1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani ke arah kedewasaan.1 Dalam arti, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal. Lebih lanjut pendidikan merupakan sebuah proses yang dengan sengaja dilaksanakan semata–semata bertujuan untuk mencerdaskan. Melalui proses pendidikan akan terbentuk sosok– sosok individu sebagai sumber daya manusia yang akan berperan besar dalam proses pembangunan bangsa dan negara.2 Tanggung jawab pendidikan merupakan wacana yang tidak dapat dipisahkan dengan tema tanggung jawab intelektual. Karena pada dasarnya proses pendidikan adalah proses transfer of knowledge. Namun, tidak berhenti pada transformasi intelektual saja, pendidikan juga mempunyai tanggung jawab yang lebih universal untuk mengantarkan manusia mempunyai kesadaran moral.3 Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan.4 Guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga sebagai pendidik. Sebagai pengajar guru hanya di tuntut untuk menyampaikan 1
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 16. 2 Sintong Silaban, Pendidikan Indonesia Dalam Pandangan Lima Belas Tokoh Pendidikan Swasta, Bagian IV, (Jakarta: Dasamedia Utama, 1993), 65. 3 Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi (Ponorogo: STAIN PonorogoPress, 2007), 90. 4 Saiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru ( Surabaya: Usaha Nasional, 1994), 16.
1
2
materi pada peserta didik, guru dianggap berhasil jika peserta didik mampu menguasai semua materi pelajaran. Namun, sebagai pendidik, seorang guru bertanggung jawab dalam membentuk kepribadian peserta didik bernilai tinggi.5 Kedua kemampuan tersebut merupakan kemampuan integratif, yang harus dimiliki oleh seorang guru secara paripurna. Seseorang yang hanya memiliki kamampuan salah satu dari keduanya tidak dapat disebut sebagai guru yang sebenarnya.6 Terkait
dengan
tugas
guru
sebagai
pendidik,
dalam
Penjelasan
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru dijelaskan bahwa seorang guru harus memiliki kompetensi kepribadian. Ia harus bertindak sesuai norma yang berlaku, memiliki kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, berakhlak mulia, jujur, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, rasa percaya diri dan menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 7 Islam diyakini sebagai agama yang memiliki ajaran yang sempurna karena ia mampu mengantarkan manusia mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Selain itu Islam juga diyakini memiliki ajaran yang komprehensif karena dapat dijadikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.8 Dimana sumber pokok nilai dan norma dalam ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan AS-Sunnah.
5
Mardias Gufron, Kriteria Guru yang Baik Menurut Al-Ghazali, http://Diaz Corner - Kriteria Guru Yang Baik Menurut Al-Ghazali.mhtml, diakses 20 Mei 2009. 6 Suparlan, Guru Sebagai Profesi (Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006), 29. 7 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: departemen pendidikan nasional, 2007), 48. 8 Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan Islam Integratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 12.
3
Dalam Islam guru menempati kedudukan yang sangat tinggi dan disebut sebagai Abu al-Ruh 9atau dalam bahasa Inggris di sebut spiritual father10 yaitu orang tua spiritual. Artinya guru bertugas dan memilki tanggung jawab dalam membimbing dan mendidik dimensi spiritual peserta didik sehingga melahirkan akhlakul karimah. Sedemikian tinggi kedudukan seorang guru sehingga Ahmad Tafsir menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rosul.11 Dalam memberikan gambaran tentang akhlak, Al-Qur’an menampilkan seorang tokoh sebagai model (prototype) dalam mendidik generasinya, yaitu disebutkan:
∩⊆∪ 5ΟŠÏàtã @,è=äz 4’n?yès9 y7‾ΡÎ)uρ “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”12 Ia adalah Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah sosok yang paling suci dari segi ruh dan jiwa, dan paling agung akhlaknya. Beliau adalah figur yang paling sukses dalam mendidik manusia, bukan hanya berhasil merubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu, namun beliau bahkan membuat manusia keluar dari masa kegelapan menuju peradaban yang cemerlang.13
9
Muhammad Kosim LA, Tanggung Jawab Guru dalam Mendidik Akhlak Siswa,http://PENDIDIKAN ISLAM MERDEKA Tanggungjawab Guru dalam Mendidik Akhlak Siswa.mhtml, diakses 20 Mei 2009. 10 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 42. 11 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 76. 12 Al-Qur’an, 68: 4. 13 Abdullah Munir, Spiritual Teaching, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006), 5.
4
Dalam perspektif Islam guru membawa misi penyempurnaan akhlak, sebagaimana misi diutusnya Rasulullah Muhammad SAW.14 Islam menganjurkan kepada para guru agar membiasakan peserta didik dengan akhlak Islam karena demikian itu termasuk kaidah yang dibuat Islam untuk mendidik anak agar interaksi anak dengan orang lain selalu dibangun di atas akhlakul karimah, sebagaimana Rasulullah mendidik para sahabatnya.15 Karakteristik kepribadian guru sebagai pendidik sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan peserta didik. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut untuk ditaati segala nasehat, ucapan dan perintahnya, dan patut untuk dicontoh sikap dan perilakunya, dengan kata lain guru pantas untuk “digugu” dan “ditiru”.16 Namun, akhir-akhir ini banyak sekali kelakuan oknum guru yang menyimpang dari kodrat seorang guru, sehingga mencemarkan wibawa dan citra guru. Di media massa baik cetak maupun elektronik sering diberitakan mengenai oknum guru yang melakukan tindakan asusila, asosial, dan amoral, Di antaranya, tindak kekerasan baik secara fisik maupun secara psikis dan pelecehan terhadap anak didiknya. Tindakan itu tidak sepatutnya dilakukan oleh guru, mengingat sosok guru adalah contoh tauladan bagi peserta didik dan bagi masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa terdorong untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai tinjauan Islam yang berupa ayat-ayat Al-Quran 14
Muhammad Kosim, Tanggung Jawab Guru… Al- Maghribi bin as- Said al- Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, terj. Zainal Abidin, (Jakarta: Darul Hak, 2004), 210. 16 Program Studi Pendidikan Manajemen Perkantoran Universitas Pendidikan Indonesia, Kompetensi Guru, http:/ /Kompetensi Guru « RASTO.html, diakses 25 Mei 2009. 15
5
dan Al-Hadits mengenai kompetensi kepribadian guru dalam skripsi yang berjudul Study Analisis Kompetensi Kepribadian Guru PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 Perspektif Islam.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah tinjauan Islam terhadap kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 yang meliputi: a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
2.
Bagaimanakah kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 menurut tinjauan Islam?
C. Tujuan Kajian 1.
Untuk menjelaskan tinjauan Islam terhadap kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 yang meliputi:
6
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. d. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 2.
Untuk menjelaskan kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 menurut tinjauan Islam.
D. Manfaat Kajian Dengan adanya kajian ini, nantinya diharapkan terkumpul data-data yang mempunyai nilai guna yang dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, terkait dengan tinjauan Islam mengenai kompetensi kepribadian guru.
E. Landasan Teori dan Atau Telaah Pustaka 1. Landasan Teori Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
( y7Ï9öθym ôÏΒ (#θ‘ÒxΡ]ω É=ù=s)ø9$# xá‹Î=xî $ˆàsù |MΨä. öθs9uρ ( öΝßγs9 |MΖÏ9 «!$# zÏiΒ 7πyϑômu‘ $yϑÎ6sù
7
Artinya:“Maka dengan rahmat Allah yang kamu terima, berlemah lembutlah terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tantulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…”17 Ayat di atas merupakan salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang mengatur bagaimana seharusnya sikap seorang guru terhadap peserta didik. Sikap lemah lembut terhadap peserta didik adalah sikap yang baik dan terpuji. Sikap kelemah lembutan itu dapat diaplikasikan dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan penampilan.
18
Dengan sikap lemah lembut ini akan terjalin
hubungan yang harmonis antara guru dan anak didik. Dalam ayat lain Allah Berfirman:
Ï!$t±ósxø9$# Çtã 4‘sS÷Ζtƒuρ 4†n1öà)ø9$# “ÏŒ Ç≈|¡ôm M}$#uρ Ç›!$tGƒÎ)uρ ÉΑô‰yèø9$$Î/ ããΒù'tƒ ©!$# ¨ βÎ) ∩⊃∪ šχρã©.x‹s? öΝà6‾=yès9 öΝä3ÝàÏètƒ 4 Äøöt7ø9$#uρ Ìx6Ψßϑø9$#uρ Artinya:“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.19 Dalam ayat di atas Allah memerintahkan bersikap adil dan mewajibkannya atas hambanya. Ayat di atas dapat dianalogikan kepada kekuasaan yang dimiliki seorang guru terhadap anak didiknya, karena seseorang guru memiliki kekuasaan atas anak didiknya dalam proses pembelajaran. Sehingga ayat di atas dapat dijadikan pedoman sikap bagi seorang guru agar senantiasa berlaku adil pada anak didiknya.
17
Al-Qur’an, 3: 159). Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru, terj. Jamaluddin, (Jakarta: Darul Haq, 2008), 23. 19 Al-Qur’an, 16: 90. 18
8
Selain sikap lemah lembut dan adil tersebut, ada sikap-sikap lain yang dituntut untuk dimiliki oleh seorang guru sebagai pendidik yang tertulis dalam Al-Qur’an yaitu diantaranya; ikhlas, jujur, tidak munafik, tawadhu’, pemberani, ramah, dan sabar.20 Dalam menjalankan tugasnya, hendaklah guru (pendidik) dapat tampil seperti apa yang telah diteladankan oleh Rasulullah SAW. Beliau adalah guru terbaik bagi seluruh umatnya, pada diri beliau senantiasa ditemukan tauladan yang baik serta kepribadian mulia. Allah berfirman:
4 ÌÅzFψ$# ÏΘöθu‹ø9$#uρ «!$$Î/ tβθãΖÏΒ÷σè? ÷ΛäΨä. βÎ) ÉΑθß™§9$#uρ «!$# ’n<Î) çνρ–Šãsù &óx« ’Îû ÷Λäôãt“≈uΖs? βÎ*sù ∩∈∪ ¸ξƒÍρù's? ß|¡ômr&uρ ×öyz y7Ï9≡sŒ Artinya“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”21 Dari ayat ini dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya setiap muslim harus berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidupnya, tidak terkecuali bagi seorang guru. Hendaklah mereka berpedoman pada AlQur’an dan Sunnah dalam menjalankan profesi keguruannya.
2. Telaah Pustaka Sejauh pengetahuan penulis belum ada karya tulis yang membahas secara khusus tentang Study Analisis Kompetensi Kepribadian Guru dalam Tinjauan Islam (Telaah atas PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007). 20 21
Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru …, 5-49. Al-Qur’an, 4: 59.
9
Diantara karya tulis yang hampir senada dengan kajian ini adalah karya ilmiah dari Nofi Isnawati berupa skripsi yang berjudul "Sertifikasi Guru Menurut UU No. 14 Tahun 2005 Perspektif Pendidikan Islam", yang di dalamnya membahas mengenai kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Dalam skripsi tersebut dijelaskan bahwa sertifikasi guru dalam perspektif pendidikan Islam tidak ada. Sedangkan mengenai kualifikasi akademik dan kompetensi guru telah ada dalam pendidikan Islam. Skripsi ini membahas kompetensi guru secara umum, dan tidak memetakan kompetensi dalam kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
F. Metodologi Kajian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam
penelitian
ini
digunakan
metodologi
penelitian
dengan
pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.22 Pendekatan kualitataf mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisis induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian pustaka (library research), yaitu sebuah studi dengan mengkaji buku-buku yang ada kaitannya
22
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 3.
10
dengan materi kajian. Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan literatur- literatur lainnya.23
2. Sumber Data Sebagai penelitian literatur, maka sumber data penelitian ini diambil sepenuhnya dari riset kepustakaan dengan mengandalkan bacaan yang berupa buku-buku, kitab, karya ilmiah, internet, jurnal, dan surat kabar yang mempunyai referensi dengan masalah yang dibahas. Di antara sumber data yang akan penulis gunakan adalah: a. Sumber Data Primer 1) Kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No.16 Tahun 2007 2) Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru 3) Al-Maghribi Bin asy-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak b. Sumber Data Sekunder 1) Abdullah Munir, Spiritual Teaching, Agar Guru Senantiasa Mencintai Pekerjaan dan Anak Didiknya 2) Amru Khalid, Menjadi Mukmin yang Berakhlak 3) A. Rahman Ritonga, Akhlak, Merakit Hubungan dengan Sesama Manusia 4) Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan 23
Hadi Sutrisno, Metode Research 1 (Yogyakarta: Gajah Mada, 1980), 3.
11
5) Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam kajian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dokumentasi kepustakaan, yaitu mencari data atau variabel berupa buku, kitab, karya ilmiah, internet, jurnal, dan surat kabar yang berkaitan dengan materi kajian. Data yang ada dalam kepustakaan tersebut dikumpulkan dan diolah dengan cara sebagai berikut: a. Editing yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang terkumpul terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, keselarasan satu dengan yang lainnya, masing-masing dalam kelompok data. b. Organizing yaitu menyusun data dan sekaligus mensistematis data-data yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah ada dan direncanakan sebelumnya sesuai dengan permasalahannya. c. Penemuan
hasil
data,
melakukan
analisa
lanjutan
terhadap
hasil
pengorganisasian data dengan kaidah dan dalil-dalil, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai pemecahan dari rumusan yang ada.24
4. Analisis Data Guna memperoleh kesimpulan yang valid, dalam menganalisa data penyusun menggunakan model content analisys, yaitu analisis ilmiah mengenai isi pesan suatu komunikasi.25
24 25
Ibid., 16. Neong Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Reka Sarasin, 1989), 67.
12
G. Sistematika Pembahasan Kajian ini disusun dalam bab dan sub bab yang saling berkaitan sebagai berikut: Bab satu berisi dasar global mengenai keseluruhan isi kajian yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan kajian, manfaat kajian, landasan teori dan atau telaah pustaka, metode kajian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua berisi tentang tinjauan Islam terhadap kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 yang meliputi: (1)Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia, (2)Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (3)Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, (4)Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, (5)Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Bab ketiga berisi tentang analisis kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 menurut tinjauan Islam. Bab keempat merupakan penutup yang berisi kesimpulan, saran dan keterbatasan penelitian.
13
BAB II KOMPETENSI KEPRIBADIAN GURU DALAM TINJAUAN ISLAM
A.
Guru dalam Perspektif Islam Dari segi bahasa, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencaharian, profesinya) mengajar.26 Dalam bahasa Inggris disebut “teacher” yang berarti “guru” atau “pengajar” dan “tutor” yang berarti “guru pribadi” atau “guru yang mengajar di rumah”.27 Dalam bahasa Arab disebut “astadz”, “mudarris”, “mu’allim” dan “muaddib”. Kata “ustadz” jama’nya “asatidz” yang berarti “teacher” atau “guru”, “professor” (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, “pelatih”, “penulis”, dan “penyair”. Kata “Mudarris” berarti “teacher” (guru), “instructor” (pelatih) dan “lecturer” (dosen). Kata “Mu’allim” berarti juga berarti “teacher” (guru), “triner” (pemandu). Kata “Muaddib” berarti “educator” (pendidik) atau “teacher in qur’anic school” (guru dalam lembaga pendidikan Al-Quran).28 Adapun pengertian pendidik menurut istilah yang lazim telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan, Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam Islam yaitu siapa saja yang bertanggung jawab tersebut adalah orang tua anak didik.29 Istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di
26
Balai Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 377. John M Echols & Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1980), 560. 28 Hans Wehr, A Dictionary Of Modern Written Arabic (Beirut: 1974), 15. 29 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), 74. 27
14
sekolah/kelas.30 Walaupun berbeda istilah antara pendidik dan guru, namun jika dikaitkan dengan pekerjaannya, maka akan diperoleh pengertian bahwa keduanya merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat pada seseorang yang tugasnya berkaitan dengan pendidikan.31 Sementara itu menurut Muhaimin32 guru atau pendidik dalam bahasa Arabnya disebut dengan ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu’addib, lebih lanjut ia memberikan definisi pada masing-masing istilah tersebut sebagai berikut: 1. Ustadz, Guru sebagai ustadz adalah orang yang berkomitmen terhadap profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continue improvement. 2. Mu’allim, berasal dari kata dasar ‘ilm yang berarti menangkap sesuatu, di mana dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoritis dan dimensi amaliah. Guru sebagai mu’alim adalah orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer ilmu atau pengetahuan, internalisasi, serta analiah (implementasi) 3. Murabbiy, berasal dari kata dasar rabb, Tuhan adalah sebagai rabb al‘alamin dan rabb al-nas, yakni yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam seisinya termasuk manusia. Guru sebagai murabbi adalah
30
Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas (Jakarta: Haji Masagung,
1989), 123. 31
Basuki & Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Press, 2007), 79-80. 32 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 50.
