Layout dan ukuran dimensinya diambil dari standar-standar yang berlaku di Inggris Raya. Berikut penjabaran layout beserta dimensinya :
23
Diagram 2.3 Diagram mnimal jarak clearances di ruang baca Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974, h.91
Diagram 2.4 Diagram jarak optimal di dalam ruang koleksi konten Sumber: Planning and Design of Library Building, Godfrey Thompson, 1974, h.83
24
Diagram 2.5 Jangkauan dewasa (atas), remaja (tengah, dan anak kecil (bawah) Sumber: Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974, h.80
5. Hubungan Antar Ruang
Diagram 2.6 Contoh diagram hubungan ruang di dalam perpustakaan Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974, h.32
25
Diagram 2.7 Diagram hubungan antar ruang beserta sirkulasi pengguna dan staff Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974, h.32
2.2 KAJIAN ARSIP 2.2.1.
Pengertian Arsip Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, arsip adalah simpanan surat-surat penting. Surat-
surat pentig tersebut disimpan secara teratur dan sistematis karena mempunyai kegunaan agar setiap kali diperlukan dapat cepat ditemukan kembali. Menurut asal katanya9, kata arsip berasal dari Bahasa Yunani (Greek), yaitu archium yang artinya peti untuk menyimpan sesuatu. Semula pengertian arsip itu memang menunjukkan tempat atau gedung tempat penyimpanan arsipnya, tetapi perkembangan terakhir orang lebih cenderung menyebut arsip sebagai warkat itu sendiri. Arsip sering disebut juga dengan records ataupun file. Records, adalah setiap lembaran dalam bentuk maupun dalam wujud apapun yang berisi atau keterangan untuk disimpan sebagai bahan pembuktian atau pertanggungjawaban atas suatu peristiwa atau kejadian.
9
Sifat Arsip
Disadur dari ulfarayi.wordpress.com
26
Arsip harus mempunyai sifat-sifat : 1. Informatif, artinya bahwa arsip itu dapat digunakan sebagai bahan/data dalam kegiatan dan arsip tersebut harus dapat menggerakkan baik individu maupun organisasi untuk berbuat sesuatu. 2. Dokumentasi, artinya bahwa arsip tersebut dapat dengan nyata dilihat dan dapat disebarluaskan dan juga dipertanggungjawabkan. Sifat informatif dari arsip memunculkan karakteristik pemanfaatan arsip yang disebut dengan “Accesibility Archives”. Terdapat 3 prinsip dari Accesibility Archives10 : 1. Freely Accessible (open); informasinya terbuka, boleh dibaca siapa saja. 2. Classified (semi-closed); informasinya boleh diakses dengan persyaratan tertentu. 3. Not Freely Accessible (closed), meliputi :
2.2.2.
-
National Security (Military Document)
-
Privacy (Political Activity/Civil Status)
-
Secret Protect by Law (Business Document, Scientific Research)
-
Special Case ( Paper from Head of State)
Penggolongan Arsip Arsip dapat digolongkan menjadi beberapa macam tergantung dari segi peninjauannya, yaitu
: 1. Memuat subjek atau isinya; termasuk dalam kategori ini antara lain adalah arsip keuangan, arsip kepegawaian, arsip pemasaran, dan arsip pendidikan. 2. Menurut bentuk atau wujudnya; termasuk dalam kategori ini Antara lain adalah surat, pita rekaman, piringan hitam, microfilm, foto, gambar peta, dll. 3. Menurut nilai atau kegunaannya; arsip sering dikatakan mempunyai 6 nilai (The Liang Gie;1979,215) yaitu : administrative value, legal value, fiscal value, research value, educational value, dan documentary value. 4. Menurut sifat kepentingannya; termasuk dalam kategori ini adalah arsip nonesensial, arsip yang diperlukan, arsip penting dan arsip vital. 5. Menurut fungsinya; termasuk dalam kategori ini adalah arsip dinamis, yaitu arsiparsip yang masih sering dipergunakan secara langsung baik dalam organisasi
10
Aris, Mohammad, 1999. Beberapa masalah dalam pelayanan informasi, Jurnal Kearsipan vol 1, UGM
27
pemerintah ataupun swasta; dan arsip statis, yaitu arsip yang sudah tidak lagi dipergunakan secara langsung dalam kegiatan perkantoran sehari-hari. 6. Menurut tingkat penyimpanan dan pemeliharaannya; termasuk dalam kategori ini adalah arsip milik pemerintah seperti Arsip Nasional Pusat dan Arsip Nasional Daerah. Selain itu termasuk juga dalam kategori ini adalah Arsip Sentral (arsip makro) dan Arsip Unit (arsip mikro/khusus)
7. Menurut keasliannya; termasuk dalam kategori ini adalah arsip asli, arsip tembusan, arsip salinan dan arsip yang berupa petikan.
Arsip Media Baru Merupakan arsip dalam bentuk fisik non-kertas, dikenal dengan nama arsip audio-visual atau machine-readable archives, atau juga electronic records. Arsip media baru dapa digolongkan sebagai berikut 11 : a. Still Visual (gambar statik); seperti gambar (lukisan, miniatur, sketsa, poster, kartu pos), ffoto dan slides. b. Moving – Images (citra bergerak); seperti film, video, laser disc. c. Audio (rekaman suara); seperti kaset, piringan hitam, compact disc. d. Audio – Visual; gabungan antara audio (suara) dengan visual (citra) seperti pada film (motion pictures) dan video, laser disc.
11
Lohanda, Mona, 1997, Teknologi Media dan Perkembangan Kearsipan, Jurnal Kearsipan vol.1, UGM
28
Diagram 2.8 Siklus Penanganan Arsip Sumber : Analisis Penulis, 2015
2.2.3.
Peran Arsip Kearsipan mempunyai peranan sebagai “pusat ingatan”, sebagai “sumber informasi” dan
sebagai “alat pengawasan” yang sangat diperlukan dalam setiap organisasi dalam rangka kegiatan perencanaan, penganalisaan, pengembangan, perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan, pembuatan laporan, pertanggungjawaban dan penilaian.
2.2.4.
Persyaratan Umum
Lay Out Spasial Keseluruhan dari sistem penyimpanan, pengaturan, pengaksesan kembali arsip dan dokumen-dokumen yang ada menjadi pertimbangan utama. Kebutuhan ruangruang pokoknya antara lain : a. Area Penyimpanan Harus menyediakan ruang untuk sirkulasi berupa lorong cabang antar lemari penyimpanan dengan lebar 70-90 cm dan lorong utama dengan lebar antara 1,5 m sampai 2 m. Hal ini akan sangat tergantung pula pada kebutuhan pemakai. Rak penyimpan sebaiknya movable/mobile (dapat dipindahkan) untuk mengurangi jumlah lorong yang dibutuhkan. Pengaturan kelembapan yang optimal menjadi persyaratan utama untuk ruang ini. b. Area Administrasi Termasuk di dalamnya adalah ruang referensi dan ruang perkantoran umum. Ketersediaan alat-alat pendukung sangat dibutuhkan seperti perabot meja-kursi, mesin pengganda, microfilm reader, reader-printer, dll. Ruangan ini harus mampu mengakomodasi kegiatan pengunjung untuk mengakses arsip dan dokumendokumen yang dibutuhkan. Untuk area perkantoran umum, haruslah atraktif dan merupakan area yang nyaman untuk bekerja dan mampu memberikan privasi bagi para penghuninya. c. Area Penerimaan Merupakan ruang penerimaan pada saat arsip dan dokumen-dokumen tiba pertama kali di lokasi dan pada umumnya bersebelahan dengan loading dock. Arsip dan dokumen yang berupa file dan refile, terkadang tidak semuanya dapat ditempatkan ke dalam rak penyimpanan. Karena arsip dan dokumen-dokumen 29
secara temporer ditempatkan di ruangan ini, keamanan yang sesuai juga harus bisa dipastikan. d. Area Persiapan Merupakan ruang dimana para petugas bekerja untuk mempersiapkan setiap arsip yang ada untuk ditempatkan ke dalam rak. Dimensi dari ruangan ini akan tergantung pada jumlah aktivitas yang berlangsung di dalamnnya beserta ukuran alat-alat pendukung yang digunakan. e. Area Pendistribusian/Pengaturan Ruangan ini harus terpisah secara jelas dengan area penerimaan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan pada pengaturan jadwal dalam menempatkan arsip. Setiap dokumen dan arsip yang hendak dimasukkan terlebih dahulu dimasukkan ke ruangan ini. f.
Ruangan-ruangan lain Ruangan yang menaungi aktivitas pendukung seperti exhibition area, yang
merupakan ruang untuk memamerkan mural, sculpture, dokumen-dokumen bersejarah, maket-maket; ruang kuliah/conference room; ruang rekreatif seperti restoran, kafetaria dan taman.
Tipe Akses ke Koleksi Arsip Penyimpanan arsip memiliki 3 macam metode pengaksesan, yaitu : 1. Open Access 2. Open Stack 3. Closed Stack
2.2.5.
Persyaratan Khusus
Perencanaan Ruang Penyimpanan Faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan ruang penyimpanan adalah berat dari peralatan penyimpanan dan faktor beban lantai itu sendiri. Kapasitas dukung lantai (floor load capacity) adalah berat dari total dokumen dan peralatan penyimpanan yang mampu didukung oleh lantai. Besaran ruang yang dibutuhkan untuk penyimpanan dokumen dapat ditentukan dengan menerapkan standar umum dimana 10-15 cm dari dokumen akan memerlukan ruang sebesar 3,5 cm2. 30
Ruang Baca Dibagi ke dalam 3 bagian : 1. Area Studi Besaran dari ruangan ini akan ditentukan oleh banyaknya jumlah pengunjung yang akan diwadahi dan seberapa alokasi ruang untuk tiap pengunjungnya. 2. Carrels Merupakan ruang studi yang lebih bersifat privat. Dibutuhkan untuk para pengunjung agar terhindar dari gangguan dan para pengunjung yang ingin memanfaatkan arsip/dokumen tertentu untuk jangka waktu yang lama. 3. Browsing Areas Merupakan ruangan dimana para pengunjung dapat lebih bersikap santai/relax dan informal. Terkadang juga dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk saling bertukar informasi dan sekedar berbincang-bincang.
Area Layanan Bagi Pengunjung Mempunyai 3 fungsi utama : 1. Pengaturan pengambilan dan pengembalian arsip dan dokumen 2. Penyediaan bibliografi bagi para pengunjung 3. Pengawasan aktivitas pengunjung dan kontrol keamanan
2.3 STUDI KASUS 2.3.1 Studi Kasus Perpustakaan Umum & Nasional 2.3.1.1 Bibliotheca Alexandrina Arsitek/perancang
:
Snohetta & Hamza Associates
Lokasi
:
Alexandria, Mesir
Klien
:
Ministry of Education, Mesir
Luas area rancangan
:
80.000 m2
Tahun perancangan
:
1989-2001
31
Gambar 2.1 Tampak atas Bibliotheca Alexandrina Sumber : archdaily.com, 2015
Bibliotheca Alexandrina merupakan refleksi dari perpustakaan jaman kuno yang pernah dibangun di Alexandria oleh Alexander The Great sekitar 2300 tahun yang lalu dimana puluhan abad kemudian menjadi salah satu sarana modern yang digunakan oleh pelajar, guru dan publik. Memiliki fungsi sebagai perpustakaan nasional, desain perpustakaan ini mengusung konsep timeless dan bold yang diharapkan mampu menjadi simbol baru dalam lingkup pengetahuan dan budaya Mesir. a. Lokasi Lokasi dari perpustakaan ini dibangun di sepanjang site bekas pelabuhan bersejarah kota Alexandria, tepat terletak di kawasan bersejarah kota. Bentuk denah nya yang melingkar mengikuti layout area sekitar pelabuhan. Kompleks site terdiri dari 3 bangunan utama yaitu eksisting Conference Centre, planetarium dan bangunan baru perpustakaan.
32
Gambar 2.2 Earth map Bibliotheca Alexandria Sumber : Windows Map, 2015
Terdapat juga area plaza di tengah-tengah dengan konsep terbuka dimana ditanami dengan pohon olive, yang merupakan simbol utama perpustakaan, melambangkan kedamaian, pengertian, keterbukaan dan rasionalitas. Tampak dari perpustakaan adalah view ke arah laut dan Silsilah library di seberangnya.
Gambar 2.3 Siteplan Sumber : Landmark Building – Reflection of the Architecture of Bibliotheca Alexandrina, Ismail Seralgedin, 2006
b. Tata Massa Konsep tata massa bangunan ini memiliki bentuk seperti disc miring yang elegan. Simbol matahari terbit dianggap cocok dengan bentuk ini. Matahari terbit sendiri memiliki makna yang sangat besar dalam sejarah Mesir Kuno dimana melambangkan kemunculan suatu yang baru (ilmu). Struktur atap nya yang unik juga memberi kesan 33
jaman modern yang didominasi oleh teknologi. Perpustakaan ini mencoba menjadi suatu ikon yang abadi dan universal, dalam hal ini, konsep tersebut dianggap berhasil, dilihat dari ukurannya yang besar sekaligus menarik serta didukung oleh lokasi nya yang seakan seperti terdapat kesan “memerintah” sebuah kota pelabuhan, yaitu kota Alexandria. Kesan yang berbeda lagi akan dirasakan pada perspektif mata manusia. Kompleksitas tampak terlihat dari permainan material dan struktur hingga perbedaan levelling area interior ditambah dengan bukaan-bukaan yang terletak pada bagian atap dan detail-detail lainnya yang memberikan perpustakaan sebuah dinamisme yang kuat, terutama dari pendekatan eksterior. Di zaman dimana bangunan dimaksudkan untuk terkesan sangat baik melalui rendering arsitektural, Bibliotheca Alexandria mewujudkannya secara fisik dengan benar.
Gambar 2.4 Bibliotheca Alexandria terlihat seperti disc-shape yang memiliki makna layaknya matahari terbit, simbol pengetahuan pada jaman Mesir Kuno Sumber : sacreddestinations.com, 2015
c. Konsep Zonasi Perpustakaan ini memiliki total 11 lantai dengan tinggi 32 m dari garis jalan ditambah 12 m ke bawah, dimana terletak basement. Di sekeliling bangunan dilingkupi oleh fitur air berupa kolam yang memberikan kesan mengambang, tenang dan rileks. Ruang baca sangatlah spektakuler dengan luas total 20.000 m2 berkapasitas untuk 2000 pengunjung, salah satu yang terbesar di dunia, dan terbagi 34
dalam tujuh levelling lantai, sesuai konsep amphitheater yang diangkat. Repetisi bentuk terlihat di setiap levelling lantai ruang baca dimana terletak furniture kursi dan meja beserta rak-rak buku. Sebelum memasuki ruang baca, terdapat balcony yang merupakan entrance utama dimana di balcony memberikan view yang spektakuler ke arah seluruh ruang baca. Selain ruang baca dan ruang penyimpanan buku, Bibliotheca Alexandrina memiliki elemen ruang yang khusus seperti planetarium, manuscript and rare book exhibition gallery, antiques museum hingga grand conference centre.
