1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peralihan hak atas tanah merupakan suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan hak kepemilikan atas tanah dari pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka setiap peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Selain hal tersebut untuk dapat melakukan peralihan hak atas tanah maka subjek hukum (subject van een recht) yang akan bertindak harus memenuhi syarat kecakapan untuk bertindak sebagaimana hal tersebut diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata. Hubungan hukum antara subyek hak dengan obyek hak dalam peralihan hak atas tanah sangat penting untuk diperhatikan, hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kewenangan subjek hukum untuk dapat mengalihkan hak atas tanah yang dimilikinya kepada pihak lain. Pada keadaan tertentu seorang yang memiliki hak atas tanah tidak serta merta dapat mengalihkan haknya kepada pihak lain tanpa persetujuan dari orang-orang yang memiliki hubungan keperdataan dengannya karena perolehan hak atas tanah tersebut diperoleh dalam suatu perkawinan atau dimiliki secara bersama-sama dengan orang lain.
2
Tidak hanya terbatas pada hal tersebut, dalam peralihan hak atas tanah juga harus diperhatikan mengenai objek tanah yang akan dialihkan haknya. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria (UUPA), pemerintah telah menentukan macam-macam hak atas tanah yang dapat diberikan dan dimiliki oleh orang-orang baik secara sendiri maupun secara bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum. Adapun macam-macam dari hak atas tanah yang dimaksud adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Kesemua hak atas tanah tersebut memiliki perbedaan satu dengan lainnya baik dilihat dari peruntukannya maupun jangka waktu kepemilikannya. Mengingat setiap hak atas tanah memiliki perbedaan satu dengan lainnya, baik itu terhadap subjek hak yang dapat memiliki ataupun mengenai jangka waktu kepemilikannya maka dalam peralihan hak atas tanah harus selalu memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Tujuan dari hal ini adalah untuk menjamin kepastian hukum terlaksananya hak dan kewajiban para pihak atas peralihan hak atas tanah yang dilakukannya serta untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pembuatan akta peralihan hak yang dapat menyebabkan peralihan hak tersebut cacat hukum dan tidak dapat didaftarkan. Sebelum membuat akta yang nantinya akan digunakan sebagai alat bukti telah terjadinya peralihan hak serta sebagai dasar pendaftaran, maka
3
pejabat yang bewenang untuk membuat akta peralihan hak atas tanah harus dapat memastikan bahwa hak atas tanah tersebut masih melekat atau telah berakhir dari pemegang haknya. Tanah dengan status hak milik merupakan hak yang terkuat dan terpenuh dan dapat dimiliki secara turun temurun, dengan demikian tanah hak milik dapat dialihkan kapan saja dalam arti kepemilikannya tersebut tidak ada batasan waktu selama masih dikuasai dan digunakan oleh pemiliknya. Berbeda dengan tanah hak milik yang tidak memiliki jangka waktu dan merupakan hak atas tanah yang terkuat dan terpenuh, tanah dengan hak guna bangunan apabila jangka waktu kepemilikannya telah berakhir maka tanah tersebut tidak dapat dialihkan oleh pemiliknya karena hak kepemilikan atas tanah tersebut telah hapus dan tanah tersebut dikuasai langsung oleh negara. Pada dasarnya seorang yang memiliki tanah dengan hak guna bangunan hanya berhak mendirikan dan memiliki suatu bangunan di atas tanah tersebut selama jangka waktu kepemilikan tertentu. Sesuai dengan hal tersebut maka tanah hak guna bangunan yang haknya telah berakhir hanya dapat dialihkan haknya dengan suatu akta peralihan hak apabila haknya telah diperpanjang atau diperbaharui terlebih dahulu. Pada awal penelitian ini penulis menemukan permasalahan terkait peralihan hak atas tanah yang tidak dapat didaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan. Peralihan hak atas tanah tersebut dilakukan terhadap tanah dengan hak guna bangunan atas tanah negara melalui perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa untuk menjual. Sebagaimana diketahui bahwa tanah hak
4