15
orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. 4. Mursyid, biasa digunakan untuk pendidik (guru) dalam thariqah (tasawuf), di mana pendidik harus berusaha menularkan penghayatan akhlak dan kepribadiannya kepada peserta didiknya, baik yang berupa etos ibadahnya, etos kerjanya, etos belajarnya, maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala. Guru sebagai mursyid adalah orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri atau menjadi pusat anutan teladan dan konsultan bagi peserta didiknya. 5. Mudarris, berasal dari akar kata darasa – yadrusu – darsan wa durusan wa dirasatan, yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan usang, melatih dan mempelajari. Guru sebagai mudarris adalah orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan
dan
keahliannya
secara
berkelanjutan
dan
berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. 6. Mu’addib, berasal dari kata adab yang berarti moral, etika dan adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. Guru sebagai muaddib adalah orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
16
B.
Kepribadian/Akhlak Dalam Islam “ kepribadian” dikenal dengan istilah “akhlak”. Kata “akhlak” merupakan jamak dari kata al-khuluq yang berarti kejadian, budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Al-Akhlak adalah potensi yang tertanam di dalam jiwa seseorang yang mampu mendorongnya berbuat baik dan buruk tanpa di dahului oleh pertimbangan akal dan emosi.33 Akhlak mengandung dua unsur, yaitu sikap dan sifat. Sikap mencakup penampilan lahiriyah, sedang sifat meliputi isi batin atau isi hati.34 Seseorang akan bersikap terpuji jika batin atau isi hatinya bersih, sebaliknya seseorang akan bersikap tercela, jika batin atau isi hatinya kotor. Akhlak sebagai potensi yang tertanam di dalam jiwa menunjukkan bahwa akhlak adalah abstrak, tidak dapat diukur dan diberi nilai oleh indrawi manusia.35 Untuk memberikan penilaian baik buruknya akhlak seseorang dilihat dari perbuatan-perbuatan yang menjadi kebiasaannya. Akhlak yang baik yang harus dimiliki oleh seorang guru disebut sebagai Akhlakul karimah. Dalam Islam, akhlak merupakan perkara yang sangat penting, seperempat dari isi kandungan Al-Qur’an yaitu sekitar 1504 memuat akhlak secara teoritis maupun praktis. 36 Semua aktifitas ibadah seorang muslim tidak
33 34
1996), 92.
35
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Yogyakarta: LPPI, 2006), 1. M. Thalib, 50 Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih (Bandung: Irsyad Baitus Salam,
A. Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia (Surabaya: Amelia, 2005), 7. 36 Mahmud Suyuthi, dkk, Akhidah Akhlak (Surabaya: Sahabat Ilmu, 1987), 79.
17
akan berguna jika tidak berimplikasi pada kualitas akhlaknya.37 Selain itu akhlak merupakan misi utama di utusnya Nabi Muhammad sebagai Rosul.38
C.
Kepribadian Guru Dalam Tinjauan Islam Dalam Proses belajar mengajar seorang guru sebagai model atau suri tauladan bagi peserta didik dalam setiap perilakunya, untuk itu sebelum memasuki proses belajar mengajar ia harus mengerti bagaimana ia harus bersikap. kepribadian guru lebih lanjut dijelaskan oleh para ahli pendidikan, Athiyah Al-Abrasyi adalah yang paling banyak dalam memberikan statemen mengenai sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) zuhud (tidak mengutamakan materi mengajar dilakukan untuk mencari keridhoan Allah); (2) bersih tubuhnya (penanpilan lahiriyahnya menyenangkan; (3) bersih jiwanya (tidak memiliki dosa besar; (4) tidak ria (karena akan menghilangkan keikhlasan); (5) tidak memendam rasa dengki dan iri hati; (6) tidak menyenangi permusuhan; (7) ikhlas dalam melaksanakan tugas; (8) sesuai antara perbuatan dan perkataan; (9) tidak malu mengakui ketidak tahuan; (10) bijaksana; (11) tegas dalam perkataan dan perbuatan tetapi tidak kasar; (12) rendah hati atau tidak sombong; (13) lemah lembut; (14) pema’af; (15) sabar atau tidak marah karena hal-hal kecil; (16) berkepribadian; (17) tidak merasa rendah diri; (18) bersifat kebapakan atau mampu menncintai peserta didik seperti mencintai
37
2205), 5-8. 38
48.
Amru Khalid, Menjadi Mu’min Yang Berakhlak , Terj: Sari Narulita (Jakarta: Qisthi Press, Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III (Indonesia: Darul Ihyail Kutubil Arabiyah, tt),
18
anaknya sendiri; (19) mengetahui karakter peserta didik mencakup pembawaan, kebiasaan, perasaan dan pemikiran.39 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub menyebutkan bahwa karakterkarakter yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah: (1) mengikhlaskan ilmu untuk Allah; (2) jujur; (3) serasi antara ucapan dan perbuatan; (4) bersikap adil dan tidak berat sebelah; (5) berakhlak mulia dan terpuji; (6) tawadhu’; (7) pembarani; (8) bercanda bersama anak didik; (9) sabar dan menahan emosi; (10) menghindarkan perkataan keji yang tidak pantas; (11) berkonsultasi dengan orang lain.40 Al-Maghribi bin as-sahid al-Maghribi berpendapat bahwa karakter pendidik teladan yang selalu berpegang teguh dan komitmen terhadap manhaj dan ajaran dalam mendidik anak adalah, (1) pemaaf dan tenang; (2) lemah lembut dan menjauhi sifat kasar dalam bermuamalah; (3) berhati penyayang; (4) bertaqwa; (5) selalu berdo’a untuk anak; (6) lemah lembut dalam bermuamalah dengan anak; (7) menjauhi sifat marah; (8) bersifat adil dan tidak pilih kasih.41 Sementara Abdullah Nashih Ulwan menyebutkan bahwa sifat-sifat asasi seorang pendidik atau guru adalah: (1) ikhlas; (2) bertaqwa; (3) berilmu; (4) santun; (5) memiliki rasa tanggung jawab.42
39
Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam (Jakarta: Bulan bintang, 1990),
137-140. 40
Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru, Terj: Jamaluddin (Jakarta: Darul Haq, 2008), 5-53. 41 Al-Maghribi bin As-Sahid Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Terj: Zaenal Abidin (Jakarta: darul haq, 2008), 154-174. 42 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam (2), ter: Saifullah Kamalie & Hery Noer Ali (Semarang: Asy-Syifa1993), 177-190.
19
Selain itu Abdullah Suwaid mengatakan bahwa delapan sifat pendidik yang berhasil adalah, (1) memiliki ketabahan dan kesabaran; (2) lemah lembut ( ramah) dan tidak kasar; (3) hati yang penyayang; (4) mengambil yang paling ringan diantara dua hal selama hal itu tidak berdosa; (5) lunak dan fleksibal; (6) menjauhi sifat marah; (7) bersikap seimbang (moderat) dan pertengahan; (8) membatasi diri dalam memberikan nasihat yang baik.43 Sementara itu Sutari Imam Barnadib sifat-sifat yang harus ada pada diri seorang guru adalah: (1) senang bekerja sama dengan orang lain; (2) sehat jasmani dan rohani; (3) betul-betul berbakat; (4) berkepribadian baik dan kuat; (5) disenangi dan disegani oleh peserta didik; (6) emosinya stabil, tidak lekas marah dan tidak penakut; (7) tenang; (8) objektif; (9) bijaksana; (10) susila dalam tingkah lakunya ; (11) jujur dan adil.44
Dari beberapa sifat yang harus dimiliki oleh guru atau pendidik sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para ulama di atas, lebih jelasnya adalah: 1. Ikhlas Menurut Abdullah Nashih Ulwan seorang guru hendaknya berniat ikhlas yaitu mencurahkan seluruh aktivitasnya di bidang pendidikan hanya untuk Allah, baik aktivitas yang berhubungan dengan perintah, nasihat larangan dan hukuman.45 Sikap ikhlas merupakan hal pertama dan utama
43
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Nabi, Terj: Salafuddin Abu Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2006), 38-46. 44 Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis (Tk; Tp, Tt) 62-64. 45 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam......., 177.
20
yang ditekankan dalam Islam. Segala aktifitas yang dilakukan manusia akan sia-sia jika tiidak dilandasi oleh rasa ikhlas. Buah yang akan dipetik dari pelaksanaan pendidikan yang berkesinambungan ini, selain mengharapkan pahala dan ridha Allah, juga untuk meraih tempat di surga yang abadi.46 Ikhlas dalam ucapan dan tindakan merupakan bagian dari integritas iman dan fondasi Islam.47 Allah tidak akan menerima amal kecuali bila dikerjakan dengan ikhlas. Hal ini terdapat dalam kitab Allah dan Hadits Nabi.
(#θè?÷σãƒuρ nο4θn=¢Á9$# (#θßϑ‹É)ãƒuρ u!$xuΖãm tÏe$!$# ã&s! tÅÁÎ=øƒèΧ ©!$# (#ρ߉ç6÷èu‹Ï9 āωÎ) (#ÿρâ÷É∆é& $tΒuρ ÏπyϑÍhŠs)ø9$# ߃ϊ y7Ï9≡sŒuρ 4 nο4θx.¨“9$# Artinya:“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.“48
ÿϵÎn/u‘ ÍοyŠ$t7ÏèÎ/ õ8Îô³ç„ Ÿωuρ $[sÎ=≈|¹ WξuΚtã ö≅yϑ÷èu‹ù=sù ϵÎn/u‘ u!$s)Ï9 (#θã_ötƒ tβ%x. yϑsù #J‰tnr& Artinya:“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya.” 49 Sikap ikhlas seseorang harus diniatkan sebelumnya, dan niat seseorang tempatnya adalah di dalam hati, tidak ada seorangpun yang tahu,
46
Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru........, 5. Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam......., 177 48 Al-Qur’an, 98: 5. 49 Al-Qur’an, 18: 110. 47
21
namun Allah mengetahuinya karena tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, sebagaimana firman-Nya:
ª!$# çµôϑn=÷ètƒ çνρ߉ö6è? ÷ρr& öΝà2Í‘ρ߉߹ ’Îû $tΒ (#θà÷‚è? βÎ) ö≅è% Artinya:“Katakanlah: Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahuinya.”50 Nabi bersabda:
ْQSَ Tَ َىVWَ XَY ئ ٍ ]ِ Yْ Xِ^ XَSW_ َوِإbِ c_ ed^Xِf ل ُ XَSi ْ jَ^ْ اXَSW_س ِإ ُ X_e^ اXَmon َأXَo qِ ^ِVُr َو َرqِ t_^ اuَ^ ِإqُ vُ ]َ w ْ mِ Tَ qِ ^ِVُr َو َرqِ t_^ اuَ^ ِإqُ vُ ]َ w ْ ْ ِهyWَ Xَآ uَ^ ِإqُ vُ ]َ w ْ mِ Tَ Xَm{ ُ َ} َ| _وoَ َ]َأ ٍةYْ َأوْ اXَmُ cِoُ XَcْW ُدuَ^{ َ] ِإ َ Xَْ هQYَ َو qْc^َ{ َ] ِإ َ Xَ هXَY Artinya:“Wahai manusia, sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rosulnya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosulnya. Dan barang siapa yang hijrahnya karena motivasi dunia yang hendak dicapainya atau lantaran seorang wanita untuk dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya.51 Adakalanya tujuan guru dalam memberikan manfaat kepada saudara-saudara mereka kaum muslimin dengan ilmu dan pengetahuan yang mereka miliki, bukan ikhlas karena Allah, tetapi tujuan mereka adalah untuk mendapat sanjungan, kehormatan dan kedudukan dari manusia. Maka hal ini akan menjadikan amal yang mereka lakukan sia-sia.52 Nabi dalam berdakwah tidak menginginkan harta dan kesenangan fana, palsu juga bukan pula untuk mengejar kemewahan dan kenikmatan
50
Al-Qur’an, 3: 29. Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-Adab (Beirut: Darl Al-Fikr, 1994), 1. 52 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru........, 5. 51
22
dunia atas nama agama.53 Tetapi yang beliau inginkan adalah pahala dari Allah semata sebagaimana syi’ar para Nabi sebelumnya:
«!$# ’n?tã āωÎ) y“Ìô_r& ÷βÎ) ( »ω$tΒ Ïµø‹n=tã öΝà6è=t↔ó™r& Iω ÏΘöθs)≈tƒuρ Artinya:“Dan (Dia berkata): "Hai kaumku, Aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. upahku hanyalah dari Allah.”54 Karena itu semestinya bagi para guru agar meluruskan niat untuk mengikhlaskan ilmu dan amalnya semata-mata untuk Allah dan juga selalu mengharap pahala dari Allah. Jika setelah itu memperoleh sanjungan dari manusia, itu adalah anugerah dan nikmat dari Allah.
2. Taqwa Menurut Abdullah Nashih Ulwan taqwa ialah: Allah tidak melihatmu (berbuat) masalah-masalah yang di larang olehnya, dan kamu selalu mengerjakan perintahnya.55 Dalam definisi lain, taqwa ialah takut akan azab Allah dengan melakukan amal saleh, dan takut kepada-Nya di waktu sembunyi dan terang-terangan.56 Kedua definisi diatas mempunyai makna yang sama, yaitu takut akan azab Allah, merasa selalu di kontrol oleh Allah, dan terikat pada sistem rabbani, baik dalam keadaan sepi maupun ramai, dan mengerahkan segala tenaga dalam mencari rizki yang halal serta menjauhi yang haram.57 Taqwa merupakan perihal yang sangat penting dalam Islam, yang harus 53
Ibid,. Al-Qur’an, 11: 29. 55 Abdullah Nashih Ulwan, Kaidah-Kaidah Dasar Pendidikan Anak………, 176. 56 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam ……., 178. 57 Ibid,. 54
23
dilaksanakan dengan hati-hati dan sungguh-sungguh. Karena alasan inilah, dalam banyak ayat, Allah SWT berfirman:
ϵÏ?$s)è? ¨,ym ©!$# (#θà)®?$# (#θãΨtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman , bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepadaNya.”58
ÒΟŠÏàtã íóx« Ïπtã$¡¡9$# s's!t“ø9y— āχÎ) 4 öΝà6−/u‘ (#θà)®?$# â¨$¨Ζ9$# $y㕃r'‾≈tƒ Artinya:“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; Sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).” 59
#Y‰ƒÏ‰y™ Zωöθs% (#θä9θè%uρ ©!$# (#θà)®?$# (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar.”60
7‰tóÏ9 ôMtΒ£‰s% $¨Β Ó§øtΡ öÝàΖtFø9uρ ©!$# (#θà)®?$# (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”61
÷Λä÷èsÜtFó™$# $tΒ ©!$# (#θà)¨?$$sù Artinya: “Maka bertaqwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu.”62
(#θà)−Gu‹ù=sù öΝÎγøŠn=tæ (#θèù%s{ $¸≈yèÅÊ Zπ−ƒÍh‘èŒ óΟÎγÏù=yz ôÏΒ (#θä.ts? öθs9 šÏ%©!$# |·÷‚u‹ø9uρ ∩∪ #´‰ƒÏ‰y™ Zωöθs% (#θä9θà)u‹ø9uρ ©!$#
58
Al-Qur’an, 3: 102. Al-Qur’an, 22: 1. 60 Al-Qur’an, 33: 70. 61 Al-Qur’an, 59: 18. 62 Al-Qur’an, 64: 16. 59
24
Artinya:“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang meninggalkan di belakang mereka anak –anak yang lemah, yang mereka hawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.”63
4 Ü=Å¡tFøts† Ÿω ß]ø‹ym ôÏΒ çµø%ã—ötƒuρ ∩⊄∪ %[`tøƒxΧ …ã&©! ≅yèøgs† ©!$# È,−Gtƒ tΒuρ Artinya:“Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberikan rizki dari arah yang tak di sangka-sangkanya.”64 Sabda Nabi:
س َ X_e^ ا ِ ^ِXَ َوXَm ُ Sْ vَ bَ eَ
َ َ ^ْ اbَ َ cd
_ ^ ِْ اvْ َوَأy َ eْ ُآXَSُ cْ َ qِ t_^ ا ِ v_ ا Q ٍ
َ َ ٍ tُ ُ fِ Artinya:”Bertaqwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada. Iringilah kejahatan dengan kebaikan yang akan menghapusnya. Dan berakhlaklah kepada umat manusia dengan akhlak yang bagus.”65 Demikian Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa bertaqwa, baik melalui firmannya maupun melalui lisan Nabinya. Maka taqwa merupakan harta kekayaan hakiki yang harus dimiliki oleh setiap individu. Seorang guru tentunya masuk ke dalam kandungan perintah dan anjuran ini, karena ia sebagai panutan yang akan diteladani oleh anak sekaligus yang paling bertanggungjawab dalam mendidiknya atas dasar-dasar iman dan syari’at-syariat Islam, sebagaimana Allah berfirman,
63
Al-Qur’an, 4: 9. Al-Qur’an, 65: 2-3. 65 Abu ‘Isa Muhammad bin Isa bin Saurah At Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Kitab Al-Birrun, No 64
1910.