Gambar 2.5 Studi fungsional tiap lantai Bibliotheca Alexandria Sumber : Landmark Building – Relection of the Architecture of Bibliotheca Alexandrina, Ismail Seralgedin, 2006
d. Sirkulasi
35
Gambar 2.6 Aksono interior Sumber : Landmark Building – Relection of the Architecture of Bibliotheca Alexandrina, Ismail Seralgedin, 2006
e. Details
Gambar 2.7 (atas ke bawah) Fasad dengan alfabet dari 120 bahasa; Plaza tempat aktivitas outdoor dan pertunjukkan; interior ruang baca Sumber : Landmark Building – Relection of the Architecture of Bibliotheca Alexandrina, Ismail Seralgedin, 2006
36
2.3.1.2 Seattle Central Library Arsitek/Perancang
:
Rem Koolhas & Joshua Prince-Ramus (OMA & LMN)
Lokasi
:
4th Avenue, Seattle, Washington, U.S.A.
Luas area rancangan
:
38.300 m2
Tahun perancangan
:
1999-2004
Gambar 2.8 Seattle Central Library Sumber : archdaily.com, 2015
Seattle Central Library merupakan perpustakaan yang menggunakan konsep “hyperrational” dimana terjadi penyusunan program ruang atau studi fungsional terlebih dahulu sebelum mencapai konsep massa/bentuk, sebuah representasi program ke dalam bentuk massa bangunan. Hasil dari penjelasan tersebut menciptakan bentuk yang tidak biasa, irreguler, sekaligus menjadi landmark dikarenakan bentuknya yang tidak biasa
a. Lokasi Perpustakaan ini terletak di kota Seattle dan merupakan perpustakaan cabang ketiga dari Seattle Public Library. Lokasinya berada tepat diantara 4th dan 5th Avenue, di antara wilayah perkantoran.
b. Tata Massa Berdasarkan konsep hyper-rational yang berangkat dari representasi program ruang ke dalam bentuk massa, bentuk perpustakaan yang tercipta merupakan kombinasi dari 5 fungsi program berbeda yang telah ditetapkan oleh sang perancang 37
yang ditransormasikan ke 5 massa berbeda sesuai masing-masing fungsi program. Bangunan ini, menurut OMA (perancang) dianggap seperti “five floating boxes captured like a butterfly net”.
Gambar 2.9 Model tata massa Seattle Central Library Sumber : google.com, 2015
c. Konsep Zonasi Zonasi terbagi menjadi lima jenis. Lima jenis zonasi dari program dan fungsi tersebut merupakan hasil dari pengelompokkan beberapa ruang yang memiliki program dan fungsi yang relatif sama. Lima jenis zonasi tersebut (urutan berdasarkan dari lantai terbawah) : parking (parkir) yang berada di lantai basement, public space (ruang publik), information (area informasi), collection (area koleksi umum), dan administration (area pegawai perpustakaan).
Gambar 2.10 Diagram zonasi Seattle Central Library Sumber : google.com, 2015
38
Gambar 2.11 Diagram studi fungsional Seattle Central Library Sumber : https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/e5/d1/85/e5d185b5c9b181c9f5e74ced111088ef.jpg, 2015
d. Sirkulasi
39
Gambar 2.12 Diagram konsep sirkulasi Seattle Central Library Sumber : https://s-media-cache-ak0.pinimg.com/736x/e5/d1/85/e5d185b5c9b181c9f5e74ced111088ef.jpg, 2015
e. Details Program ruang Seattle Central Library bisa dibilang tediri dari dua atmosphere berbeda yaitu, zona “function” yang dikarakteristikan sbeagai area “stable” dan zona “attraction” yang dikarakteristikkan sebagai area “unstable”. Zona function terdiri dari area koleksi buku, ruang pertemuan, dan area administrasi. Sedangkan zona attraction terdiri dari area baca, area referensi dan learning centre.
40
Gambar 2.13 (atas ke bawah) Eskalator satu arah; Area baca publik; Area penyimpanan koleksi buku Sumber : google,com, 2015
2.3.1.3 Kanazawa Umimirai Library Arsitek/Perancang
:
Coelacant K&H Architects
Lokasi
:
Kanazawa City, Japan
Luas area rancangan
:
23.311 m2
Tahun perancangan
:
2011
41
Gambar 2.14 Kanazawa Umimirai Library Sumber : archdaily.com, 2015
Perpustakaan Umimirai adalah sebuah perpustakaan umum di daerah barat Kanazawa, berjarak sekitar 20 menit dari pusat kota. Bangunan ini dirancang oleh Coelacant K&H Architects, sebuah biro arsitektur yang berbasis di Tokyo dan dibuka untuk publik pada tahun 2011. Menyesuaikan dengan karakteristik daerah Kanazawa yang tenang dan sunyi, Umimirai Library mencoba menerapkan sebuah konsep perpustakaan yang tenang dan damai, seperti hutan, dengan penerapan soft light di dalam interior bangunan menyerupai lembutnya cahaya matahari ketika memasuki hutan. Penerapan tersebut memberi kenyamanan fisik maupun psikologis pengunjung yang membuat pengunjung menikmati kegiatan internal perpustakaan. a. Lokasi Kanazawa Umimirai Library terletak di kota Kanazawa, wilayah barat Jepang, sebuah kota yang perlahan mulai mengikuti pesatnya alur urbanisasi. Perpustakaan umum ini dibangun di sekitar kompleks rumah tinggal dengan atmosfir yang tenang dan sunyi.
42
Gambar 2.15 Lokasi Umimirai Library Sumber : Google Earth, 2015 b.
Tata Massa
Gambar 2.16 View ke arah perpustakaan Umimirai Sumber : archdaily.com, 2015
Dengan bentuknya yang kotak, dengan ukuran 45m x 45m dan tinggii 12m, Umimirai Library memiliki konsep massa yang sederhana. Lubang-lubang kecil di bagian fasad berfungsi sebagai jendela yang memasukkan cahaya matahari pada siang hari, menerangi interior bangunan secara alami. Lalu pada malam hari cahaya lampu menonjol keluar bagaikan sebuah kapal pesiar pada malam hari. Efek soft light yang didapat pada siang hari memberi kesan interior yang sunyi, nyaman dan tenang serasa seperti di hutan, menciptakan hubungan antar ruang luar dan ruang dalam yang sempurna. c. Konsep Zonasi Bentuknya yang sederhana memiliki total 25 kolom dimana kolom-kolom tersebut secara desain menjadi pembatas antara rak-rak buku. Setengah bagian dari perpustakaan, yaitu area baca, memiliki tinggi plafon setinggi 12m, terinspirasi konsep monumental yang ada pada Bibliotheque Nationale di Paris karya Henri Labrouste. Area perpustakaan anak pada lantai 1 dilengkapi dengan area bercerita yang dinamis dan atraktif. Salah satu program ruang yang menarik adalah ruang 43
membaca koran yang terletak pada lantai 2. Kebutuhan ruang ini menjawab kebiasaan orang Jepang yang masih suka membaca koran.
Gambar 2.17 Studi fungsional Umimirai Library Sumber : archdaily.com, 2015
a. Sirkulasi Entrance Umimirai Library ini diletakkan di pinggir berada pada lantai 1. Pada lantai ini merupakan area perpustakaan anak, yang berada dekat dengan multipurpose hall, meeting room dan ruang belajar kelompok. Pada lantai 2, ketika masuk pengunjung akan mengalami atmosfir yang berbeda antara area lantai 1yang rendah dan kecil dengan area baca yang tinggi dan besar berkesan monumental pada lantai 2. Sirkulasi memusat 3 lantai perpustakaan dihubungkan melalui lift dan tangga yang terletak pada bagian tengah berbentuk lingkaran.
b. Details
44
Gambar 2.18 Interior area baca pada lantai 1 Sumber : archdaily.com, 2015
Gambar 2.19 Interior perpustakaan anak pada lantai 2 Sumber : archdaily.com, 2015
Gambar 2.20 Lubang-lubang jendela sebagai elemen pencahayaan alami ruangan
45
Sumber : archdaily.com, 2015
2.3.1.4 Perbandingan Studi Kasus Hasil studi kasus yang dilakukan terhadap Biblioteca Alexandrina, Seattle Central Library dan Kanazawa Umimirai Library digabungkan ke dalam satu tabel dimana akan dibahas secara ringkas masing-masing perpustakaan berdasarkan lokasi, konsep utama, luasan total, special features, analisis zonasi hingga ekspresi/kesan yang ditampilkan oleh desain masing-masing. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dilihat kesamaan/kemiripan yang dimiliki dalam desain dan juga keunggulan masingmasing perpustakaan. Seperti pada pembahasan mengenai analisis zonasi, dapat disimpulkan bahwa ketiga perpustakaan meletakkan area membaca anak-anak berdekatan dekat bagian entrance dan biasanya terletak di lantai dasar. Kemiripan seperti ini yang patut dipertimbangkan dalam perancangan perpustakaan nantinya. Selain kemiripan, masing-masing perpustakaan tersebut juga memiliki beberapa program unggulan (special features) terkait program ruanag ataupun detail-detail. Seperti pada contoh Biblioteca Alexandrina, terdapat area untuk mengamati bintang atau disebut planetarium dimana feature ini digunakan untuk memperkaya studi literatur mengenai astronomi. Atau pada Seattle Central Library, sirkulasi pengunjung menggunakan eskalator satu arah yang hanya bisa naik, lalu turun menggunakan lift. Berikut tabel perbandingan studi kasus ketiga perpustakaan :
Tabel 2.3 Perbandingan Studi Kasus
ALEXANDRINA Lokasi
Daerah pesisir pantai dan pelabuhan. Tampak seperti “Welcome Gate” kota Alexandria. Timeless & Bold.
Konsep Utama Luasan Total Ekspresi Special Features
80.000 m2
SCL Terletak di tengah kota, disekitari oleh bangunanbangunan highrises.
Hyper-Rational (bentuk mengikuti fungsi program ruang). 38.300 m2
Iconic, Curve
Dinamyc, Iconic
Planetarium, Monumental Reading Hall, Entrepreuneur Corner, Fasad dengan 120 bahasa, roof top lighting
Hyper-rational, single escalator, Monumental Reading Hall, dynamic form
UMIMIRAI Daerah pinggiran kota Kanazawa, di dalam area perumahan dan industri-industri kecil. Rural area. Tenang, damai, like a forest. Hubungan ruang dalam dan luar yang sempurna. 23.311 m2 Simple, Box Soft light effect, newspaper reading area, Monumental Reading Hall, Children telling story area
46
Tabel 2.4 Analisis Zonasi
Melalui Tabel 2.4, terlihat program ruang beserta zonasi vertikal masing-masing perpustakaan dimana secara diagram analisis bisa dirumuskan seperti berikut :
Diagram 2.1 Diagram program ruang hasil perbandingan ketiga studi kasus Sumber: Analisis Penulis, 2015
47
Secara garis besar, perpustakaan anak diletakkan di dekat entrance agar udah diakses oleh anak kecil bersama orangtua nya. Selain itu area kantor (front office, ME room, dll) juga terletak di lantai 1. Entrance juga biasanya disertai oleh “welcome gate” berupa pameran galeri atau arsip negara seperti foto, barang-barang bersejarah dan arsip-arsip digital. Pada lantai dua biasanya diperuntukkan untuk perpustakaan dewasa disertai dengan koleksi-koleksi buku yang bervariasi. Area membaca juga terletak di lantai dua yang menerapkan konsep pendekatan ruang interaksi publik disertai fasilitas campuran seperti fasilitas makan, bersantai dan outdoor. Area basement merupakan area service dan parkir kendaraan.
48
BAB III TINJAUAN PRIDE, ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN TIMOR LESTE Dalam bab ini akan ditinjau teori dari national pride beserta kajian secara mendalam mengenai arsitektur Timor Leste beserta kebudayaan-kebudayaan yang menjadi ciri khas negara ini. Hal ini dilakukan guna menindaklanjuti latar belakang yang diangkat sebelumnya yaitu makna perpustakaan dan arsip nasional yang diharapkan menjadi sebuah simbol kebanggaan nasional Timor Leste. Melalui nilai-nilai budaya dan tradisional lokal yang diterapkan di dalam desain nantinya diharapkan mampu mewujudkan ambisi tersebut.
3.1
KAJIAN PRIDE 3.1.1
National Pride Kebanggaan nasional atau national pride suatu bangsa adalah sebuah sikap yang terwujud,
tampak pada sikap menghargai warisan budaya, hasil karya, dan hal-hal lain yang menjadi milik bangsa sendiri12. Kebanggaan nasional merupakan wujud positif dari suatu bangsa dimana seseorang merasa bahagia akan dirinya karena individu tersebut merasa bahagia akan apa yang dimiliki oleh bangsa nya sendiri. Terdapat empat macam dasar/sumber yang menimbulkan national pride : internal care (IC), nowadays achievement (NA), past achievement (PA) dan external power (EP)13. Rasa bangga akan IC pada umumnya dirasakan di negara-negara yang memiliki sistem demokrasi yang kuat dan kesejahteraan sosial yang baik. Kemudian rasa bangga akan NA umumnya terjadi di negara-negara maju yang kuat secara ekonomi, sedangkan rasa bangga akan PA dirasakan di negara-negara yang kurang merasa bangga akan NA tetapi memiliki sejarah dan pencapaian yang membangggakan. Rasa bangga akan EP pada umumnya dirasakan di negara-negara yang memiliki sistem kemanan yang kuat (militer).