guna bangunan memililiki jangka waktu kepemilikan selama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun sebelum jangka waktu kepemilikannya berakhir. Oleh karena kurangnya pemahaman mengenai hal tersebut, setelah dilakukannya jual beli dengan alasan tertentu para pihak tidak segera menghadap kepada PPAT untuk mendaftarkan peralihan hak tersebut ke Kantor Pertanahan dengan akta jual beli sampai pada akhirnya jangka waktu kepemilikan atas tanah hak guna bangunan tersebut berakhir masa berlakunya. Tanah hak guna bangunan yang telah berakhir jangka waktu kepemilikannya maka tanah tersebut akan dimiliki oleh negara atau dengan kata lain hak kepemilikan pemegang hak atas tanah tersebut hapus. Dengan hapusnya hak kepemilikan atas tanah tersebut maka PPAT tidak dapat membuat akta jual beli sebagai bukti telah dilakukan peralihan hak tersebut. PPAT membuat akta jual beli, Kantor Pertanahan akan tetap menolak pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut dikarenakan penjual sudah tidak memiliki kewenangan untuk mengalihakan hak atas tanah tersebut. Dengan demikian maka pembeli tidak mendapatkan kepastian hukum atas kepemilikan tanah yang telah dibelinya. Hal ini tentu sangat merugikan pihak pembeli karena meskipun secara fisik ia telah menguasai tanah tersebut namun secara yuridis pembeli tidak mempunyai kepastian hukum atas kepemilikan tanah yang dibelinya. Tidak lepas dari hal tersebut apabila penjual tanah telah meninggal maka dikhawatirkan akan menimbulkan sengketa dengan ahli warisnya.
5
Untuk mengatasi permasalahan di atas sebenarnya pihak penjual dapat mengajukan permohonan pemberian hak baru kepada Kantor Pertanahan atas tanah hak guna bangunan yang telah berakhir masa berlakunya, kemudian setelah permohonan tersebut diterima dan diterbitkan sertipikat baru oleh Kantor pertanahan para pihak dapat melakukan jual beli dengan akta jual beli dihadapan PPAT. Pada permasalahan ini terjadi kesalahan akibat kurangnya pemahaman mengenai tata cara atau prosedur yang harus dilakukan untuk dapat mengajukan permohonan pemberian hak baru. Sesuai
dengan ketentuan Pasal
32 Peraturan Meteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, permohonan hak harus diajukan oleh pemegang haknya sendiri secara tertulis atau dapat dikuasakan kepada orang lain. Namun pada permasalahan ini permohonan tersebut diajukan oleh pihak pembeli berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual. Setelah menerima permohonan tersebut Kantor Pertanahan menyampaikan bahwa permohonan tersebut tidak dapat didaftarkan karena dalam hal ini terdapat 2 (dua) subjek hukum yang menjadi pemegang hak prioritas atas tanah dan keduanya berhak mengajukan permohonan pemberian hak atas tanah hak guna bangunan yang telah berakhir masa berlakunya. Pemegang hak prioritas atas tanah dalam ruang lingkup pendaftaran tanah dapat diartikan sebagai subjek hukum yang diutamakan untuk dapat mengajukan permohonan pemberian hak baru atas tanah yang dimiliki oleh
6
negara. Pada permasalahan ini terdapat 2 (dua) pemegang hak prioritas atas tanah, yaitu penjual selaku pemegang hak atas tanah sebelum jangka berlakunya hak guna bangunan berakhir, dan pembeli yang menguasai tanah berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual yang dibuat sebelum jangka waktu kepemilikan tanah hak guna bangunan berakhir. Penjual masih menjadi pemegang hak prioritas karena pada dasarnya meskipun dibuat secara otentik, perjanjian pengikatan jual beli dan kuasa menjual tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pendaftaran peralihan hak. Hal tersebut dikarenakan objek yang akan diperjualbelikan dalam perjanjian pengikatan jual beli tidak memenuhi syarat objektif perjanjian karena telah berakhir jangka waktu kepemilikannya. Dengan adanya 2 (dua) pemegang hak prioritas atas tanah tersebut maka pembeli tidak dapat mengajukan permohonan hak baru atas tanah yang dibelinya tersebut. Untuk memberi kepastian hukum kepada pembeli atas kepemilikannya terhadap tanah hak guna bangunan tersebut, maka Kantor Pertanahan memberikan kebijakan kepada para pihak untuk dapat mengajukan permohonan hak baru dengan cara agar salah satu pemegang hak prioritas secara suka rela melepaskan hak prioritasnya kepada pemegang hak prioritas lainnya. Dengan kata lain untuk dapat mengajukan hak baru maka penjual harus terlebih dahulu melepaskan hak prioritasnya kepada pembeli kemudian pembeli dapat mengajukan pemberian hak baru. Hal ini sebenarnya sama dengan pelepasan hak yang dilakukan pada peralihan hak atas tanah antara subjek hukum yang berhak memiliki hak milik atas tanah kepada subjek