25
$pκön=tæ äοu‘$yfÏtø:$#uρ â¨$¨Ζ9$# $yδߊθè%uρ #Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ tβρâ÷s∆÷σム$tΒ tβθè=yèøtƒuρ öΝèδttΒr& !$tΒ ©!$# tβθÝÁ÷ètƒ āω ׊#y‰Ï© ÔâŸξÏî îπs3Í×‾≈n=tΒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya.”66 Allah memberikan tanggung jawab bagi orang tua sebagai pendidik untuk menjaga anak-anak mereka dari api neraka.
Seorang guru ikut
bertanggung jawab atas pendidikan anak, maka gurupun bertanggung jawab untuk melindungi anak didik dari siksa api neraka. Guru bertanggung jawab dalam menanamkan ketaqwaan bagi anak didik, dan tentulah hal itu harus dimulai dari diri sang guru sendiri. Seorang guru yang bertaqwa akan senantiasa diridhai Allah, dan melakukan kewajibannya dengan baik karena takut kepada Allah.
βÎ*sù ( óΟä3ΖÏΒ Í÷ö∆F{$# ’Í<'ρé&uρ tΑθß™§9$# (#θãè‹ÏÛr&uρ ©!$# (#θãè‹ÏÛr& (#þθãΨtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ 4 ÌÅzFψ$# ÏΘöθu‹ø9$#uρ «!$$Î/ tβθãΖÏΒ÷σè? ÷ΛäΨä. βÎ) ÉΑθß™§9$#uρ «!$# ’n<Î) çνρ–Šãsù &óx« ’Îû ÷Λäôãt“≈uΖs? ∩∈∪ ¸ξƒÍρù's? ß|¡ômr&uρ ×öyz y7Ï9≡sŒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.67
66 67
Al-Qur’an, 66: 6. Al- Qur’an, 3: 59.
26
Dalam ayat ini bagi seorang muslim, selain taat kepada Allah juga Nabi Muhammad SAW yang diwujudkan dengan ketaqwaan, Allah juga memerintahkan seorang muslim untuk mentaati para pemimpin, selama itu tidak bertentangan dengan hukum agama. Sehingga selain menjadi hamba Allah yang baik, Islam juga menekankan seorang muslim untuk menjadi warga Negara yang baik, yang taat hukum selama itu tidak mendurhakai Allah, dan demi kebaikan dalam hubungan dengan sesama manusia. Bagi seorang guru, selain taat kepada agama, haruslah ia mentaati peraturan pemerintah baik peraturan yang terkait dengan kedudukannya sebagai warga Negara, maupun peraturan yang terkait dengan profesi keguruannya.
3. Ilmu Diantara hal yang sudah di setujui oleh semua pihak adalah, seorang guru seyogyanya mengetahui dasar-dasar pendidikan yang dicanangkan syari’at Islam, memahami masalah-masalah haram dan halal, berakhlak baik serta memahami secara global peraturan Islam dan kaidah-kaidah syari’at. Dengan demikian seorang pendidik akan menjadi arif dan bijaksana dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, akan mengajari anak berdasarkan dasar-dasar ketentuannya, dan akan melakukan perbaikan dalam mendidik berdasarkan pengajaran Al-Qur’an, petunjuk Rosulullah, dan keteladanan generasi pertama, para sahabat Rosulullah SAW dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Sebaliknya, menurut Abdullah Nashih Ulwan jika seorang pendidik jahil, terlebih tentang pedoman-pedoman dasar cara mendidik anak,
27
kemungkinan anak yang dididiknya juga akan menjadi bodoh, sebab lampu yang tidak menyala tidak akan mampu menerangi orang disekitarnya. Maka dikatakan: “janganlah kamu mengambil ilmu kecuali dari ahlinya. Dengan ilmu kita hidup. Dengam ruh kita menebusnya. Janganlah belajar pada orang-orang jahil, karena orang buta tidak akan dapat menunjuki jalan yang benar.68 Karena alasan inilah perhatian syari’at Islam terhadap ilmu sangatlah besar. Perhatian terhadap pembentukan sikap ilmiah sangatlah besar. Ayatayat dan hadits-hadits yang memerintahkan kaum muslimin mencari ilmu dan mendalami ilmu sangatlah banyak diantaranya:
tβθßϑn=ôètƒ Ÿω tÏ%©!$#uρ tβθçΗs>ôètƒ tÏ%©!$# “ÈθtGó¡o„ ö≅yδ ö≅è% Artinya:“Katakanlah (ya Muhammad): "apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?" 69
;M≈y_u‘yŠ zΟù=Ïèø9$# (#θè?ρé& tÏ%©!$#uρ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ª!$# Æìsùötƒ Artinya:“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”70 Dalam hadits-haditsnya, Nabi bersabda:
ٌ^ِXَi ُ َوXَ^ وَاXَY َوqِ t_^ ِذ ْآ ُ] اX_^ ِإXَmcِT XَY ٌنVُtْ Yَ bٌ Wَ Vُtْ Yَ XَcWْ n ^ن ا _ ِإ ٌtdَ }َ Yُ َْأو Artinya:“Dunia ini terkutuk, dan terkutuklah apa yang ada didalamnya, kecuali dzikrullah, taat kepada Allah, orang yang berilmu, dan orang-orang yang belajar.”71 68
Ulwan, kaidah-kaidah dasar ……, 181. Al-Qur’an, 39: 9. 70 Al-Qur’an, 58: 11. 71 At Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Kitab Zuhud No. 2329, 294. 69
28
]ِ cْ َ َ eْ i ِ ِ tْ ِ ^ْ ُ ا ِ ٍ َووَاtِ
ْ Yُ d ُآuَti َ bٌ َ oِ]Tَ ِ tْ ِ ^ْ ا ُ tَ َ َ ُْ^ َ وَا^ _ َهtn^ْ َه َ] وَاVw َ ^ْ ِ] اoِزXَe َ ^ْ ِ اtdَ Sُ َآqِ tَِأ ْه Artinya:“Mencari ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim, dan orang yang membarikan ilmu bukan selain ahlinya adalah seperti orang yang mengalungkan babi dengan mutiara permata dan emas”72 Setelah menbaca ayat-ayat dan hadits-hadits ini, tidak ada jalan lain bagi para guru kecuali memperbanyak ilmu yang bermanfaat dan mendalami sistim-sistim pendidikan yang baik untuk mendidik generasi muda Islam, dan di akhirat nanti Allah akan minta pertanggungjawaban.
4. Jujur (Al-Amanah) Sifat jujur adalah mahkota di atas kepala seorang pengajar. Jika sifat itu hilang darinya, ia akan hilang kepercayaan manusia akan ilmunya dan pengetahuan yang telah ia sampaikan. Kejujuran adalah kunci keselamatan di dunia dan di akhirat.73 Allah telah memuji orang-orang yang jujur dan memotifasi orang-orang mu’min agar temasuk dari mereka sebagaimana firmannya:
šÏ%ω≈¢Á9$# yìtΒ (#θçΡθä.uρ ©!$# (#θà)®?$# (#θãΖtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.”74 Nabi Muhammad juga telah memberikan arahan bahwa sikap jujur membawa pelakunya menuju surga melalui sabdanya:
72
Abu Abdullah Muhammad bi yazid bin abdullah bin majah al-Quswaini, Sunan Ibnu Majah, Muqaddimah No. 224, 86-87. 73 Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru…..,8. 74 Al-Qur’an, 9: 119.
29
ن _ َوِإbِ e_ w َ ^ْ اuَ^ِي ِإmْ oَ ]_ ِ ^ْ ن ا _ ] َوِإd ِ ^ْ اuَ^ِي ِإmْ oَ ق َ ْ d ^ن ا _ ِإ uَ^ِي ِإmْ oَ ب َ ِ َ ^ْ ن ا _ َوِإXًod¢ ِ ن َ Vُ oَ u_} َ ق ُ ُ ْ cَ ^َ َ{ ُ ]_ ^ا u_} َ ب ُ ِ ْ cَ ^َ َ{ ُ ]_ ^ن ا _ ِر َوِإX_e^ اu^َِي ِإmْ oَ َرVُw£ُ ^ْ ن ا _ ِر َوِإVُw£ُ ^ْ ا Xًf َآ_اqِ t_^ َ اeْ i ِ َ }َ ْ oُ Artinya:“Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Dan sesungguhnya, seseorang akan benar-benar berlaku jujur dan gigih mengusahakannya hingga di catat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu membawa pada keburukan, dan keburukan membawa ke neraka. Dan sesungguhnya, seseorang akan terus berdusta dan membiasakan diri berlaku dusta hingga di tulis di sisi Allah sebagai pendusta.“75 Ketika menelusuri sirah Nabi kita menemui bahwa beliau di juluki sebagai “Al-Amin” yang artinya “ yang jujur lagi dapat di percaya” dan orang-orang kafir di Mekkahpun mengakui bahwa mereka tidak pernah menemukan kedustaan pada diri beliau. Karakter beliau yang jujur ini telah membawa pengaruh besar bagi masuknya manusia ke dalam agama Islam. Para guru harus berlaku jujur baik di sekolah dan masyarakat. Kejujuran disini adalah dalam berjanji, dalam bercerita dan dalam pinjam-meminjam.76 Ini bertujuan untuk
menciptakan rasa kepercayaan peserta didik dan
masyarakat atas ucapan, perbuatan dan ilmu yang disampaikan oleh sang guru.
75 76
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al-Adab, No. 6094. M. Thalib, 50 pedoman mendidik anak menjadi shalih…,106.
30
5. Adil Berlaku adil dalam mendidik anak merupakan pilar utama dalam pendidikan. Anak tidak akan berkembang dengan baik kecuali diterapkan sikap adil diantara mereka baik dalam hal materi dan non materi. Allah berfirman:
Ï!$t±ósxø9$# Çtã 4‘sS÷Ζtƒuρ 4†n1öà)ø9$# “ÏŒ Ç›!$tGƒÎ)uρ Ç≈|¡ômM}$#uρ ÉΑô‰yèø9$$Î/ ããΒù'tƒ ©!$# ¨βÎ) ∩⊃∪ šχρã©.x‹s? öΝà6‾=yès9 öΝä3ÝàÏètƒ 4 Äøöt7ø9$#uρ Ìx6Ψßϑø9$#uρ Artinya;“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”77
ãΝä3uΖ÷t/ tΑωôãL{ ßNöÏΒé&uρ Artinya:“Dan aku perintahkan supaya berlaku adil di antara kalian.”78
öΝà6¨ΖtΒÌôftƒ Ÿωuρ ( ÅÝó¡É)ø9$$Î/ u!#y‰pκà− ¬! šÏΒ≡§θs% (#θçΡθä. (#θãΨtΒ#u šÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ āχÎ) 4 ©!$# (#θà)¨?$#uρ ( 3“uθø)−G=Ï9 Ü>tø%r& uθèδ (#θä9ωôã$# 4 (#θä9ω÷ès? āωr& #’n?tã BΘöθs% ãβ$t↔oΨx© ∩∇∪ šχθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ 7Î6yz ©!$# Artinya:“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”79
77
Al-Qur’an, 16: 90. Al-Qur’an, 42: 15. 79 Al-Qur’an, 5: 8. 78
31
4’n1öè% #sŒ tβ%Ÿ2 öθs9uρ (#θä9ωôã$$sù óΟçFù=è% #sŒÎ)uρ Artinya:“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat (mu)”.80 Dalam ayat yang pertama Allah memerintahkah untuk berlaku adil, dan mewajibkannya atas setiap hambanya, maka hendaklah seorang memperlakukan orang lain dengan penuh keadilan. Dalam ayat yang kedua Allah memerintah Rasulullah untuk bersikap adil terhadap ahli kitab, dan jangan sampai permusuhan yang terjadi menghalangi untuk berlaku adil. Ayat yang ketiga memberikan dorongan agar menegakkan keadilan kepada musuh. Dan pada ayat yang keempat Allah memerintahkan untuk berlaku adil diantara karib kerabat. Dari ayatayat di atas jelas bahwa bersikap adil di antara manusia adalah perkara agung. Sehingga Allah memerintahkan bersikap adil kepada setiap orang di setiap waktu dan setiap keadaan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh aisyah dalam sahih Bukhari81 diceritakan bahwa “ Orang-orang Quraisy dipusingkan oleh perkara wanita dari bani Makhzum yang mencuri, mereka berkata, siapa yang berani membicarakannya (memintakan dispensasi) kepada Rasulullah? Mereka mengatakan, siapakah yang berani kepada beliau selain Usamah Bin Zaid kekasih Rasulullah? Maka Usamahpun berbicara kepadaa beliau, maka Rasulullah berkata, “apakah kamu akan memberikan syafa’at dalam
80 81
Al-Qur’an, 6: 152. Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul hudud No 6787, 198.
32
(menggagalkan) salah satu had (hukum) Allah? Kemudian beliau bangkit berpidato dan bersabda:
ِ cِVَ ^ْ اuَti َ _ َ ^ْ ن ا َ VُScِoُ اVُWXَْ آmُ W_ ْ َأ ُ tَْ ¤َ ن َ Xَْ آQYَ ¥ َ tَ َهXَSW_ ِإ ¥ َ ^ِْ َذytََ Tَ bَ Sَ ِ XَT ن _ ْ َأV^َ ِ ِ cَ fِ ¦ِ
£ْ َW § وَا_^ِي َ oِ]¨ _ ^ن ا َ Vُ ْ} ُ]آoَ َو Xَ َهoَ y ُ ْ © َ َ ^َ Artinya:“Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kita adalah karena jika ada orang mulia di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya, namun jika ada orang lemah di antara mereka yang mencuri, mereka menegakkan hukum atasnya. Demi Allah, sekiranyya Fatimah, putri Muhammad mencuri, niscaya Aku akan potong tangannya.82 Itulah Rasulullah, orang yang merealisasikan sifat adil sampai pada puncaknya. Bahkan putri yang paling di sayanginya, tidak menghalanginya untuk berlaku adil. Ia rela memotong tangannya, jika ia mencuri. Dalam hadits lain diceritakan:
¦ َ ªِ ٍ] َرcِ¨ªَf Q َ ªْf ن َ XªَSْ en ^ اy ُ ْ Sِ ªَr ل َ Xªَ¤ ]ٍ Yِ Xَi ْQi َ Q ٍ cْ َ ُ ْQi َ ْyªَ^XَTَ bً ª_c© ِi َ ¦ªِfِ¦ َأWXªَ©i ْ ل َأ ُ Vُoَ ]ِ َ eْ Sِ ^ْ اuَti َ Vَ َو ُهXَSmُ eْ i َ qُ t_^ا u_tªَ¢ qِ ª_t^ل ا َ Vªُr َ َرmِ ¨ ْ ªُv uª_} َ uªَْ َأرXªَ^ bَ ªَ َروَاy ُ ªْefِ َ] ُةSْ i َ ل َ XªَTَ َ t_ªَr َوqِ ªْctَi َ qُ ª_t^ اu_tªَ¢ qِ ª_t^ل ا َ Vªُr َرuَvjَTَ َ t_r َ َوqِ cْ tَi َ qُ t_^ا ِْ¦ َأنevْ ]َ Yَ jَªَT bً ª_c© ِi َ bَ ªَ َروَاy ِ ªْefِ َ] َةªْSi َ ْQYِ ¦ِefْ اy ُ cْ © َi ْ ¦ َأdWِإ Xªَ^ ل َ Xَ¤ َهَا َ ْ Yِ ك َ ِ ^َ ِ¬ َ] َوXَr y َ cْ © َi ْ ل َأ َ Xَ¤ qِ t_^ل ا َ Vُr َرXَo ك َ َ mِ ْ ُأ qُ }َ c_ © ِi َ َ] _دTَ َ { َ ]َ Tَ ل َ Xَ¤ ْ ِد ُآXَ^ْ َأوQ َ cْ fَ اVُ^ِ i ْ وَاqَ t_^ا اVُv_ XَT ل َ Xَ¤ Artinya: “Dari Hushain dari Amir dia berkata aku mendengar Nu’man bin Basyir berbicara di atas mimbar aku diberi sesuatu oleh Abu Athiyah, tetapi diprotes oleh Marwah Binti Rawahah. Katanya ”aku tidak rela sebelum kamu mempersaksikan kepada Rosulullah SAW, dan berkata aku memberikan sesuatu kepada anakku, tetapi Amrah tidak setuju dan dia minta supaya aku mempersaksikan 82
Ibid,.