12
DIsadur wiktionary.org Michel Meuders, Paul De Boeck, Anu Realo, 2009. The Circumplex Theory of National Pride, Katholieke Universiteit Leuven 13
49
Diagram 3.1 Diagram empat macam dasar/sumber national pride Sumber : The Circumplex Theory of National Pride, Michel Meuders, Paul De Boeck, Anu Realo, 2009, h.3
Sebuah negara meraih pencapaian-pencapaian tertentu dari bermacam-macam bidang seperti misalnya pencapaian secara ekonomi, teknologi, olahraga atau budaya. Masing-masing bidang tersebut bisa menjadi dasar kebanggaan nasional. Perbedaan yang terlihat adalah antara pencapaian yang diraih nowadays (NA) dan apa yang telah diraih di masa lalu atau past (PA). Beberapa negara merasa bangga atas pencapaian yang telah mereka lakukan di masa lalu sehingga hal tersebut merupakan sesuatu yang menarik untuk diceritakan, sedangkan untuk beberapa negara hanya sedikit hal yang bisa dibanggakan di masa lalu tetapi mereka meraih pencapaian yang membanggakan saat ini atau kombinasi kedua nya dimana suatu negara memiliki pencapaian yang membanggakan di masa lalu dan pada saat ini. Beberapa aspek bisa dihubungkan dengan dasar-dasar national pride seperti yang ditunjukkan pada diagram 2.10. Berdasarkan data analisis yang telah dilakukan14 , diagram 2.10 menunjukkan probabilitas antara hubungan beberapa aspek denggan dasar-dasar national pride dimana satu lingkaran terdiri dari empat potongan masing-masing merupakan dasar-dasar national pride (IC, NA, EP, PA) yang terhubung dengan satu aspek tertentu. Aspek-aspek yang dibahas seperti pada misalnya demokrasi, pengaruh politik, pengaruh ekonomi, kesejahteraan sosial, pencapaian di bidang teknologi, olahraga, literatur dan kesenian, kekuatan militer, sejarah, dan keadilan sosial. BIsa kita lihat pada diagram 2.10, aspek-aspek seperti demokrasi (73), kesejahteraan sosial (86) dan keadilan sosial (67) terarah ke salah satu dasar national pride, yaitu internal care (IC), sedangkan aspek-aspek
14
Michel Meuders, Paul De Boeck, Anu Realo, 2009. The Circumplex Theory of National Pride, Katholieke Universiteit Leuven
50
seperti pengaruh politik (68), pengaruh ekonomi (94) dan pencapaian di bidang teknologi (82) lebih condong ke rasa kebanggaan akan nowadays achievement (NA). Dasar-dasar national pride lainnya seperti external power (EP) mencakup aspek-aspek seperti kekuatan militer (96) sedangkan past achievement (PA) mencakup hal yang berkaitan dengan sejarah (90) seperti pencapaian di bidang olahraga (96) dan literatur/kesenian (98).
Diagram 3.2 Diagram hubugan antara beberapa aspek tertentu dengan dasar-dasar national pride Sumber : The Circumplex Theory of National Pride, Michel Meuders, Paul De Boeck, Anu Realo, 2009, h.16
Melalui hasil analisis tersebut, dapat dikatakan empat macam dasar yang menimbulkan national pride mencakup aspek-aspek tersebut, seperti kita lihat pada tabel 3.1 :
51
Tabel 3.1 Hubungan dasar-dasar national pride dengan bermacam jenis aspek
Dasar-dasar national pride Internal Care (IC)
Aspek-aspek umum Demokrasi Kesejahteraan Sosial Keadilan Sosial
Nowadays Achievement (NA)
Politik Ekonomi Teknologi
External Power (EP)
Militer/Keamanan Negara
Past Achievement (PA)
Sejarah Olahraga Literatur Seni
Sumber : The Circumplex Theory of National Pride, Michel Meuders, Paul De Boeck, Anu Realo, 2009, h.16
Dalam kasus Timor Leste, sebuah negara baru yang meraih kemerdekaan nya pada tahun 2002, dasar-dasar yang menjadi nilai kebangggaan bagi masyarakatnya sebagai contoh adalah past achievement (PA) atas apa yang mereka miliki untuk dibanggakan seperti kekayaan budaya nya (adat istiadat, dansa tradisional, musik tradisional, rumah tradisional) dan tentunya atas perjuangan yang mereka raih dalam meraih kemerdekaan. Selain itu dasar national pride lainnya yang bisa diangkat adalah nowadays achievement (NA) dimana pendidikan menjadi aspirasi tertinggi masyarakat Timor Leste. Pencapaian yang telah dilakukan adalah upaya pemerintah dalam meningkatkan literasi masyarakat dengan melengkapi sarana-sarana pendidikan yang kurang, salah satunya adalah rencana pembangunan Perpustakaan Nasional Timor Leste. Kombinasi kedua hal tersebut merupakan dasar dari national pride Timor Leste yang bisa diterapkan di dalam konsep perancangan Perpustakaan Nasional Timor Leste.
3.2 KAJIAN ARSITEKTUR TIMOR LESTE Arsitektur Timor Leste sendiri bisa dikatakan terbagi dalam empat periode yang berbeda yaitu, periode sebelum penjajahan kolonial portugis, periode kolonial portugis, periode penjajahan Indonesia dan periode pasca kemerdekaan. Periode sebelum penjajahan berkaitan dengan arsitektur 52
tradisional dimana terdapat rumah-rumah adat yang memiliki ciri khas masing-masing, bermaterialkan material konstruksi yang berasal dari alam. Kemudian pada periode berikutnya, yaitu ketika bangsa portugis memasuki Timor, terlihat perubahan arsitektur yang kontras. Bangunanbangunan publik bergaya klasik indische tampak terlihat di kota-kota penting seperti Dili, Oecussi dan Baucau memberi kesan bangunan-bangunan tersebut merupakan sebuah “produk impor” dari Portugal karena penerapannya yang tidak memperhatikan nilai-nilai arsitektur tropis dan hijau sebuah kawasan. Setelah bangsa portugis pergi, Timor Leste menjadi propinsi ke 37 Indonesia. Gaya arsitektur yang sama dengan arsitektur bangunan-bangunan di Indonesia sendiri yang memperhatikan faktor iklim tropis mulai terlihat dengan penggunaan atap genteng atau seng, dinding bata atau batako, dlsb. Periode terakhir adalah periode paska kemerdekaan dimana Timor Leste mencoba menggabungkan penerapan desain bangunan tropis dengan unsur-unsur rumah adat yang bervariasi. Rumah adat Lautem dengan atapnya yang tinggi dan unik menjadi pilihan avorit dalam perancangan sebuah bangunan baru. Berikut adalah pembahasan mengenai arsitektur tradisional hingga kolonial yang terdapat di Timor. Selain itu terdapat juga sedikit pembahasan mengenai Tais (kain tradisional Timor), dan juga ornamen-ornamen yang menjadi ciri khas Timor Leste.
3.2.1
Letak Geografis Timor Leste merupakan sebuah negara kecil yang terletak di sebelah utara Australia dan
bagian timur Pulau Timor. Selain itu wilayah negara ini juga meliputi Pulau Atauro, Jaco dan Enklave Oecussi-Ambeno di bagian Timor Barat. Luas total negara ini adalah 15.000 Km2 dengan jumlah penduduk mencapai 1.2 juta yang terdiri dari berbagai macam ras dan kelompok etnis tertentu, melingkupi masyarakat lokal (Timorese), ras tiongkok, dan ras barat. Secara administratif, Timor Leste terdiri dari 13 distrik dimana setiap distrik akan dibagi ke dalam sub distrik lalu lebih lanjut akan dibagi ke dalam suku.
3.2.2
Hunian Tradisional Terdapat dua jenis karakter hunian pedesaan di Timor yaitu aglomerasi/pengelompokan
rumah di satu permukiman dan rumah-rumah terpisah yang terkelompokkan berdasarkan keluarga. Misalnya di daerah pegunungan sentral seperti di Maubisse, Huatu-Builico, Lete-foho, Turiscai, dan Laclubar, permukiman warga lebih bersifat menyebar dan tidak berkelompok sedangkan untuk di daerah dataran rendah permukiman warga bersifat berkelompok. Permukiman menyebar ini terjadi dikarenakan beberapa faktor, salah satunya dikarenakan faktor geografis, dimana terletak di pegunungan, sehingga area bercocok tanam menjadi lebih kecil. Hasil panen hanya cukup untuk 53
kelompok kecil penduduk yang menyebabkan penerapan budaya hortikultur (berpindah-pindah) di daerah tersebut. Sedangkan di dataran rendah, area bercocok tanam yang luas menyebabkan karakter hunian yang memusat di satu tempat. Seperti yang kita ketahui, Timor Leste memiliki total 13 distrik/provinsi dimana masingmasing distrik memiliki budaya, gaya hidup, bahasa, rumah tradisional yang spesifik dan khas sesuai daerahnya. Terdapat beberapa daerah yang tidak memiliki ciri khas rumah tradisional dengan alasan dari berbagai aspek seperti ekonomi hingga budaya yang tercampur. Konstruksi rumah tradisional pada dasarnya menggunakan material alam seperti kayu, bambu, rumput, serat dedaunan, etc., dimana menjadi alasan pemakaian material penutup atap yang berbeda di setiap daerah diarenakan jenis-jenis tanaman yang berbeda tergantung pada fungsi iklim dan tipografi. Perlu diperhatikan juga, berbagai jenis hunian tradisional Timor Leste terbagi berdasarkan pengelompokkan bahasa daerah yang umum (bukan ras). Sebagai contoh, konstruksi rumah adat Dagada dihuni oleh penduduk yang berbahasa Dagada. Secara garis besar tipologi rumah tradisional Timor Leste terbagi dalam tujuh macam dari tujuh distrik/provinsi berbeda. Ketujuh distrik tersebut adalah Bobonaro dan Maubisse yang terletak di daerah pegunungan curam, Baucau dan Lautem di daerah dataran tinggi yang berbukit, dan Viqueue, Suai, dan Oecussi yang terletak di daerah dataran rendah (pinggiran pantai). Karakter utama permukiman di tujuh distrik tersebut adalah sebagai berikut :
1. Distrik Bobonaro Memiliki karakter permukiman yang menyebar, tidak berkelompok. Di beberapa suku, rumah-rumah terkelompokkan di permukiman padat sepanjang jalan kampung.
dan terletak di
Masing-masing rumah terpisahkan oleh dinding
bebatuan yang mengikuti kontur sekitar. Budaya kopi menjadi salah satu sumber penghasilan penduduk sekitar.
54
Gambar 3.1 Sketsa tampak permukiman Bobonaro Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.67
2. Distrik Maubisse Memiliki karakter permukiman menyebar. Rumah-rumah terkelompokkan untuk setiap dua sampai tiga keluarga dan terletak mulai dari daerah puncak gunung hingga dataran lembah. Setiap kelompok permukiman (2-3 keluarga) dibatasi oleh dinding pembatas. Kekurangan ruang yang rata untuk bercocok tanam menjadi salah satu kendala, dan biasanya area tersebut dibatasi oleh dinding pembatas. Mempraktekkan budaya kopi dan hortikultur.
Gambar 3.2 Sketsa tampak permukiman Maubisse Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.85
3. Distrik Baucau
55
Memiliki karakter permukiman yang menyebar sekaligus memusat. Rumah terbagi dalam wilayah permukiman dan perkotaan. Baucau sendiri dalam bidang infrastruktur kota menjadi nomor dua setelah ibukota Dili. Rumah penduduk dibatasi oleh dinding pembatas dari susunan batu. Sumber penghasilan diperoleh dari penanaman padi, jagung dan kelapa.
Gambar 3.3 Sketsa tampak permukiman Baucau Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.104
4. Distrik Lautem Memiliki karakter permukiman yang memusat. Setiap permukiman bisa terdiri dari 40 hingga 50 rumah. Terdapat praktek hortikultur dan budaya kelapa (PeheFito).
Gambar 3.4 Sketsa tampak permukiman Lautem Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.127
56
5. Distrik Viqueque Memiliki karakter permukiman yang menyebar. Rumah-rumah terletak terpisah satu sama lain dan jalan menuju hutan atau sawah menjadi penghubung utama antar rumah. Memiliki sawah-sawah komunal yang bisa dipakai oleh semua keluarga dan mempraktekkan budaya kelapa dan tembakau.
Gambar 3.5 Sketsa tampak permukiman Viqueque Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.162
Gambar 3.6 Peta pembagian tujuh jenis rumah tradisional Timor Leste Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.56
57
6. Distrik Suai Memiliki karakter permukiman memusat. Rumah-rumah saling berdekatan satu sama lain menciptakan suasana kekeluargaan yang kuat. Batas permukiman dibatasi dengan pagar dari bambu dan daun kering kelapa sawit. Kegiatan pertanian mirip dengan yang terdapat di Viqueque.
Gambar 3.7 Sketsa tampak permukiman Suai Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.179
7. Distrik Oecussi Permukiman memusat pada daerah dataran rendah dan menyebar pada daerah dataran tinggi. Permukiman pada dataran rendah bersifat linier. Memiliki sumber penghasilan penduduknya dari pertanian dan perikanan di area sungai.
Tabel 3.2 Skema tipologi rumah tradisional Timor Leste
Distrik
Denah & Tampak
Ketinggian
Bobonaro
Pegunungan
Maubisse
Pegunungan
58
Dataran
Baucau
Tinggi
Lautem
Dataran Tinggi
Viqueque
Dataran Rendah
Suai
Dataran Rendah
Oecussi
Dataran Rendah Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.57
Setelah pembahasan sekilas mengenai daerah-daerah permukiman masing-masing rumah adat, tabel berikut merupakan skema tipologi rumah tradisional Timor Leste yang terdiri dari tujuh rumah dari tujuh distrik berbeda. Ditampilkan juga di dalam tabel yaitu denah, tampak beserta ketinggian daerah masing-masing rumah adat. Dapat dilihat beberapa kemiripan yang ada antara satu rumah dengan yang lainnya terlebih antara rumah-rumah yang terletak pada ketinggian daerah yang sama.
3.1.3
Analisis Arsitektural Hunian Tradisional Tabel di atas merupakan skema tipologi rumah tradisional Timor Leste yang terbagi dalam
tujuh jenis berdasarkan tujuh daerah berbeda. Tipologi rumah tradisional atau rumah adat tersebut pada umumnya terhubung dengan penggunaan bahasa yang umum pada suatu daerah, misalnya 59
penduduk yang berbicara bahasa Tetum Terik mempunyai rumah adat daerah Suai, dimana Tetum Terik menjadi bahasa umum di sana. Atau contoh lainnya, penduduk yang berbicara bahasa Baiqueno tinggal di rumah adat Oecussi karena Baiqqueno merupakan bahasa sehari-hari di sana. Selain faktor bahasa, tipologi rumah tradisional Timor Leste juga terpengaruh dari kondisi geografis daerah yang secara umum terbagi dalam tiga kategori yaitu daerah pegunungan curam, dataran tinggi berbukit dan dataran rendah (pinggiran pantai). Bisa kita lihat, rumah adat nomor 1 dan 2, Bobonaro dan Maubisse, yang terletak pada daerah pegunungan, memiliki beberapa kemiripan satu sama lain.
Gambar 3.8 Kemiripan pada bentuk atap antara rumah adat Bobonaro dan Maubisse Sumber : Analisis Penulis, 2015
Kedua rumah adat tersebut memiliki kemiripan pada bentuk atap yang bersifat curve atau melingkar. Selain itu proporsi ketinggian atap pada daerah tersebut juga cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan yang di dataran rendah. Sedangkan pada rumah-rumah adat yang berada di dataran rendah seperti di Viqueque, Suai dan Oecussi terlihat beberapa kemiripan juga. Yang pertama adalah ketinggian panggung yang sama sekitar 70-80 cm dari tanah. Selain itu levelling lantai ketiganya terbagi dalam tiga platform/level yaitu level paling bawah (70-80cm) dimana merupakan platform entrance. Kemudian terdapat platform intermedia (tengah) dengan tinggi 1m dari tanah. Platform tertinggi yaitu zona yang dianggap paling sakral berada pada ketinggian 1,5 m dari tanah. Terdapat nilai-nilai filosois tersendiri dibalik perbedaan ketinggian pada masing-masing rumah adat.