7
hukum yang tidak dapat memiliki hak milik atas tanah. Perbedaannya adalah dalam hal ini pembeli pada akhirnya tetap akan memperoleh tanah dengan hak guna bangunan dan pembeli bukan merupakan subjek hak yang tidak dapat memiliki tanah dengan hak guna bangunan. Agar pelepasan hak prioritas tersebut dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran peralihan hak maka pelepasan hak tersebut harus dibuat secara notariil dengan akta notaris. Pada dasarnya isi dari akta tersebut menyatakan bahwa penjual melepaskan haknya kepada pembeli agar pembeli dapat mengajukan permohonan hak baru atas tanah hak guna bangunan yang telah berakhir masa berlakunya dan dikuasai langsung oleh negara. Sebagaimana diketahui bahwa dalam ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, suatu bentuk peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta peralihan hak yang dibuat oleh PPAT. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam hal ini PPAT tidak mempunyai kewenangan untuk membuat akta pelepasan hak karena kewenangan PPAT untuk membuat akta peralihan hak atas tanah terbatas pada ketentuan Pasal 2 Ayat (2) yang hanya terbatas pada 8 akta saja, sedangkan akta pelepasan hak prioritas tersebut tidak termasuk dalam akta yang dapat dibuat oleh PPAT. Pelepasan hak atas tanah pada umumnya dilakukan apabila subjek hak yang akan menerima hak tidak dapat atau dilarang oleh undang-undang untuk memiliki suatu hak atas tanah, namun dalam permasalahan ini subjek hak bukanlah orang atau badan hukum yang tidak dapat memiliki tanah dengan hak guna bangunan. Oleh karena itu dibuatlah akta pelepasan hak prioritas atas
8
tanah antara subyek hak yang sama-sama berhak memiliki tanah hak guna bangunan dengan akta notaris. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas selanjutnya penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “KEABSAHAN AKTA PELEPASAN HAK PRIORITAS ATAS TANAH SEBAGAI DASAR PENDAFTARAN PERALIHAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG TELAH BERAKHIR JANGKA WAKTU KEPEMILIKANNYA”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keabsahan akta pelepasan hak prioritas atas tanah sebagai dasar pendaftaran peralihan hak atas tanah hak guna bangunan yang telah berakhir jangka waktu kepemilikannya? 2. Bagaimana kekuatan hukum akta pelepasan hak prioritas atas tanah untuk dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran peralihan hak atas tanah hak guna bangunan yang telah berakhir jangka waktu kepemilikannya?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini dan berkaitan pula dengan rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
9
1. Untuk mengetahui dan menganalisis keabsahan akta pelepasan hak prioritas atas tanah sebagai dasar pendaftaran peralihan hak atas tanah hak guna bangunan yang telah berakhir jangka waktu kepemilikannya. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum akta pelepasan hak prioritas atas tanah untuk dapat digunakan sebagai dasar pendaftaran peralihan hak atas tanah hak guna bangunan yang telah jangka waktu kepemilikannya. D. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis dengan telah melakukan penelusuran melalui internet serta penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penelitian dengan judul “Keabsahan Akta Pelepasan Hak Prioritas Atas Tanah Sebagai Dasar Pendaftaran Peralihan Tanah Hak Guna Bangunan Yang Telah Berakhir Jangka Waktu Kepemilikannya”, belum pernah dilakukan sebelumnya, namun demikian terdapat penelitian yang terkait dengan judul penelitian ini yaitu: 1. Judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tanah Hak Guna Bangunan Yang Telah Berakhir Masa Berlakunya (Studi Kasus di Kota Makassar)” ditulis oleh Yulianti, dengan rumusan masalah sebagai berikut:1 a. Apa dasar hukum hak guna bangunan yang telah berakhir masa berlakunya tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain?
