BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Benturan kepentingan yang seringkali terjadi antara pihak prinsipal (pemegang saham) dan pihak agen (manajemen) dapat menyebabkan adanya asimetri informasi. Asimetri informasi apabila digunakan dalam proses pengambilan keputusan tentunya dapat mengurangi kualitas keputusan yang diambil karena informasi tersebut bersifat bias. Untuk meminimalkan jumlah asimetri informasi ini diperlukan evaluasi terhadap laporan keuangan yang dalam pelaksanaannya, pihak prinsipal membutuhkan pihak ketiga yang berkompeten dan bersifat independen. Akuntan publik adalah pihak eksternal yang memiliki peran penting dalam memberikan opini atas tingkat kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Untuk mendapatkan opini yang sesuai, akuntan publik harus membandingkan dokumen-dokumen transaksi perusahaan dengan fakta yang sebenarnya. Dalam memberikan opini, akuntan publik harus independen agar laporan keuangan dan opini audit dapat memberikan informasi yang andal. Keandalan informasi akan mempengaruhi kualitas dari keputusan yang diambil. Hubungan auditor dan klien menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam suatu perikatan. Menjaga hubungan baik dengan klien memang hal yang penting, akan tetapi auditor harus dapat mempertahankan sikap skeptis agar dapat memberikan professional judgement (pertimbangan profesional) dengan baik. Sikap skeptis inilah yang dapat menjadi pegangan agar auditor tetap independen dalam
1
menjalankan tugasnya. Oleh karena itu perlu adanya pembatasan sejauh mana hubungan auditor dan klien. Baik tidaknya hubungan auditor dan klien umumnya sangat dipengaruhi oleh masa perikatan auditor dan klien (audit tenure). Semakin lama masa perikatan membuat auditor semakin memahami kondisi klien. Regulator menduga semakin panjang waktu audit (hubungan auditor-klien yang lama), maka auditor akan semakin sering mengkompromikan pilihan akuntansi dan pelaporan klien dalam bisnisnya sehingga mengurangi independensi audit (Siregar et al., 2011). Berdasarkan fakta tersebut, maka dikeluarkan konsep rotasi auditor (auditor rotation). Rotasi auditor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rotasi pada tingkat KAP (audit-firm rotation) dan rotasi pada tingkat akuntan publik (audit-partner rotation). Rotasi akuntan publik sudah banyak diadopsi oleh banyak negara di dunia, akan tetapi hingga saat ini, rotasi KAP masih menjadi perdebatan antara praktisi dan dewan standard akuntansi (Siregar et al., 2012). Skandal akuntansi yang terjadi di perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat seperti Enron, WorldCom, Xerox, dan perusahaan farmasi Merck pada awal bulan Juni 2002 telah mengakibatkan turunnya kepercayaan publik terutama investor di pasar modal terhadap pelaporan keuangan yang dilakukan perusahaan. Skandal akuntansi serupa juga terjadi pada Telkom dan Indofarma yang mengharuskan penilaian kembali laba yang dilaporkan perusahaan pada periode yang lalu. Akuntan publik yang mengaudit perusahaan yang terkena skandal akuntansi tersebut juga tergolong KAP yang berukuran besar dan mempunyai reputasi di bidang keuangan, namun ternyata hal itu tidak menjamin bahwa
2
laporan keuangan perusahaan mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya (Riyatno, 2007). Fakta-fakta tersebut mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan aturan mengenai rotasi wajib auditor yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002. Rotasi KAP ditetapkan selama 5 tahun buku dan rotasi akuntan publik ditetapkan selama 3 tahun buku. Auditor atau KAP yang sama dapat memberikan jasa audit kembali setelah tidak mengaudit perusahaan yang sama selama 1 tahun buku. Pada tahun 2008, keputusan menteri keuangan tersebut mengalami revisi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Dalam peraturan yang baru disebutkan bahwa rotasi KAP ditetapkan selama 6 tahun buku dan rotasi akuntan publik tetap selama 3 tahun. Untuk masa peralihan tetap selama 1 tahun buku sama seperti KMK tahun 2002. Pemberlakuan peraturan ini menimbulkan banyak pro dan kontra dari para akademisi dan praktisi hampir di seluruh dunia, begitu juga di Indonesia. Pendukung rotasi auditor berpendapat bahwa rotasi auditor dapat meminimalkan adanya potensi penurunan independensi oleh auditor. Apabila rotasi cukup sering dilakukan, maka auditor yang baru dapat menilai dan memperbaiki potensi penurunan independensi oleh auditor sebelumnya. Pendapat lain yang mendukung dilakukannya rotasi adalah rotasi auditor memungkinkan adanya informasi baru atas perusahaan. Auditor yang baru dapat memberikan pandangan baru atas kondisi perusahaan yang dapat meningkatkan potensi pemberian pertimbangan profesional yang baik. Informasi baru yang didapatkan dapat mendorong auditor untuk melakukan inovasi terhadap langkah-langkah yang ditempuh selama melakukan audit atas suatu perusahaan (Siregar et al., 2012).