Gambar 3.9 Ketinggian level panggung yang sama di rumah-ruma adat di dataran rendah
60
Gambar 3.10 Levelling lantai pada rumah adat Viqueque, Suai dan Oecussi terbagi dalam 3 level utama
Penggunaan material atap pada ketiga rumah adat tersebut juga sama, yaitu penggunaan daun kelapa kering yang disusun dengan teknik yang kurang lebih sama. Hal ini dikarenakan sumber daya kelapa yang banyak terdapat di daerah pinggiran pantai. Kemiripan lainnya antara ketiga hunian dataran rendah ini adalah setiap rumah adat memiliki selasar. Berbeda dengan rumah adat di daerah pegunungan yang tangga utama masuk menuju langsung ke dalam rumah, pada rumah adat Viqueque, Suai dan Oecussi memiliki selasar. Selasar ini menjadi area berkumpul keluarga sekaligus menerima tamu sambil bersantai menikmati makanan dan minuman.
Gambar 3.11 Rumah adat Viqueque, Suai dan Oecussi memiliki kemiripan dengan adanya selasar
Bisa kita perhatikan juga bahwa mayoritas rumah-rumah adat Timor Leste memiliki lebar/panjang bubungan atap yang sama. Hal ini dikarenakan oleh bentuk denah masing-masing rumah yang hamper sama dan simetris.
Gambar 3.12 Rumah adat Oecusi, Baucau, Suai dan Maubisse memiliki kemiripan pada lebar bubungan atap mereka
61
Selain kemiripan-kemiripan yang ada pada tipologi rumah tradisional Timor Leste, terdapat juga keunikan-keunikan tertentu dalam segi arsitektural yang menyangkut rumah adat Lautem, Baucau dan Viqueque. Rumah adat Lautem merupakan ikon utama rumah tradisional Timor Leste dikarenakan bentuknya yang unik dan tinggi. Tinggi total rumah ini bisa mencapai 15 meter. Rumah Dagada terletak di daerah berbukit dan tidak jarang terkelompok dalam permukiman berisi 2-3 keluarga. Bentuk atapnya yang tinggi tidak jarang dijadikan konsep bangunan-bangunan baru di daerah ibukota.
Gambar 3.13 Rumah adat Dagada yang terletak di distrik Lautem Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.153
Keunikan yang ada pada rumah adat Viqueque adalah bentuk atapnya yang menggunakan formasi “3 air”. Rumah ini berbentuk memanjang dengan denah berukuran 14 x 7 meter yang menjadikannya sebagai rumah adat dengan dimensi terbesar di Timor.
Gambar 3.14 Rumah adat Viqueque dengan bentuk atap nya yang unik Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.164
Sedangkan pada rumah adat Baucau, keunikan yang didapat adalah bentuk denahnya yang memiliki 8 sisi (oktagonal). Rumah adat Baucau juga tidak menggunakan umpak karena Baucau 62
merupakan daerah dataran tinggi yang tanahnya merupakan tanah keras bebatuan sehingga baik digunakan menjadi pondasi bangunan.
Gambar 3.15 Denah rumah adat Baucau yang memiliki 8 sisi (oktagonal) Sumber : Arquitectura Timorense, Ruy Cinatti, 1987, h.107
Secara garis besar, rumah tradisional Timor Leste memiliki karakter rumah panggung dengan ketinggian yang bervariasi antara kurang dari 1 meter hingga 3 meter. Terdapat juga beberapa rumah adat yang tidak menggunakan umpak dan berdiri langsung di atas tanah dikarenakan pengaruh bangunan penjajahan (portugis) atau hanya bangunan yang bersifat sementara.
3.2.4
Arsitektur Kolonial di Timor Sejarah arsitektur di Timor secara umum terbagi dalam dua masa utama yaitu masa sebelum
penjajahan Jepang dan sesudah penjajahan hingga saat ini. Arsitektur kolonial yang bergaya Eropa klasik (Indische) sendiri diperkenalkan oleh Portugal selama 350 tahun masa penjajahan. Perancangannya pun dianggap tidak menyesuaikan dengan kondisi iklim yang berbeda antara iklim tropis di Timor dibandingkan dengan iklim Eropa sendiri. Selain itu material konstruksi tidak menggunakan atau memanfaatkan sumber daya lokal yang ada. Berbeda dengan perancangan rumahrumah tradisional/adat yang hampir semua material konstruksi berasal dari alam sekitar dan menyesuaikan dengan aspek-aspek bangunan tropis pada umumnya, bangunan kolonial lebih terkesan menjadi bangunan “import” dari Portugal yang secara arsitektural cocok di daerah 4 musim tersebut tetapi terkesan “dipaksakan” dalam penerapannya di Timor. Dinding pengisi yang terlalu tebal (40-80cm) dan pondasi yang terlalu dalam dianggap tidak efisien dalam hal perancangan dan biaya. Sebuah penerapan arsitektur yang “aneh” bagi penduduk lokal saat itu.
63
Gambar 3.16 Gedung pemerintahan Timor Leste yang sangat kental dengan gaya arsitektur indische (kolonial) Sumber : google.com, 2015
Untuk pertama kalinya kolonialis portugis masuk dan memperkenalkan arsitektur ini mulai dari kota Oecussi, tepatnya di Lifau. Kemudian dalam perkembangannya meluas ke timur ke arah ibukota, Dili, lalu Manatuto dan Baucau. Bangunan-bangunan pertama yang didirikan adalah yang berkaitan dengan infrastruktur sarana publik seperti gedung pemerintahan, perumahan para pejabat kolonialis, dan pasar (Mercado). Bangsa kolonial mendirikan bangunan-bangunan tersebut sebagai upaya memperkuat dominasi kulturalnya di Timor.
Gambar 3.17 Pasar wilayah (Mercado) yang terletak di Baucau Sumber : google.com, 2015
64
Gambar 3.18 Gereja Motael merupakan bangunan peninggalan Portugis yang terletak di pinggir pantai Dili Sumber : google.com, 2015
3.3 KAJIAN KERAJINAN KHAS TIMOR LESTE 3.3.1
Tais Timor Leste Tais adalah kain tradisional Timor Leste yang memiliki corak dan motif yang indah dan
bervariasi. Setiap distrik memiliki keunikan masing-masing pada desain Tais. DI daerah pedesaan, kain ini digunakan oleh penduduk lokal dalam berbusana dan melakukan ritual-ritual khusus dan juga pesta rakyat. Pada jaman sekarang, Tais Timor biasanya dijadikan sebagai souvenir yang diberikan petinggi negara kepada petinggi negara lainnya dalam melakukan kunjungan kenegaraan. Selain itu banyaknya minat masyarakat terhadap keindahan kain ini menjadikan munculnya produk-produk desain yang diolah dengan berbahan dasar Tais, seperti baju, tas, kotak pensil, topi, dll. Warna-warna utama yang digunakan dalam pembuatan Tais adalah hitam, merah dan hijau, dikarenakan bahan pembuatannya yang didapatkan dari alam sekitar, yaitu dedaunan pohon Tao dan Mivem, akar pohon Menuc, yang kemudian diproses menjadi benang, sebagai bahan utama, sesuai kuantitas yang dibutuhkan. Pembuatan Tais ini dilakukan oleh perempuan dimana proses pembuatan satu kain ini memakan waktu selama 15 hari kerja.
65
Gambar 3.19 Berbagai macam motif Tais Timor Leste yang masing-masing berasal dari daerah yang berbeda Sumber : google.com, 2015
66
BAB IV TINJAUAN LOKASI DAN KONSEP PERANCANGAN 4.1
TINJAUAN DAN PERENCANAAN LOKASI Dalam perancangan sebuah perpustakaan, seperti halnya tempat untuk berbisnis, dibutuhkan lokasi yang strategis sehingga keberadaan perpustakaan itu nantinya bisa berdampak nyata pada masyarakat. Menurut IFLA15 mengenai site accessibility dari sebuah perpustakaan yang terletak di daerah urban adalah terdapat pemukiman dalam jarak jangkauan 1,5 kilometer, atau untuk sebuah perpustakaan dengan dimensi lebih besar, dalam jarak 3-4 kilometer. Faktor yang menyebabkan adanya rujukan tersebut adalah bahwa lokasi yang menentukan tingkat keatraktifan dari perpustakaan, bukan berdasarkan desain perpustakaan saja. Karena itu lokasi ideal dari perpustakaan adalah di dalam kawasan komersial yang padat. Selain itu lokasi dari perpustakaan idealnya harus menjadi sentral dan mudah diakses dari segala arah. Sebuah perpustakaan diharapkan mampu melayani dan membaur bersama dengan elemen-elemen sosial seperti pemukiman, pertokoan, kawasan industri hingga kawasan perkantoran. Beberapa faktor umum yang menjadi petimbangan untuk pemilihan lokasi perpustakaan antara lain : 1. Hubungan dengan eksisting bangunan 2. Kesempatan untuk ekstensi bangunan perpustakaan 3. Faktor kebisingan 4. Lahan sekitar 5. Lahan parkir 6. Aksesbilitas umum
4.1.1 Kawasan Lokasi Terpilih Seperti yang sudah direncanakan, Perpustakaan & Arsip Timor Leste sedang dalam proses perancangan dan lokasi kawasan terpilih juga sudah ditentukan. Hal ini yang membuat penulis tidak membuat alternatif lokasi tapak melainkan lebih menganalisis secara mendalam kawasan lokasi terpilih yang sudah ditentukan.
15
Diambil dari dokumen IFLA, Standards for Public Libraries, edisi kedua yang terbit di tahun 1977
67
Kawasan Aitarak-Laran, Fatuhada, Dili Selama enam tahun terakhir pemerintah telah mengamankan tanah seluas 2,5 hektar yang terletak di pusat kota Dili dimana Perpustakaan & Arsip Nasional akan dibangun. Hal ini tertulis pada National Library Annual Report yang dibahas pada 22nd Konferensi CDNLAO di Canberra, Australia, Februari 2014 lalu. Berikut adalah tinjauan lokasi beserta analisis yang dilakukan oleh penulis.
Konteks Regional - Dili Dili merupakan ibukota Timor Leste dimana terpusat hampir seluruh pusat perekonomian, pendidikan dan budaya disana. Menurut data sensus dan statistik terbaru, Dili memiliki total luas 170 sq.km. dengan jumlah total populasi 137,879 dari total 26,785 keluarga. Dili juga menjadi salah satu distrik terbesar di Timor Leste dengan memiliki 6 sub-distrik, 48 kabupaten dan 243 kecamatan16. Kawasan ibukota menjadi lokasi yang strategis untuk pembangunan perpustakaan dan arsip nasional.
Gambar 4.1 (Kiri ke kanan) – Palacio do Governo; Katedral Dili; Cristo-Rei; Liceu Dili; Mercusuar Farol; Presidente Nicolau Lobato Airport Sumber : google.com, 2015
16
Kontekstualitas
Data statistik menurut http://www.estatal.gov.tl/English/Municipal/dili.html
68
Gambar 4.2 Site dikelilingi oleh 5 perguruan tinggi utama di Dili
Site
Gambar 4.3 Lokasi site dilihat secara makro yang terletak di pusat kota Dili
Lokasi Tapak
: Kawasan Aitarak-Laran, Fatuhada, Dili
Luas Tapak
: 27000 m2
Batas Utara
: Pemukiman warga
Batas Selatan
: Perkebunan pisang
Batas Timur
: Gudang s emen
Batas Barat
: Kantor National Development Agency Timor Leste 69
Tata Guna Lahan Kawasan sekitar site merupakan perumahan warga dan tanah kosong yang dipenuhi oleh perkebunan pohon pisang. Site juga bersebelahan dengan beberapa gedung pemerintahan dan perkantoran. Area komersil terletak di sepanjang jalan utama, Avenida de Presidente de Nicolau Lobato.
Gambar 4.4 Tata guna lahan kawasan site
Tata Guna Bangunan Site terletak berdekatan dengan Istana Kepresidenan dimana terdapat lahan kosong di antara kedua nya sebagai batas. Lahan kosong ini sangat berpotensi untuk kesinambungan Perpustakaan Nasional dan Istana Negara nantinya. Pemukiman warga mendominasi di sekitar area site.
Gambar 4.5 Hubungan antar site dengan eksisting sekitar
Sirkulasi Kawasan 70
Gambar 4.6 Alur sirkulasi kawasan sekitar site
Luasan Site
Gambar 4.7 Luasan site Perpustakaan Nasional Timor Leste
Kondisi Site Berikut merupakan foto kondisi sekitar site yang dikelilingi oleh perkebunan pohon pisang, rumah-rumah warga dan gedung perkantoran.
71
Gambar 4.8 Image kondisi aktual kawasan sekitar site
Analisis Kebisingan
Gambar 4.9 Analisis kebisingan kawasan sekitar site
Dari analisis kebisingan yang dilakukan terlihat bahwa batas utara dan barat site merupakan area dengan tingkat kebisingan cukup tinggi yang dikarenakan 72
berdekatan dengan jalan utama yang ramai lalu lintas, gedung perkantoran dan pemukiman warga. Tingkat kebisingan area selatan site cukup rendah karena merupakan lahan kosong tempat perkebunan pohon pisang.
Sunpath Diagram
Diagram 4.1 Analisis Sunpath kota Dili Sumber : Gaisma, 2015
Suhu dan Curah Hujan Curah hujan mulai naik pada bulan November dan terus meningkat hingga bulan Maret. Curah hujan menurun pada bulan Mei dan saat itu Dili mengalami musim kemarau dengan temperatur berkisar antara 24-25 C.
Diagram 4.2 Rata-rata diagram temperatur dan curah hujan kota Dili (1990-2009) Sumber : The World Bank Group, 2015
Future Extension
73
Gambar 4.10 Koneksi antara site perpustakaan dengan Presidencial’s Palace yang berpotensi menjadi area ruang publik
Site perpustakaan terletak berdekatan dengan Presidencial’s Palace yang berjarak sekitar 500 m. Area yang memisahkan keduanya adalah tanah kosong. Terdapat gudang semen di tengahnya yang masih berfungsi saat ini. Kemungkinan site perpustakaan dan Presidencial’s Palace ini dikoneksikan dengan ruang terbuka publik sangat besar karena saat ini pada lingkungan Presidencial’s Palace juga diterapkan konsep yang sama dimana akses untuk publik terbuka dan terlihat interaksi sosial yang aktif di sana. Selain itu area yang memisahkan keduanya ini bisa dijadikan site untuk ekspansi perpustakaan nasional di masa mendatang.