33
kepada anda terlebih dahulu yaa Rosulullah, Rasulullah SAW bertanya: “apakah anak-anakmu yang lain juga kamu berikan sama? aku menjawab: “tidak” Beliau bersabda: “bertaqwalah kepada Allah dan berbuatlah adil terhadap anak-anakmu. Aku lalu pulang dan menarik kembali pemberianku.”83 Begitulah Nabi sebagai guru besar umat Islam sangat menekankan untuk belaku adil dan beliau adalah yang pertama menerapkannya. Sikap adil adalah perkara yang sangat penting, jika guru tidak berlaku adil maka akan muncul ketidak seimbangan, saling memusuhi dan kebencian di antara anak didik. Hal ini dapat kita lihat dari sejarah ketika Nabi Yakub As tidak berlaku adil kepada anak-anaknya:
9≅≈n=|Ê ’Å∀s9 $tΡ$t/r& ¨βÎ) îπt7óÁãã ßøtwΥuρ $¨ΨÏΒ $oΨŠÎ/r& #’n<Î) =ymr& çνθäzr&uρ ß#ß™θã‹s9 (#θä9$s% øŒÎ) AÎ7•Β Artinya:“(Yaitu) ketika mereka berkata: "Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”84 Maka anak-anak Nabi Yakub As yang tidak diperlakukan adil olehnya mamusuhi Nabi Yusuf As dan saudara kandungnya, dan mereka mencelakakan mereka. Ayat ini selayaknya menjadi pelajaran bagi para guru. mereka akan dihadapkan pada berbagai permasalahan dari para anak didik, Baik dalam memberikan kasih sayang, perhatian hendaklah guru selalu berlaku adil.
83 84
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Hibah, No 2587, 111. Al-Qur’an, 12:8.
34
Dari Al-Hasan Al- Bashri, sebagaimana dikutip oleh Fu’ad bin Abdul Aziz,85 ia berkata: “ jika pengajar diberikan gaji lalu tidak bersikap adil, diantara mereka (para siswa) dia di catat sebagai orang zhalim. 86
6. Arif Arif adalah bijaksana, cerdik dan pandai, berilmu, paham, mengerti.87Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa pengertian arif sama dengan bijaksana. Selain itu arif atau bijaksana adalah satu nama Allah yang Husna sebagaimana dalam beberapa ayat Al-Qur’an menyebutkan:
ãΛÅ3ptø:$# Ⓝ͕yèø9$# uθèδuρ Artinya:“Dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”88
çÎ7sƒø:$# ÞΟŠÅ3ptø:$# uθèδuρ Artinya:“Dan Dia-lah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”89
ÞΟŠÎ=yèø9$# ÞΟ‹Å3y⇔ø9$# uθèδ …çµ‾ΡÎ) Artinya:“Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”90 Berdasarkan ayat-ayat tersebut, para ulama menetapkan bahwa alHakîm merupakan salah satu nama Allah yang Husna (sangat indah). Allah Subhanahu Wa Ta'ala bersifat Hakîm, yaitu yang membuat dan menetapkan hukum kauni (taqdir) dan syar’i (syariat) bagi seluruh makhluk-Nya. Dan semua hukum Allah Subhanahu Wa Ta'ala ; semua ketetapan taqdir serta
85
Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru….., 22. Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru….., 22. 87 Balai Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 64. 88 Al-Qur’an, 35: 2. 89 Al-Qur’an, 34: 1. 90 Al-Qur’an, 51: 30. 86
35
semua ketetapan syariat Allah Subhanahu Wa Ta'ala , adalah ketetapan yang bijaksana, tepat dan bagus. Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak menciptakan apapun untuk tujuan yang sia-sia, dan Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak menetapkan hukum syariat apapun kecuali sesuatu yang pasti maslahat, bahkan syariat Allah 'Azza Wa Jalla adalah kemaslahatan itu sendiri.91 Salah satu contoh kebijaksanaan Allah adalah dalam ayat:
$yγyèó™ãρ āωÎ) $²¡øtΡ ª!$# ß#Ïk=s3ムŸω Artinya:“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.92 Bijaksana adalah sifat Allah, lalu , bolehkah kita meniru Allah? Meniru Allah memang tidak dilarang, bahkan dianjurkan sebagaimana sabda Rasulullah, “berakhlaklah kalian dengan akhlak Al-Qur’an.” Yang dimaksud tentu meniru dan menginternalisasi sifat Tuhan agar kita menjadi pribadi yang baik, yang mencerminkan sifat-sifat-Nya. Jadi, bukan meniru Tuhan dalam arti kita meniru Zat-Nya karena hal semacam ini sangat tidak mungkin, dan dapat menjerumuskan kita kepada sikap syirik. Said bin Ali Al-Qahthani menyatakan bahwa dakwah Islam adalah dakwah yang bijak, hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi dalam memberikan dakwah kepada umat, beliau selalu menerapkan metode yang sesuai dengan audiens, inilah salah satu yang membuktikan bahwa Islam adalah agama yang bijak.93
91
Said bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dakwah Bijak, Terj: Masykur Hakim ( Jakarta: Gema Insani Press, 1994), 77. 92 Al-Qur’an, 2: 286. 93 Said bin Ali Al-Qahthani, Dakwah Islam Dkwah Bijak..........., 77.
36
Sering kali, kata adil selalu disandingkan dengan kata bijaksana, padahal keduanya memiliki makna yang berbeda. Untuk menjelaskannya, ada orang tua mempunyai tiga orang anak, satu SD, satu SMP, dan satu SMA. Jika orang tua tersebut memberikan pada mereka uang masingmasing Rp 100.000 dalam satu minggu, maka orang tua tersebut telah berlaku adil. Namun jika ia memberikannya sesuai kebutuhan, dalam satu minggu, anak SD diberi Rp 30.000, anak SMP diberi RP 60.000 dan anak SMA diberi Rp 100.000, maka orang tua ini telak berlaku bijaksana. Bagi seorang guru, bersikap adil itu sulit, namun bersikap bijak beberapa tahap lebih sulit. Tapi sikap bijaksana ini harus diterapkan dalam menjalankan kewajibannya. Dalam pembelajaran di dalam kelas, guru menghadapi peserta didik dengan kemampuan yang berbeda-beda, dari yang mempunyai kecerdasan tinggi, rata-rata, dan rendah. Disinilah sikap bijaksana harus diterapkan, dalam memberikan tuntutan pada peserta didik, hendaklah dia menyesuaikan dengan kemampuan mereka. Demikian juga dalam memberikan nilai, seorang guru yang bijak akan melihat sesuatu bukan dari satu sudut pandang saja, dia mempertimbangkan berbagai hal, sehingga ia akan menempatkan sesuatu benar-benar pada tempatnya.
7. Tanggung Jawab Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau
terjadi
apa-apa
boleh
dituntut,
dipersalahkan,
37
diperkarakan).94 Rasa tanggung jawab yang besar sangat diperlukan dalam mendidik iman dan perilaku peserta didik, membentuk fisik dan psikisnya dan mempersiapkan jiwa kemasyarakatan mereka. Rasa tanggung jawab dari seorang guru akan mendorong guru untuk mengontrol, memperhatikan, dan berusaha untuk mendidik dengan baik. Jika guru melalaikannya maka anak akan menjadi rusak, dan sangat sulit untuk memperbaikinya.95 Karena alasan inilah
Islam membebankan tanggung jawab
pendidikan yang besar kepada para ibu bapak dan semua guru. Allah mengingatkan bahwa mereka akan dimintai pertanggung jawaban atas tugas kewajiban mendidik ini, apakah dijalankan dengan baik atau sebaliknya. Berikut ini adalah ayat-ayat dan hadits tentang pelajaran tanggung jawab. Allah berfirman:
$pκön=tæ ÷É9sÜô¹$#uρ Íο4θn=¢Á9$$Î/ y7n=÷δr& öãΒù&uρ Artinya:“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.”96
#Y‘$tΡ ö/ä3‹Î=÷δr&uρ ö/ä3|¡àΡr& (#þθè% (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”97
tβθè=yϑ÷ès? óΟçFΖä. $£ϑtã £è=t↔ó¡çFs9uρ Artinya:“Dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan.”98
tβθä9θä↔ó¡¨Β Νåκ¨ΞÎ) ( óΟèδθàÏ%uρ 94
Balai Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia…,1139. Ulwan, Kaidah-Kaidah Dasar Pendidikan Anak Menurut Islam…, 186. 96 Al-Qur’an, 20: 132. 97 Al-Qur’an, 66: 6. 98 Al-Qur’an, 16: 93. 95
38
Artinya:“Dan tahanlah mereka (di tempat Sesungguhnya mereka akan ditanya”99
perhentian)
Karena
Sabda Nabi SAW:
bٌ cَ i ِ ]َْأ ُة رَاSَ ^ْ ْ وَاmُ eْ i َ ٌلVُ
ْ Yَ Vَ ِ َو ُهq}ِ cْ fَ ِ َأ ْهuَti َ ع ٍ رَا ُ{ ُ ]_ ^ا ْmُ eْ i َ bٌ ^َVُ
ْ Yَ ¦ َ َو َوَ^ ِ ِ َو ِهXَmtِْ fَ y ِ cْ fَ uَti َ Artinya:“Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin di dalam keluarganya dan dia bertanggung jawab terhadap yang di pimpinnya. Dan seorang wanita (istri) adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya itu.”100 Terkait dengan ayat dan hadits di atas, seorang guru selain dituntut tanggung jawabnya atas peserta didik di sekolah, ia juga dituntut tanggung jawabnya terhadap keluarganya di rumah, baik dalam hal memberikan nafkah, maupun memberikan pendidikan. Karena di samping profesinya sebagai guru, seorang guru juga mempunyai kehidupan pribadi. Bagaimana keadaan seorang guru dirumah juga akan menjadi sorotan bagi peserta didik, maupun oleh masyarakat. Salah satu hal yang harus dipenuhi oleh seorang guru dalam keluarga adalah menafkahi keluarganya, sebagaimana dalam AlQur’an Allah berfirman:
Å∃ρã÷èpRùQ$$Î/ £åκèEuθó¡Ï.uρ £ßγè%ø—Í‘ …ã&s! ÏŠθä9öθpRùQ$# Artinya:“Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.”101
99
Al-Qur’an, 37: 24. Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul ‘Itqi No. 2554, 412. 101 Al-Qur’an, 2: 233. 100
39
Dalam berusaha memberi nafkah kepada keluarga, lebih utama jika itu merupakan hasil tangan atau pekerjaannya (dengan kemandiriannya). Hal ini untuk menjaga harga diri orang muslim (‘iffah).
ÉΟÎ=≈tã 4’n<Î) šχρ–ŠuäIy™uρ ( tβθãΖÏΒ÷σßϑø9$#uρ …ã&è!θß™u‘uρ ö/ä3n=uΗxå ª!$# “uz|¡sù (#θè=yϑôã$# È≅è%uρ ∩⊇⊃∈∪ tβθè=yϑ÷ès? ÷ΛäΖä. $yϑÎ/ /ä3ã∞Îm7t⊥ã‹sù Íοy‰≈pꤶ9$#uρ É=ø‹tóø9$# Artinya:“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.”102 Seorang muslim yang mandiri dicintai Allah, karena ia telah menghindarkan diri dari perbuatan mencuri dan meminta-minta, dan merepotkan orang lain.103 Bagi seorang guru, sikap mandiri ini, dapat memupuk rasa percaya diri, kepercayaan masyarakat, dan semakin memantabkan kedudukannya sebagai suri tauladan bagi peserta didik dan masyarakat. Beranjak dari perintah Al-Qur’an dan arahan-arahan dari Nabi di atas, maka pendidik mukmin yang berakal lagi arif harus bangkit mengemban tanggung jawab dengan sebaik-baiknya sesuai dengan yang digariskan Allah SWT, dan jika ia lupa, dia akan menerima siksanya.
8. Menghargai Sesama Manusia Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
102
Al-Qur’an, 9: 105. Jamal Abdurrahman, Pendidikan ala Kanjeng Nabi, Terj. Jujuk Najibah Ardianingsih (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), 195. 103
40
4 (#þθèùu‘$yètGÏ9 Ÿ≅Í←!$t7s%uρ $\/θãèä© öΝä3≈oΨù=yèy_uρ 4s\Ρé&uρ 9x.sŒ ÏiΒ /ä3≈oΨø)n=yz $‾ΡÎ) â¨$¨Ζ9$# $pκš‰r'‾≈tƒ ×Î7yz îΛÎ=tã ©!$# ¨βÎ) 4 öΝä39s)ø?r& «!$# y‰ΨÏã ö/ä3tΒtò2r& ¨βÎ) Artinya:“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”104
Ÿ≅yèy_uρ $yγøŠs9Î) (#þθãΖä3ó¡tFÏj9 %[`≡uρø—r& öΝä3Å¡àΡr& ôÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ ÷βr& ÿϵÏG≈tƒ#u ôÏΒuρ ∩⊄⊇∪ tβρã©3xtGtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M≈tƒUψ y7Ï9≡sŒ ’Îû ¨βÎ) 4 ºπyϑômu‘uρ Zο¨Šuθ¨Β Νà6uΖ÷t/ Artinya:“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”105 Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan (distination) antara laki-laki dan perempuan, namun pembedaan tersebut bukanlah pembedaan (discrimination) yang menguntungkan pihak yang satu dan merugikan pihak yang lain. Pembedaan penciptaan laki-laki dan perempuan untuk mendukung misi Al-Qur’an yaitu terciptanya hubungan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan.106 Bahkan ditegaskan bahwa sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taqwa. Pembedaan jenis
kelamin,
suku
dan
bangsa
hanya
untuk
mempermudah
mengidentifikasi satu dengan lainnya dan agar tercipta kompetisi saling
104
Al-Qur’an, 49: 13. Al-Qur’an, 30: 21. 106 Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Maskawaih (Yogyakarta: Belukar, 2004), 15. 105
41
mengisi kelemahan yang satu dengan yang lain, sehingga tercipta kehidupan di dunia yang utuh. Untuk menciptakan hubungan yang harmonis dalam masyarakat, maka sikap-sikap yang baik harus ditumbuhkan dan sikap-sikap yang tercela harus dihindarkan. Untuk itu, guru sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab untuk menanamkan pada peserta didik sikap menghargai sesama, sehingga mereka memahami makna ukhuwah islamiyah antar sesama muslim. Dalam sikap kesehariannya, seorang guru hendaknya memberikan contoh dalam menghargai sesama. Yang paling utama tentunya dilakukan pada peserta didiknya. Seorang guru hendaknya menunjukkan perhatian kepada semua peserta didik dengan tanpa membeda-bedakan, sehingga peserta didik merasa dihargai dan disayangi sehingga mereka merasa nyaman dalam belajar.