1
Yulianti, 2012, “Tinjauan Yuridis Terhadap Tanah Hak Guna Bangunan Yang Telah Berakhir Masa Berlakunya (Studi Kasus di Kota Makassar)”, Tesis, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
10
b. Bagaimana peranan camat selaku PPAT dalam peralihan hak guna bangunan tersebut kepada pihak lain? Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu bahwa pemegang hak guna bangunan dapat mengalihkan tanah tersebut kepada pihak lain, sepanjang secara fisik yang bersangkutan masih tetap menguasai dan menggunakan tanah tersebut. Prosedurnya melalui peralihan/pengoperan terhadap bekas hak guna bangunan dimaksud. Peranan camat sebagai PPAT sementara yakni dapat membuat surat peralihan/pengoperan terhadap bekas hak guna bangunan. 2. Judul “Tanah Negara Bekas Hak Guna Bangunan dan Hak Prioritasnya” ditulis oleh Gede Wira Utama, dengan rumusan masalah sebagai berikut:2 a. Siapa yang memiliki hak prioritas untuk dapat memohon hak di atas tanah negara bekas hak yang tidak diperbaharui atau diperpanjang haknya? b. Berapa lama hak prioritas yang dimiliki subyek hukum tersebut? Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu bahwa dengan adanya hak prioritas maka bekas pemegang hak guna bangunan dapat memohonkan kembali hak atas tanahnya yang telah berakhir. Hak prioritas diberikan kepada bekas pemegang hak guna bangunan dikarenakan hak keperdataannya masih melekat pada bekas pemegang hak guna bangunan. Selama bekas pemegang 2
Gede Wira Utama, 2016, “Tanah Negara Bekas Hak Guna Bangunan dan Hak Prioritasnya”, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
11
hak guna bangunan masih menduduki dan memanfaatkan tanah bekas hak guna bangunan tersebut, selama itu pula bekas pemegang hak memiliki hak prioritas untuk memohon perpanjangan ataupun pembaharuan hak atas tanahnya sampai adanya Surat Keputusan Pemberian Hak baru kepada calon pemegang hak yang baru. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan kedua penelitian tersebut di atas adalah pada penelitian ini lebih fokus untuk mengetahui keabsahan akta pelepasan hak prioritas yang dibuat oleh Notaris dan sejauh mana kekuatan hukum akta tersebut untuk dapat dipergunakan sebagai dasar pendaftaran peralihan hak atas tanah gak guna bangunan yang telah berakhir masa berlakunya. Adapun pada penelitian di atas diketahui bahwa peralihan hak atas tersebut menggunakan dasar surat peralihan atau pengoperan yang dibuat oleh Camat selaku PPAT. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, pada penelitian ini dasar peralihan hak menggunakan akta notariil yang dibuat oleh Notaris. E. Manfaat Penelitian 1. Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana dan sumbangan pemikiran bagi akademisi, khususnya di bidang hukum agraria dan bidang ilmu kenotariatan. 2. Praktis Mengingat akta pelepasan hak prioritas atas tanah belum cukup diketahui pada ruang lingkup kenotariatan maka hasil penelitian ini diharapkan dapat
12
menjadi bahan kajian bagi praktisi hukum, khususnya Notaris dan PPAT serta masyarakat luas untuk memberi kepastian hukum dalam pelepasan tanah hak guna bangunan.