4.2
KONSEP PERANCANGAN
4.2.1 Konsep Filosofis Konsep awal disini berangkat dari dua materi berbeda yaitu menciptakan ikon kebangaan Timor Leste dan meningkatkan rasa nasionalisme bangsa (pride) dan juga meningkatkan budaya membaca sekaligus mengajak mengenal budaya bangsa lebih erat (pendidikan dan kultural). Dua materi ini dimasukkan ke dalam media suatu perpustakaan dan pusat penyimpanan arsip yang berskala nasional. Setelah dua latar belakang tersebut diangkat, ditentukanlah konsep-konsep yang mendukung hal tersebut. Latar belakang pride didukung oleh konsep lokalitas dan monumental guna memunculkan rasa bangga terhadap bangunan ini nantinya karena terdapat di dalamnya unsur-unsur kebudayaan bangsa dan dimensi bangunannya yang besar/monumental. Sedangkan terhadap latar 74
belakang yang mengangkat tentang pendidikan dan kultural didukung oleh konsep hiperrealitas, playscape dan dinamis agar menciptakan suatu sarana pendidikan yang atraktif, menarik dan ramai dikunjungi.
Diagram 4.3 Diagram konsep filosofis skenario 1 (Lokal)
75
Diagram 4.4 Diagram konsep filosofis skenario 2 (WNA)
76
Diagram 4.5 Diagram konsep awal
Terdapat beberapa konsep yang mencakup solusi untuk kedua latar belakang seperti penerapan ruang terbuka publik agar mengajak masyarakat dengan bangga melihat perpustakaan nasional sebagai tempat mereka berkumpul dan mencari ilmu dan informasi karena masyarakat menganggap pendidikan adalah masa depan mereka. Begitu juga dengan penambahan fungsi cultural event dan museum galeri agar memperkenalkan budaya Timor Leste kepada publik, kembali dengan rasa bangga, sekaligus menjadi elemen fungsi yang menarik pengunjung untuk datang.
4.2.2 Konsep Macro Perpustakaan Nasional akan menjadi “center of education facilities” dikarenakan lokasi nya yang strategis. Site berada di tengah titik pertemuan 5 universitas sehingga aksesbilitas bagi para akademisi ke bangunan perpustakaan tidak susah.
77
PERPUSTAKAAN NASIONAL as “centre of education facilities”
Diagram 4.6 Diagram konsep macro
4.2.3 Konsep Messo
Diagram 4.7 Possible connection antara Presidential palace dengan site perpustakaan
Secara messo, Perpustakaan Nasional diharapkan terkoneksi dengan Presidencial’s Palace melalui sebuah ruang terbuka publik. Ruang publik tersebut juga akan menjadi “city central public space” melihat saat ini ruang terbuka publik yang ada di Dili hanya berada di sepanjang pesisir pantai (Lecidere, Motael, Cristo Rei, Pantai Kelapa). Ruang public ini juga akan mengusung konsep smart karena terkoneksi langsung dengan educational facilities seperti perpustakaan, galeri, area pertunjukkan kultural, dll. 78
? possible connection
public space as connection
Diagram 4.8 Diagram konsep ruang publik yang smart pada desain perpustakaan yang terkoneksi langsung dengan Presidential Palace
4.2.4 Konsep Micro 79
Konsep secara mikro mencakup pendekatan fungsional dan arsitektural bangunan. Pendekatan-pendekatan dilakukan berdasarkan konsep-konsep yang mendukung tercerminnya rasa pride terhadap Perpustakaan Nasional dan juga guna menciptakan suasana perpustakaan yang menyenangkan dan dinamis.
4.3
PENDEKATAN FUNGSIONAL BANGUNAN Pada zaman modern ini, bangunan perpustakaan pada umumnya bersifat multifungsi yang membuat bangunan ini tidak hanya menjadi tempat untuk membaca dan meminjam buku tetapi memiliki fungsi-fungsi penunjang lainnya yang mendukung kegiatan pendidikan dan kultural di dalamnya.
4.3.1 Pendekatan Program dan Fungsi Jenis program dan fungsi Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste ini ditentukan berdasarkan konsep awal yang telah dibuat dimana perpustakaan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan kultural dan menjadi ikon kebanggaan bangsa. Hal ini lah yang menjadi pertimbangan dalam penentuan program ruang dan fungsi. Penulis membagi jenis program dan fungsi ke dalam tiga kategori utama :
Tabel 4.1 Konsep pendekatan program dan fungsi Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste STANDARD
PLAYSCAPE
PRIDE
Perpustakaan
Ruang Publik
Museum
Arsip
Commercial Amenities
Cultural Space (plaza)
Service
Galeri (exhibition)
Conference Centre
Program dan fungsi utama dalam perpustakaan ini adalah yang masuk dalam kategori “standard”, yaitu fungsi sebagai perpustakaan, arsip dan area servis. Ketiga fungsi tersebut yang dijadikan prioritas utama dalam peracangan sesuai dengan standard-standard yang ada. Kategori “playscape” mengusung fungsi ruang publik, area komersial dan area pameran/galeri dengan tujuan meningkatkan minat masyarakat untuk datang ke perpustakaan dan membaca sekaligus belajar dalam atmosfir yang menyenangkan/playfull. Pada kategori “pride” mengusung fungsi museum, cultural space dan gedung pertemuan/seminar dan diharapkan mampu memberi warna budaya yang
80
dipenuhi rasa kebanggaan di lingkungan perpustakaan dengan misalnya diadakan event-event kultural seperti dansa, konser musikal, poetry readings, seminar, dll.
Diagram 4.9 Diagram hubungan antar fungsi dalam Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste
Berdasarkan paparan pendekatan fungsi perpustakaan dan hasil studi kasus yang telah dilakukan, jenis program dan fungsi ruang Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Tabel program ruang Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste FUNGSI
PROGRAM RUANG
Perpustakaan
Central Hall Lobi Ruang Administrasi System & Bibliographic Service Ruang IT Support Area Ruang Multimedia/Komputer Children Library Teenage Library National Archives Library Heritage Library/Reference Journal, News Paper Collection Area Adult Fiction Library Adult Non-Fiction Library Ruang diskusi kelompok
81
Ruang fotokopi Auditorium Pre-function, koridor, backstage Ruang seminar/conference Reading Hall Ruang keamanan Toilet Arsip
Ruang Penyimpanan : -Fundos Documentos Portuguesa (1410-1975) -Fundos Documentos Indonesia (1975-1999) -Fundos UNTAET (2000-2001) -Fundos I-IV Governu Konstitusional (2002-2010) -Fundos Documentos Resistencia Laboratorium Arsip Area Penerimaan Area Persiapan Area Pendistribusian Ruang Administrasi Toilet
Service
Training Room Amenities Staff (Pantry, Rest Space) Admin. & Meeting Staff Storages Ruang Workshop General National Library Storage Administration Offices
Ruang Terbuka Publik
Rest Space (Outdoor) Plaza Kids Playground Innercourt Parkir
Commercial Amenities
Toko Buku Café Convenience Store
Cultural Spaces (concert, lecture services,
Amphitheatre (Cultural Show)
author’s visits, poetry readings, travel exhibition,
Mini-Museum/Galeri
etc.)
Conference Centre
82
Auditorium
4.3.2 Pendekatan Luas Ruang 4.3.2.1 Area Pelayanan dan Jumlah Populasi Yang Dilayani Menurut IFLA (International Federation of Library Association), jumlah populasi yang dilayani adalah berdasarkan radius jangkauan dari sebuah perpustakaan. Pada kasus ini, radius yang dipakai adalah sebesar 5-6 kilometer dimana dengan radius ini Perpustakaan dan Arsip Nasional mampu mencakup hampir luas seluruh kota Dili. Cakupan ini dianggap cukup karena Dili merupakan ibukota negara dan segala populasi dan aktivitas banyak berpusat di kota tersebut.
Tabel 4.3 Tabel perhitungan populasi terlayani Sub-Distrik
Populasi Terlayani (Population Served)
Vera Cruz
34,015
Nain Feto
26,952
Metinaro
4,727
Atauro
8,602
Dom Aleixo
105,154
Cristo Rei
54,936
Total
234, 062 jiwa
Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
Berdasarkan tabel diatas, maka populasi terlayani (population served) adalah 234,026 jiwa17.
4.3.2.2 Luasan Kasar Bangunan Perpustakaan Tabel 4.4 Tabel penentuan luasan kasar maksimum perpustakaan (IFLA) Populasi terlayani (Population served)
Luasan kasar maksimum per 1000 jiwa
35,000 – 65,000 jiwa
35 m2
65,000 – 100,000 jiwa
31 m2
>100,000 jiwa
28 m2
Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
17
Data diambil dari Wall Chart_Tetum Timor Leste Population, 2010
83
Berdasarkan rujukan dari tabel di atas, maka total luasan kasar perpustakaan dijumlah berdasarkan jumlah total populasi terlayani : 234,026 x 28m2 = 6.552 m2, atau kurang lebih 6.500 m2
4.3.2.3 Jumlah Kasar Kursi dan Luasan Kasar Area Pembaca (Reader’s Setting) Berdasarkan rujukan dari IFLA bahwa kursi pembaca membutuhkan luasan 2,5 m2per kursi, maka jumlah kasar kursi pembaca adalah 702,078 atau kurang lebih 700 kursi (dengan jumlah kursi per 1000 jiwa adalah 3 kursi) dan luasan kasar area pembaca adalah 700 x 2,5 m2 = 1.750 m2
Tabel 4.5 Tabel penentuan jumlah kasar kursi pembaca di perpustakaan (J.P. Bassnett) Populasi terlayani (Population served)
Jumlah kasar kursi per 1000 jiwa
100,000 – 200,000 jiwa
3-4
200,000 – 400,000 jiwa
2-3
400,000 – 700,000 jiwa
2 – 2,5
Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
4.3.2.4 Persentase Pembagian Jumlah Kursi Pembaca Tabel 4.6 Tabel penentuan pembagian kursi pembaca (J.P. Bassnett) Populasi terlayani (Population served) 100,000 – 200,000 jiwa 200,000 – 400,000 jiwa 400,000 – 700,000 jiwa
Pembagian Jumlah Kursi Pembaca Ruang baca khusu (carrel seats)
Ruang baca umum (study seats)
Ruang baca santai (lounge seats)
5%
75%
20%
Ruang auditorium (auditorium seats) 200 – 300 kursi
Ruang kelas (lecture room seats)
5%
80%
15%
250 – 500 kursi
100 – 200 kursi
5%
80%
15%
300 – 600 kursi
200 – 300 kursi
50 – 100 kursi
Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
4.3.2.5 Kapasitas Jumlah dan Volume Koleksi Saat ini koleksi buku untuk perpustakaan nasional disimpan di gedung Secretario de Estado da Arte e Cultura dengan total jumlah 1.449 buku. Sedangkan koleksi buku yang tersebar di seluruh distrik berjumlah total 82.858 buku. Tersebar nya koleksi buku untuk perpustakaan nasional ini dikarenakan belum ada nya fasilitas perpustakaan berskala nasional sehingga buku-buku tersebut (yang kebanyakan merupakan donatur dari instansi tertentu) hanya disimpan di dalam gudang koleksi. 84
Berdasarkan rujukan dari IFLA, tertulis bahwa perpustakaan yang melayani populasi dengan jumlah lebih dari 100,000 jiwaakan menambah 500 judul buku per tahun per 10,000 jiwa, perpustakaan nasional diperkirakan akan menambah 11.703 atau kurang lebih 11.700 judul buku baru per tahun. Jika dihitung dalam jangka satu dekade ke depan, maka Perpustakaan Nasional Timor Leste akan memiliki 84.307 + (11.700 x 10) = 201.307 atau kurang lebih 201.300 judul buku.
Tabel 4.7 Tabel jumlah buku yang disimpan di SEAC berdasarkan klasifikasinya Total Livru 100: FILOSOFIA
46
200: RELIGIAO
59
300: CIENCIAS SOCIAIS
440
400: LIAN/LINGUA
47
500: CIENCIAS NATURAIS
45
600: CIENCIAS APLICADA
123
700: ARTE, MUSIKA, JOGO
85
800: LITERATURA
260
900: HISTORIA E GEOGRAFIA
224
TOTAL
1449
Sumber : Secretario de Estado da Arte e Cultura (SEAC), 2015
Tabel 4.8 Tabel penentuan kapasitas volume koleksi (IFLA) Jenis area koleksi buku
Luas per 1000 judul buku
Area buku referensi (reference books)
10 m2
Area buku pinjaman (lending books)
15 m2
Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
Jika diasumsikan bahwa rasio jenis buku pinjaman dan buku referensi adalah 70-30 %, maka menjadi 70% untuk buku pinjaman dan 30% sebagai buku referensi. Berdasarkan asumsi ini maka luas kasar area untuk buku referensi (reference books) adalah kurang lebih 600 m2 dan luas kasar area untuk buku pinjaman (lending books) adalah 1400 m2
4.3.2.6 Area Staff
85
Berdasakan rujukan dari laporan UNESCO, Standards for Library Service, bahwa perbandingan pegawai dan populasi terlayani adalah 1:2.50018, yaitu 1 orang pegawai dan 2.500 orang. Berdasarkan rujukan tersebut, jumlah pegawai di dalam perpustakaan adalah 93,62 atau kurang lebih 94 pegawai. Tabel 4.9 Tabel penentuan kebutuhan luas ruang pegawai (J.P. Bassnett) Jumlah pegawai
Kebutuhan ruang per jumlah pegawai
1
4,0 m2
10
4,0 m2
20
3,0 m2
50
2,4 m2
100
2,2 m2
>200
2,0 m2
Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
4.4
ESTIMASI LUASAN PROGRAM RUANG Tabel 4.10 Tabel estimasi program ruang dan beserta luasannya
Fungsi
Estimasi pertimbangan
Luas
Perpustakaan Central Hall Lobi
300 m2 200 m2
Front Office Ruang IT Support Area Ruang Multimedia/Komputer Children Library Teenage Library National Archives Library Heritage Library/Reference Journal, News Paper Collection Area Adult Fiction Library Adult Non Fiction Library
64 m2 64 m2 100 m2 320 m2 370 m2 250 m2 285 m2 200 m2 285 m2 285 m2
Ruang diskusi kelompok
Berdasarkan hasil perkiraan perhitungan kasar area yang dibutuhkan untuk menampung semua koleksi buku adalah 2000 m2, dengan asumsi 600 m2 untuk buku referensi dan 1400 m2 untuk buku pinjaman. Luas area tersebut dibagi ke dalam tujuh jenis area koleksi. Kapasitas 30 orang dalam 1 unit. Asumsi kebutuhan 6 unit dengan kapasitas untuk 60 m2 per unit
Ruang fotokopi Auditorium Pre-function, koridor, backstage Ruang seminar/conference Ruang keamanan Toilet 18
60 m2
50 m2 640 m2 600 m2 64 m2 96 m2
Standard yang dipakai di perpustakaan di Amerika Serikat
86
Elevator, Tangga, Koridor
Total 4233 m2 Arsip Ruang Penyimpanan I Ruang Penyimpanan II Ruang Penyimpanan III Ruang Penyimpanan IV Rg. Kerja Departemen Administrasi & Keuangan Rg. Kerja Departemen Logistik & IT Rg. Kerja Departemen Investigasi & Public Access Rg. Kerja Departemen Manajemen Dokumentasi Rg. Kerja Departemen “Acervo Permanente” Rg. Kerja Departemen “Inscricao de Base de Dados” Rg. Kerja Departemen Konservasi & Restorasi Dokumen Laboratorium
Beberapa ruang penyimpanan disertakan juga area riset/membaca bagi pengunjung yang membutuhkan referensi kearsipan. Berdasarkan rujukan perhitungan dari P.J. Bassnett, luasan ruang kerja per pegawai adalah 2,2 m2. Kearsipan dan perpustakaan memiliki fungsi yang berbeda, Saat ini jumlah total pegawai yang bekerja di Kantor Kearsipan negara sebanyak 40 orang. Anggaplah di gedung baru nanti, pegawai kearsipan bertambah menjadi total 100 pegawai.