9. Serasi Antara Perkataan dan Perbuatan
βr& «!$# y‰ΨÏã $ºFø)tΒ uã9Ÿ2 ∩⊄∪ tβθè=yèøs? Ÿω $tΒ šχθä9θà)s? zΝÏ9 (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ ∩⊂∪ šχθè=yèøs? Ÿω $tΒ (#θä9θà)s? Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”107
tβθè=É)÷ès? Ÿξsùr& 4 |=≈tGÅ3ø9$# tβθè=÷Gs? öΝçFΡr&uρ öΝä3|¡àΡr& tβöθ|¡Ψs?uρ ÎhÉ9ø9$$Î/ }¨$¨Ψ9$# tβρâ÷ß∆ù's?r& 107
Al-Qur’an, 61: 2-3.
42
Artinya:“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedangkan kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab ( Taurat) ? tidakkah kamu berfikir?” 108 Ayat di atas merupakan kecaman Allah bagi orang-orang yang menganjurkan melakukan kebaikan namun ia tidak melakukannya, dan melarang kepada keburukan namun ia melakukannya. Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa seseorang mengatakan sesuatu yang tidak dilakukannya. Secara tidak langsung ayat di atas menuntut seseorang untuk menjadi teladan atas apa yang diucapkannya. Rosulullah memerintahkan manusia melakukan kebaikan dan beliau yang pertama malakukannya; beliau melarang orang melakukan keburukan dan beliau adalah yang pertama menjauhinya. Hal ini adalah kesempurnaan akhlak beliau, itulah mengapa disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa pada diri Rosulullah telah ada suri tauladan yang baik. Dalam beberapa kisah membuktikan bahwa ajakan bersamaan dengan perbuatan lebih cepat diterima daripada ajakan belaka. Salah satu contoh konkrit dari pernyataan ini adalah sebagaimana diceritakan oleh Fuad bin Abdul Aziz, yakni dalam kisah Shulh al-Hudaibiyya. Manakala orang-orang musyrik menyepakati perjanjian damai dengan orang-orang Islam, dengan syarat-syarat tertentu, di antaranya agar orang-orang Islam pada tahun ini kembali ke Madinah dan datang berhaji di tahun yang akan datang. Ibnul Qayyim bercerita, setelah selesai menulis perjanjian, Rosululah berseru: 108
Al-Qur’an, 2: 44.
43
اVُtِ ْ _ ا±ُ ]ُوا َ Wْ XَT اVُYVُ¤ Artinya:“Berdirilah kalian, dan sembelihlah hewan qurban kalian, kemudian cukurlah rambut kalian.”109 Tidak ada seorangpun dari mereka bangkit, sampai beliau mengucapkan kalimat itu sebanyak tiga kali, manakala tidak ada seorangpun dari mereka yang bangkit, beliau menemui Ummu Salamah, dan memnceritakan apa yang beliau temui pada manusia. Ummu Salamah berkata ‘ wahai Rosulullah, apakah anda menginginkan hal itu? Keluarlah, dan jangan berbicara kepada seorangpun pada mereka
hingga anda
menyembelih sendiri hewan kurban anda, dan anda memanggil orang yang akan mencukur anda supaya mencukur anda. Beliaupun bangkit, lalu keluar dan tidak berbicara kepada seorangpun dari mereka, hingga melakukannya. Beliau menyembelih hewan kurbannya dan memanggil tukang cukur yang mencukurnya. Manakala orang-orang melihat hal itu, mereka bangkit lalu menyembelih hewan kurban mereka dan sebagian mereka mulai mencukur sebagian yang lain.110 Di sini terlihat jelas, bagaimana para sahabat tidak langsung melaksanakan perintah beliau, tapi manakala mereka melihat beliau bersegera melakukannya sebelum mereka, mereka melakukannya dan tak seorangpun dari mereka yang ketinggalan. Pola pendidikan yang realistis yang dicontohkan oleh seorang pendidik melalui tingkah lakunya adalah pendidikan melalui contoh
442-443.
109
Abu Daud Sulaiman Bin Al-Asyi’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud Kitab Jihad, No. 2765,
110
Fuad, Begini Seharusnya Menjadi Guru....., 13.
44
keteladanan.111 Guru sebagai pengajar adalah orang yang paling membutuhkan konsistensi dalam menjalani metode ini dalam kehidupan riilnya, karena ia adalah sosok yang selalu diperhatikan oleh peserta didik. Peserta didik menimba akhlak, adab, dan ilmu darinya. Dalam memberikan pengajaran seorang guru pastilah akan memberikan nasihat-nasihat bagi peserta didik, maka di sinilah ia dituntut untuk menjadi contoh pertama dari apa yang dinasihatkannya, baik dalam melakukan kebaikan maupun dalam menjauhi keburukan. Seorang guru harus berjuang keras dalam mengajarkan apa yang bermanfaat bagi peserta didiknya dan berusaha menjadi teladan yang baik bagi mereka.
10. Sabar Sabar adalah kemampuan menguasai diri dari kemarahan, kebencian dan dendam serta sanggup melakukan tugas-tugas amal shalih.112 Sabar merupakan kekuatan batin, karena dengan sabar ia dapat menguasai dan memimpin dirinya sehingga tidak melakukan perbuatan yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Marah adalah gelora di jiwa, di mana dalam kondisi tersebut orang yang marah kehilangan keseimbangannya dan pertimbangan-pertimbangan yang dimilikinya terbalik, sehingga ia hampirhampir tidak bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil.113 Allah berfirman:
111
Abdurrahman al-Nahlawy, Pendidikan di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Terj. Shihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 260. 112 A. Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia (Surabaya: Amelia, 2005), 201. 113 Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru…..,, 40.
45
šÏΖÅ¡ósßϑø9$# =Ïtä† ª!$#uρ 3 Ĩ$¨Ψ9$# Çtã tÏù$yèø9$#uρ xáø‹tóø9$# tÏϑÏà≈x6ø9$#uρ Artinya:“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang . dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”114 Demikianlah Islam menganjurkan orang-orang untuk berikap sabar dan tabah, berjiwa sabar menjadi kunci keselamatan dalam menghadapi situasi yang kurang baik, dan kunci kesuksesan dalam kehidupan seharihari. Allah berfirman:
ħàΡF{$#uρ ÉΑ≡uθøΒF{$# zÏiΒ <Èø)tΡuρ Æíθàfø9$#uρ Å∃öθsƒø:$# zÏiΒ &óy´Î/ Νä3‾Ρuθè=ö7oΨs9uρ šÎÉ9≈¢Á9$# ÌÏe±o0uρ 3 ÏN≡tyϑ¨W9$#uρ Artinya:“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buahbuahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”115 Jika ayat di atas diterapkan kepada seorang guru, selain tugasnya untuk mengajar secara terus-menerus dan berkesinambungan guru juga harus menghadapi anak-anak didik yang mempunyai tingkat akal yang bervariasi dalam hal daya paham, cara pandang, penerimaan dan lain sebagainya. Dan adakalanya di antara anak didik ada yang nakal dan juga ada yang sulit dalam menerima pelajaran. Dari sini dapat kita lihat banyaknya cobaan yang menuntut kesabaran seorang guru. Maka menahan emosi dan menundukkannya merupakan indikasi kuatnya seorang guru. Rosulullah telah mengabarkan hal ini melalui sabdanya: 114 115
Al-Qur’an, 3: 134. Al-Qur’an, 2: 155.
46
ِ َ ²َ ^ْ َ اeْ i ِ qُ
َ £ْ Wَ ¥ ُ tِSْ oَ ُ ا_^ِيoِ¨ _ ^ اXَSW_ ِإbِ i َ ]َ n ^Xِf ُ oِ¨ _ ^ ا³ َ cْ ^َ Artinya:“Bukan yang kuat itu kuat bergulat, tetapi yang kuat adalah yang mampu mengendalikan jiwa dari amarah.”116 Dan sabar dalam menahan amarah tersebut ditampakkan oleh perbuatan dan perkataan Nabi. Beliau adalah orang yang paling mampu menahan emosi. Sebagaimana yang dituturkan oleh Anas bin Malik:
ٌ]ْدªُf qِ ªْctَi َ َ َوt_ªَr َوqِ ªْcَti َ qُ t_^ اu_t¢ َ qِ t_^ل ا ِ Vُr َ َرYَ ¦ِ¨Yْ َأy ُ eْ ُآ َ ًةª ْ { َ qِ ª ¬ِ ِ]دَاfِ َ ª َ w َ Tَ ¦ ´ ª fِ ]َاi ْ َ أqُ ª دْ َر َآjَTَ bِ cَ ª ِ Xَ^ْ اµ ُ cªªtِ َ ¦ ´ ª Wِ ]َاw ْ Wَ qُ ª_t^ اu_tªَ¢ ¦ d ªِe_ ^ ا ِ vِ Xªَi bِ َ £ْ ªَ¢ uªَ^ت ِإ ُ ْ]ªَ·eَ Tَ ٌ³ªَWل َأ َ Xَ¤ َ ًةoِ َ ل َ Xَ¤ _ ±ُ qِ vِ َ ْ { َ _ ِة ِ ْQYِ ]دَا ِءd ^ اbُ cَ ِ Xَ Xَmfِ ْ َ]ت±_ ْ َأ¤َ َ َوt_r َ َوqِ cْ tَi َ ¥ َ ِ َ ªَT qِ ªْc^َ ِإy َ ªَ£}َ ^ْ XَT ك َ َeْ i ِ ا_^ِيqِ t_^ل ا ِ XَY ْQYِ ¦ِ^ ْ]Yُ ُ S_ َ Yُ Xَo ٍءXَ©َ fِ qُ ^َ ]َ Yَ _ َأ±ُ Artinya:“Saya pernah berjalan bersama Rosulullah SAW, sementara beliau memakai selimut najran yang tebal dan kasar di bagian ujungnya. Beliau dikejar oleh seorang badui lalu menarik selimutnya dengan keras sehingga saya melihat permukaan leher Rosulullah lecet oleh ujung selimut tersebut akibat keras tarikannya. Kemudian dia (badui)itu berkata” wahai Muhammad, perintahkan agar diberikan untukku dari harta Allah yang ada padamu.” Rosulullah menoleh kepadanya dan tersenyum, kemudian memerintahkan agar ia diberikan pesangon.117 Dalam hadits ini terdapat pelajaran berupa sikap menahan diri terhadap orang-orang jahil dan tidak melayani mereka serta membalas keburukan dengan kebaikan. Padahal jika Nabi ingin memarahi badui tersebut,
tentu
Beliau
dapat
melakukannya,
namun
Nabi
tidak
melakukannya. Selayaknya perilaku nabi ini menjadi cermin bagi para guru dalam memperlakukan anak didiknya. 116 117
Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Al- Adab No. 6114, 79. Ibid, 6088, 75.
47
11. Pemaaf (Al-‘Afwu) Pema’af adalah sikap mental yang senang membebaskan dan membersihkan batinnya dari kesalahan orang lain dan tidak mau memberikan sanksi atas perbuatannya.118 Dengan sifat mulia ini, seorang anak akan tertarik terhadap gurunya, dan akan menerima ucapan dan nasihatnya. Dengan perantaraan ini ia akan mempunyai akhlak yang terpuji.119 Karena alasan inilah dalam banyak ayat dan hadits, Islam menekankan untuk bersifat pemaaf, dengan harapan agar para pendidik tahu bahwa mema’afkan merupakan bagian tak terpisahkan dari keutamaan jiwa dan moral. Di antara ayat-ayat tersebut ialah:
É‹è{ uθøyèø9$# ó÷ß∆ù&uρ Å∃óãèø9$$Î/ óÚÌôãr&uρ Çtã šÎ=Îγ≈pgø:$# Artinya:“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh” 120
Ÿ≅ŠÏϑpgø:$# yxø¢Á9$# Ëxxô¹$$sù Artinya:“Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.”121 Sikap pemaaf merupakaan sifat paling mulia yang harus dimiliki oleh para guru sebagai pendidik karena sifat ini merupakan kebaikan di atas kebaikan. Terhadap apa yang dilakukan anak. Hendaknya seorang guru bersikap pemaaf dan tidak memberikan sanksi kepada anak dalam keadaan
118
A. Rahman Ritonga, Akhlak Merakit Hubungan dengan Sesama Manusia....., 212. Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak …, 155. 120 Al-Qur’an: 7: 199. 121 Al-Qur’an, 15: 85. 119
48
marah. Dan sifat pema’af ini sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana Nabi bersabda:
XَYا َو¹|i ِ X_^ ِإVٍ £ْ َ fِ ًْاi َ qُ t_^ زَا َد اXَYل َو ٍ XَY ْQYِ bٌ ¤َ َ ¢ َ ْy َ َ Wَ XَY qُ t_^ اqُ َ Tَ َرX_^ ِإqِ t_^ِ ٌ َ َ َأ َ َاVvَ Artinya:”Tidaklah menjadi berkurang harta yang disedekahkan. Allah akan menambahi kemuliaan pada seorang hamba yang mau memberikan ma’af. Dan Allah akan mengangkat derajat orang yang mau rendah hati kepada-Nya.”122 Dan pemaaf adalah sifat yang mulia, karena Allah mensifati diri-Nya dalam firman-Nya:
ÒΟŠÎ=ym ;Í_xî ª!$#uρ Artinya:“Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”123
12. Menghindarkan Perkataan Keji Menurut Fu’ad bin ABDUL Aziz berkata keji, mencaci, dan merendahkan orang lain merupakan sifat-sifat tercela yang ditentang oleh jiwa, dienggani oleh tabiat dan dijauhi oleh orang-orang yang mulia, dan jika guru mempunyai sebagian dari sifat ini maka merupakan ketebdahan pekerti yang tidak ada kerendahan setelahnya.124 Allah berfirman:
122
Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al- Qusyairi an Naisabury, Shahih Muslim Kitab AlBirrun No. 69. 123 Al-Qur’an,2: 263. 124 Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru…..,, 45.
49
Ÿωuρ öΝåκ÷]ÏiΒ #Zöyz (#θçΡθä3tƒ βr& #|¤tã BΘöθs% ÏiΒ ×Πöθs% öy‚ó¡o„ Ÿω (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ (#ρâ“t/$uΖs? Ÿωuρ ö/ä3|¡àΡr& (#ÿρâ“Ïϑù=s? Ÿωuρ ( £åκ÷]ÏiΒ #Zöyz £ä3tƒ βr& #|¤tã >!$|¡ÎpΣ ÏiΒ Ö!$|¡ÎΣ ãΝèδ y7Í×‾≈s9'ρé'sù ó=çGtƒ öΝ©9 tΒuρ 4 Ç≈yϑƒM}$# y‰÷èt/ ä−θÝ¡àø9$# ãΛôœeω$# }§ø♥Î/ ( É=≈s)ø9F{$$Î/ tβθçΗÍ>≈©à9$# Artinya:“Hai orang orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolokolok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolokolokkkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkkan) dan jangan pula wanita (mengolok-olokkan) wanita lain, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita( yang menggolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”125 Demikianlah Allah melarang manusia agar tidak saling menghina antara satu sama lain. Boleh jadi mereka yang dihina lebih baik dari pada mereka yang menghina, dan inilah yang sering terjadi dan sesuai dengan realita yang ada. Ejekan tidak akan dilakukan kecuali oleh seseorang yang penuh dengan akhlak buruk, berperangai dengan semua perangai tercela, dan hampa dari semua akhlak mulia.126 Dalam sebuah hadits diceritakan:
ْQªَi ٍ ªِ¬¦ وَاªِfْ َأQªَi º ِ Sَ i ْ jَªْ^ْ اQi َ َ| َةSْ َ ¦ِfْ َأQi َ ن ُ َْاi َ Xَe±َ _ َ ْQ ُ oَ ْ^َ ل َ Xَ¤ XَSmُ eْ i َ qُ t_^¦ ا َ ِ ]ٍو َرSْ i َ Q ِ fْ qِ t_^ ْ ِ اi َ ْQi َ ق ٍ
]ُو ْ Yَ ن _ ل ِإ ُ Vªُoَ ن َ Xªَ َوآXً¨ d £َ }َ Yُ Xَ^ َوXً¨ ِ XَT َ t_r َ ِ َوqcْ tَi َ qُ t_^ اu_t¢ َ ¦ n ِ e_ ^ا Xً¤Xَt ْ ْ َأ ُ eَ
َ ْ ِر ُآْ َأXَc ِ ْQYِ Artinya:"‘Abdan menyampaikan kepada kami dari Abi Hamzah dari ’Imasy dari Abi Wail dari Masruq dari Abdullah bin ‘Amr RA. berkata: 125 126
Al-Qur’an, 49: 11. Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru…, 47.