3
Pihak yang tidak mendukung rotasi auditor berpendapat bahwa adanya rotasi auditor akan meningkatkan cost dan risiko baik dari pihak klien maupun pihak auditor. Pada awal masa perikatan auditor perlu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya
kemudian menentukan prosedur audit yang tepat untuk
perusahaan. Hal ini tentu membutuhkan waktu lebih banyak dan cost yang tinggi. Selain itu, rotasi juga dapat meingkatkan risiko kegagalan audit. Risiko kegagalan audit meningkat seiring dengan masih terbatasnya informasi yang dimiliki oleh auditor baru. Lamanya masa perikatan memungkinkan auditor lebih memahami kondisi klien karena auditor dapat menyerap informasi sebanyak-banyaknya dari klien yang pada akhirnya dapat menurunkan risiko kegagalan audit (Siregar et al., 2012). Penelitan sebelumnya menyebutkan bahwa aturan untuk melakukan rotasi auditor bukanlah aturan yang efektif. Siregar et al. (2011 & 2012) tidak menemukan bukti yang kuat bahwa aturan rotasi KAP yang tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002 berpengaruh positif dan efektif dalam meningkatkan kualitas audit. Eurocham juga menyebutkan bahwa rotasi wajib tidak penting untuk mempromosikan atau menjamin kualitas audit. Eurocham mencatat berbagai studi eksternal yang dilakukan akademisi independen yang terpandang, hampir semua mengakui kerugian signifikan dari peningkatan biaya audit. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penelitian ini mengambil judul “Analisis Pengaruh Rotasi KAP dan Ukuran KAP terhadap Independensi Auditor: Tinjauan Efektivitas Mandatotry Audit-Firm Rotation
4
di
Indonesia
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
17/PMK.01/2008 (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI 2003-2013)”. 1.2 Rumusan Masalah Rotasi auditor bukanlah suatu isu yang baru. Penelitian akan isu ini pun telah banyak dilakukan, akan tetapi isu ini masih menjadi perdebatan karena masingmasing pihak baik yang mendukung maupun menentang konsep ini mempunyai argumen yang kuat. Alasan utama dilakukannya rotasi auditor adalah untuk tetap menjaga independensi dan kredibilitas auditor akan opini audit yang dikeluarkannya. Ukuran KAP diduga juga dapat mempengaruhi tingkat independensi dan kredibilitas auditor. KAP besar (Big 4) hampir selalu memiliki independensi dan kredibiltas yang baik bila dibandingkan dengan KAP non-Big 4. Opini audit yang dikeluarkan oleh auditor diharapkan mampu menjamin bahwa laporan keuangan perusahaan mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Kegagalan dalam pelaporan keuangan dalam bentuk kecurangan atau kesalahan yang tidak dapat diungkapkan oleh KAP saat melakukan audit mengakibatkan kerugian besar bagi investor dan kreditor (Riyatno, 2007). Berdasarkan uraian tersebut peneliti ingin menguji pengaruh rotasi wajib KAP dan ukuran KAP terhadap independensi auditor. Masalah dalam uraian tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah rotasi KAP berpengaruh positif terhadap independensi auditor pada periode sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008?