285 m2 285 m2 285 m2 285 m2
Laboratorium berisikan alatalat khusus dalam proses menjaga kualitas setiap dokumen. Membutuhkan area yang luas dan leluasa.
100 m2
Toilet Elevator, Tangga, Koridor
220 m2
96 m2
Total 1556 m2 Services Lobi Training Room Pantry & Ruang Makan Area Administrasi & Meeting Staff Gudang Ruang Workshop General National Library Storage Ruang Keamanan (CCTV) Ruang Locker
Ruang Kesehatan Ruang ME Engineer Ruang generator set Ruang panel listrik Ruang pompa dan water tank Loading dock Toilet (khusus staff)
Luasan minimum untuk setiap unit adlaah 0,5 m2. Kapasitas untuk 200 unit.
Luasan minimum per unit adalah 1,5 m2. Asumsi kebutuhan 10 unit
128 m2 100 m2 100 m2 100 m2 200 m2 100 m2 300 m2 10 m2 100 m2
10 m2 10 m2 25 m2 20 m2 45 m2 15 m2 15 m2
Total 1278 m2 Ruang Terbuka Publik Kids playground
1000 m2
87
Plaza Rest Space (outdoor) Area Parkir Kendaraan
2500 m2 3500 m2 1300 m2
Total 8300 m2 Commercial Amenities Restoran Kitchen Toko Buku Convenience Store
320 m2 64 m2 100 m2 50 m2
Total 534 m2 Cultural Spaces Amphitheatre Exhibition Area
Conference Centre Auditorium Pre-function, koridor, backstage
Kurang lebih dibutuhkan 30 m2 per area. Asumsi terdapat 4 area pameran.
120 m2
640 m2 Digabungkan bersama dengan auditorium perpustakaan. Menjadi ruang multifungsi.
Total 760 m2
Grand total luas bangunan: 8361 m2 : Sumber : Planning and Design of Library Buildings, Godfrey Thompson, 1974
4.5
KONSEP ORGANISASI RUANG DAN LAYERING
4.5.1 Zonasi Vertikal Konsep zonasi vertikal perpustakaan memperhatikan tiga jenis zonasi yaitu zona noisy, zona quiet dan zona very quiet. Fungsi ruang publik tergabung di zona noisy dimana merupakan area yang ditujukan sebagai ruang interaksi sosial dimana terletak berbagai macam fasilitas publik selain dari fasilitas perpustakaan dan kearsipan sendiri. Fasilitas publik tersebut bisa mencakup area commercial amenities (retail, stores, cafes, etc), cultural spaces ( konser, pameran, pertunjukkan, dll), hingga area berkumpul dan bermain yang terintegrasi dengan outdoor park. Pada zona quiet terletak ruang pertemuan, konferensi dan auditorium. Area ini menjadi area multifungsi yang bisa digunakan untuk pertemuan-pertemuan petinggi negara dan komunitaskomunitas tertentu.
88
Zona teratas adalah zona very quiet dimana merupakan area yang membutuhkan suasana tenang dan rileks karena terletak fungsi utama perpustakaan dan kearsipan yaitu kegiatan membaca dan mencari referensi/informasi. Area ini sendiri terdiri dari berbagai jenis perpustakaan yang tersedia seperti ruang membaca koran, teenage library, heritage library, national archive library, adult fiction dan non fiction library, dll. Dari pembahasan diatas, ketiga zonasi perpustakaan tersebut jika ditata secara vertikal akan terlihat seperti ini :
Diagram 4.10 Diagram pembagian zonasi secara vertikal
4.5.2 Zonasi Horizontal Pada pembagian zonasi perpustakaan secara horizontal berdasarkan tingkat privasi yang berbeda, yaitu, publik, semi-pubik dan servis/pengelola. Pada penerapannya di site, area publik diletakkan di bagian belakang atau samping site dan bukannya di bagian depan. Hal ini dilakukan karena sesuai dengan konsep pride yang diusung, sebuah perpustakaan nasional harus menjadi kebanggaan dan memiliki citra yang baik. Area publik yang diisi dengan area komersil sebaiknya bukan merupakan area dengan pencapaian yang frontal sehingga pada impresi pertama pengunjung ketika tiba di entrance, perpustakaan nasional tidak terlihat seperti sebuah fasilitas komersil yang dipenuhi oleh aktivitas jual beli. Sebaliknya, fungsi cultural spaces yang diusung area publik sendiri bisa diterapkan di area depan karena menyuguhkan berbagai macam pertunjukkan berbasis pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak lain sangatlah mendukung keberhasilan penerapan konsep pride pada perpustakaan nasional Timor Leste. Pada area publik ini juga diterapkan perancangan landscape/taman dilengkapi dengan konsep playscape. Playscape sendiri diangkat menjadi konsep agar desain taman ini nantinya mampu menarik perhatian dan menciptakan interaksi antar 89
pengunjung untuk semua kalangan umur. Pengunjung diajak untuk berada di sebuah lingkungan “pendidikan” yang menyenangkan dan tidak “kaku”. Area kedua adalah area semi-publik dimana merupakan area yang membutuhkan ketenangan dan privasi. Area ini mencakup fungsi ruang baca, ruang arsip, ruang multimedia, auditorium, dll. Agar privasi tetap terjaga, area ini sebaiknya diletakkan jauh dari jalan raya untuk meminimalisir faktor kebisingan lalu lintas. Area servis diharapkan terletak terpisah dari area publik dan terletak pada bagian belakang site. Area ini merupakan area keluar masuk barang-barang yang dibutuhkan di dalam perpustakaan. Area ini juga bisa mencakup emergency exit dalam beberapa kasus.
Diagram 4.11 Diagram pembagian zonasi secara horizontal
4.5.3 Hubungan Antar Ruang Integrasi antar ruang sangatlah penting agar terjadi kesinambungan antar berbagai banyak fungsi yang terdapat di dalam sebuah bangunan. Dalam sebuah program bangunan yang spesifik, sebagai contoh sebuah perpustakaan, pada umumnya terdapat kebutuhan-kebutuhan akan beberapa jenis ruang. Cara bagaimana ruang-ruang tersebut disusun dapat menjelaskan kepentingan relatif dan fungsional atau peranan simbolisnya di dalam organisasi sebuah ruang. Susunan ruang-ruang tersebut yang disebut dengan organisasi-organisasi spasial. Terdapat beberapa macam jenis organisasi-organisasi spasial, yaitu organisasi terpusat, organisasi linier, organisasi radial, organisasi terklaster dan organisasi berdasarkan grid. Dalam desain perpustakaan nasional Timor Leste ini, organisasi yang ditekankan adalah organisasi radial. Organisasi radial didefinisikan sebagai sebuah ruang terpusat yang menjadi sentral organisasi-organisasi linier di sekitarnya. Organisasi ini bersifat terbuka (openplan) yang merupakan sebuah denah terbuka yang terkoneksi keluar dengan lingkungannya. Area sekitarnya merupakan 90
fungsi-fungsi yang saling terhubung dengan titik pusatnya yaitu titik radial itu sendiri. “Lengan-lengan” linier ini saling menuju ke ruang sentral sebagai titik pusat, saling terhubung, bisa dengan dimensi yang sama atau berbeda, fungsi yang sama atu berbeda tetapi tetap mempertahankan keteraturan bentuk organisasinya secara keseluruhan.
Diagram 4.12 Diagram konsep hubungan antar ruang
Dalam penjelasan konsep hubungan antar ruang nya, perpustakaan nasional dan arsip Timor Leste ini mengusung 4 “lengan linier” yang dihubungkan ke satu titik pusat di tengahnya. Keempat “lengan linier” tersebut masing-masing dengan fungsi yang berbeda yaitu fungsi perpustakaan, kearsipan, amenities/fasilitas penunjang dan kultural/kebudayaan. Titik pusat merupakan ruang bersifat openplan/terbuka seperti lobi, grand hall, ruang baca, dan area sirkulasi. Pada groundfloor, dimana merupakan zona noisy, merupakan area dimana terjadi banyak interaksi sosial yang terlihat menarik secara visual dan menyenangkan. Hal ini dilakukan berdasarkan konsep awal yang mengangkat latar belakang pendidikan dan kultural agar mengajak partisipasi masyarakat ke dalam lingkungan perpustakaan yang menyenangkan. Program ruang yang terdapat di lantai dasar ini merupakan ruang-ruang dimana kemungkinan terjadi interaksi dan noise cukup besar, dan merupakan ruang-ruang yang mengusung konsep playscape, antara lain adalah grand hall, lobi, perpustakaan anak, amphitheatre dan plaza, serta commercial amenities seperti café, restoran, toko buku dan convenience stores. 91
Diagram 4.13 Diagram hubungan antar ruang pada groundfloor
Pada lantai dua, yang merupakan zona quiet, merupakan area dimana terletak fungsi-fungsi utama dari bangunan ini. “The Great Reading Hall” menjadi titik pusat dari organisasi radial yang terbentuk dengan dua “lengan linier” utama yaitu fungsi perpustakaan dan kearsipan. Fungsi amenities dan kultural tidak terlihat lagi di lantai ini. Pada fungsi perpustakaan sendiri terdiri dari ruang-ruang seperti teenage library, adult fiction library, adult non-fiction library, heritage library, dan ruang multimedia. Sedangkan pada fungsi kearsipan terdapat ruang penyimpanan arsip yang bersifat open-stack dimana pengunjung bisa melakukan riset/penelitian dan mencari referensi arsip. Ruangruang yang berada di bagian kearsipan adalah ruang penyimpanan I – IV. Area tengah yang merupakan titik pusat tempat bertemu nya dua “lengan linier” adalah area membaca sekaligus area referensi arsip. Pada penerapannya pengunjung mengambil referensi/buku terlebih dahulu, entah ke area perpustakaan atau kearsipan, kemudian membawanya kembali ke bagian tengah dimana merupakan area membaca dan melakukan kegiatan membaca atau meneliti di area tersebut. Selain itu terdapat juga auditorium dan ruang konferensi pada lantai ini, tetapi terletak terpisah dari dua “lengan linier” sebelumnya, sebuah “lengan linier” yang ke tiga pada lantai 2 ini. Area ini berada di tengah tetapi merupakan massa yang terpisah dari “The Great Reading Hall”. Elemen yang menyatukan keduanya adalah ruang sirkulasi seperti elevator dan tangga. 92
Diagram 4.14 Diagram hubungan antar ruang pada lantai 2
Lantai tiga merupakan area dimana membutuhkan ketenangan dan fokus yang tinggi. Area ini adalah area dimana pengelola perpustakaan dan kearsipan bekerja. Fungsi-fungsi yang berada disini adalah ruang-ruang kerja pengelola, ruang meeting pegawai, storages, dan area-area privat yang hanya bisa diakses oleh pegawai. Karena area ini adalah area yang membutuhkan privasi dan keamanan yang tinggi, terdapat juga beberapa fungsi perpustakaan yang membutuhkan privasi yang tinggi seperti quite group study room, ruang membaca koran, dll. Pada area arsip, selain ruang-ruang kerja pengelola, terdapat juga laboratorium dan ruang konservasi arsip. Pada area tengah masih terdapat ruang membaca.
Diagram 4.15 Diagram hubungan antar ruang pada lantai 3
93
4.6
PENDEKATAN ARSITEKTURAL BANGUNAN
4.6.1 Massa Bangunan Berdasarkan latar belakang yang diangkat, Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste ini diharapkan mampu menjadi simbol kebanggaan yang dikagumi secara fungsional maupun visual. Bentuk yang menarik dan ikonik tentu yang dibutuhkan guna menjadi sebuah simbol atau ikon suatu kawasan. Dalam proses penerapannya, perpustakaan nasional mengusung nilai-nilai lokal yang sudah menjadi familiar di lingkungan sekitarnya. Pada konsep bentuk dan tatanan massa nya didasarkan oleh kajian mengenai arsitektur tradisional dan kebudayaan Timor Leste (pembahasan terletak pada bab III). Hal ini dilakukan agar terjadi sebuah “dialog” antara bangunan baru perpustakaan dengan rumah-rumah tradisional di sekitar nya. “Dialog” tersebut yang membuat pengunjung yang datang akan merasa familiar dan bangga berada di area tersebut dan bukannya merasa tertekan akan sebuah bentuk yang baru atau tak dikenal. Dalam proses penerapan bentuk dan nilai tradisional ke sebuah bangunan baru didasarkan oleh elemen-elemen arsitektur tradisional itu sendiri, seperti misalnya elemen atap, atau bentuk denah, atau material konstruksi, ataupun ornamen nya. Pengaplikasiannya ke dalam sebuah bangunan baru jelas bukan secara ecletic (mentah) melainkan lebih ke pendekatan secara abstraksi dan geometris yang dikemas secara elegan dalam perancangan bentuk, fasad atau tatanan massa bangunan baru itu sendiri. Tatanan Massa Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste terdiri dari 5 elemen massa utama. Masing-masing massa mengusung fungsi yang berbeda tetapi saling terkoneksi melalui massa yang terletak di tengah.
94
Diagram 4.16 Konsep massa bangunan
4.6.1.1 Transformasi Bentuk Tradisional Timor Leste Dalam Perancangan Bangunan Perpustakaan yang Kontemporer Pada bagian ini akan ditunjukkan “patterns” yang berhubungan dengan elemen fisik, fungsional dan spasial dari rumah-rumah tradisional Timor Leste. Patterns yang didapat ini berdasarkan dari kajian mengenai arsitektur tradisional Timor Leste yang telah dibahas di bab sebelumnya. Analisis patterns lebih mengarah ke rumah-rumah yang berada di dataran rendah dikarenakan memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya. Selain itu, site perpustakaan nasional juga terletak di kota Dili yang merupakan kota pada dataran rendah. Setelah pengenalan mengenai setiap pattern yang ada, sebuah rekomendasi desain akan dibuat guna menentukan apa patterns arsitektur tradisional tersebut bisa diterapkan pada arsitektur Timor Leste saat ini (kontemporer). Deskripsi dari masing-masing elemen tersebut mencakup:
Elemen fisik Elemen fisik adalah komponen-komponen yang digunakan untuk mengorganisir fungsi-fungsi di dalam rumah ke bagian-bagian tertentu : dinding, lantai, balok, dan kolom.