50
“tidaklah Nabi SAW berwatak kotor ucapannya dan tidak membuat kotor ucapannya. Dan beliau bersabda sungguh termasuk orang-orang pilihan kamu adalah orang yang terbaik akhlaknya”127 Berkata keji, mencaci dan merendahkan orang lain merupakan sifatsifat tercela yang ditentang oleh jiwa, dienggani oleh tabiat, dan dijauhi oleh orang-orang yang mulia. Guru seharusnya menjadi teladan yang diikuti jejaknya, sehingga ia harus menjauhi sifat tercela tersebut. Jika guru berperangai dengan sebagian sifat-sifat ini, maka guru ini memiliki kerendahan pekerti yang tidak ada lagi kerendahan setelahnya. Apalagi jika perilaku ini diterapkan pada anak didiknya, tentunya akan berpengaruh terhadap mental anak didik. Maka bagaimanapun guru harus menjauhi sifat ini.
13. Lemah Lembut (Al-Hilm) Lemah lembut adalah
sifat jiwa yang halus, bersih dan
tulus.128Antonimnya ialah keras dan kasar hati. Kelembutan hati seseorang dapat tercermin dari raut muka, ucapan dan perbuatannya. Guru berperan sebagai orang tua peserta didik di sekolah. Sebagai orang tua maka selayaknya guru harus bersikap lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada peserta didiknya. Hal ini seperti disampaikan pada ayat:
127 128
Bukhri Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitab Manaqib No. 3559, 309. A. Rahman Ritonga, Merakit…., 214.
51
ôÏΒ (#θ‘ÒxΡ]ω É=ù=s)ø9$# xá‹Î=xî $ˆàsù |MΨä. öθs9uρ ( öΝßγs9 |MΖÏ9 «!$# zÏiΒ 7πyϑômu‘ $yϑÎ6sù ö≅©.uθtGsù |MøΒz•tã #sŒÎ*sù ( Í÷ö∆F{$# ’Îû öΝèδö‘Íρ$x©uρ öΝçλm; öÏøótGó™$#uρ öΝåκ÷]tã ß#ôã$$sù ( y7Ï9öθym t,Î#Ïj.uθtGßϑø9$# =Ïtä† ©!$# ¨βÎ) 4 «!$# ’n?tã Artinya:“Maka dengan rahmat Allah yang kamu terima, berlaku lemah lembutlah terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhatikan kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu masukanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan dunia . kemudian apabila kamu telah memiliki kebulatan tekat, bertawakalah kapada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadanya.”129 Lebih lanjut ayat ini menjelaskan bahwa ciri orang yang berhati lemah lembut yaitu pemaaf, suka menolong, demokratis, dan selalu berserah diri kepada Allah dalam semua urusan. Sikap inilah yang harus diterapkan seorang guru dalam menjalankan kewajibannya, dengan menampilkan sikap seperti itu anak didik akan lebih hormat, dan ilmu yang diajarkan akan dihargai. Sehingga terjalin hubungan yang harmonis dengan peserta didik. Dari Aisyah Nabi bersabda:
¦ªِ©ْ oُ Xªَ^ XªَY ِ ªْT]d ^ اuªَti َ ¦ªِ©ْ oُ َو َ ªْT]d ^ ا n ªِoُ ٌcِT َرqَ t_^ن ا _ ِإ ُ َاVr ِ XَY uَti َ ¦ِ©ْ oُ Xَ^ XَY§ َو ِ eْ ُ ^ْ اuَti َ Artinya:“Bersumber dari ‘Aisyah istri Nabi SAW, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “wahai ‘Aisyah, sesungguhnyya memberi pada sikap lemah lembut sesuatu yang tidak diberikan pada sikap kasar, dan tidak diberikan pada selainnya.”130
qُ Wَ Xَ X_^¦ْ ٍءِإ َ ْQYِ ع ُ |َ eْ oُ Xَ^ َوqُ Wَ زَاX_^¦ْ ٍء ِإ َ ¦ِT ن ُ Vُ oَ Xَ^ َ Tْ ]d ^ن ا _ ِإ 129 130
Al-Qur’an, 3: 159. Imam Abi Husain Muslim, Shahih Muslim Kitab Al-Birrun No. 4697.
52
Artinya:“Bersumber dari ‘Aisyah istri Nabi SAW, dari Rasulullah SAW bersabda: “Bersikaplah lemah lembut, sesungguhnya tidaklah kelembutan ada pada sesuatu akan membuatnya indah dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali membuatnya rusak.”131 Sejalan dengan ayat di atas, kedua hadits ini menghimbau untuk bersikap lemah lembut. Dan bagi seorang guru bersikap lemah lembut kepada anak didik adalah sikap yang baik lagi terpuji.
14. Tegas Dengan berlaku lemah lembut sebagaimana disebutkan diatas, tidak berarti guru tidak pernah menghukum bila peserta didik melakukan kesalahan. Sikap lemah lembut tersebut harus tetap diimbangi dengan sikap tegas dalam menegakkan peraturan dan ini merupakan metode untuk membentuk ketaqwaan anak didik. Nabi SAW bersabda:
Xَmcْ tَi َ ْ ُهVُf]ِ ْ وَاQ َ cِer ِ ِ ْ r َ ُءXَefْ ِة َو ُهْ َأXَt _ ^Xِf ْ َد ُآXَ^ْ]ُوا َأوYُ ِ { ِ XَSَ ^ْ ِ¦ اT ْmُ eَ cْ fَ اVُ¤]d Tَ ¨ ٍ] َو ْi َ ُءXَefْ َو ُهْ َأ Artinya:”Ajarkanlah anak kecil melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun dan pukullah dia ketika meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun.”132 Hadits diatas memberikan pengertian bahwa seseorang harus berlaku tegas dalam melakukan pengajaran. Adakalanya seorang guru harus memberi hukuman, namun hukuman yang diberikan harus disesuaikan dengan usia peserta didik. Hukuman tersebut bisa berupa pukulan, namun
131 132
Ibid, 4698. Abu Daud Sulaiman Bin Al-Asyi’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud Kitab Shalat No. 418.
53
sanksi pukulan ini diakui Islam setelah upaya berbagai nasihat dan sanksi ringan lainnya dilakukan.133 Dari sini dapat disimpulkan bahwa demi kebaikan peserta didik, seorang guru harus luwes dalam bersikap, ia harus berlaku lemah lembut, namun juga harus tetap tegas dalam memberikan pengajaran.
15. Suka Mendo’akan Kebaikan Anak Al-Maghribi berpendapat bahwa salah satu sifat guru yang baik adalah suka mendo’akan peserta didik.
134
ini berlandaskan pada firman
Allah:
( Èβ$tãyŠ #sŒÎ) Æí#¤$!$# nοuθôãyŠ Ü=‹Å_é& ( ë=ƒÌs% ’ÎoΤÎ*sù Íh_tã “ÏŠ$t6Ïã y7s9r'y™ #sŒÎ)uρ šχρ߉ä©ötƒ öΝßγ‾=yès9 ’Î1 (#θãΖÏΒ÷σã‹ø9uρ ’Í< (#θç6‹ÉftGó¡uŠù=sù Artinya:“Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang aku, maka jawablah, bahwasannya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepadaKu.”135
ö uþθ¡9$# ß#ϱõ3tƒuρ çν%tæyŠ #sŒÎ) §sÜôÒßϑø9$# Ü=‹Ågä† ¨Βr& Artinya:“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepadanya, dan yang menghilangkan kesusahan.”136
4 ö/ä3s9 ó=ÉftGó™r& þ’ÎΤθãã÷Š$# ãΝà6š/u‘ tΑ$s%uρ Artinya:“Dan Robbmu berfirman,’berdo’alah kepadaKu, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.”137 133
Al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak...., 387. Ibid., 162. 135 Al-Qur’an, 2: 186. 136 Al-Qur’an, 27: 62. 137 Al-Qur’an, 40: 60. 134
54
Pada ayat-ayat tersebut Allah berseru untuk berdo’a kepada-Nya. Dan keutamaan seorang guru adalah jika ia mendo’akan anak didiknya, karena do’a sangat memberi manfaat bagi anak dalam menambah keteguhan dan keshalihan serta menunjukkan jalan lurus kepadanya. Bagi seorang guru, handaklah ia menjadi sebab baiknya anak dan datangnya keberkahan pada hidup mereka dengan cara berdo’akan kebaikan mereka seperti yang di lakukan oleh para Nabi, yaitu diantaranya: Do’a Nabi Zakaria As:
Ï!$tã‘$!$# ßì‹Ïÿxœ š¨ΡÎ) ( ºπt7Íh‹sÛ Zπ−ƒÍh‘èŒ šΡà$©! ÏΒ ’Í< ó=yδ Éb>u‘ Artinya:“Ya Tuhanku, berilah Aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”.138 Do’a Nabi Ibrahim:
tΠ$oΨô¹F{$# y‰ç7÷è‾Ρ βr& ¢Í_t/uρ Í_ö7ãΨô_$#uρ $YΨÏΒ#u t$s#t6ø9$# #x‹≈yδ ö≅yèô_$# Éb>u‘ Artinya:“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.”139
16. Rendah Hati Menurut A. Rahman Ritonga rendah hati adalah sikap mental yang tinggi dan terpuji sebagai cerminan dari akhlak karimah seseorang. Yang dimaksud dengan rendah hati di sini adalah perasaan memiliki kelemahan dan kelemahan dibanding orang lain. Perasaan ini tergambar dari sikap dan penampilannya yang sederhana, baik dalam ucapan, pakaian, perilaku dan
138 139
Al-Qur’an, 3: 38. Al-Qur’an, 14: 35.
55
sebagainya. pada penampilan ini tidak tercermin adanya sikap pamer dan ingin dipuji orang lain, meskipun sesungguhnya ia mampu menampilkan yang lebih dari orang lain.140 Rasulullah telah memberikan keteladanan sikap rendah hati kepada umat, sebagaimana dalam sebuah hadits Nabi bersabda:
َْ Wَ ل َ XَTَ y َ Wْ َوَأqُ fُ Xَ¢ ْ ل َأ َ XَTَ َ eَ ²َ ْ^ اuَi َرX_^ ِإX¹cِ Wَ qُ t_^» ا َ َ fَ XَY bَ _ Yَ ِ ْهjَ^ِ ¼ َ oِ]َار¤َ uَti َ XَهXَiْ َأرy ُ eْ ُآ Artinya:“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi kecuali dia menggembala kambing.” Para sahabatnya bertanya,” dan anda?” beliau menjawab,”ya, dahulu saya juga menggembalakan kambing penduduk mekkah dengan imbalan beberapa qirath.”141 Jika seseorang memerlukan sikap rendah hati supaya sukses dalam hubungan vertikal dengan Allah dan hubungan horizontal dengan manusia, maka seorang guru sangat membutuhkannya. Ini karena profesi guru yang bersifat pengajaran dan pengarahan mengharuskan adanya komunikasi dengan peserta didik dan dekat dengan mereka, sehingga mereka tidak sungkan dalam bertanya dan berdiskusi. Dan anak didik tidak akan menyukai seorang guru yang sombong, diktator, dan menyombongkan ilmunya.
17. Tidak Merasa Rendah Diri Menurut Al-Abrasyi salah satu sifat seorang guru yang baik adalah tidak merasa rendah diri atau dalam bahasa lain disebut dengan percaya
140 141
A. Rahman Ritonga, Akhlak.........., 216. Bukhari Ja’fiyyi, Shahih Bukhari Kitabul Ijarah No. 2262, 40.
56
diri.142 Dalam kamus bahasa Indonesia percaya diri berarti yakin benar, memastikan akan kemampuan, kelebihan seseorang, sesuatu.143 Rasa percaya diri sangat penting untuk dimiliki seseorang. Dengan rasa percaya diri seseorang akan yakin dengan kemampuan yang ia miliki sehingga ia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan maksimal. Dalam Islam orang yang beriman dan berilmu pengetahuan sangat tinggi kedudukannya di sisi Allah, hal ini sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Ëx|¡øtƒ (#θßs|¡øù$$sù ħÎ=≈yfyϑø9$# †Îû (#θßs¡¡xs? öΝä3s9 Ÿ≅ŠÏ% #sŒÎ) (#þθãΖtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ (#θè?ρé& tÏ%©!$#uρ öΝä3ΖÏΒ (#θãΖtΒ#u tÏ%©!$# ª!$# Æìsùötƒ (#ρâ“à±Σ$$sù (#ρâ“à±Σ$# Ÿ≅ŠÏ% #sŒÎ)uρ ( öΝä3s9 ª!$# ∩⊇⊇∪ ×Î7yz tβθè=yϑ÷ès? $yϑÎ/ ª!$#uρ 4 ;M≈y_u‘yŠ zΟù=Ïèø9$# Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.144 Selain itu An-Nahlawy mengemukakan bahwa keutamaan profesi guru ssangat besar, sehingga Allah menjadikannya sebagai tugas yang diemban Rosulullah SAW.145hal ini sebagaimana firman Allah:
142
Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam............ 138. Balai Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia….,,856. 144 Al-Qur’an, 58: 11. 145 Abdurrahman An-Nahlawy, Pendidikan di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Terj. Shihabuddin (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 171. 143
57
öΝÍκön=tæ (#θè=÷Gtƒ ôΜÎγÅ¡àΡr& ôÏiΒ Zωθß™u‘ öΝÍκÏù y]yèt/ øŒÎ) tÏΖÏΒ÷σßϑø9$# ’n?tã ª!$# £tΒ ô‰s)s9 ’Å∀s9 ã≅ö6s% ÏΒ (#θçΡ%x. βÎ)uρ sπyϑò6Ïtø:$#uρ |=≈tGÅ3ø9$# ãΝßγßϑÏk=yèãƒuρ öΝÍκÅe2t“ãƒuρ ϵÏG≈tƒ#u ∩⊇∉⊆∪ AÎ7•Β 9≅≈n=|Ê Artinya: “sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.146 Berdasarkan ayat diatas, maka bagi seorang guru harus percaya diri dengan profesi guru yang ia jalani, karena seorang guru memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah. Selain itu seorang guru juga harus percaya diri dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini dikarenakan guru bergaul dengan banyak pihak baik dalam masyarakat maupun dalam lingkungan sekolah. Dimasyarakat ia berhadapan dengan masyarakat umum, dimana mereka selalu menuntut pribadi yang sempurna dari seorang guru. Di sekolah ia berhubungan dengan teman-teman seprofesi. Di dalam kelas guru adalah figur
yang harus menghadapi sekian banyak peserta didik. Bagaimana
masyarakat akan meyakini dedikasinya sebagai guru jika ia tidak percaya diri dalam pergaulan di masyarakat? Bagaimana sekolah akan percaya pada kemampuannya jika ia tidak percaya diri dalam pergaulan dengan sesama guru? Dan bagaimana guru dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, jika dia grogi dalam menghadapi peserta didik yang pada umumnya dan dapat dipastikan usianya dibawah guru tersebut? Jika ini 146
Al-Qur’an, 3: 164.