5
2. Apakah ukuran KAP berpengaruh positif terhadap independensi auditor pada periode sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008? 1.3 Batasan Masalah Penelitian yang dilakukan oleh penulis terbatas pada pengaruh rotasi KAP dan ukuran KAP akan berpengaruh terhadap independensi auditor atau tidak pada periode sebelum dan sesudah diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. Penelitian ini tidak akan membahas pengaruh rotasi akuntan publik yang juga merupakan bagian dari rotasi auditor. Penelitian ini murni bersifat kuantitatif. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris apakah rotasi KAP berpengaruh terhadap independensi auditor pada periode sebelum dan sesudah
diterbitkannya
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
17/PMK.01/2008. 2. Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris apakah ukuran KAP berpengaruh terhadap independensi auditor pada periode sebelum dan sesudah
diterbitkannya
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
17/PMK.01/2008. 1.4.2 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
6
1. Bagi Profesi Akuntan Publik Hasil penelitian ini menjadi informasi pendukung yang dapat memberikan gambaran tentang pengaruh rotasi KAP dan ukuran KAP terhadap independensi auditor. 2. Bagi Manajemen Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang pengaruh rotasi KAP dan ukuran KAP tehadap independensi auditor yang dapat mempengaruhi kualitas audit 3. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi pendukung dalam evaluasi kebijakan maupun pengambilan keputusan selanjutnya yang berkaitan dengan rotasi auditor. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian yang berkaitan dengan pengaruh rotasi KAP dan ukuran KAP terhadap independensi auditor. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB II LANDASAN TEORI Berisi tentang teori-teori yang diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah penelitian untuk selanjutnya
7
digunakan sebagai landasan dalam menarik hipotesis, memaparkan penelitian terdahulu, dan kerangka berfikir. BAB III METODE PENELITIAN Berisi tentang data-data yang diperlukan meliputi objek penelitian, data/variabel yang digunakan, metode pengumpulan data, alat analisis yang digunakan, metode analisis, dan metode pengujian data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisi tentang hasil analisis data yang telah dilakukan, berupa perhitungan dan hasil akhir yang diperoleh. Dalam bab ini juga dijelaskan deskripsi objektif atas hasil yang diperoleh. BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan mengenai objek yang diteliti berdasarkan hasil analisis data dan memberikan saran bagi pihak terkait.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Agency Theory (Teori Agensi) Menurut Anthony & Govindarajan (2007), teori agensi mengungkapkan
tentang bagaimana kontrak dan insentif dapat digunakan untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai keselarasan tujuan. Hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu jasa, yang mendelegasikan wewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Dalam suatu korporasi, pemegang saham merupakan prinsipal dan CEO adalah agen mereka. Pemegang saham menyewa CEO dan mengharapkan ia untuk bertindak bagi kepentingan mereka. Salah satu elemen kunci dari teori agensi adalah bahwa prinsipal dan agen memiliki tujuan yang berbeda. Kontrak insentif akan mengurangi perbedaan tujuan ini. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan tidak hanya akan puas atas besarnya jumlah kompensasi, tetapi juga kepuasan-kepuasan lain seperti banyaknya waktu luang, jam kerja yang fleksibel, dan kondisi kerja yang menarik.Sedangkan prinsipal (pemegang saham) diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di perusahaan tersebut (Anthony & Govindarajan 2007). Perbedaan tujuan yang terkait dengan kompensasi dan tambahan timbul ketika prinsipal tidak dapat dengan mudah memantau tidakan agen. Karena prinsipal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen, prinsipal tidak dapat merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi
9
pada hasil actual perusahaan. Situasi ini disebut sebagai asimeri informasi. Untuk dapat meminimalkan adanya informasi asimetri, maka diperlukan mekanisme pengedalian yang tepat, yaitu pemantauan dan insentif (Anthony & Govindarajan 2007). 2.2
Pengauditan Definisi pengauditan menurut American Accounting Associatons (AAA)
adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi buktibukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Boynton & Johnson, 2006). Semua perusahaan wajib secara hukum melakukan audit eksternal terhadap laporan keuangannya. Untuk beberapa perusahaan kecil yang merupakan perusahaan privat, perusahaan dibebaskan dari kewajiban melakukan audit eksternal. Akan tetapi semua perusahaan tetap wajib untuk membuat laporan keuangan. Hal ini akan membantu perusahaan apabila perusahaan membutuhkan pinjaman (Porter et al., 2003). Menurut Porter et al. (2003), terdapat dua alasan yang mendasari perlunya dilakukan audit atas laporan keuangan, yaitu kebutuhan untuk mengomunikasikan informasi keuangan dan kebutuhan untuk memastikan informasi
yang
dikomunikasikan reliabel. Seiring dengan pertumbuhan perusahaan, pengelolaan atas perusahaan dapat berpindah tangan dari yang awalnya dikelola oleh anggota keluarga menjadi dikelola oleh manajer profesional. Kondisi ini menimbulkan kewajiban bagi manajemen untuk melaporkan kinerja perusahaan kepada pemilik
10