Elemen fungsional Elemen
fungsional
adalah
komponen-komponen
yang
digunakan
untuk
mengakomodasi hubungan antar setiap bagian yang telah dibagi oleh elemen fisik : pintu, jendela, tangga, kitchen set.
Elemen spasial Elemen spasial adalah sebuah bagian yang dikelilingi oleh elemen fisik dan elemen fungsional: kamar, selasar, dapur, kamar mandi, gudang.
Sebuah rumah, secara keseluruhan nya merupakan kombinasi dari elemen fisik, fungsional dan spasial. Begitu juga dengan sebuah ruang, sebagai bagian dari rumah, merupakan kombinasi dari ketiga hal tersebut. Dua ilustrasi di bawah ini menunjukkan elemen fisik, fungsional dan spasial dari sebuah rumah, baik eksterior maupun interior.
95
Gambar 4.11 Rumah secara keseluruhan merupakan kombinasi dari elemen fisik, fungsional dan spasial
4.6.1.1.1 Patterns Berdasarkan Elemen Fisik Rumah Tradisional 1. Dinding Bagian dinding pada rumah-rumah tradisional di Timor Leste terbuat dari material bambu dan daun “palapa”. Bambu berfungsi sebagai kerangka nya dan daun palapa sebagai penutup kerangka.
Gambar 4.12 Dinding rumah tradisional mengurangi suhu panas masuk ke interior rumah
Material ini tidak susah didapat di sekitar rumah. Penggunaan dinding ini terbukti cukup efisien dalam mengatasi masalah “heat prevention” karena mampu
96
menetralisir suhu panas ketika mencapai interior rumah dan mendinginkannya kembali dengan cepat.
Gagasan Desain I Pattern dinding di rumah tradisional Timor Leste ditujukan untuk mengurangi suhu panas yang masuk ke interior rumah, Karena bambu dan daun palapa tidak dimungkinkan penggunaan nya pada dimensi bangunan yang sangat besar seperti perpustakaan nasional karena dilihat dari segi perawatan dan biaya nya yang akan sangat mahal dan ketersediaan material yang minim, maka pattern yang bisa diambil dari dinding tradisional adalah konsep untuk mengatasi masalah heat prevention dan direct sunlight. Dalam perancangan yang kontemporer, penggunaan double fasad bisa diaplikasikan guna mengatasi masalah tersebut.
Gambar 4.13 Double fasad berfungsi mengurangi panas dan direct sunlight ke dalam ruangan
2. Levelling Lantai Rumah-rumah tradisional Timor Leste, terutama yang terletak di dataran rendah, terbagi dalam 3 plataforma levelling lantai. Level paling bawah (70-80cm) merupakan platform entrance yang bersifat terbuka karena fungsinya yang merupakan selasar, tempat dimana terjadi interaksi sosial antar penghuni rumah dan tamu. Kemudian terdapat platform intermedia (tengah) dengan tinggi 1m dari tanah yang disebut dengan “labish”. Area “labish” merupakan area terjadinya seluruh kegiatan utama dalam rumah seperti makan, belajar, dan tidur. Platform tertinggi yaitu area servis yaitu gudang dan dapur yang dengan ketinggian 1,5 m dari permukaan tanah. 97
Gambar 4.14 Perbedaan levelling lantai pada rumah tradisional
Gagasan Desain II
Gambar 4.15 Zonasi vertikal perpustakaan berdasarkan filosofi levelling lantai pada rumah tradisional
Konsep berbedanya ketinggian lantai pada rumah tradisional menjadi pertimbangan
perancangan
zonasi
vertikal
dari
perpustakaan
nasional.
Perpustakaan nasional akan memiliki 3 lantai dimana lantai ke 2 merupakan “labish” dari bangunan tersebut, tempat terjadi nya aktivitas utama seperti membaca dan belajar. Lantai 3 merupakan area servis dan perkantoran, sesuai dengan ideologi levelling paling tinggi dalam rumah tradisional yang merupakan area gudang dan dapur (servis). Sedangkan pada lantai 1 merupakan area publik (commercial amenities, book store, plaza, etc.), tempat terjadi nya interaksi antar pengunjung perpustakaan 98
3. Atap Rumah tradisional tidak menggunakan plafon sehingga pada area “labish”, atap terlihat tinggi dan sirkulasi udara mengalir dengan baik.
Gambar 4.16 Area “labish” tidak menggunakan plafon
Selain itu pada bagian eksterior, terdapat elemen pemberat yang disebut “traves” yang terbuat dari kayu digunakan agar menjaga kestabilan atap. Rumahrumah tradisional ini juga identik dengan bentuk atap pada bagian paling atas yang tampak seperti “mahkota” rumah.
Gambar 4.17 “Traves” dan “mahkota” atap pada rumah tradisional
“Mahkota” tersebut sebenarnya merupakan representasi sebuah kapal terbalik dimana mencerminkan simbol kekuasaan dan nilai-nilai mistis dari para leluhur. Adapun bentuk dari “mahkota” tersebut bermacam-macam tergantung dari kasta keluarga yang tinggal di rumah tersebut. 99
Gagasan Desain III Pattern yang bisa diambil dari atap rumah tradisional ini adalah kesan monumental yang terlihat dari tidak ada nya penggunaan plafon dalam ruangan. Pada area Reading Hall, dimana terdapat pusat kegiatan dari perpustakaan, tidak menggunakan plafon datar guna menghilangkan kesan sempit dan tertekan. Konsep penerapan nya seperti pada area “labish” pada rumah tradisional,
Gambar 4.18 Reading Hall diibaratkan sebagai “labish” dengan tidak digunakan plafon dalam perancangannya
Pattern lain yang bisa diambil adalah bentuk dan makna dari “mahkota” atap yang ditransformasikan ke sebuah geometri dan material konstruksi yang kontemporer. Skylight dengan material transparan mampu merepresentasikan “mahkota” atap tersebut. Dari sisi filosofis, skylight membiarkan sinar matahari masuk dari atas yang menggambarkan masa depan bangsa yang cerah sesuai kehendak para leluhur di atas. Sedangkan dari segi visual, skylight akan terlihat kontras dengan material atap lainnya sehingga kesan sebagai “mahkota” akan terlihat jelas.
100
Gambar 4.19 Penerapan konsep “mahkota” pada desain kontemporer
4. Jendela/Bukaan Rumah tradisional tidak menggunakan jendela tetapi menggunakan ventilasi dan bukaan-bukaan tertentu. Cahaya matahari masuk ke interior rumah melalui sekat-sekat pada dinding, pintu dan lantai yang terbuat dari rangka bambu dan tatanan daun palapa. Jika dilihat dari konteks seluruh rumah, terbagi dalam dua bagian, yaitu bagian gelap yang merupakan bagian dari labish dan area servis yang ditutup oleh dinding bambu. Bagian terang terletak pada area selasar/entrance dimana tidak terdapat dinding karena merupakan area terbuka.
Gambar 4.20 Analisis pencahayaan pada rumah tradisional
Gagasan Desain IV Adanya bagian gelap dan bagian terang dalam rumah tradisional diaplikasikan ke dalam konsep pencahayaan bangunan perpustakaan. Area koleksi perpustakaan dan arsip dianggap merupakan bagian gelap dan area sirkulasi dan reading hall pada bagian tengah dianggap merupakan bagian terang tempat terjadinya interaksi sosial. Area tengah ini juga merupakan entrance.
Gambar 4.21 Konsep pencahayaan pada bangunan perpustakaan
101
Pada bagian gelap digunakan material massive pada fasadnya dengan bukaanbukaan kecil yang berfungsi sebagai ventilasi. Sedangkan pada bagian terang berupa void dan solid yang menggunakan material transparan seperti kaca.
Gambar 4.22 Konsep pencahayaan berdasarkan material fasad pada bangunan perpustakaan
5. Kolom Pada setiap konstruksi rumah tradisional di Timor Leste, penyangga atap dan penyangga lantai merupakan dua komponen struktur yang berbeda. Dari segi dimensi penyangga atap memiliki dimensi yang lebih besar dibandingkan dengan penyangga lantai.
Gambar 4.23 Visualisasi penyangga atap dan lantai yang merupakan dua komponen struktur berbeda dalam rumah tradisional
Gagasan Desain V Pattern yang diambil adalah perbedaan kedua komponen ini secara fungsi struktur. Pada bangunan perpustakaan elemen kolom secara struktur merupakan kolom menerus sehingga kolom tersebut menyangga lantai dan atap sekaligus. Akan sangat mahal jika diterapkan dua struktur penyangga yang berbeda. Pattern yang bisa diaplikasikan ke bangunan perpustakaan nanti bisa berdasarkan perbedaan 102
material. Kolom penyangga atap dan bangunan utama menggunakan material concrete sedangkan kolom penyangga ramps sirkulasi bermaterialkan baja.
Gambar 4.24 Perbedaan material antara kolom penyangga atap dan kolom penyangga ramps sirkulasi
4.6.1.1.2 Pattern Berdasarkan Elemen Spasial Rumah Tradisional 6. Ruangan (Rooms) Studi mengenai pola ruang ke tujuh rumah tradisional berdasarkan analisis tiga rumah tradisional yang terletak di dataran rendah dan ketiga rumah tersebut dijadikan sebagai prototype perancangan. Ketiga rumah yang dianalisis adalah rumah tradisional Suai, Viqueue, dan Oecussi. Secara umum ketiga nya memiliki banyak kemiripan dalam perancangan dikarenakan lokasi ketiganya yang berada di dataran rendah. Seperti misalnya, ketiga rumah memiliki selasar yang berfungsi sebagai entrance rumah. Ketiga nya juga memiliki “labish” (area untuk tidur, makan dan belajar), yang terletak pada bagian tengah setelah melewati area selasar. Pada bagian belakang terletak area servis seperti gudang dan dapur.
103
Gambar 4.25 Analisis pola ruang pada rumah tradisional Timor Leste
Gagasan Desain VI Dalam aplikasi konsep ruangan pada rumah tradisional tersebut, dirumuskan bahwa desain perpustakaan nasional terbagi dalam 3 zonasi utama. Zona publik seperti plaza, lobby dan cultural facilities terletak pada bagian depan dan berfungsi sebagai “welcome gate” perpustakaan. Zona tengah adalah zona utama perpustakaan seperti ruang koleksi, area membaca, auditorium, dll. Zona terakhir yang terletak pada bagian belakang adalah zona amenities seperti toko buku, restoran dan convenience stores.
Gambar 4.26 Alternatif pola ruang perpustakaan
104
7. Common Place
Gambar 4.27 Area selasar sebagai common place pada rumah tradisional
Common place adalah bagian spasial dari rumah yang bersifat spesial dan menarik. Common place pada rumah tradisional Timor Leste dianggap adalah area selasar dan entrance. Area selasar ini merupakan area dimana terjadi interaksi antar pengguna rumah dengan pengguna lainnya atau pengguna dengan tamu nya. Pada area ini mereka menikmati suasana sekitar dengan obrolan-obrolan santai disertai oleh makanan beserta minuman yang disuguhkan. Terjadi interaksi sosial yang menarik di dalamnya. Terdapat elemen menarik dari area selasar ini yaitu “esteiras de palapa” atau anyaman dari daun palapa yang berfungsi melindungi area selasar dari panas matahari pada siang hari. “Esteiras” ini dapat dilepas dan disimpan, terutama pada sore hari ketika ramai nya aktivitas pada area selasar. Pada malam hari area selasar kembali ditutup dengan “esteiras” ini agar menjaga privasi pengguna rumah dan melindungi rumah dari gangguan pencuri.
Gagasan Desain VII Pattern selasar ini menjadi hal yang menarik untuk diterapkan karena mengusung nilai sosial yang tinggi di area tersebut. Area selasar ini diletakkan di antara dua bangunan untama dan berfungsi sebagai ruang sirkulasi dan interaksi pengunjung. Area ini mencakup lobby, cultural facilities, dan commercial amenities. 105
Gambar 4.28 Area selasar sebagai common place pada bangunan perpustakaan
Penggunaan “esteiras de palapa” sebagai pelindung aktivitas yang terjadi dari gangguan panas matahari dan hujan, menjadi pertimbangan khusus pada perancangan area selasar perpustakaan. Area ini ditutup oleh semacam “dome” guna melindungi area publik ini dari sinar matahari dan hujan. Rangka “dome” ini terbuat dari material stainless yang membentuk pola dari kain-kain tradisional Timor yang unik. Material penutup nya menggunakan material transparan yang dilapisi oleh double fasad agar tetap memberi kesan outdoor dan luas.
Gambar 4.29 “Dome” berfungsi melindungi area selasar dari kondisi iklim seperti panas dan hujan
Menggarisbawahi karakteristik-karakteristik konseptual dari rumah tradisional Timor Leste dan mencoba mengaitkan adaptasi nya ke desain bangunan perpustakaan yang kontemporer adalah perihal yang coba dilakukan pada pembahasan ini. Para “designers”, non-arsitek, rumah tradisional, mengaplikasikan pengetahuannya guna menciptakan lignkungan yang selaras dimana rumah-rumah yang dibangun seakan “berdialog” 106
dengan nilai-nilai pribumi/lokal yang ada di sekitarnya. Atau dengan kata lain, rumah-rumah tradisional yang mereka bangun cocok/well-suited dengan kondisi iklim dan topografi sekitar. Di zaman modern sekarang, rumah-rumah tradisional tersebut tergantikan oleh rumahrumah modern, atau bisa disebut western-style house. Semuanya tersedia untuk konstruksi sebuah bangunan , mulai dari material, teknik, dan pekerja. Seharusnya arsitek memiliki peran penting dalam mengaplikasikan konsep rumah tradisional yang selaras dengan lingkungan sekitarnya itu ke dalam desain bangunan kontemporer menyesuaikan dengan zaman. Misalnya, melalui analisis yang dilakukan pada rumah tradisional, bisa dilihat bahwa semua rumah memiliki solusi desain dalam mengatasi masalah iklim tropis. Dengan begitu, faktor iklim tropis ini harus dijadikan pertimbangan dalam merancang sebuah bangunan baru di kawasan tersebut. Sangatlah penting, rumah-rumah tradisional ini dipelajari dan dianalisis lebih lanjut dalam rangka bagi kita untuk belajar bagaimana memasukkan nilai-nilai khas dari rumah-rumah tersebut ke dalam sebuah struktur baru pada zaman yang berbeda.
4.6.1.1.3 Elemen Ikonik Salah satu ikon dari arsitektur Timor Leste adalah bentuk dan proporsi atap dari rumah adat Dagada (Lautem). Bentuk rumahnya berbeda dengan rumah adat lainnya dan memiliki dimensi atap yang tinggi. Atap rumah adat ini pada umumnya cukup sering digunakan sebagai konsep perancangan bangunan-bangunan vernakular di Timor Leste karena bentuknya yang unik dan memiliki citra tersendiri karena kesan monumental yang dimilikinya.
Gambar 4.30 Atap dagada dalam konsep penerapan nya di bangunan-bangunan di Timor Leste
107
Sumber : google.com, 2015
Elemen ikonik lainnya yang cukup familiar adalah “arch” yang mencakup selasar yang sering terlihat pada bangunan-bangunan kolonial.