58
terjadi, dapat dipastikan guru akan dijadikan bahan ejekan siswa atau paling tidak gunjingan diantara para guru. Karena dengan tidak percaya diri, menunjukkan kurangnya wibawa sebagai seorang guru. Namun, rasa percaya diri ini harus diimbangi dengan kemampuan yang memadai, tentunya kemampuan dalam tugasnya sebagai seorang guru. Dan rasa percaya diri ini tidak boleh menjurus pada sikap sombong dan angkuh (al-kibr wa al- ‘ujub), karena sikap ini sangat dimurkai Allah.147 Bagaimanapun seorang guru percaya pada kemampuannya, harus ada batasbatas tertentu yang tidak boleh dilampauinya. Jangan sampai sikap percaya diri ini terlalu berlebihan, tanpa diimbangi dengan usaha untuk meningkatkan profesionalitas, hal ini nantinya ditakutkan justru akan menjadi bomerang bagi guru itu sendiri.
18. Ramah Arti ramah ialah baik budi dan hati. Peramah adalah sifat orang yang halus budinya, baik hatinya menarik tutur bahasanya, dan disenangi dalam pergaulan. Seorang peramah tidak mengenal perbedaan status sosial masyarakat, ia senang bergaul dengan siapa saja. Ia senang di sapa dan menyapa orang lain. Tutur bahasanya lembut dan tidak menyakitkan hati.148 Dalam pandangan Allah orang yang peramah termasuk hambanya yang mendapat kemuliaan. Allah berfirman:
147 148
A. Rahman Ritonga, Akhlak................., 220. A. Rahman Ritonga, Merakit ….,, 205.
59
ãΝßγt6sÛ%s{ #sŒÎ)uρ $ZΡöθyδ ÇÚö‘F{$# ’n?tã tβθà±ôϑtƒ šÏ%©!$# Ç≈uΗ÷q§9$# ߊ$t7Ïãuρ $Vϑ≈n=y™ (#θä9$s% šχθè=Îγ≈yfø9$# Artinya:“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.”149 Rosulullah dapat dijadikan acuan dalam pembinaan sikap ramah. Sikap ini menjadi sikap agung Rosulullah dan dirasakan oleh semua orang baik muslim maupun non muslim, miskin dan kaya, muda dan tua. Rosul juga ramah terhadap keluarga maupun masyarakat. Keramahanya ditandai dengan menyapa setiap orang yang ditemuinya. Jika bertemu anak anakanak beliau menyalami dan menepuk bahu mereka dengan penuh kasih sayang. Seorang guru dalam bergaul dengan anak didik, dengan guru lain maupun dengan masyarakat sekitar hendaklah bersikap ramah, suka menyapa bila berjumpa dengan orang lain, dan sebaik-baik sapaan adalah ucapan salam, seperti yang diajarkan Rosulullah, karena Allah menyukai orang yang ramah. 19. Suka Bercanda Ulama yang menyatakan bahwa salah satu sifat seorang guru yang ideal adalah bercanda dengan peserta didik ialah Fu’ad bin Abdul Aziz.150 Karena mata pelajaran sehari-hari sangatlah menguras konsentrasi pikiran
149 150
Al-Qur’an, 25: 63. Fu’ad bin Abdul Aziz, Begini Seharusnya Menjadi Guru............, 36.
60
dan hati. mereka mengerahkan seluruh indera untuk memahami materi yang di sampaikan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan dalam sebuah hadits:
Q ُ fْ ¦ n tِi َ Xَe±َ _ َ ي n َا ِد²ْ َ ^ْ ي ا n و ِرn^_ ٍ اS َ Yُ Q ُ fْ س ُ X_i َ Xَe±َ _ َ ْQi َ ٍ oْ َزQ ِ fْ bَ Yَ Xَrْ ُأQi َ ك ِ َرXَSُ ^ْ اQ ُ fْ qِ t_^ ْ ُ اi َ XَW]َ َ ْ َأQ ِ
َ َ ^ْ ا ¥ َ W_ ِإqِ t_^ل ا َ Vُr َرXَo اVُ^Xَ¤ ل َ Xَ¤ َ] َةoْ ]َ ِ¦ ُهfْ َأQi َ ي d ]ِ ُ ْ Sَ ^ْ ٍ اcِr َ X¹ َ X_^ل ِإ ُ Vُ¤ َأXَ^ ¦dWل ِإ َ Xَ¤ Xَeُi ِ َاvُ Artinya:“Abbas bin Muhammad Ad Dauri menceritakan kepada kami, Ali bin Al Hasan menceritakan kepada kami Abdullah bin Mubarak menceritakan kepada kami dari Usamah bin Zaid dari Said Al Maqburi dari Abi Hurairah berkata: “para sahabat berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau bersenda gurau dengan kami? Beliau bersabda” sesungguhnya aku tidak mengucapkan melainkan kebenaran.”151 Pengaruh positif yang ditimbulkan dengan bercanda adalah mengakrabka suasana belajar dan menghilangkan rasa bosan yang dialami siswa. Namun yang perlu diperhatikan, sebaiknya guru tidak terlalu memperbanyak canda, supaya tidak mengeluarkan proses belajar dari jalurnya dan menghilangkan faidah yang diharapkan, serta menghilangkan wibawa yang ia miliki. Seperti pada hadits di atas, bercanda tidak boleh dilakukan, kecuali dalam perkara yang haq, selain itu tidak boleh menyakiti atau menghinakan anak didik dalam melakukannya.
20. Suka Bermusyawarah Bermusyawarah sama dengan berkonsultasi atau meminta saran.152 Profesi keguruan mengharuskan pelakunya untuk berhubungan dengan peserta didik yang mempunyai watak dan pemikiran yang berbeda-beda. Di 151 152
At Tirmidzi, Sunan Tirmidzi Kitab Al-Birrun No. 1997. Ibid., 49.
61
antara mereka ada yang cerdas ada pula yang lemah. Terkait dengan hal ini, guru kadang dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang rumit. Allah berfirman:
Í÷ö∆F{$# ’Îû öΝèδö‘Íρ$x©uρ Artinya:“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”153
öΝæηuΖ÷t/ 3“u‘θä© öΝèδãøΒr&uρ Artinya:”Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka…”154 Dalam ayat di atas Allah memerintahkan untuk bermusyawarah. Di dalam bermusyawarah terdapat banyak faidah dan maslahat, di antaranya pikiran menjadi tenang karena digunakan sebagaimana mestinya, selain itu apa yang dihasilkan dalam bermusyawarah berupa pendapat yang tepat, dimana orang yang bermusyawarah kebanyakan tidak salah di dalam tindakannya, andaipun dia salah atau yang dia putuskan kurang sempurna, ia tidak akan dicerca. Rosulullah adalah manusia yang paling sempurna akalnya, paling luas pengetahuannya dan paling cemerlang pendapatnya. Namun
Allah masih memerintahkannya untuk bermusyawarah, maka
bagaimana dengan selain Rosulullah? Musyawarah menjadi sebab untuk mendapatkan yang haq dan meninggalkannya adalah sebab yang mendekatkan pada kesalahan dan jatuh kedalamnya.155 Selayaknya bagi setiap guru untuk bermusyawarah kepada orang lain dalam masalah yang dia hadapi, baik dengan orang tua peserta didik, sesama guru maupun dengan peserta didik sendiri, supaya dia dapat mencapai kebenaran sehingga dia mengambil tindakan yang tepat. Seorang
153
Al-Qur’an, 3: 159. Al-Qur’an, 42: 38. 155 Fu’ad, Begini Seharusnya Menjadi Guru…., 51. 154
62
guru hendaknya menjauhi sifat sombong, tinggi hati dan besar kepala sehingga tidak mau bertanya pada yang lain dan meminta pendapatnya, karena itu merupakan sikap tinggi hati yang tidak pada tempatnya. Seorang guru yang suka bermusyawarah tidaklah rendah kedudukannya, tapi justru menunjukkan kesempurnaan akalnya.
63
BAB III TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Kompetensi Kepribadian Guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 Kompetensi kepribadian merupakan salah satu kompetensi inti yang harus dipenuhi oleh semua guru, baik guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Dalam lampiran Permendiknas No 16 tahun 2007, tentang standard kualifikasi akademik dan kompetensi guru disebutkan bahwa kompetensi kepribadian guru ialah: 1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. a. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender. b. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam. 2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. a. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi. b. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan, dan akhlak mulia. c. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya. 3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. a. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa. 4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. a. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi. b. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri. c. Bekerja mandiri secara professional. 5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. a. Memahami kode etik profesi guru. b. Menerapkan kode etik profesi guru. c. Berperilaku sesuai dengan kode etik guru.156
156
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru (Jakarta: departemen pendidikan nasional, 2007), 48, 53-54, 61.
64
B.
Analisis Kompetensi Kepribadian Guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 Menurut Tinjuan Islam 1.
Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. a. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender. Dalam Islam tidak membeda-bedakan disebut dengan istilah adil. Dan itu merupakan sikap yang sangat ditekankan, dimana Allah mewajibkan
bagi
setiap
muslim
(QS.
An-Nahl:
90).
Allah
memerintahkan untuk berlaku adil kepada karib kerabat (QS. AlAn’am: 152), kepada orang yang beragama lain (QS. Asy-Syura: 15) bahkan kepada musuh (QS. Al-Ma’idah: 8), dengan kata lain sikap adil harus diterapkan siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Rosulullah adalah orang yang pertama dalam menegakkan keadilan, yang salah satunya adalah tercermin dalam sebuah hadits bahwa Nabi rela memotong tangan putri kesayangannya Fatimah, jika ia mencuri. Ada juga hadits lain yang menyatakan bahwa Nabi menolak menjadi saksi terhadap Abu Athiyah yang memberikan sesuatu pada salah satu anaknya, dimana Abu Athiyah tidak memberikan barang yang sama terhadap anak yang lain. Islam sangat menekankan manusia untuk berlaku adil, karena akan berakibat sangat buruk, jika sampai ditinggalkan. Sebagai contoh
65
Nabi Yakub tidak berlaku adil diantara anak-anaknya, dia lebih menyayangi Yusuf dan saudaranya Bunyamin, maka ini menimbulkan kecemburuan diantara anak-anaknya yang lain, sehingga anak-anak tersebut mencelakakan Yusuf dan Bunyamin (QS. Yusuf: 8). Dalam Al-Qur’an Allah menjelaskan, bahwa Dia menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan, dan Dia juga menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa (QS. Al-Hujurat ayat 13). Namun Allah juga menjelaskan bahwa yang membedakan kedudukan manusia di sisi Allah adalah ketaqwaannya. Sehingga dari sini dapat diketahui bahwa Allah menciptakan perbedaan jenis kelamin dan suku diantara manusia agar satu sama lain saling melengkapi sehingga tercipta kehidupan dunia yang harmonis. Dari ayat ini jelas bahwa perbedaan suku dan jenis kelamin bukanlah alasan bagi seseorang untuk tidak berlaku adil. Jika ayat di atas diterapkan pada tugas seorang guru yang menghadapi peserta didik yang beragam, baik keyakinan, gender, suku, dan daerah asal, maka ayat tersebut merupakan perintah agar guru senantiasa berlaku adil dalam memperlakukan semua peserta didiknya. b. Bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam
66
Dalam surat Ali-Imran ayat 59 Allah memerintahkan manusia untuk mentaati Allah, Rosul, dan para pemimpin. Ayat ini mengisyaratkan, agar selain taat pada Allah dan Rosul yang diwujudkan dengan sikap taqwa, manusia juga diperintahkan untuk taat pada pemimpin, yaitu pemerintah. Berdasarkan ayat ini, Guru sebagai seorang muslim, selain betaqwa kepada Allah, ia juga harus mematuhi peraturan atau hukum yang dibuat oleh pemerintah, baik peraturan yang mengatur kedudukannya sebagai warga Negara, maupun peraturan yang mengatur profesi keguruannya. Dari sini dapat dimengerti bahwa ada kesesuaian antara konsep Islam dengan Permendiknas No 16 Tahun 2007. Dalam Islam perilaku menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender sebagaimana yang tersurat dalam PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 dikenal dengan sikap adil, dan sikap ini sangat ditekankan bagi setiap muslim, karena jika sampai seseorang tidak berlaku adil, terutama bagi seorang guru terhadap para peserta didik, akan menimbulkan kecemburuan diantara peserta didik. Dalam Islam, bersikap sesuai dengan norma agama yang dianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam sebagaimana dalam PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 dapat diartikan sebagai perintah untuk menaati Allah, Rosul dan para pemimpin. Perintah untuk taat kepada norma agama sama dengan taat Kepada Allah dan Rosul,
67
sedangkan taat kepada hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat serta kebudayaan nasional yang beragam
dapat diartikan
sebagai taat kepada pemimpin. karena norma-norma tersebut dibuat oleh para pemimpin dan telah disepakati bersama untuk mengatur warga masyarakat agar tercipta ketentraman dan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dari sini dapat diketahui bahwa tidak ada pertentangan antara konsep Islam dengan PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007. 2.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. i.
Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi Dalam Islam, setiap muslim juga diperintahkan untuk berlaku jujur atau amanah (QS. At-Taubah: 119), ayat ini didukung oleh hadist Nabi yang menyebutkan bahwa kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga, sedangkan kedustaan itu membawa pada keburukan, dan keburukan membawa ke neraka. Nabi sendiri adalah teladan utama dalam bersikap jujur sehingga Beliau diberi gelar al-amin (orang yang terpercaya). Kejujuran Beliau telah diakui oleh kawan dan lawan, dan merupakan modal utama ketika berdagang maupun ketika berdakwah, maka sifat jujur wajib untuk dimiliki oleh setiap guru agar ia mendapatkan kepercayaan baik dari peserta didik, maupun oleh masyarakat atas apa yang disampaikannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Abu Daud, Nabi memerintahkan untuk mengajarkan anak kecil melakukan sholat
68
ketika berumur tujuh tahun dan memukulnya pada usia sepuluh tahun, jika ia meninggalkannya. Hadist ini adalah bukti nyata bahwa Islam mengajarkan sikap tegas dalam memberikan pengajaran. Namun dengan kesempurnaannya, dalam menerapkan sikap tegas ini, Islam membatasi bahwa pukulan tersebut diberikan setelah anak tidak mau menerima nasihat yang diberikan, sehingga pukulan adalah alternatif terakhir dalam memberikan peringatan. Selain itu hadist ini juga memberikan pengertian bahwa pukulan hanya boleh diberikan pada anak yang telah cukup umur yaitu sepuluh tahun, Nabi tidak memerintahkannya pada anak yang masih kecil, tujuh tahun. Hadist ini memerintahkan untuk memberikan hukuman sesuai dengan usia. Guru yang manusiawi adalah yang menghormati dan menghargai orang lain terutama para peserta didik. Dalam Islam perilaku menghargai orang lain diimplementasikan dengan berakhlak terpuji atau berakhlak dengan akhlakul karimah. Diantara Akhlak mulia untuk menghargai orang lain yang diperintahkan dalam Islam diantaranya, lemah Lembut (Al-Hilm) dalam QS. Ali-Imran ayat 159, dimana ayat ini juga memberikan larangan agar tidak berlaku kasar, agar manusia tidak menjauhkan diri darinya, ayat ini juga didukung oleh dua hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menekankan manusia untuk berlaku lemah lembut karena sikap ini adalah sikap yang utama lagi terpuji, bersikap ramah (QS. Al-Furqan: 63) tidak mengucapkan perkataan yang keji dan tidak pantas pada
69
orang lain (QS. Al-Hujurat ayat 11), bersikap rendah hati, dan tidak sombong sebagaimana sikap Nabi Muhammad SAW, mendengarkan pendapat orang lain dalam memutuskan suatu perkara dengan bermusyawarah (QS. Ali Imran: 159 dan QS. Asy-syura: 38), ayat dan hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menekankan bagi manusia agar menghargai orang lain, atau bersikap manusiawi, dimana guru juga termasuk di dalamnya. ii.
Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia Dalam
Islam,
manusia
senantiasa
diperintahkan
untuk
bertaqwa, yaitu menjalankan segala perintah Allah SWT, dan menjauhi segala larangan-Nya (QS. Ali- Imran: 102, QS. Al-Hajj: 1, QS. Al-Ahzab: 70, QS. Al-Al-Hasyir: 18, At-Tagabun: 16, QS. AnNisa’: 9, QS. At-Thalaq: 2-3). Sikap taqwa ini sangat penting untuk dimiliki oleh seorang guru, agar mereka selalu merasa diawasi Allah dalam setiap perbuatannya, sehingga mereka berusaha untuk menjalankan agama dengan lurus. Jika seorang guru tidak bertaqwa, ia akan melakukan segala hal dengan semaunya sendiri tanpa mempertimbangkan perintah dan larangan Allah, sehingga ia tidak takut untuk berbuat tercela. Dalam Islam, akhlak merupakan perkara yang sangat penting. Seperempat dari isi kandungan Al-Qur’an yaitu sekitar 1504 memuat akhlak secara teoritis maupun praktis. Lebih jauh, Semua aktifitas
70
ibadah seorang muslim tidak akan berguna jika tidak berimplikasi pada kualitas akhlaknya. Dalam memberikan gambaran tentang akhlak, Al-Qur’an menampilkan seorang tokoh sebagai model dalam mendidik generasinya, yaitu Nabi Muhammad SAW (QS. Al-Qalam: 4), maka dengan kesempurnaan akhlaknya beliau pantas dijadikan teladan bagi seluruh umat (Al-Ahzab: 21). Bagi seorang guru, yang mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan, menjadi teladan merupakan tuntutan yang tidak bisa dipungkiri, maka Rosulullah adalah contoh utama yang pantas untuk ditiru dalam berakhlak, sehingga seorang guru bisa benar-benar pantas menjadi teladan bagi peserta didik maupun oleh masyarakat disekitarnya. iii.
Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya Dalam Islam, Allah sangat mengecam orang-orang yang menganjurkan melakukan kebaikan namun ia tidak melakukannya, dan melarang kepada keburukan namun ia melakukannya (QS. As-Saff 23, QS. Al-Baqarah 44). Sangat besar kebencian di sisi Allah bahwa seseorang mengatakan sesuatu yang tidak dilakukannya. Secara tidak langsung ayat diatas menuntut seseorang untuk menjadi teladan atas apa yang diucapkannya. Selain itu, Nabi Muhammad sebagai guru umat adalah sosok teladan dalam segala yang diucapkannya (QS. AlAhzab: 21)
71
Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, yang mempunyai pembahasan yang lengkap dalam setiap
sisi
kehidupan
manusia.
Jika
disandingkan
dengan
PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007, maka tidak ada satu poinpun yang tidak ada pembahasannya dalam Islam. Kepribadian yang tersurat dalam PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 yang mencakup sikap jujur, tegas, manusiawi, berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia serta berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya telah disampaikan anjurannya dalam ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi, dan sikap-sikap terpuji ini merupakan sikap yang dicontohkan langsung oleh Rosulullah sebagai panutan umat. 3.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. a. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk bersikap sabar dan tidak mudah marah (QS. Al-Imran: 134), dalam ayat lain Allah menyebutkan bahwa Dia pasti akan memberikan cobaan bagi tiap-tiap hambanya, dan orang-orang yang bersikap sabar adalah yang disukai oleh Allah (QS. Al-Baqarah: 155). Selain sabar dalam menahan emosi, Islam juga menganjurkan manusia untuk berlapang dada dalam memberi ma’af pada orang lain (QS. Al-A’raf: 199, QS. Al-Hijr: 85). Ayat ini juga diperkuat oleh sebuah hadits dimana Nabi bersabda bahwa orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan jiwa dari
72
amarah, selain itu Nabi sendiri adalah orang yang pertama dalam bersikap sabar, banyak kisah yang meriwayatkan tentang kesabaran beliau. b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa. Dalam Islam arif atau bijaksana adalah sifat Allah yang indah, dalam beberapa ayat Al-Qur’an Allah menyifati diri-Nya dengan sifat tersebut (QS. Fatir: 2, QS. As-Saba’: 1, QS Adz-Dzariyat: 30). Sifat bijaksana Allah diantaranya ditunjukkan Allah dalam memberikan cobaan pada hambanya, Dia tidak akan memberikan cobaan melampauan batas kesanggupan (QS. Al-Baqarah: 286). Rasulullah bersabda agar manusia berarkhlak dengan akhlak Al-Quran, yang dimaksud disini adalah menginternalisasi sifat Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an agar manusia menjadi pribadi yang baik, yang mencerminkan sifat-sifat-Nya, dimana diantara sifat-sifat tersebut adalah sikap bijaksana. Selain itu nabi adalah seorang yang bijaksana, dalam memberikan pendidikan pada umat, beliau tidak membebani pada sesuatu yang memberatkan, melainkan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing orang. Dalam Islam guru dituntut untuk berakhlak mulia, bertaqwa, dan berilmu (berkompetensi di bidangnya). Sosok guru yang berwibawa hanya bisa ditemukan pada sosok guru yang berakhlak mulia, bertaqwa, dan berilmu. Jika salah satu sari ketiganya tidak ada
73
pada sosok seorang guru, maka dia tidak akan dapat menampilkan diri sebagai sosok yang memiliki wibawa di mata peserta didik dan masyarakat. Dari paparan di atas telah jelas bahwa sikap menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil, dan menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa sebagaimana yang tercantum dalam PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 telah dijelaskan secara gamblang dalam Islam. Sikap sabar dalam menahan amarah dan suka memaafkan yang ditekankan dalam Islam adalah indikator dari Sikap mantab stabil dan dewasa yang disebutkan dalam PERMENDIKNAS No 16
Tahun
2007.
Sikap
bijaksana
yang
dianjurkan
dalam
PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 adalah merupakan nama Allah yang Husna dan juga merupakan sifat Allah SWT. sedangkan dalam Islam manusia dianjurkan untuk meniru sifat-sifat Allah, maka dari sini dapat kita ketahui bahwa Islam menganjurkan manusia untuk berlaku bijaksana. Sedangkan sikap berwibawa yang dianjurkan dalam PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 memang tidak dijelaskan secara langsung dalam Islam. Namun guru dalam Islam guru dituntut untuk berakhlak mulia, bertaqwa, dan berilmu (berkompetensi di bidangnya). Hal ini merupakan syarat yang diberikan oleh Islam yang secara tidak langsung bertujuan agar seseorng guru mempunyai kewibawaaan dimata peserta didik dan masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa Islam menganjurkan seorang guru untuk mempunyai kewibawaan.
74
4.
Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. a. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi. Semua yang dikerjakan manusia akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat (QS. An-Nahl: 93 dan QS.As-Shaafaat: 24) demikian juga bagi seorang guru, ia akan dimintai pertanggung jawaban atas profesi guru yang ia jalani, maka ia harus berusaha melakukan tugas keguruannya dengan sebaik-baiknya. Dia harus berlatih bertanggung jawab atas apa segala yang dilakukannya di dunia agar kelak ia bisa mempertanggung jawabkan di akhirat. Namun dalam melakukan usaha tersebut, guru harus tetap menyerahkan hasilnya kepada Allah, sehingga selain berusaha, seorang guru juga harus senantiasa berdo’a terutama mendo’akan kebaikan para peserta didiknya, hal ini sebagaimana yang dicontohkan oleh para Nabi yang selalu mendo’akan kebaikan umat (QS. Ali Imran: 38 dan QS. Ibrahim: 35). Berdo’a merupakan hal yang dianjurkan oleh Allah, dan Allah akan mengabulkan do’a hamba yang mau berdo’a kepada-Nya (QS. Al-Baqarah: 186, QS. An-Naml: 62 dan QS. Al-Mu,min: 60). Memiliki etos kerja yang baik dan selalu mendo’akan kebaikan peserta didik, merupakan upaya guru dalam melakukan tanggung jawab profesi
keguruannya,
sehingga
ia
benar-benar
mampu
mempertanggung jawabkan tugas keguruannya baik di dunia dan di akhirat.
75
Selain tanggung jawab pada peserta didik atas profesinya sebagai guru, dalam Islam seorang guru juga harus bertanggung jawab kepada Allah, karena atas kehendak-Nya dia bisa menjadi guru. Dalam rangka tanggung jawab pada Allah ini maka seorang guru harus senantiasa meniatkan apa yang ia lakukan dengan ikhlas yaitu sematamata mengharap ridha Allah (QS. Al-Bayyinah: 5, QS. Al-Kahf: 110), hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh para Nabi sebagai guru bagi segenap umat manusia sepanjang sejarah (QS. Hud: 29). Dalam Islam ikhlas merupakan perkara yang sangat penting, karena dijelaskan dalam sebuah hadits, sesuatu yang tidak diniatkan ikhlas karena Allah hanya akan sia-sia belaka. b. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri. Dalam Islam guru memiliki kedudukan yang sangat mulia, sebagaimana termaktub dalam QS Al- Mujadilah ayat 11, bahwa Allah akan menaikkan derajat orang-orang yang berilmu beberapa derajat, dan guru adalah salah satu di dalamnya. Dengan kedudukan yang mulia ini hendaklah guru bangga terhadap profesi yang ia jalani, sehingga ia merasa percaya diri dan berusaha melaksanakan tugas keguruannya dengan sebaik-baiknya. Namun dalam bersikap bangga ini, tidak boleh sampai mengarah pada perilaku sombong dan angkuh karena sifat itu adalah sikap yang tercela yang tidak pantas dimiliki oleh manusi yang lemah dan penuh kekurangan.
76
c. Bekerja mandiri secara professional. Nabi bersabda bahwa setiap orang adalah pemimpin dalam keluarganya, baik laki-laki maupun perempuan (lihat halaman 40 dalam skripsi ini).
Bagi seorang guru dia juga pemimpin bagi
keluarganya, dan bertanggung jawab atas mereka. Tanggung jawab ini mencakup memberikan nafkah juga pendidikan. Sebagai seorang yang mempunyai profesi sebagai guru, tugas seorang guru adalah memberikan
pengajaran
dimana
ia
mendapatkan
gaji
dari
pekerjaannya tersebut. Seorang guru harus melaksanakan pekerjaan tersebut dengan sungguh-sungguh, karena dalam Islam, Allah juga menganjurkan manusia untuk bekerja (QS. At-Taubah: 105) dengan kata lain untuk memiliki kemandirian dalam mencukupi kebutuhan hidup, hal ini untuk menjaga harga diri (‘iffah) umat Islam. Seorang muslim yang mandiri dicintai Allah, karena ia telah menghindarkan diri dari perbuatan mencuri dan meminta-minta, dan merepotkan orang lain. Bagi seorang guru, sikap mandiri ini, dapat memupuk rasa percaya diri, kepercayaan masyarakat, dan semakin memantabkan kedudukannya sebagai suri tauladan bagi peserta didik dan masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi, bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri serta bekerja mandiri secara professional sebagaimana yang terdapat dalam PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 telah dijelaskan
77
dalam Islam dengan lengkap hanya saja berbeda dalam membahasakan, namun pada dasarnya mempunyai makna dan maksud yang sama. 5.
Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa dalam Islam seorang guru harus taat pada Allah, Rasul dan pemimpin, sehingga selain patuh pada norma agama seorang guru juga harus mematuhi norma yang berlaku dalam masyarakat (QS Ali-Imran: 59). Kode etik guru merupakan kesepakatan bersama yang dibuat, untuk mengatur tata laku guru dalam menjalankan tugas keguruannya. Maka dengan berlandaskan pada ayat di atas, dapat dimengerti bahwa Islam juga menganjurkan pada manusia untuk mentaati peraturan yang dibuat oleh pemimpin (pemerintah), selama itu tidak bertentangan dengan norma agama dan demi kebaikan bersama.
78
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan dalam skripsi yang berjudul studi analisis kompetensi kepribadian guru dalam tinjauan Islam (telaah atas PERMENDIKNAS No. 16 tahun 2007) ini dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.
Tinjauan Islam terhadap kelima butir kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 adalah sebagai berikut: a. Seorang guru harus bersikap adil terutama terhadap peserta didik, dan senantiasa mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. b. Seorang guru harus jujur (amanah), tegas, dan memiliki akhlakul karimah; bertaqwa dan selalu menjadi teladan. c. Seorang guru harus memiliki sifat sabar, tidak mudah marah, pema’af, bijak dan berwibawa. d. Seorang guru harus bertanggung jawab, bekerja dengan sungguh-sungguh dan percaya diri dengan profesi yang dijalani. e. Seorang
guru
harus
mentaati
perintah
pemimpin
selama
tidak
bertentangan dengan syariat Islam. 2. Kompetensi kepribadian guru dalam PERMENDIKNAS No. 16 Tahun 2007 secara keseluruhan merupakan manifestasi dari kompetensi kepribadian guru dalam Islam sehingga telah ternaungi oleh konsep Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
79
B. Saran 1. Para guru sebaiknya mengetahui tentang konsep kepribadian guru agar dapat menjadi bekal dalam mengajar dan di dalam pergaulan sehari-hari untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan. 2. Lembaga-lembaga pendidikan Islam maupun umum hendaknya lebih memperhatikan
peningkatan
kompetensi
kepribadian
guru
untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. C. Keterbatasan Penelitian Karena terbatasnya waktu dan referensi yang dimiliki oleh penulis, maka skripsi ini masih banyak memiliki kekurangan, sehingga penulis mengharapkan agar penelitian mengenai kompetensi kepribadian guru ini dapat dilanjutkan dan disempurnakan pada penelitian-penelitian selanjutnya.
80
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Jamal. Pendidikan ala Kanjeng Nabi. Terj. Jujuk Najibah Ardianingsih. Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004. Al Abrasyi, Athiyah. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam . Jakarta: Bulan bintang, 1990. Al-Ghazali, Imam. ihya’ Ulumuddin, Juz III. Indonesia: Darul Ihyail Kutubil Arabiyah, tt. Al- Maghribi, Al- Maghribi bin as- Said. Begini Seharusnya Mendidik Anak. terj. Zainal Abidin. Jakarta: Darul Hak, 2004. Al-Nahlawy, Abdurrahman. Pendidikan di Rumah, Sekolah dan Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Masyarakat, Terj.
An Naisabury, Imam Abi Husain Muslim bin Hajjaj Al- Qusyairi. Shahih Muslim. Beirut: Darl Al-Fikr, 1994. Al-Quswaini, Abu Abdullah Muhammad bi yazid bin abdullah bin majah. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Darl Al-Fikr, 1994. As-Sijistani, Abu Daud Sulaiman Bin Al-Asyi’ats. Sunan Abu Daud. Beirut: Darl AlFikr, 1994. At Tirmidzi, Abu ‘Isa Muhammad bin Isa bin Saurah. Sunan Tirmidzi. Beirut: Darl Al-Fikr, 1994. Bahasa, Balai Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis .Tk; Tp, Tt. Basuki & Ulum, Miftahul. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Press, 2007. Echols, John M & Shadily, Hasan. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia, 1980. Ilyas, Yanuar. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI, 2006. Ja’fiyyi, Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Bukhari. Shahih Bukhari. Beirut: Darl Al-Fikr, 1994.
81
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Muhadjir, Neong. Metodologi Penelitian Kualitatif . Yogyakarta: Reka Sarasin, 1989. Muliawan, Jasa Ungguh. Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Munir, Abdullah. Spiritual Teaching. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006. Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi. Ponorogo: STAIN PonorogoPress, 2007. Ni’am, Asruron. Membangun Profesionalitas Guru. Jakarta : eLSAS, 2006. Nawawi, Hadari. Organisasai Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta: Haji Masagung, 1989. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta: departemen pendidikan nasional, 2007. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2002. Silaban, Sintong. Pendidikan Indonesia Dalam Pandangan Lima Belas Tokoh Pendidikan Swast. Bagian IV. Jakarta: Dasamedia Utama, 1993. Siswanto, Sikap Tegas Pada Siswa http://www.esmartschool.com/sptPendidikan/artikel35.aspdiakses 2004
20
Nakal, April
Sutrisno, Hadi. Metode Research 1. Yogyakarta: Gajah Mada, 1980. Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh. Mendidik Anak Bersama Nabi. Terj: Salafuddin Abu Sayyid. Solo: Pustaka Arafah, 2006. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Maskawaih. Yogyakarta: Belukar, 2004. Suyuthi, Mahmud dkk. Akhidah Akhlak. Surabaya: Sahabat Ilmu, 1987. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Thalib, M. 50 Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih. Bandung: Irsyad Baitus Salam, 1996.
82
Ulwan, Abdullah Nashih. Kaidah-Kaidah Dasar Pendidikan Anak Menurut Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya: 1992. Wehr, Hans. A Dictionary Of Modern Written Arabic. Beirut: 1974.