Gambar 4.31 Arch sebagai ciri khas bangunan-bangunan di Timor Leste Sumber : google.com, 2015
Walaupun bukan menjadi elemen dari arsitektur rumah tradisional Timor Leste, tetapi arsitektur kolonial tersebut menjadi sejarah perkembangan arsitektur Timor Leste sendiri. Masih banyak terlihat pada gedung-gedung pemerintah dan bahkan rumah-rumah warga penggunaan arch ini. Beberapa paparan tentang elemen ikonik dalam arsitektur Timor Leste inilah yang menjadi pertimbangan perancangan bentuk dan fasad Perpustakaan dan Arsip Nasional sehingga pada aplikasinya nanti dapat terjadi sebuah “dialog” antar bangunan perpustakaan dengan sekitarnya sekaligus menciptakan kesan familiar dan rasa memiliki dan juga kebanggaan dari masyarakat lokal akan elemen ikonik mereka, yaitu perpustakaan nasional mereka sendiri. Bentuk atap Dagada hadir dalam bentuk perpustakaan nasional melalui transformasi yang sederhana. Setelah mendapat bentuk geometris nya, kemudian di rotate 180 derajat yang membuat bagian paling ujung atap dagada terlihat seperti 3 barisan kolom penyangga. Desain perpustakaan nantinya tampak terlihat seperti bentuk atap dagada yang terbalik.
108
Gambar 4.32 Transformasi bentuk atap dagada pada bentuk bangunan perpustakaan
Penerapan unsur arch kolonial dalam aplikasi nya mungkin bisa tidak terlihat secara frontal, misalnya pengaplikasiannya terletak pada desain jendela dan bukannya pada desain kolom kubah nya. Desain jendela-jendela perpustakaan dapat menggunakan proporsi dari arch tersebut dengan jarak pengulangan yang sama sehingga kesan familiar masih terlihat.
Gambar 4.33 Transformasi bentuk arch pada bentuk bangunan perpustakaan
Dalam proses menciptakan ikon/elemen kebangaan yang mencerminkan identitas nasional, digunakan konsep permeabilitas, yaitu terpisah tetapi tidak secara visual. Diharapkan secara visual orang melihat bangunan Perpustakaan dan Arsip Nasional bukan sebagai sebuah bangunan massive dengan 5 massa utama, tetapi sebagai sebuah representasi identitas Timor Leste sendiri. Proses artikulasi bentuk tradisional ke dalam perancangan Perpustakaan dan Arsip Nasional Timor Leste ini layaknya sebuah gambar karikatur. Seorang artist menggambar sebuah karikatur berdasarkan seorang sosok/tokoh aktual yang dikenal oleh banyak orang dan lingkungan sekitar. Seperti pada contoh jika orang membuat karikatur dari seorang Abdurrahman Wahid atau yang biasa 109
dikenal dengan Gus Dur (Presiden RI ke-4). Yang terlintas di pikiran sang artist dan semua orang adalah ciri khas Gus Dur sendiri secara visual yaitu bentuk wajah nya yang bulat, dengan kacamata nya yang besar bersama dengan peci yang selalu digunakannya. Berdasarkan apa yang “familiar” dengan Gus Dur inilah yang harus ditunjukkan dalam gambar karikatur yang akan dibuat. Pengertian akan seorang sosok Gus Dur dalam bentuk karikatur jelas sangat berbeda jika disajikan dalam bentuk sebuah foto. Jika itu adalah foto Gus Dur, hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat nyata. Berbeda jika disajikan dalam sebuah karikatur, bukanlah persis sama secara representasi visual, melainkan sebuah produk yang dikemas dari penggabungan apa yang menjadi khas dari Gus Dur dengan style menggambar yang hanya dimiliki oleh sang artist. Dari contoh inilah yang menjadi bahan pemikiran bagaimana proses artikulasi arsitektur Timor Leste secara bentuk dapat “dituangkan” ke dalam desain perpustakaan nasional nantinya dan bukan merupakan sebuah produk foto yang sangat nyata yaitu penerapan secara ecletic (mentah) melainkan sebuah produk karikatur yang mengusung nilai-nilai khas dari arsitektur Timor Leste yang diketahui oleh banyak orang dan diolah dengan style sang arsitek sendiri dan intrepretasi sang arsitek itu sendiri.
4.6.2 Fasad Zonasi perpustakaan nantinya akan terbagi ke dalam 5 zonasi utama yaitu zona perpustakaan, zona arsip, zona komersil, zona reading hall dan zona kultural. Pengolahan fasad bangunan akan lebih banyak dilakukan pada zona kultural dan zona conference reading hall dikarenakan letak kedua nya yang berada di tengah site sekaligus menjadi penghubung zona-zona yang lainnya. Fasad yang akan digunakan pada kedua zona ini bernuansa kearifan lokal dan budaya Timor Leste dan “tais” (kain tradisional Timor Leste) dianggap mencerminkan ciri khas kebudayaan bangsa. Motif-motif yang terletak pada “tais” dalam proses transformasinya menjadi geometrigeometri sederhana dengan diaplikasikan dalam material konstruksi di jaman modern saat ini, misalnya seperti baja, metal atau kaca. Fasad yang dinamis juga akan terlihat pada kedua zona di bagian tengah ini sesuai dengan fungsi kedua zona yang mengusung interaksi sosial yang tinggi di dalamnya. Lain hal pada fasad bangunan di zona perpustakaan dan arsip. Kedua zona ini yg lebih bersifat formal sehingga fasad akan lebih terkesan massive dengan sedikit bukaan-bukaan yang asimetris. Faktor lain yang dipertimbangkan penggunaan fasad massive di kedua zona ini adalah fungsi yang diusung kedua nya dimana terletak koleksi buku dan kearsipan. Fasad yang terlalu transparan dan 110
terbuka akan membiarkan banyaknya sinar matahari masuk dan akan berdampak pada keamanan kualitas buku dan dokumen dimana terdapat standar-standar tertentu untuk proses konservasi dokumen kearsipan dan buku-buku. Fasad pada bagian komersil yang terletak di area belakang site akan bersifat transparan dengan penggunaan material kaca. Hal ini dimaksudkan agar fokus visual para pengunjung tetap kepada bangunan perpustakaan dan arsip yang bersifat massive dan “heavy”. Fasad kaca memberi kesan transparansi, “ringan” dan luas.
Diagram 4.17 Konsep fasad pada bangunan perpustakaan
4.6.3 Sirkulasi Ruang Luar
Diagram 4.18 Konsep sirkulasi ruang luar dengan 3 entrance pada bangunan perpustakaan
111
Guna mencapai area lobby utama yang menghubungkan dua massa utama perpustakaan dan arsip terdapat 3 entrance yang bisa digunakan oleh pengunjung. Adanya 3 entrance ini dimaksudkan agar menunjang konsep dinamis dan atraktif yang diterapkan oleh bangunan perpustakaan. Menciptakan “different sense of belonging” adalah konsep utama pada sirkulasi ruang luar. Ketiga titik entrance mengarah ke massa pada bagian tengah yang adalah pusat area sirkulasi (lobby, hall, elevator, stairs) antar seluruh massa bangunan.
Entrance 1
Entrance 1 terletak pada bagian timur site dan orientasi nya mengarah ke Istana Kepresidenan yang berjarak sekitar 500 m dari site. Hal ini yang menjadi pertimbangan dalam desain entrance agar terjadi koneksi yang bersinambungan antara bangunan perpustakaan nasional dan Istana Kepresidenan. Massa bangunan terdekat yang terletak pada entrance 1 ini adalah massa perpustakaan yang dalam konsep bentuknya menerapkan konsep umpak sehingga transformasinya dalam desain berupa ruang terbuka dengan barisan kolom-kolom penyangga massanya. Sirkulasi kearah massa sirkulasi di tengah melewati barisan kolom-kolom sebelum masuk ke lobby utama.
Entrance 2
Entrance 2 terletak pada bagian utara site dan orientasi mengarah ke jalan utama. Jika dibandingkan dengan kedua entrance lainnya, entrance 2 merupakan yang paling diutamakan karena posisi nya yang mengarah tepat ke massa tengah yang merupakan penghubung seluruh massa bangunan. Entrance ini akan melewati mini-amphitheatre tempat pertunjukkan kultural yang bersifat outdoor sebelum masuk ke dalam lobby.
Entrance 3
Entrance 3 terletak pada bagian selatan site yang bersebelahan dengan area perkebunan pohon pisang. Entrance ini disambut oleh area commercial amenities seperti toko buku, convenience stores dan restoran. Setelah melewati area komersil, pengunjung diarahkan langsung menuju ke lobby utama. Ketiga entrance ini diharapkan mampu memberi ekspresi sirkulasi yang dinamis dan tidak monoton dengan konsep “different sense of belonging” yang diusung oleh masing-masing entrance yang semua nya mengarah ke satu titik pusat atau massa penghubung antar seluruh massa lain di sekitarnya.
4.6.4 Landscape 112
Penataan landscape pada perpustakaan nasional memberi kesan formal sekaligus dinamis. Pohon-pohon tinggi seperti pinus diletakkan di sepanjang pinggiran site dan berfungsi sebagai peredam kebisingan sekaligus mencegah masuknya sinar matahari secara frontal ke dalam bangunan. Poho-pohon seperti ini juga diletakkan di area ketiga entrance menjadi sebagai welcome gate. Sedangkan pada bagian tengah sengaja tidak terdapat pepohonan tinggi agar tidak mengurangi kesan monumental bangunan . Terdapat bukaan-bukaan hijau yang didesain secara dinamis pada area tengah dengan penggunaan tanaman-tanaman yang tidak tinggi. Elemen air juga terlihat pada desain landscape dengan adanya kolam-kolam yang berbentuk dinamis. Kolam-kolam ini terletak pada setiap bagian entrance dan juga terdapat kolam dengan dimensi lebih besar pada area sekitar massa tengah (sirkulasi, ruang baca, lobby). Elemen air ini memberi nuansa tenang dan damai. Pada bagian barat site, terletak area rest space yang dilengkapi dengan fasilitas kids playground, kursi dan meja taman, dan free Wi-Fi area yang diperuntukkan untuk pengunjung yang ingin mengerjakan sesuatu dengan nuansa outdoor dan anak-anak yang ingin bermain di taman.
Diagram 4.19 Konsep landscape yang memberi kesan formal sekaligus dinamis
4.6.5 Utilitas Bangunan
Pencahayaan
Dalam perancangan perpustakaan, faktor pencahayaan menjadi sangat vital guna mengakomodasi kegiatan di dalam nya. Terdapat dua sistem pencahayaan yang digunakan, yaitu 113
pencahayaan alami dan pencahayaan buatan yang berdasarkan kepada kebutuhan, fungsi dan pengguna ruang. Semua ruangan dilengkapi dengan pencahayaan buatan yang dinyalakan apabila diperlukan. Pencahayaan di dalam perpus bersifat indirect sehingga cahaya yang dihasilkan merata ke seluruh ruangan. -
Alami
Pemanfaatan pencahayaan alami pada bangunan dimanfaatkan semaksimal mungkin, hal ini dilakukan dengan merancang bukaan dan permainan elemen transparan pada zonasi yang tepat, seperti misalnya pada area ruang baca karena membutuhkan banyak cahaya dan bukannya pada area koleksi yang harus terhindar dari sinar matahari langsung. -
Buatan
Pencahayaan buatan diaplikasikan ke seluruh ruangan dalam bangunan. Penempatan sumber cahaya harus mempertimbangkan penataan koleksi di dalam ruang perpustakaan. Cahaya matahari dihindarkan dari interaksi langsung dengan area koleksi karena dapat menyebabkan koleksi rusak. Penempatan posisi lampu juga harus diperhatikan terlebih pada ruang multimedia diamana sebaiknya cahaya lampu tidak menyinari layar monitor secara direct, karena menyebabkan silau dari pantulan cahaya yang didapat.
PENCAHAYAAN ALAMI
transparan: bukaan/kaca
kisi-kisi
114
PENCAHAYAAN BUATAN
Hidden Light
Diagram 4.20 Konsep pencahayaan alami dan buatan Perpustakaan Nasional Timor Leste
Penghawaan
-
Cross ventilation
Penggunaan sistem cross ventilation ini agar membiarkan udara alami dari luar masuk ke interior bangunan perpustakaan agar mencegah kelembapan dan panas. Penerapan konsep ini dilakukan dengan cara memberikan bukaan-bukaan, seperti pada umumnya diterapkan pada lobby, dan area toilet. -
Air Conditioner (AC)
Penghawaan buatan digunakan untuk ruang-ruang yang membutuhkan pengkodisian khusus dan digunakan dengan jangka waktu yang lama. Ruangan-ruangan yang dianjurkan menggunakan penghawaan buatan adalah : ruang koleksi, ruang baca, ruang multimedia, ruang diskusi, auditorium, meeting room dan ruang pengelola.
115
Alami – Bukaan
AC
Diagram 4.21 Konsep penghawaan Perpustakaan Nasional Timor Leste
Peredam Kebisingan
Sebuah perpustakaan membutuhkan suasana ruang yang kondusif guna mendukung aktivitas utama di dalamnya, yaitu membaca. Suasana ruang baca yang tenang dan tidak berisik menjadi hal mutlak yang harus diperhatikan. Dalam perkembangannya, perancangan perpustakaan pada zaman modern ini telah jauh berkembang dengan adanya integrasi antara fungsi perpustakaan dengan fungsi-fungsi lainnya guna menarik minat pengunjung untuk datang. Fungsi-fungsi yang diintegrasikan pada perancangan perpustakaan nasional dan arsip Timor Leste, seperti misalnya fungsi komersil dan kultural yang tentu akan menciptakan banyaknya interaksi sosial dan hal itu menjadikan suasana menjadi ramai. Sangat diharapkan suasana pada fungsi perpustakaan tidak terganggu. Agar menjaga hal tersebut, dapat dilakukan beberapa cara guna meredam kebisingan yang terjadi di sekitar area perpustakaan, antara lain :
-
Vegetasi
Vegetasi diletakkan pada area sekitar perpustakaan, terutama yang berbatasan langsung dengan titik interaksi sosial dan lalu lintas. Peletakkan vegetasi dirancang secara estetis dan tidak menghalangi view pengunjung ke arah perpustakaan. Vegetasi ini dimanfaatkan sebagai barrier.
116
-
Ruang Transisi
Area taman dan parkir yang terkesan seperti “selasar” bangunan perpustakaan berfungsi sebagai ruang transisi yang mengurangi intensitas kebisingan sampai ke dalam bangunan perpustakaan.
-
Massa Bangunan
Massa bangunan diletakkan jauh dari jalan raya sebagai upaya untuk mengurangi kebisingan dalam ruang perpustakaan. Posisi massa bangunan ini tergantung oleh peraturan pmerintah akan batas-batas sempadan jalan.
117